Anda di halaman 1dari 32

DIAGNOSIS PNEUMONIA

Referat Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Paru Royal Prima Hospital Medan

Disusun oleh:

MERIANA SIMANULLANG 203307020040

WINDI ANGRIANI ARITONANG 203307020042

Pembimbing:

dr. Sugiono, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

ROYAL PRIMA HOSPITAL MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya paper ini dapat terselesaikan, Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
dokter pembimbing dr. Sadarita Sitepu, Sp.P (K) atas dukungan, bimbingan dan waktu yang
telah diberikan dalam menyelesaikan tugas paper ini. Paper ini disusun sebagai rangkaian
tugas untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepanitraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit
Paru di Rumah Sakit Umum Royal Prima.

Judul dari paper ini adalah " Penyakit Paru Obstruktif Kronik". Penulis menyadari
bahwa penulisan Paper ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara
penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun. Semoga paper ini bermanfaat dan memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Medan, 13 April 2021

(Penulis)

i
DAFTAR ISI

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS


KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................iv
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................................................2
1.3 Tujuan Umum...................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................3
2.1 Pengertian PPOK..............................................................................................................3
2.2 Faktor Resiko PPOK........................................................................................................3
2.3 Epidemiologi PPOK........................................................................................................3
2.4 Klasifikasi PPOK..............................................................................................................4
2.5 Patogenesis PPOK............................................................................................................4
2.6 Manifestasi Klinis PPOK.................................................................................................5
2.7 Diagnosis PPOK...............................................................................................................5
2.8 Diagnosis Banding PPOK................................................................................................8
2.9 Penatalaksanaan PPOK....................................................................................................8
2.10 Komplikasi PPOK.......................................................................................................24
2.11 Rujukan ke Spesialis Paru...........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. PATOGENESIS PPOK.......................................................................................................4

iii
DAFTAR TABEL

Table 1.Manifestasi Klinis.........................................................................................................5


Table 2. Penilaian dari keterbatasan aliran udara pada PPOK...................................................7
Table 3.Diagnosis Banding PPOK.............................................................................................8
Table 4.Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit.......................................................10

iv
v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yangdapat dicegah
dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidaksepenuhnya reversibel,
bersifat progresif dan berhubungan denganrespons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun /berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi
terhadap derajatberat penyakit.

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dankerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi pada setiap individu.

PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang
lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yangbermakna sebagai petanda
sudah terdapat. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu
penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan
kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia
muda; serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di
tempat kerja .

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang memilki
beban kesehatan tertinggi.World Health Organization (WHO) dalam Global Status of
Non-communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat besar
penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah penyakit
kardiovaskular, keganasan dan diabetes.

GOLD Report 2014 menjelaskan bahwa biaya untuk kesehatan yang diakibatkan PPOK
adalah 56% dari total biaya yang harus dibayar untuk penyakit respirasi. Biaya yang
paling tinggi adalah diakibatkan kejadian eksaserbasi dari penyakit ini. Kematian
menjadi beban sosial yang paling buruk yang diakibatkan oleh PPOK, namun diperlukan
parameter yang bersifat konsisten untuk mengukur beban sosial. Parameter yang dapat
digunakan adalah Disability-Adjusted Life Year (DALY), yaitu hasil dari penjumlahan
antara Years of Life Lost (YLL) dan Years Lived with Disability (YLD). Berdasarkan
hasil perhitungan tersebut, diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menempati
peringkat ketujuh, dimana sebelumnya pada tahun 1990 penyakit ini menempati urutan
keduabelas.

1
1.2 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini membahas tentang defenisi, etiologi, pemeriksaan, manifestasi klinis,
dan pentalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

1.3 Tujuan Umum

1. Memahami defenisi, etilogi, pemeriksaan, manifestasi klinis dan pentalaksanaan


penyakit paru obstruktif kronik.
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan mengikuti kepanitraan klinik di bagian ilmu
penyakit di rumah sakit umum royal prima.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian PPOK

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit tidak menular dan menjadi
masalah kesehatan dunia. Definisi PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara bersifat progresif berhubungan dengan inflamasi kronik saluran
napas dan parenkim parua kibat pajanan gas atau partikel berbahaya.

Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

2.2 Faktor Resiko PPOK

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,


jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok - Perokok aktif - Perokok pasif - Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
 Ringan : 0-200
 Sedang : 200-600
 Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.

2.3 Epidemiologi PPOK

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 600 juta orang menderita PPOK
di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun
2002 PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di dunia dan diperkirakan menjadi
penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari semua kematian
secara global.

Prevalensi kejadian PPOK di dunia rata-rata berkisar 3-11% (GOLD, 2015). Pada tahun
2013, di Amerika Serikat PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga, dan lebih

3
dari11 juta orang telah didiagnosis dengan PPOK. Hasil survei penyakit tidak menular
oleh Direktorat Jendral PPM & PL di lima rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI, 2011).
Menurut Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2007 angka kematian akibat PPOK
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dan prevalensi PPOK
ratarata sebesar 3,7%.

2.4 Klasifikasi PPOK

a. Berdasarkan Gejala Klinis


 Ringan
- Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila melakukan aktivitas.
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga).
 Sedang
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada latihan /
kerja ringan (mis : berpakaian)
- Gejala sedang pada waktu istirahat.
 Berat
- Gejala berat pada saat istirahat
- Tanda-tanda korpulmonal
 Sangat Berat
- Gejala sedang pada waktu istirahat
- Gejala berat pada saat istirahat Tanda-tanda korpulmonal
- Tanda-tanda korpulmonal
- Ditambah gejala gagal napas dan gagal jantung

2.5 Patogenesis PPOK

Gambar 1. PATOGENESIS PPOK

4
Patogenesis PPOK terdiri dari proses ketidakseimbangan inflamasi-anti inflamasi,
proteaseantiprotease, oksidan-antioksidan dan apotosis. Keempat mekanisme dasar
tersebut tidak berjalan sendiri tetapi saling berinteraksi menyebabkan kerusakan saluran
napas dan paru yang ireversibel termasuk diantaranya adalah kerusakan jaringan elastic
alveoli, airway remodeling dan fibrosis. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan
penyakit inflamasi kompleks yang melibatkan beberapa sel inflamasi. Proses inflamasi
yang kompleks dan melibatkan berbagai macam sel-sel inflamasi pada PPOK bisa
menjadi dasar ditemukannya target baru pada penatalaksanaan PPOK.

Peningkatan respons inflamasi pasien PPOK menyebabkan peningkatan jumlah sel


inflamasi (misalnya: neutrofil, makrofag, limfosit T, sel epitel) dan mediator inflamasi
antara lain sitokin IL-8, tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan leucotrien B4 (LTB4),
kemokin, dan protease. Sitokin interleukin (IL) 8 merupakan kemoatraktan paling kuat
yang akan menarik neutrofil ke dalam paru dan jumlahnya akan meningkat pada
sputum pasien PPOK. Regulasi sekresi IL-8 diatur oleh faktor transkripsi Nuclear
Factor-kappa βeta (NF-kβ) dan dihambat oleh penghambat NF-kβ activating kinase
IKK2.

Kadar IL-8 yang meningkat dalam sputum dan serum berhubungan dengan gejala
klinis, peningkatan rawat inap di rumah sakit, penurunan fungsi paru dan kualitas
hidup, serta peningkatan kematian pasien PPOK.

2.6 Manifestasi Klinis PPOK

Table 1.Manifestasi Klinis

2.7 Diagnosis PPOK

1. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

5
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

2. Pemeriksaan Fisis
 Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

 Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
 Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema,
penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips
breathing.
 Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik,
penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan rongki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
 Pursed-lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas
dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap
ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO 2 yangterjadi pada gagal napas kronik.

3. Pemeriksaan Rutin
 Faal Paru
o Spirometri
(VEP 1 , VEP 1 prediksi, KVP, VEP 1 /KVP

6
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 prediksi (%) dan atau
VEP 1 /KVP (%).
- Obstruksi : % VEP 1 (VEP 1 /VEP 1 pred) < 80% VEP 1 %
(VEP 1 /KVP) < 75%
- VEP 1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20% .

Table 2. Penilaian dari keterbatasan aliran udara pada PPOK

o Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan,
15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1 atau
APE, perubahan VEP 1 atau APE 2
 Laboratorium darah
- Hb, Ht, Tr, Lekosit Analisis Gas Darah
 Radiologi Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye drop
appearance)
- Pada bronkitis kronik :
 Normal
 Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
 Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarna gram dan kultur resisten diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotic yang tepat .

7
2.8 Diagnosis Banding PPOK

Table 3.Diagnosis Banding PPOK

2.9 Penatalaksanaan PPOK

A. Penatalaksanaan umum PPOK


 Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
 Edukasi Obat - obatan
 Terapi oksigen
 Ventilasi mekanik
 Nutrisi Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga


penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

a) Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi

8
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :


 Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
 Melaksanakan pengobatan yang maksimal
 Mencapai aktiviti optimal
 Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.
Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat
ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik
rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan
memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah


 Pengetahuan dasar tentang PPOK
 Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
 Cara pencegahan perburukan penyakit
 Menghindari pencetus (berhenti merokok)
 Penyesuaian aktiviti Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat
dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu
diagnosis PPOK ditegakkan.
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : -
- Batuk atau sesak bertambah

9
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitis.

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung
ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi
sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak
pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan
jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik
progresif yang ireversibel

Table 4.Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit

b) Obat - obatan
a) Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit . Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :


 Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
( maksimal 4 kali perhari ).
 Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

10
 Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. –
 Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.

b) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c) Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi.


Antibiotik yang digunakan : -
- Lini I : amoksisilin dan makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
Sefalosporin
Kuinolon
makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit :


- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi

d) Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,


digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi
yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e) Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan


mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik,
tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

c) Terapi Oksigen

11
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen :

 Mengurangi sesak
 Memperbaiki aktiviti
 Mengurangi hipertensi pulmonal
 Mengurangi vasokonstriksi
 Mengurangi hematokrit
 Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
 Meningkatkan kualiti hidup

 Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
 Macam terapi oksigen : -
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen
di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas
kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di
unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita
PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak.

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari,
pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt.

Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi
bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan
sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan
analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi
oksigen di atas 90%.

12
d) Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi


Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation
(NPV).

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :


- Volume control
- Pressure control
- Bilevel positive airway pressure (BiPAP)
- Continous positive airway pressure (CPAP)
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long
Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
- Analisis gas darah
- Kualiti dan kuantiti tidur
- Kualiti hidup
- Analisis gas darah Indikasi penggunaan NIPPV
- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal
- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
- Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.

Ventilasi mekanik dengan intubasi


Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit
bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
- Gagal napas yang pertama kali
- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat
diperbaiki, misalnya pneumonia
- Aktiviti sebelumnya tidak terbatas

13
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :
- Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan
pergerakan abdominal paradoksal
- Frekuensi napas > 35 permenit
- Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)
- Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg)
- Henti napas
- Samnolen, gangguan kesadaran
- Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung) Komplikasi lain
(gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi
pleura masif)
- Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai
berikut :
- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik


- VAP (ventilator acquired pneumonia)
- Barotrauma
- Kesukaran weaning.

e. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.

f. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualiti hidup penderita PPOK.
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi
terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
a) Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.
Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :

14
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 16
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery.

Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan


a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan Latihan ini


diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot
pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang
cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus
pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi
maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot
pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut
bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu
bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan
kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar,
sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada
waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.

Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.
Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar
pada orang sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi
latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja
maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan
merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari
toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang
menyebabkan penderita PPOK menghenikan latihannya, faktor lain yang
mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan
kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi


otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan
kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim
metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler.

15
Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :
 Di rumah
- Latihan dinamik
- Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda
 Rumah sakit
- Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per
minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut
nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan
keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil
pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah
6- 8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang
obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
- Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk
penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging.
Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu jenis
latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang
cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal.
Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantung
60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan
2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah
sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 17
maksimal adalah 220 - umur dalam tahun.
- Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk
penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani
secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam
bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :


- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental,
gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
- Pakaian longgar dan ringan.

b) Psikososial Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila
diperlukan dapat diberikan obat

c) Latihan Pernapasan Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol
sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna
memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta
berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.

16
B. Penatalaksanaan PPOK Stabil

Kriteria PPOK stabil adalah :


- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Dahak jernih tidak berwarna
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :


- Mempertahankan fungsi paru
- Meningkatkan kualiti hidup
- Mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau


dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi .

Penatalaksanaan di rumah
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa
hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh
keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang
harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.

Tujuan penatalaksanaan di rumah :


a) Menjaga PPOK tetap stabil
b) Melaksanakan pengobatan pemeliharaan
c) Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 18
d) Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
e) Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
f) Meningkatkan kualiti hidup

Penatalaksanaan di rumah meliputi :


1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.
Obat-obatan sesuai klasifikasi . Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau
tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan
kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif.
Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di
rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul
eksaserbasi.
2. Terapi oksigen Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat
sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan

17
aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau
terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari
2 liter
3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat
menggunakan mesin bantu napas di rumah.
4. Rehabilitasi
- Penyesuaian aktiviti
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough
- "Pursed-lips breathing"
- Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas
5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :
- Tanda eksaserbasi
- Efek samping obat
- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.

C. PENATALAKSANAAN PADA EKSASERBASI AKUT


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukandibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti
polusi udara, kelelahanatau timbulnya komplikasi.
 Gejala eksaserbasi :Sesak bertambah
 Produksi sputum meningkat
 Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)
Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :
 Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
 Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
 Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atasditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demamtanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi ataupeningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, ataufrekuensi nadi > 20% baseline
Penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksitrakeobronkial dan polusi
udara, 1/3 penyebab dari eksaserbasi berattidak dapat diidentifikasi . Peran infeksi bakteri
masihkontroversial, tetapi baru-baru ini penelitian menggunakan teknik baru telah
memberikan informasi penting, yaitu penelitian denganbronkoskopi yang menunjukkan
bahwa sekitar 50% dari pasien eksaserbasi terdapat bakteri dalam konsentrasi tinggi
pada saluran napas bawah.

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untukeksaserbasi yang


ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang telah
diedukasi dengan cara :
 Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubahbentuk bronkodilator
yang digunakan dari bentuk inhaler, oralmenjadi bentuk nebuliser.
 Menggunakan oksigen bila aktiviti dan selama tidur

18
 Menambahkan mukolitik
 Menambahkan ekspektoran.

Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera kedokter.
 Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di :
 Poliklinik rawat jalan
 Unit gawat darura
 Ruang rawat
 Ruang ICU
 Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan
Indikasi :
 Eksaserbasi ringan sampai sedang
 Gagal napas kronik
 Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Sebagai evaluasi rutin meliputi :
Pemberian obat-obatan yang optimal
Evaluasi progresifiti penyakit
Edukasi
 Penatalaksanaan rawat inap
Indikasi rawat :
 Eksaserbasi sedang dan berat
 Terdapat komplikasi
 Infeksi saluran napas beratwah, hal ini menunjukkan bukti kolonisasi
bakteri.
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Gagal jantung kanan

Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :


 Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napasdengan cara
evaluasi klinis yang ketat dan terapi adekuat
 Terapi oksigen dengan cara yang tepat
 Obat-obatan maksimal, diberikan dengan dril, intravena dan nebulizer
 Perhatikan keseimbangan asam basa
 Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
 Rehabilitasi awal
 Edukasi untuk pasca rawat

Penanganan di gawat darurat


 Tentukan masalah yang menonjol misalnya :
- Infeksi saluran napas
- Gangguan keseimbangan asam basa
- Gawat napas

19
 Triase untuk ke ruang rawat atau ICU

Penanganan di ruang rawat Untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan
ventilasi mekanik) :
- Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer
- Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan venturemask
- Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
- Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

Indikasi perawatan ICU


- Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang
rawat
- Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.
- Setelah pemberian oksigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
- Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
Tujuan perawatan ICU :
- Pengawasan dan terapi intensif
- Hindari intubasi, bila diperlukan intubasi gunakan polaventilasi mekanik
yang tepat
- Mencegah kematianPrinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut
adalah mengatasi segeran eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinyagagal napas.

Bila telah terjadi gagal napas segera atasi untukmencegah kematian. Beberapa hal
harus diperhatikan meliputi :
 Diagnosis beratnya eksaserbasi

- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal


- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneumonia

 Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yangpertama dan


utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemidan mencegah keadaan
yang mengancam jiwa. Dapatdilakukan di ruang gawat darurat, ruang
rawat atau di ICU.Sebaiknya dipertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat
O2>90%, evaluasi ketat hiperkapnia.
Gunakan sungkup dengankadar yang sudah ditentukan (venturi masks)
24%, 28% atau32%. Perhatian apakah sungkup rebreathing
ataunonrebreathing, tergantung kadar PaCO2dan PaO2. Bila teapioksigen
tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat,harus digunakan

20
ventilasi mekanik. Dalam penggunaanventilasi mekanik usahakan
dengan Nonivansive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak
berhasil ventilasimekanik digunakan dengan intubasi.

 Pemberian obat-obatan yang optimal

Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut:Diberikan bila terdapat 2 atau


lebih dari gejala di bawah ini :
- Peningkatan sesak
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulent

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempatdan


komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotikdi rumah
sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkanuntuk rawat jalan
bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasidengan makrolide, bila
ringan dapat diberikan tunggal.

Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengantanda


klinis infeksi saluran napas (misalnya, meningkatnyadahak purulen).

Hasil beberapa penelitian PPOK eksaserbasi yangmenggunakan


pengobatan antibiotik memiliki hasil berbeda,bercampur dengan
hasil fungsi paru.

Hasil penelitianrandomized controlled trial (RCT) menunjukkan


hasil yangcukup bermakna apabila antibiotik diberikan pada pasien
PPOK yang memiliki tiga atau dua dari gejala gejala kardinaldibawah
ini:
- Sesak napas yang bertambah Bertambahnya jumlah/volume
sputum
- Purulensi sputum

Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi rawat jalan menunjukkan


hubungan antara purulensi sputum denganterdapatnya bakteri.
Antibiotik dapat diberikan pada pasienyang memiliki satu dari dua
gejala kardinal (sesak napas yangbertambah atau jumlah sputum)
namun kriteria PPOKeksaserbasi tersebut belum tervalidasi pada
penelitian lain. Pada sebuah penelitian PPOK ekaserbasi
menggunakanventilasi mekanis yang tidak diberikan antibiotik
akanmeningkatkan mortalitas dan meningkatnya angka
kejadanpneumonia nosokomial. Antibiotik diberikan pada:

21
 Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal(sesak
napas yang bertambah, meningkatnya jumlahsputum dan
bertambahnya purulensi sputum)
 Pasien PPOK eksasebasi dengan dua dari gejalakardinal,
apabila salah satunya adalah bertambahnyapurulensi sputum
(Bu
 Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkanventilasi
mekanis (invasif atau non-invasif)

Agen penyebab PPOK eksaserbasi adalah virus atau bacterial.Bakteri


yang sering ditemukan dari saluran napas bawah padapasien PPOK
eksaserbasi adalah H. influenza, S, pneumoniadan M. catarrhalis.
Dapat juga ditemukan pathogen atipikseperti Mycoplasma
pneumonia dan Chlamydia penumoniae. Pasien PPOK berat yang
memerlukan ventilasi mekanis seringditemukan bakteri pathogen
Gram negatif dan P. aeruginosa.Berat ringannya derajat PPOK
berhubungan dengan polakuman. Pada pasien PPOK eksaserbasi
ringan ditemukan S.pnumoniae. Seiring dengan menurunnya VEP1,
eksaserbasi akan bertambah sering dan atau disertai penyakit
komorbidmaka akan lebih sering dijumpai H. influenza dan
M.catarrhalis. Apabila pasien dengan fungsi paru yang beratmaka
akan sering dijumpai P. aeruginosa. Infeksi saluran napasbagian bawah
yang disebabkan P. aeruginosa lebig seringdijumpai pada pasien
PPOk dengan riwayat perawatan dirumah sakit, penggunaan
antibiotic (4 kali pemberian di tahunsebelumnya), PPOK eksaserbasi
berat, ditemukannya P.aeruginosa pada eksaserbasi sebelumnya atau P.
aeruginosamerupakan kolonisasi selama stabil.

Keputusan untuk memilih penggunaan antibiotik oral atauintravena


berdasarkan kemampuan pasien untuk makan danfarmakokinetik
antibiotik tersebut. Disarankan adalahpemakaian oral. Apabila
digunakan antibiotik intravena makasegera untuk switch therapy
apabila kondisi pasien membaik.Lama pemberian antibiotik pada
pasien PPOK eksaserbasiadalah 3-7 hari.

 Bronkodilator
Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukupefektif bila digunakan dengan cara
yang tepat, nebuliserdapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-
hatidengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor,
karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat
menyebabkan retensi CO2.Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuatotot diafragma.
Dalam perawatan di rumah sakit,bronkodilator diberikan secara intravena dan

22
nebuliser,dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadaptimbulnya
palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.

Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalahinhalasi bronkodilator


(terutama inhalasi 2-agonis denganatau tanpa antikolinergik) dan
glukokortikosteroid oral

 Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi.Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30mg/hari selama 1-2 mingg, pada
derajat berat diberikansecara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu
tidakmemberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyakmenimbulkan
efek samping.

 Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkanhipoksemia


berkepanjangan, dan menghindari kelelahan ototbantu napas

 Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi beratakan mengurangi
mortaliti dan morbiditi, dan memperbaikisimptom. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.

Ventilasi mekanik noninvasif pada PPOK eksaserbasi akanmemperbaiki asidosis


respiratorik, meningkatkan pH,mengurangi kebutuhan untuk intubasi
endotrakeal danmenurunkan PaCO2, menurunkan frekuensi napas, beratnyasesak,
lama rawat dan kematian.

D. TERAPI PEMBEDAHAN
Bertujuan untuk :
 Memperbaiki fungsi paru
 Memperbaiki mekanik paru
 Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
 Memperbaiki kualiti hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
 Bulektomi
 Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reductionsurgery (LVRS)
 Transplantasi paru

2.10 Komplikasi PPOK

PPOK merupakan penyakit progresif, fungsi paru memburuk dari waktuke waktu,
bahkan dengan perawatan yang terbaik. Gejala dan perubahanobstruksi saluran napas
harus dipantau untuk menentukan modifikasiterapi dan menentukan adanya

23
komplikasi. Pada penilaian awal saatkunjungan harus mencakup gejala khususnya
gejala baru atau perburukandan pemeriksaan fisik.

Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yangprogresif dan


tidak sepenuhnya reversibel seperti:
 Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Infeksi berulang
 Kor pulmonal

 Gagal napas kronik


Hasil analisis gas darah PO2< 60 mmHg dan Pco2> 60 mmHg, dan pHnormal,
penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan PO2dan PCO2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktutidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

 Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :


- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulent
- Demam
- Kesadaran menurun

- Infeksi berulang :
- Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
- terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang,
- pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
- menurunnya kadar limposit darah.
- Kor pulmonal:
- Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
- gagal jantung kanan
- Infeksi berulang :
- Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
- terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang,
- pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
- menurunnya kadar limposit darah.
- Kor pulmonal:
- Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
- gagal jantung kanan
 Infeksi berulang :
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang,pada kondisi

24
kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai denganmenurunnya kadar
limposit darah.

 Kor pulmonal:Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%,


dapat disertaigagal jantung kanan

2.11 Rujukan ke Spesialis Paru

Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau daripelayanan
kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum(termasuk juga
puskesmas)
PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah :
- PPOK derajat klasifikasi sedang sampai dengan sangat berat
- Timbulnya pada usia muda
- Sering mengalami eksaserbasi
- Memerlukan terapi oksigen
- Memerlukan terapi bedah paru
- Sebagai persiapan terapi pembedahan
- PPOK dengan komplikasi

25
DAFTAR PUSTAKA

26

Anda mungkin juga menyukai