Disusun Oleh :
Kelompok 13
BEKASI, 2022
1
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing serta telah
dipertahankan di hadapan penguji
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Penguji I Penguji II
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak
sekali mendapatkan bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk
itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat :
1. Ibu Ratu Karel Lina, SST.Ft., SKM., MPH. selaku Ketua Jurusan Fisioterapi
2. Bapak Ari Sudarsono, Ftr., M.Fis. selaku Ketua Program Studi Profesi
iii
Daftar Isi
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Indentifikasi Masalah....................................................................................3
C. Manfaat Penelitian........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................5
A. Tinjauan Teori...............................................................................................5
BAB III URAIAN KASUS...............................................................................18
A. Identitas Pasien...........................................................................................18
B. Assesment/ Pemeriksaan.............................................................................18
C. Diagnosis Fisioterapi...................................................................................20
D. Program Fisioterapi.....................................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................24
A. Hasil Pembahasan.......................................................................................24
B. Keterbatasan................................................................................................24
BAB V PENUTUP............................................................................................25
A. Kesimpulan.................................................................................................25
B. Saran............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terhadap aliran udara. Sumbatan udara ini biasanya berkaitan dengan respon
inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Umumnya
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah asma
bronkial, bronkitis kronis, bronkiektasis, dan emfisema paru. Penyakit ini sering
juga disebut dengan Chronic Airflow Lamitation (CAL) dan Chronic Obstruktive
sesak napas terutama saat melakukan aktivitas, batuk kronik yang produktif,
penumpukan sputum, mudah lelah, berat badan turun, dan rasa berat di dada. Selain
itu, komplikasi yang dapat terjadi akibat PPOK adalah gagal jantung. Dikutip dari
American Thoracic Society, gagal jantung terjadi pada 5-10% orang dengan PPOK
parah. Selain itu, PPOK juga dapat meningkatkan penyakit jantung lainnya, seperti
serangan jantung. Penderita PPOK juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
kanker paru- paru. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine
menyebutkan bahwa risiko kanker paru-paru pada perokok dengan PPOK adalah
dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan perokok tanpa PPOK. Selain itu,
PPOK terus meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia (GOLD, 2017).
1
Terjadinya PPOK diawali dengan seseorang yang menghisap asap rokok, polusi
udara yang tercemar, dan partikel lain seperti debu yang akan masuk ke saluran
pernapasan melalui ventilator, aspirasi, inhalasi. Selain itu faktor usia juga
memengaruhi PPOK karena elastisitas jaringan paru dan dinding paru semakin
Partikel yang masuk pada saluran pernapasan dan menempel pada dinding bronkus
akan menyebabkan infeksi dan iritasi menahun sehingga terjadi penebalan dinding
saluran napas bagian bawah paru akan lebih banyak tertutup sehingga terjadi
penumpukan udara pada alveolus saat ekspirasi yang ditandai dengan sesak napas.
gangguan pertukaran gas dengan tanda gejala mayornya adalah dispnea, PCO2
World Health Organization (WHO) mendata pada tahun 2016 sebanyak 3 juta
negara di Asia Tenggara mempunyai prevalensi PPOK sedang-berat pada usia >30
(2018), prevalensi di Indonesia penderita PPOK yaitu 3,7% atau sekitar 9,2 juta
merokok masyarakat Indonesia meningkat dari 32,8% pada tahun 2016 menjadi
33,8% pada tahun 2018. Sementara itu, prevalensi penderita PPOK di RSPG
2
Cisarua Bogor pada tahun 2020 sebanyak 1843 orang dan meningkat pada tahun
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik dan ingin mengetahui,
2022.”
B. Indentifikasi Masalah
beberapa masalah yang timbul akibat kasus PPOK, antara lain sebagai berikut:
1. Adanya sesak
2. Adanya batuk
3. Adanya sputum
5. Spasme otot
6. Low endurance
7. Pembatasan Masalah
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
3
Untuk mengetahui Pengaruh Intervensi Fisioterapi pada Kasus PPOK di
BBKPM Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui teknik assessment yang efektif dan efisien dalam
menegakan diagnosa Fisioterapi pada kasus PPOK
b. Untuk mengetahui metode dan teknik intervensi serta pengaruhnya pada
kasus PPOK.
c. Untuk mengetahui evaluasi hasil intervensi dalam kajian akademik dan
profesional pada kasus PPOK.
C. Manfaat Penelitian
perkuliahan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Definisi PPOK
Gambar 2. 1 PPOK
Disease (COPD) adalah gangguan paru yang akan menyebabkan kelainan ventilasi
paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik
yang berbeda.
adalah :
rasio FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
b. Stage II: Sedang12 Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1
c. Stage III: Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1
5
diantara 30-50% dari nilai prediksi.
d. Stage IV: Sangat Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan
kurang dari 30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
aliran udara.
1) Sesak bertambah
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab, peningkatan batuk,
2. Anatomi Fungsional
Sistem pernapasan pada manusia adalah sistem menghirup oksigen dari udara
serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Penghisapan udara ke dalam
tubuh disebut proses inspirasi dan menghembuskan udara keluar tubuh disebut
untuk proses respirasi sel dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah
6
beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen dengan
karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang
dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal dari lingkungan sekitar. Sistem
pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan
mekanisme pernapasan.
Paru-paru merupakan salah satu sistem organ paling penting untuk bernafas.
Paru- paru berada di dalam rongga thorax, terlindung oleh susunan tulang-tulang
rusuk dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum. Paru kanan, memiliki tiga
lobus yaitu superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri berukuran lebih kecil
dari paru kanan yang terdiri dari dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Paru-
paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru (pleura). Diperkirakan bahwa setiap
Normalnya, frekuensi pernapasan bayi baru lahir adalah 30 sampai 60 kali per
menit, balita 24 sampai 40 kali per menit, anak pra sekolah 22 sampai 34 kali per
menit, anak usia sekolah 18 sampai 30 kali per menit, remaja 12 sampai 16 kali per
menit, usia dewasa 12 sampai 20 kali per menit, dan lansia berada pada rentang 15
sampai 25 kali per menit. Frekuensi pernapasan normal pada lansia cenderung
lebih tinggi daripada orang dewasa muda, terutama bila lansia sedang mengalami
Secara anatomi sistem pernafasan terdiri atas: saluran nafas, paru, pleura,
a. Saluran Pernapasan
pernapasan atas dan organ pernapasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri
7
dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari
1) Hidung
Hidung merupakan organ pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari
bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Struktur interior dari bagian
dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra
pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang
2) Faring
3) Laring
Laring disebut pula pangkal tenggorok. Pada laring terdapat pita suara
8
udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate
4) Trakea
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).
5) Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan
dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Di
6) Paru-Paru
tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan
pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
sendiri.
9
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
kantung udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).
b. Otot-otot Pernapasan
1) Otot-otot inspirasi
Cakmak, 2020).
2) Otot-otot ekspirasi
Organ yang terkena dampak pada penyakit tersebut, yaitu trakea, bronkus, dan
3. Etiologi
sampai 13 kali lebih berpotensi untuk meninggal karena PPOK daripada yang tidak
merokok. Selain itu, semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita
PPOK (Ikawati, 2016). Pada usia 45-65 tahun merupakan usia paling sering
dijumpai pasien PPOK (Padila, 2012). Pekerjaan juga dapat menjadi penyebab
10
terkena penyakit PPOK. Salah satunya para pekerja tambang emas atau batu bara
yang berhubungan erat dengan kontaminasi udara yang mereka hirup dari debu
batubara. Pekerjaan ini yang mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena
penyakit PPOK. Polusi udara juga merupakan faktor tersering yang menyebabkan
PPOK, karena setiap hari manusia menghirup dan mengeluarkan kembali udara
melalui ekpirasi. Makin kotor udara semakin banyak pula kotoran yang masuk ke
dalam saluran pernapasan. Polutan ini berasal dari asap kendaraan bermotor, debu,
gas, maupun polusi dari dalam rumah misalnya asap dapur. Makin tinggi kadar
4. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) mendata pada tahun 2016 sebanyak 3 juta
negara di Asia Tenggara mempunyai prevalensi PPOK sedang-berat pada usia >30
(2018), prevalensi di Indonesia penderita PPOK yaitu 3,7% atau sekitar 9,2 juta
merokok masyarakat Indonesia meningkat dari 32,8% pada tahun 2016 menjadi
33,8% pada tahun 2018. Sementara itu, prevalensi penderita PPOK di RSPG
Cisarua Bogor pada tahun 2020 sebanyak 1843 orang dan meningkat pada tahun
5. Patofisiologi
emfisema, dan asma. Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan
perubahan fisiologi utama pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang
11
disebabkan perubahan saluran nafas secara anatomi di bagian proksimal, perifer,
parenkim, dan vaskularisasi paru dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Radikal bebas
mempunyai peran besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru. Partikel noxius yang terhirup bersama dengan
Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus
mukosa berkurang dan menimbulkan iritasi pada sel mukosa sehingga merangsang
kelenjar mukosa. Kelenjar mukosa akan melebar dan terjadi hiperplasia sel goblet
sampai produksi mukus yang akan berlebih. Produksi mukus yang berlebihan
Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk kronis yang produktif (Antariksa B
dkk, 2011).
jaringan parut pada saluran nafas. Selain itu juga dapat menimbulkan metaplasia
skuamosa (sel yang berada di permukaan dan lapisan tengah kulit) dan penebalan
lapisan skuamosa yang dapat menimbulkan stenosis dan obstruksi irreversibel dari
saluran nafas. Walaupun tidak begitu terlihat seperti pada penderita penyakit asma,
namun pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) juga dapat terjadi hipertrofi
12
Pada bronkitis kronis akan terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi saluran pernafasan, hipertrofi otot polos serta
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, yang disertai dengan kerusakan
6. Manifestasi Klinis
Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah
terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam waktu yang lama, hipertropi otot
dan pelebaran di sela-sela iga atau daerah intercostalis, perubahan bentuk dada
7. Prognosis
pulmonary disease (COPD) secara umum bergantung pada klinis, riwayat penyakit,
karena PPOK tidak dapat disembuhkan secara permanen, 30% penderita dengan
sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu satu tahun, 95% meninggal
dalam waktu 10 tahun. Hal ini terjadi karena kegagalan napas, pneumonia, aritmia
8. Penatalaksanaan Fisioterapi
13
manual, peningkatan gerak, peralatan (physics, elektroterapeutis dan mekanis)
Dilakukan mulai dari mengambil data subyektif maupun obyektif dari pasien
adalah pemeriksaan tanda tanda vital seperti saturasi oksigen, denyut nadi,
test.
b. Penegak Diagnosa
multi dimensi pasien/klien yang dihasilkan melalui analisis dan sintesis dari
gangguan gerak dan fungsi tubuh, gangguan struktur dan fungsi, keterbatasan
14
and Health (ICF) atau berkaitan dengan masalah kesehatan sebagaimana
c. Perencanaan Fisioterapi
seperti respiration rate dan toleransi latihan, lalu menangani masalah ventilasi
sehari-hari.
d. Intervensi
15
Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi teknologi fisioterapi
PPOK adalah:
sesak, yaitu posisi semi fleksi hip dan trunk. Tujuannya adalah agar pasien tidak
mengatur pernapasan pada pasien sesak agar tidak terlalu cepat. Teknik
pernapasan ini mengatur pola nafas yang terlalu cepat agar lebih terkontrol
Apabila sirkulasi darah di dalam tubuh menjadi lancar, maka tekanan jantung
e. Evaluasi
intervensi, dapat berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana
16
penghentian program atau merujuk pada dokter/profesional lain terkait
(Permenkes 2015).
fungsional.
17
BAB III
URAIAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 1022090605
Nama : Tn. IS
Agama : Islam
Hobi : Jalan-jalan
B. ASSESMENT/ PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Pasien mengalami sesak sejak 1 bulan terakhir dan sempat di rawat inap
bungkus/hari
18
d. Riwayat Penykait Keluarga
Asma (ayah)
22 sedang
2. Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran : Composmentis
d. Saturasi O2 : 93 %
f. Pernapasan : 19 x/menit
h. Berat Badan : 55 kg
3. Pemeriksaan Fisioterapi
a. Inspeksi
4) Protaction shoulder
b. Palpasi
19
1) Ekspansi thorax sinistra lebih terbatas dari pada dextra
c. Perkusi
d. Auskultasi
1) Ekspansi Thorax
3) Spirometri
FVC = 56%
FEV = 38 %
FEV.1/FVC = 57,50 %
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
20
c) Gangguan pernapasan dengan ekspirasi lebih memanjang
2. Activity Limitation
3. Participation of Restriction
4. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan pernapasan saat jalan jauh dan naik turun tangga akibat sesak,
adanya spasme otot bantu napas (SCM), postur tubuh kifosis e.c PPOK
D. PROGRAM FISIOTERAPI
5. Tujuan
a. Jangka Pendek
4) Meningkatkan endurance
b. Jangka Panjang
6. Tindakan Fisioterapi
a. MWD
Dosis :
21
F: 1 x seminggu, I : 60-80 watt (toleransi pasien), T : 15 menit, T:
continuous
pada dada pasien, nyalakan MWD atur waktu dengan intensitas 60-80
(toleransi pasien), tanyakan pada pasien sudah terasa hangat atau belum
b. Breathing Control
sedangkan tangan kiri di dada. Pasien diminta untuk menarik napas dalam
c. Static Cycle
22
7. Evaluasi
Health Condition:
Body, Function & Activities &
Structure Participation
23
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Pembahasan
Dari laporan kasus yang di buat, pasien dengan nama Tn. IS dengan usia 47
tahun yang didiagnosa PPOK merupakan pasien BBKPM Bandung. Keluhan utama
pasien yaitu mengeluhkan adanya sedikit sesak saat jalan jauh. Pasien datang
ekspansi thoras, uji spirometri serta uji 6 mwt. Kemudian memberikan intervensi
oksigen pasien yang semula 93% berubah menjadi 95%. Penulis memberikan home
Perubahan tidak signifikan ini terjadi karena karena hanya dilakukan satu kali
intervensi.
B. Keterbatasan
kepada pasien sehingga data yang terkumpulkan kurang lengkap. Selain itu
terdapat keterbatasn dalam pencarian teori materi literatur untuk pengkajian teori.
24
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
sedikit sesak saat jalan jauh dengan mengetahui keluhan tersebut dilakukan
yakni berupa MWD, breathing control, serta static cycle. Pemberian intervensi
B. Saran
1. Bagi Pasien
2. Bagi Keluraga
Diharapkan keluarga berperan aktif dalam menjalani edukasi dan home program
tujuan yang diharapkan sesuai dengan intevensi yang diberikan dan meyiapkan
cataatan tentang prosedur, pengukuran dan intervensi agar tidka ada yang
terlewatkan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Immawati. Purwono, Janu., Setiawan, Anggi. 2021. Penerapan Fisioterapi Dada dan
Nebulizer Dalam Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK. Jurnal
Cendikia Muda 1(1): 6-12.
Nur, W. K. (2015). Efektifitas Batuk Efektif dan Fisioterapi Dada Pagi dan Siang Hari
terhadap Pengeluaran Sputum Pasien Asma Bronkial Di RS Paru dr.Ario
Wirawan Salatiga. Jurnal Keperawatan.
Endrianti, Ericha., Immawati, Purwono Janu. 2021. Penerapan Pursed Lip Breathing
Execercise Untuk Mengatasi Masalah Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif
Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal Cendikia Muda
1(1): 52-59.
Soeroto, A. Y., & Suryadinata Hendrasyah. 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
The Indonesian Journal Chest & Critical Emergency Medicine 1(2):83-88.
WHO. (2017). Chronic Obstructive disease (COPD), diunduh pada 21 Maret 2022, dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/chronic-obstructive-
pulmonary-disease-(copd).
Kemeskes RI. (2018). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan : Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK).
Medical Record. (2022). Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo.
Abidin, Zainal., Ardianto, Rio., Purnomo, Didik. 2017. Pengaruh Nebulizer, Infrared, dan
Terapi Latihan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) ET Causa Asma
Bronkial. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi 1(2): 60-69
Thinyane K.H and Cooper Varsay J.L. (2017). Epidemiology of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) in Lesotho. Journal Pulmonary and Respiratory
Medicin 7(3): 55.
Sitorus, Lubis, & Kristiani. (2018). Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada pada
pasien TB Paru yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas di RSUD
Koja Jakarta Utara. JAKHKJ, 4(2).
Tahir, R. (2019). Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Sebagai Penatalaksanaan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien TB Paru Di RSUD Kota
Kendari. Health Information, 11(1).
26
Padila. (2012). Buku Ajar keperawatan Medikal bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
27