Anda di halaman 1dari 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA TUBERKULOSIS DI BALAI


BESAR KESEHATAN PARU
MASYARAKAT BANDUNG
“ PEMBAHASAN
1.
2.
DEFINISII
ETIOLOGI ”
3. GEJALA
4. STATUS KLINIS
DEFINISI

Tuberkolosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Myobacterium tubercolosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau di berbagai tubuh yang
lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini
menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan


lambat. TB mendorong respon dari imum kita yang menyebabkan kerusakan jaringan yang
signifikan. Bahkan pengobatan TB yang sukses sering kali meninggalkan jaringan parut
permanen dan fibrosis. TB yang tidak diobati dapat berkembang menjadi emfiema
tuberculosis dan fibrotoraks. Angka mortalitas yang tinggi kadang disebabkan karena ada
kerusakan pada pembuluh darah bronkus dan paru yang dapat menyebabkan hemoptisis.
TB aktif merupakan penyakit merusak yang menyebabkan penurunan berat
badan,demam,dan kehilangan nafsu makan. Ketika seseorang dengan batuk TB paru
aktif, bakteri dapat dilepaskan ke udara dan dapat menginfeksi orang lain. Hal ini terjadi
ketika ada bakteri Mycobacterium Tuberculosis terjepit di alveoli. TB yang telah
terinfeksi aliran darah dan beredar seluruh tubuh dikenal sebagai TB miliaria, yang
merupakan bentuk yang sangat serius dari penyakit ini. TB Miliaria umumnyaterjadi pada
anak-anak dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah(WHO, 2004).
ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis (TB) paru adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis yang merupakan jenis kuman berbentuk

batang berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6 mm. Sebagian besar komponen

Mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam sehingga

disebut Bakteri Tahan Asam (BTA), serta sangat tahan tehadap zat kimia dan faktor fisik yang dapat juga bertahan

pada udara yang kering maupun dalam keadaan dingin,hal ini karena kuman bersifat dormant, yaitu dapat aktif

kembali dan menjadikan 12 tuberkulosis ini aktif lagi. Sifat lain adalah aerob dimana kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi oksigen (Sudoyo, 2010)

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang lain oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui berbicara,

batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan kecil (1-5 µ). Droplet

yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Mereka

yang kontak dekat dengan seorang penderita TB aktif, mempunyai resiko untuk tertular tuberkulosis, hal ini juga

tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer dan Bare, 2011).
MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Wikurendra, 2019) terdapat 2 tipe gejala TB paru, yaitu:

1. Gejala Umum

a. Batuk lebih dari 3 minggu, 7 Gejala ini timbul karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk lama

yang terjadi lebih dari 3 minggu disertai dengan dahak maupun tidak selanjutnya akan terjadi

batuk darah karena pembuluh darah yang pecah (Suherni & Maduratna, 2013).

b. Demam Demam lama tanpa sebab yang jelas terjadi secara berulang dan disertai berkeringat

pada malam hari. Suhu tubuh penderita bisa mencapai 40-41 ºC (Suherni & Maduratna, 2013).

c. Berat badan menurun tanpa sebab Berat badan yang menurun tanpa sebab ini selain nafsu

makan yang menurun, pada anak berat badan tidak akan bertambah (Suherni & Maduratna, 2013).
Gejala Khusus

a. Berdasarkan organ tubuh mana yang terinfeksi. Sebagai contoh jika terdapat sumbatan

sebagian pada bronkus, diakibatkan oleh penekanan kelejar getah bening yang membesar,

b. Akan menimbulkan suara “mengi” atau terdapat tambahan suara napas wheezing,

suara nafas akan melemah, terdapat sesak dan bisa menimbulkan nyeri dada jika terdapat

cairan dipleura,

c. Jika mengenai tulang akan menimbulkan gejala seperti infeksi tulang yang akan

membentuk saluran pada kulit dan keluar nanah,

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (meningitis) dengan gejala demam tinggi,

penurunan kesadaran dan kejang.


PROGNOSIS
TB paru dapat mencapai kesembuhan yang maksimal dengan komplikasi yang sedikit pada

pasien dengan terapi OAT yang adekuat. Tingkat rekurensi TB paru umumnya adalah 0–14%. Pada

negara dengan insidensi TB yang rendah, rekurensi terjadi karena relaps dan umumnya terjadi

pada 12 bulan setelah pengobatan. Sementara itu, pada negara dengan insidensi TB yang tinggi,

rekurensi umumnya terjadi karena reinfeksi.

Kelompok pasien yang memiliki prognosis TB paru yang lebih buruk adalah pasien berusia

lanjut, pasien bayi dan anak-anak, pasien yang terlambat diobati, pasien dengan gangguan

imunitas tubuh, pasien dengan gangguan pernapasan berat, serta pasien dengan multi-drug

resistant TB
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
TB (Tuberculosis) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan tujuh spesies mikobakteri terkait seperti :

Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium Canetti dan Mycobacterium mungi. Namun tidak semua spesies ini dapat

menyebabkan penyakit pada manusia. Guna mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu

dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah di lingkungan keluarga. TB paru juga sangat banyak ditemukan diantara orang miskin,

gelandangan, dan penjara. Individu ini memiliki sumber daya yang terbatas untuk menjalani terapi yang panjang dalam proses penyembuhan.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah

India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000

kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk(Asti, 2005). Modalitas dari fisioterapi

dapat mengurangi bahkan mengatasi gangguan terutama yang berhubungan dengan gerak dan fungsi diantaranya memperlancar sirkulasi darah

dengan menggunakan Infra red dan ACBT akan mengurangi atau menghilangkan sputum dan spasme otot pernapasan, membersihkan jalan

napas, membuat menjadi nyaman, melegakan saluran pernapasan dan akhirnya batuk pilek dapat terhentikan. Akhirnya memperbaiki pola

fungsi pernapasan, meningkatkan ketahanan dan kekuatan otot-otot pernapasan.

 
STATUS KLINIS
Nama Usia
Ny. C
42th

Alamat
occupation
Moh. Toha, Jl.
Kariyawan pabrik
Karasak, Bandung
Physical Therapist : Sri Parwati

Hospital/ Clinic : Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Bandung

Date : 10 Oktober 2022


Name : NY. Cahyani Date of brith : 24th
No. Medical Record : - Occupation : Kariyawan
Pabrik
Address : Bandung
Date of Assessment :

Reason for treatment/ Referral : Sesak nafas dan sering capek


RPS : 7 tahun lalu, sering sesak nafas dan sering capek, bekerja di
pabrik bagian memotong kain dadang pakai masker kadang tidak,
batuk tidak ada darah. Pasien datang ke BBKPM 10 Oktober 2022
untuk melakukan fisoterapi.
RPD : Batuk Kering
RPK : Tidak ada
Vital sign
Antropometri
 Tekanan darah : 100/80 mmHg
 Denyut Nadi : 80x/menit   Inhale Exhale Selisih

 Berat badan : 38kg Upper 66,5 64 2,5


 Temperatur : 36,6 Middle 68 67 1
 Tinggi badan : 156cm
Lower 66,5 64  
 Resoiratory Rare : 20x/menit
 SpO2 : 97%
b) Inspeksi
terlihat postur tubuh kifosis Hypothesis: Berdasarkan penilaian observasi
yang terkait dengan target/ tujuan terapi
c) Palpasi
Post Tuberkulosis
Bentuk dada sangkar burung
d) Perkusi
Paru kanan sonor
Paru kiri : Atas : sonor
Tengah : Redup
Bawah : Redup
e) Auskultasi
normal
Body Structure/ Function:
 
 Tulang belakang kifosis
 Spasme m. Sternocleidomastoideus

Activity:
 Kesulitan berjalan dekat karena sesak nafas ( d450)

Participation:
 Sebagai pekerja pabrik masih aktif dan masih berkumpul
dengan teman-temannya

Personal factors:
Motivasi baik
Environmental factors:
Keluarga mendukung (e310)

Main Problem:
Sesak nafas
Spasme m, sternocleidomastoideus

PT Diagnose:
Sesak nafas, batuk kering selama 2 tahun ec penyakit paru
obstruksi kronis post Tubberkolosis
Goal Treatments:
Jangka pendek:
 Mengurangi derajat sesak nafas
 Mengurangi spasme m. sternocleidomastoideus
 Memperbaiki posture
 Meningkatkan pergerakan ekspansi thoraks
Treatment Plans:
a) IR
Tujuan : Melancarkan Sirkulasi Darah
Mengurangi spasme otot pernapasan

Interventions: (tekhnik)

 Modalitas Infra Red, F : 1 minggu sekali Untuk I : Jarak


antar lampu dan jaringan 60 cm melancar kan dan area
terapi 35- 42 sirkulasi darah cm ke jaringan

Home Programs:
Latihan memakai kain segitiga dilipat menjadi 4 simpan di
lingkar kosta ke 8, saat expirasi tangan kanan menarik kain ke
kanan tangan kiri tetap mempertahankan

Evaluation :
Pasien sangat rajin untuk fisioterapi
Hasil Terapi Akhir

Setelah dilakukan intervensi fisioterapi selama 2 minggu terhadap pasien Ny C didapatkan


hasil bahwa pasien sudah menunjukan adanya perubahan yang secara signifikan yaitu
adanya peningkatan pada evaluasi terakhir terhadap pengukuran borg scale. Pada
pengukuran awal borg scale didapatkan nilai 3. Pada pengukuran akhir borg scale
didapatkan hasil sebesar nilai 0. Dan juga didapatkan hasil berupa peningkatan ekspansi
thorax, serta didapatkan penurunan nyeri dengan skala VAS dengan nilai awal untuk nyeri
diam nilai 2, tekan nilai 5, gerak nilai 4. Pada pengukuran akhir skala VAS didapatkan hasil
nyeri diam nilai 0, tekan nilai 4, gerak nilai 3. Untuk endurance pasien melakukan sepada
statis selama 20 menit dengan dipasang oksimeter untuk mengetahui SpO2 maxsimal. HR
maxsimal = 220-usia (42=178). Itensititas sedang =75% 75/100 X 178. Beban 0 (endurens)
.Disini kita menggunakan intensitas sedang 70% = 70/100 X 178 = 124,6. Pasien selama
melakukan sepeda statis HR maxsimumnya 124,6. Apabila penggunakan sepeda statis
sudah menunjukkan 1246 diberhentikan
DAFTAR PUSTAKA
 

Mardino.Sasono. 2013. “Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi Pernafasan Pasien TB Paru di Instalasi Rawat
Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013”. Jurnal HArapan BAngsa Vol. 1 No.2 Desember
2013.
Pranowo, Chrisantus. 2014. “Efektifitas Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Sputum Untuk Penemuan BTA Pada PAsien TB
Paru Di Ruang Rawat Inap RS Mardi Rahayu Kudus”. Universitas Diponegoro. eprints.undip.ac.id/10476/1/art ikel.pdf,
21 September 2014.
Sudoyo. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan, FKUI.
Smeltzer dan Bare. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
The Health Academy World Health Organization. 2004. Tuberculosis. World Health Organization (WHO). Switzerland
Wikurendra, E. A. (2010). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru Dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal
Ekologi Kesehatan, 9(4), 1340-1346.
Wold Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2016. Switzerland.
 

 
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai