Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

CHEST INFECTION (INFEKSI DADA)

Guru Pembimbing :

TITIN USMAN S. kep

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Nadila Mohamad
2. Rahmawaty Punuh
3. Siti Muthii’ah Kilo
4. Suci Rufai’tul Aimmah Rahim

SMK KESEHATAN BAKTI NUSANTARA GORONTALO

T.A 2021/2022
I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’alaa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan materi tentang CHEST
INFECTION ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas guru pada bidang studi keperawatan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang dunia kesehatan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu, selaku guru pembimbing yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo,25 Januari 2021

Penulis
BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara pada paru
paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna.
Penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya, penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut bronkitis dapat bersifat serius. Secara umum, bronkitis
dibagi menjadi dua jenis, yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronis.
Bronkitis akut timbul karena flu atau infeksi lain pada saluran pernapasan dan dapat
membaik dalam beberapa hari atau beberapa pekan. Sedangkan bronkitis kronis yang
merupakan iritasi atau radang menetap pada saluran pernapasan harus ditangani
dengan serius.

B. ETIOLOGI
Bronkitis akut disebabkan oleh infeksi paru-paru yang pada banyak kasus
penyebabnya adalah virus. Iritasi dan peradangan menyebabkan bronkus menghasilkan
lendir lebih banyak. Menurut Dorland (2002), etiologi adalah penyebab terjadinya suatu
penyakit. Bronkhitis terjadi paling sering pada saat musim pancaroba, musim dingin,
biasanya disertai dengan infeksi pernapasan atas, dapat disebabkan oleh berbagai hal
(Iskandar, 2010) antara lain :
a. Bronkhitis infeksiosa, disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri atau organisme lain
yang menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamyidia). Serangan
bronkhitis berulang bisa terjadi pada perokok, penderita penyakit paru-paru dan
saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa terjadi akibat sinusitus kronis
bronkhiektasis, alergi,pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.

b. Bronkhitis iritatif, karena disebabkan oleh zat atau benda yang bersifat iritatif
seperti debu, asap (dari asam kuat, amonia, sejumlah pelarutorganik, klorin,
hidrogen, sulfida, sulfur dioksida dan bromin), polusi udara menyebabkan iritasi
ozon dan nitrogen dioksida serta tembakau dan rokok.
C. Patofisiologi
Bronkitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas oleh virus
dan infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau hemophilus influenza. Adanya
bahan-bahan pencemar udara juga memperburuk keadaan penyakit begitu juga dengan
menghisap rokok. menampilkan batuk-batuk yang sering, kering tidak produktif dan
dimulai berkembang berangsur-angsur mulai hari 3 – 4 setelah terjadinya rinitis.
Penderita diganggu oleh suara-suara meniup selama bernafas (ronki) rasa sakit pada
dada dan kadang-kadang terdapat nafas pendek. Batuk-batuk proksimal dan
penyumbatan oleh sekreasi kadang-kadang berkaitan dengan terjadinya muntah-
muntah. Dalam beberapa hari, batuk tersebut akan produktif dan dahak akan
dikeluarkan penderita dari jernih dan bernanah. Dalam 5 – 10 hari lendir lebih encer dan
berangsur-angsur menghilang. Temuan-temuan fisik berbeda-beda sesuai dengan usia
penderita serta tingkat penyakit. Pada mulanya anak tidak demam atau demam dengan
suhu rendah serta terdapat tanda-tanda nasofaringtis. Infeksi konjungtiva dan rinitis.
Kemudian auskultasi akan mengungkapkan adanya suara pernafasan bernada tinggi,
menyerupai bunyi-bunyi pernafasan pada penyakit asma. Pada anak-anak dengan
malnutrisi atau keadaan kesehatan yang buruk, maka otitis, sinusitis dan penumonia
merupakan temuan yang sering dijumpai (Ngastiyah, 2003).

D. MANIFESTAS KLINIS
Menurut Ngastiyah (2003), gambaran klinik dari bronkitis biasanya dimulai dengan
tanda-tanda infeksi saluran nafas akut atas yang disebabkan oleh virus, batuk mula-mula
kering setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Pada
anak, dahak yang mukoid (kental) sudah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin
dahak berwarna kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti terjadi infeksi sekunder.
Anak besa sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pad anak kecil dapat terjadi sesak
nafas. Pada beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada
tetapi kemunduran dapat timbul ronki basah kasar dan suaraf nafas kasar.Batuk
biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk masih
tetap ada kemungkinan terjadi kolaps dan sgmental atau terjadi infeksi paru sekunder.

E. Pemeriksaan Penunjang
Dalam tes ini, dokter menggunakan alat berupa sensor khusus yang ditempelkan
pada jari. Tes darah. Rontgen dada, untuk mendeteksi kondisi yang menyebabkan
timbulnya batuk. Tes fungsi paru.
F. Pencegahan Bronkitis
Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena
bronkitis. Di antaranya adalah:

 Hindari merokok atau menghirup asap rokok.


 Menerima vaksin flu dan pneumonia.
 Menjaga kebersihan dan usahakan untuk selalu mencuci tangan setiap usai
beraktivitas.
 Istirahat yang cukup.
 Hindari berbagi pakai barang pribadi, terutama peralatan makan dan minum,
dengan orang lain.
 Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
 Menghindari paparan zat berbahaya yang terdapat dalam udara dengan selalu
menggunakan masker.

G. Penatalaksanaan/Therapy
Penatalaksanaan bronkitis secara umum berupa terapi suportif yang berfokus untuk
mengontrol batuk. Hal ini disebabkan karena 90% penyebab penyakit adalah virus.

1. Antibiotik. Penggunaan antibiotik dalam penatalaksanaan bronkitis akut secara


berlebihan telah menjadi isu kesehatan masyarakat selama beberapa dekade. Pada
kenyataannya, sebagian besar bronkitis akut tidak memerlukan antibiotik karena
disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotik yang sampai saat ini rutin diberikan,
seperti erithromycin, doxycycline, atau cotrimoxazole, hanya memberikan
keuntungan yang minimal dan dapat meningkatkan resistensi pasien terhadap obat
tersebut. Meskipun demikian, 80% dokter memberikan antibiotik pada pasien
dengan bronkitis akut

2. Terapi Simtomatik. Beberapa terapi yang umum diberikan pada pasien dengan
bronkitis akut adalah antitusif, ekspektoran, dan medikasi inhaler.

3. Antitusif. Penggunaan antitusif seperti dextromethorphan dan codeine cukup sering


diberikan untuk mengatasi keluhan batuk. Namun, bukti klinis efektivitas
penggunaan codeine dalam penatalaksanaan bronkitis akut masih sangat terbatas.
Didapatkan beberapa studi klinis bahwa penggunaan codeine tidak berbeda
bermakna dengan placebo. Beberapa studi menyatakan bahwa dextromethorphan
tidak efektif dalam supresi batuk pada anak dengan bronkitis dan lebih memberikan
efek samping berupa sedasi. FDA tidak merekomendasikan pemberian antitusif pada
anak dengan usia di bawah 6 tahun.[7,8,9]

4. Beta-2-agonis. Terapi dengan beta-2-agonis short acting ipratropium bromide dan


teofilin dapat mengontrol keluhan, seperti bronkospasme dan dyspnea pada pasien
bronkitis akut yang mengalami wheezing atau memiliki riwayat penyakit paru.
Namun, penggunaan beta-2-agonis secara rutin belum direkomendasikan karena
studi klinis yang masih terbatas. Pada sebuah Randomised Control Trial (RCT)
didapatkan bahwa pasien tanpa penyakit paru sebelumnya yang mengalami
bronkitis akut tidak mengalami perbaikan yang signifikan pada keluhan batuk
dengan menggunakan beta-2-agonis.[7,8,9]
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pada tinjauan kasus, pengkajian yang dilakukan peneliti klien 1, yang mengalami
bronkitis dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Setelah dilakukan
tindakan tirah baring,saat pemeriksaan fisik ditemukan lidah tampak kotor,bibir
lembab,konjungtiva pucat,nyeri dada,pergerakan sendi bebas,terpasang infus ditangan
bagian kanan,klien tampak lemah,dilihat dari ekspresi wajahnya,hasil observasi tanda –
tanda vital klien yaitu : tekanan darah : 150/100 mmhg,Nadi : 70 x/menit,Suhu : 36,5
derajat celsius,RR : 22x/menit.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada tuan S. Diagnosa keperawatan menunjukkan ketidakefektifan jalan nafas
berhubungan dengan bronkosplasma.

Menurut (Hearman 2015) ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


bronkospasme, yaitu pada saat akumulasi secret yang berlebih sangat mempengaruhi
bersihan jalan nafas dan bisa mengakibatkan komplikasi.

Menurut peneliti, pada klien dengan riwayat bronchitis mempengaruhi bersihan


jalan nafas karena terdapat peningktan jumlah sputum atau adanya akumulasi sekret
yang berlebih dapat membahayakan oksigen klien karena jalan nafas tersumbart oleh
sekret . Dengan demikian pada hasil penelitian sesuai dengan teori atau tidak ada
kesenjangan antara hasil laporan kasus dengan teori.

C. Intevensi Keperawatan
Intervensi yang diberikan adalah NOC resparetory status aierway managemen
dengan kriteria hasil mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih.
Tidak ada sianosis dan disneu (Mampu mengeluarkan sputum,mampu bernafas dengan
mudah,tidak ada pursed lips). Menunjukkan jalan nafas yang paten (Klien tidakmerasa
tercekik,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas
abnormal),mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas. NIC airway management antara lain buka jalan nafas, gunakan teknik chin
lift atau jaw thust bila perlu, posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi,
mengidentifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan,pasang mayo bila
perlu,lakukan fisioterapi dada bila perlu, keluarkan secret dengan batuk dan suction,
auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan,lakukan sution pada mayo,
berikan broncodilator biila perlu, berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab,
atur intake atau cairan mengoptimalkan keseimbangan dan monitor respirasi dan status
02.

D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan mengacu pada NIC airway management. Tindakan yang
dilakukan Tn. S antara lain : memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, posisi
pasien semi fowler, memonitor respirasi status 02, klien terpasang 02 nasal kanul 2 ipm,
mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara tumbuhan terdapat suar nafas
tambahan terdapat suara nafas tambahan (ronchi), mengobservasi TTV : TD : 135/75
mmhg, N : 84x/menit, S : 36 derajat celsius ,RR : 32x/menit, melaksanakan hasil
kolaborasi dengan tim medis dalam terapi dan pemberian obat, klien terpasang RL 20
tpm/menit, ranitidine 1 amp/12 jam,ceptriaxone 1 gr/12 jam.

E. Evaluasi
Pada hari pertama Tn. S : klien mengataka sesak, hal ini didukung dengan data
oobjektif berupa : keadaan umum : lemah,kesadaran composmentis,GCS : 4 5 6, Klien
sesak, TTV : TD : 130/80 mmhg, RR : 30x/menit, Suhu : 36 derajat celsius, Nadi :
60x/menit, terpasang oksigen nasal kanul 2 ipm, masalah belum teratasi sehingga perlu
melanjutkan intervensi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara ke paru-paru).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi
pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau
penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, 2001. Paru Kita Masalah Kita. Majalah Kesehatan Medika


tahunXXVIII.No.11 hal : 743-745 Baloguris, 2010. Patofisiologi bronchitis. Diakses pada
tanggal 18/10/2014.Dikutip dari www.dokterz-journal.blogspot.com
Braman, SS. 2006. Chronic Cough Due to Acute Bronchitis. Volume,1:1 Januari
2006:hal 95-98 Buhagiar, B. 2009. Acute Bronchitis. Volume,21:1 Maret 2009:hal 45-47
Gunawan, Iriyan. 2006. Asuhan keperawatan bronkitis pada anak. Diakses pada
tanggal 18/10/2014. Dikutip dari www.Asuhan-keperawatan.blogspot.com
Holman, RC. 2003, Risk factor for bronchiolitis-associated deaths among infants
in the United States. Pediart Infect Dis J 2003; 22:483-9 Jamal, S. 2004. Deskripsi
Penyakit Sistem Sirkulasi : Penyebab Kematian Utama di Indonesia. Cermin Dunia
kedokteran no.143.Jakarta Iskandar. 2010. Penyakit paru dan saluran, PT.Bhuana llmu
Populer, Jakarta. Klein, JO. Bacterial pneumonia. Dalam : Feigin RD,Cherry JM, Demmler
GJ,Kaplan SL,penyunting. Texbook of pediatric infectious disease.5thed.Philadelphia:
Saunders;2004.p.299-310 Langley, J. Increasing evidence of hospitalization for
bronchiolitis among Canadian children,1980-2000. J Infect Dis 2003;188:1764-7
Menezes, AM. 2010. Prevalensi dan factor Risiko Bronkitis Kronik di Pelotas,RS.
Brazil.Thorax 2010,49:1217-1221 doi:10.1136/thx.49.12.1217.
MenKes RI.2007Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
376/MENKES/SK/III/2007 tentang standar pelayanan fisioterapi. Jakarta
Paediatric Society of New Zealand.Best Practice Evidence Based Guideline.
Wheeze and chest infection in infants under 1 year 2005. (diaskes tanggal
26 oktober 2014). Diunduh dari URL: http//www.paediatrics.org.nz
Pratama, Harisma. 2012. Manfaat dant tujuan chest therapy. Diakses pada tanggal
18/10/2014. Dikutip dari www.harismapratama.wordpess.com

Anda mungkin juga menyukai