PENYAKIT PNEUMONIA
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
PRODI SI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
tuntunanNya-lah kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“Studi Kasus” .
Proses pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut
campur tangan dan mendukung proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari berbagai kekurangan dan
keterbatasan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi peningkatan kualitas pembuatan makalah dikemudian hari.
Akhir kata, kami mengharapkan makalah ini dapat menjadi referensi yang
bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Infeksi pada saluran nafas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Infeksi saluran nafas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi
infeksi saluran nafas atas dan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis.
Sedangkan infeksi saluran nafas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli
seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi Saluran nafas bawah akut
(ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk yang paling
banyak dijumpai adalah pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau
merupakan tahap lanjut manifestasi ISBN lainnya misalnya sebagai perluasan
bronkiektasis yang terinfeksi.
Pneumonia merupakan penyakit dari paru - paru dan sistem pernapasan dimana
alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab
untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena
bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru - paru, atau secara tidak langsung dari penyakit lain
seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu pneumonia?
2. Apa penyebab penyakit pneumonia?
3. Bagaimana gejala penyakit pneumonia?
4. Bagaimana klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia?
5. Apa saja faktor resiko penyakit pneumonia?
6. Bagaimana patofisiologi penyakit pneumonia?
7. Bagaimana pemeriksaan penyakit pneumonia?
8. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan pneumonia?
9. Bagaimana tahapan terapi pneumonia?
C. TUJUAN MAKALAH
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak yang ditandai dengan
dinding dada bawah tertarik ke dalam atau nafas cepat (40 sampai 50 kali atau lebih
tiap menit) (Misnadiarly, 2008).
B. Penyebab Pneumonia
Penyebab pneumonia ini berbagai macam antara lain bakteri, virus, mikroplasma,
jamur, berbagai senyawa kimia, maupun partikel. Namun bakteri dianggap sebagai
penyebab utama, suatu bakteri streptococcus pneumonia dapat disebut sebagai
infeksi akut pada jaringan paru-paru. Dalam kondisi ini paru-paru yang terkena
menyerap oksigen mengalami peradangan dan berisi cairan. Proses ini biasanya
bersamaan dengan infeksi akut pada bronkhitis.
Penyakit pneumonia ini terjadi bila saluran udara pada paru-paru ikut terserang
infeksi. Infeksi ini banyak masalahnya, bisa saja muncul dengan masuknya kuman
ke tenggorokkan ke bagian atas, kemudian ia terus ke paru-paru. Meskipun kuman
itu sampai ke tenggorokan, mereka akan memasuki kantong-kantong udara. Cairan
akan cepat menumpuk disana, dan butir-butir udara lebih putih akan bercampur
dengan cairan tadi.
Gejala yang timbul saat seseorang mengalami pneumonia sangat bervariasi. Hal ini
sangat tergantung pada penyebab, tingkat keparahan penyakit, serta usia dan
kondisi kesehatan penderita secara umum. Gejala tersebut bisa berkembang secara
tiba-tiba atau perlahan selama 24–48 jam.
Gejala pneumonia bisa ringan seperti flu, hingga gejala yang sedang atau berat,
seperti:
Batuk kering, batuk berdahak berwarna kuning dan hijau, atau batuk berdarah
Sesak napas
Demam
Menggigil
Berkeringat
Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
Detak jantung meningkat
Hilang nafsu makan
Mual, muntah, atau diare
Tubuh terasa lemas
Nyeri otot dan sendi
Sakit kepala
Bau mulut
Pneumonia bisa menyerang siapa saja. Meski begitu, lansia di atas 65 tahun dan
anak-anak usia kurang dari 2 tahun lebih rentan terkena pneumonia yang berat. Pada
lansia, pneumonia belum tentu menimbulkan gejala demam, malah sering kali
menyebabkan penurunan suhu tubuh hingga <37°C. Penderita pneumonia berusia
lanjut juga bisa mengalami penurunan kesadaran yang gejalanya tampak seperti
linglung atau kurang waspada.
2. Berdasarkan Etiologi
Pneumonia bakteri/tipikal
Pneumonia ini dapat menyerang semua usia dan dapat menyerang siapa
saja. Pada saat pertahanan tubuh menurun misalnya karena penyakit, usia
lanjut, malnutrisi, bakteri pneumonia dapat dengan cepat berkembang biak
dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
Pneumococcus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia tersebut.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala awal dari
pneumonia virus sama seperti gejala influenza yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12-36 jam penderita dapat
menjadi sesak, batuk lebih parah dan berlendir sedikit. Terdapat panas
tinggi disertai membirunya bibir.
Pneumonia jamur
3. Berdasarkan Predileksi
a) Pneumonia Lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi maupun orangtua.
F. Faktor Resiko
G. Patofisiologi
Perjalanan mikroorganisme bisa sampai ke paru-paru, antara lain :
1. Melalui inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
2. Melalui aliran darah dari infeksi organ tubuh yang lain
3. Melalui migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat
paru-paru (Misnadiarly, 2008).
H. Pemeriksaan
Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisis melalui pemeriksaan fisik
yang dilakukan, masih diperlukan pemeriksaan penunjang seperti rontgent dan
laboratorium. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis apakah
seseorang mengidap pneumonia atau tidak (Misnadiarly, 2008).
1. Dibatukkan
2. Didahului dengan proses perangsangan (induksi) untuk mengeluarkan
dahak dengan menghirup NaCl 3%.
3. Dahak dapat diperoleh dengan menggunakan alat tertentu seperti protective
brush (semacam sikat untuk mengambil sputum pada saluran napas bawah)
4. Sputum yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol steril dan ditutup
rapat. Sputum ini harus segera atau tidak boleh lebih dari 24 jam, dan
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan (Misnadiarly, 2008).
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang pada pneumonia, yaitu:
1. Tes darah rutin, dihitung sel darah putih dan protein reaktif-C mengkonfirmasi
infeksi; hemolisis dan aglutinin dingn terjadi pada ~ 50% infeksi Mycoplasma;
tes fungsi hati abnormal menunjukkan infeksi Legionella atau Mycoplasma.
2. Gas darah, mengidentifikasi gagal napas.
3. Mikrobiologi: tidak ada mikroorganisme yang diisolasi pada ~ 33 –
4. 50% pasien karena pemberian terapi antibiotik sebelumnya atau pengumpulan
spesimen yang tidak adekuat. Kultur darah pada CAP yang berat, dan sputum,
cairan pleura, serta sampel lavase bronkoalveolar, dengan pewarnaan yang
sesuai, kultur dan penilaian sensitivitas antibiotik, dapat menentukan patogen
dan terapi yang efektif.
5. Serologi: mengidentifikasi infeksi Mycoplasma tetapi waktu pemrosesan yang
lama membatasi nilai klinis. Tes deteksi antigen cepat untuk Legionella dan
pneumokokus lebih berguna.
6. Radiologi: foto toraks dan CT Scan membantu mendiagnosis dan mendeteksi
komplikasi (Ward, dkk, 2006).
I. Penatalaksanaan
J. Tahapan Terapi
Tindakan suportif, meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90 %) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi noninvasif (misalnya tekanan
jalan napas positif kontinu) atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada
gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi: membantu bersihan sputum
(Ward, dkk, 2006)
Pasien antibiotik awal, menggambarkan “tebakan terbaik”, berdasarkan
pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis tidak tersedia selama 12 – 72 jam. Terapi disesuaikan bila
ada hasil dan sensitivitas antibiotik. American dan British Thoracic
Societies (ATS, BTS) menganjurkan protokol antibiotik awal berikut ini
untuk CAP (pneumonia komunitas) :
Pasien yang tidak dirawat di Rumah Sakit, biasanya memberikan respons
terhadap terapi oral dengan amoksisilin atau makrolid baru atau doksisiklin.
Pasien dengan gejala berat atau beresiko mengalami infeksi S. pneumonia
resisten obat diobati dengan beta laktam ditambah makrolida atau
doksisiklin; atau flourokuinolon antipneumokokus saja.
Pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi awal harus mencakup organisme
“atipikal” dan S. pneumoniae. Makrolid intravena digabung dengan beta
laktam atau fluorokuinolon antipneumokous atau sefuroksim. Jika tidak
berat, kombinasi ampisilin dan makrolida (oral atau i.v). (Ward, dkk, 2006)
BAB III
STUDI KASUS
Ny. S (40 tahun) masuk rumah sakit dengan keluhan demam sudah 6 hari,
menggigil, nyeri dada, batuk produktif, sputum hijau.
TD : 140/85 mmHg
Suhu : 39°C
HB : 10
Leukosit : 16.000mL
S (Subjektif)
1. Pasien Demam
2. Badan menggigil
3. Nyeri dada
4. Batuk produktif disertai sputum hijau
(Objektif)
P (Plan)
1. Tujuan terapi Pneumonia : untuk mengatasi infeksi, meredakan gejala,
dan mencegah komplikasi. Pengobatan akan diberikan sesuai penyebab dan
tingkat keparahan kondisi.
2. Terapi non farmakologi :
a. Istirahat
b. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
c. Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk menangani hipoksia
d. Penanganan tambahan meliputi makanan kaya-kalori, asupan cairan
yang cukup, dan beristirahat di ranjang
e. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan
mengurangi resiko atelektasis
f. Menggunakan alat pelindung diri seperti masker
3. Terapi farmakologi :
a. Amoxicillin
Dosis : Dewasa: 500 mg, tiap 8 jam atau 750–1.000
mg tiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosisnya adalah 750–1.000 mg,
tiap 8 jam, selama 10 hari.
Cara Pemakaian : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah
makan. Dipakai 1 x Sehari
Mekanisme Kerja : Menghambat protein pembentuk dinding sel
bakteri, sehingga dinding sel tidak terbentuk, pertumbuhan bakteri
terhenti, dan akhirnya mati
Indikasi : Untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri, seperti otitis media, gonore, atau pielonefritis
Kontra Indikasi : Riwayat alergi atau hipersensitivitas
terhadap obat ini atau obat golongan penicilin lainnya.
Efek Samping : Mual, diare, nyeri abdominal, skin rash,
nyeri kepala, dan penyimpangan rasa di lidah. Penggunaan dalam
jangka waktu panjang sering menyebabkan tumbuhnya jamur,
seperti oral thrush dan vulvovaginitis akibat infeksi jamur
b. Paracetamol
Komposisi : Acetaminophen
Dosis : Dewasa: 500-1.000 mg atau 10–15
mg/kgBB, tiap 4–6 jam. Dosis maksimal 4.000 mg per hari
Cara Pemakaian : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah
makan. Diminum jika diperlukan.
Mekanis Kerja : Cara menghambat produksi prostaglandin,
suatu zat peradangan dan pemicu demam, dan terutama bekerja di
otak. Prostaglandin dapat memengaruhi setelan suhu tubuh di salah
satu bagian otak bernama hipotalamus.
Indikasi : Untuk meredakan gejala demam dan nyeri
pada berbagai penyakit
Kontra Indikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan
penyakit hepar aktif derajat berat
Efek Samping : Sakit kepala, mual atau muntah, sulit tidur,
perut bagian atas terasa sakit, urin berwarna gelap, lelah yang tidak
biasa, penyakit kuning
c. Ambroxol
Komposisi : Ambroxol HCl
Dosis : Dewasa: 30 mg, 2–3 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan hingga 60 mg, 2 kali sehari
Cara Pemakaian : Ambroxol dikonsumsi 2 kali sehari
sesudah makan
Mekanis Kerja : Bekerja memecah serat asam
mukopolisakarida, sehingga dahak menjadi lebih encer dan mudah
dikeluarkan saat batuk. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan
sirop
Indikasi : Mukolitik (pengencer dahak) dan
Meredakan batuk berdahak
Kontra Indikasi : Adanya riwayat hipersensitivitas terhadap
ambroxol sebelumnya, atau pernah mengalami reaksi anafilaksi
Efek Samping : Mual atau muntah, Diare, Sakit perut atau
sakit maag, Mulut atau tenggorokan kering.
d. Amlodipin
Komposisi : Amlodipine besylate
Dosis : Dewasa: 5–10 mg per hari
Cara Pemakaian : Dikonsumsi 1 x Sehari sesudah makan atau
sebelum makan
Mekanis Kerja : Membantu melemaskan otot pembuluh
darah. Dengan begitu, pembuluh darah akan melebar, darah dapat
mengalir dengan lebih lancar, dan tekanan darah dapat menurun.
Indikasi : Menurunkan tekanan darah pada hipertensi
Kontra Indikasi : Hipersensitif
Efek Samping : Pusing, munculnya rasa melayang, sakit
kepala, bengkak pada kaki, rasa hangat dan panas di wajah, leher,
atau dada (flushing), sakit perut atau mual, lelah yang tidak biasa
BAB IV
PENUTUP
1. Pneumonia merupakan suatu infeksi pada parenkim paru yang dapat disebabkan
oleh virus, bakteri, jamur dan lain-lain.
2. Gejala pneumonia umumnya adalah demam, menggigil, nyeri di dada serta
batuk produktif dengan sputum hijau atau kekunungan.
3. Untuk terapi pneumonia umumnya diberikan antibiotik dan beberapa obat-
obatan lain seperti analgetik, antipiretik, ekspektoran, sedativa, dan
bronkodilator.