Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FARMAKOTERAPI I

PENYAKIT PNEUMONIA

Dosen Pengampu : apt. Kusumaningtyas Siwi Artini, S.Farm.,M.Sc

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

1. Cindy Septi Saifana (200209009)


2. Elisa Niswatun Na’imah (200209013)
3. Eni Tri Mastuti (200209014)
4. Sania (200209027)

PRODI SI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
tuntunanNya-lah kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“Studi Kasus” .

Proses pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut
campur tangan dan mendukung proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini tidaklah luput dari berbagai kekurangan dan
keterbatasan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi peningkatan kualitas pembuatan makalah dikemudian hari.
Akhir kata, kami mengharapkan makalah ini dapat menjadi referensi yang
bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Surakarta, 11 Juni 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Infeksi pada saluran nafas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Infeksi saluran nafas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi
infeksi saluran nafas atas dan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis.
Sedangkan infeksi saluran nafas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli
seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi Saluran nafas bawah akut
(ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk yang paling
banyak dijumpai adalah pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau
merupakan tahap lanjut manifestasi ISBN lainnya misalnya sebagai perluasan
bronkiektasis yang terinfeksi.

Pneumonia merupakan penyakit dari paru - paru dan sistem pernapasan dimana
alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab
untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena
bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru - paru, atau secara tidak langsung dari penyakit lain
seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.

Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk,nyeri dada


demam,dan sesak nafas. Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia,
pneumonia kerena bakteri diobati dengan antibiotika. Pneumonia merupakan
penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan
penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik. Persediaan
vaksin tertentu untuk pencegahan terhadap jenis pnuemonia.
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2002, penyakit saluran napas
merupakan penyebab kematian nomor 2 di Indonesia. Data dari SEAMIC Health
Statistic tahun 2001 menunjukkan bahwa influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura dan Vietnam. Laporan di WHO tahun 1999 menyebutkan
bahwa penyebab kematian akibat infeksi saluran napas akut termasuk influenza dan
pneumonia. Di Amerika Serikat, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia
per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Faktor sosial ekonomi
yang rendah mempertinggi angka kematian (Misnadiarly, 2008)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu pneumonia?
2. Apa penyebab penyakit pneumonia?
3. Bagaimana gejala penyakit pneumonia?
4. Bagaimana klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia?
5. Apa saja faktor resiko penyakit pneumonia?
6. Bagaimana patofisiologi penyakit pneumonia?
7. Bagaimana pemeriksaan penyakit pneumonia?
8. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan pneumonia?
9. Bagaimana tahapan terapi pneumonia?
C. TUJUAN MAKALAH

1. Untuk mengetahui definisi penyakit pneumonia


2. Untuk mengetahui penyebab penyakit pneumonia.
3. Untuk mengetahui gejala penyakit pneumonia.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia.
5. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit pneumonia.
6. Untuk mengetahui patofisiologi penyebab penyakit pneumonia.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penyakit pneumonia.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pengobatan penyakit pneumonia.
9. Untuk mengetahui tahapan terapi dari penyakit pneumonia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit

Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak yang ditandai dengan
dinding dada bawah tertarik ke dalam atau nafas cepat (40 sampai 50 kali atau lebih
tiap menit) (Misnadiarly, 2008).

Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkima paru-paru dan sering mengganggu


pertukaran gas Bronko pneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli,
pneumonia lobular melibatkan bagian dari lobus, dan pneumonia lobar melibatkan
seluruh lobus. Komplikasi meliputi hipoksemia, gagal respiratori, efusi pleural,
empiema, akses paru-paru, dan bakteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian
tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endokarditis, dan perikarditis.
Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memiliki paru-paru normal dan
ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneumonia menyerang (Williams,
2008).

B. Penyebab Pneumonia

Penyebab pneumonia ini berbagai macam antara lain bakteri, virus, mikroplasma,
jamur, berbagai senyawa kimia, maupun partikel. Namun bakteri dianggap sebagai
penyebab utama, suatu bakteri streptococcus pneumonia dapat disebut sebagai
infeksi akut pada jaringan paru-paru. Dalam kondisi ini paru-paru yang terkena
menyerap oksigen mengalami peradangan dan berisi cairan. Proses ini biasanya
bersamaan dengan infeksi akut pada bronkhitis.
Penyakit pneumonia ini terjadi bila saluran udara pada paru-paru ikut terserang
infeksi. Infeksi ini banyak masalahnya, bisa saja muncul dengan masuknya kuman
ke tenggorokkan ke bagian atas, kemudian ia terus ke paru-paru. Meskipun kuman
itu sampai ke tenggorokan, mereka akan memasuki kantong-kantong udara. Cairan
akan cepat menumpuk disana, dan butir-butir udara lebih putih akan bercampur
dengan cairan tadi.

C. Gejala Penyakit Pneumonia

Gejala yang timbul saat seseorang mengalami pneumonia sangat bervariasi. Hal ini
sangat tergantung pada penyebab, tingkat keparahan penyakit, serta usia dan
kondisi kesehatan penderita secara umum. Gejala tersebut bisa berkembang secara
tiba-tiba atau perlahan selama 24–48 jam.

Gejala pneumonia bisa ringan seperti flu, hingga gejala yang sedang atau berat,
seperti:

 Batuk kering, batuk berdahak berwarna kuning dan hijau, atau batuk berdarah
 Sesak napas
 Demam
 Menggigil
 Berkeringat
 Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
 Detak jantung meningkat
 Hilang nafsu makan
 Mual, muntah, atau diare
 Tubuh terasa lemas
 Nyeri otot dan sendi
 Sakit kepala
 Bau mulut
Pneumonia bisa menyerang siapa saja. Meski begitu, lansia di atas 65 tahun dan
anak-anak usia kurang dari 2 tahun lebih rentan terkena pneumonia yang berat. Pada
lansia, pneumonia belum tentu menimbulkan gejala demam, malah sering kali
menyebabkan penurunan suhu tubuh hingga <37°C. Penderita pneumonia berusia
lanjut juga bisa mengalami penurunan kesadaran yang gejalanya tampak seperti
linglung atau kurang waspada.

D. Klasifikasi Penyakit Pneumonia

Menurut buku Pneumonia Community, pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di


Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan dokter Paru Indonesia (PDPI) 2003,
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.

1. Berdasarkan Klinis dan epidemiologis :


a) Pneumonia komunitas, meliputi infeksi saluran pernapasan bawah yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum
pernah dirawat di rumah sakit selama >14 hari. Organisme yang paling
sering diidentifikasi adalah Streptococcus pneumoniae (20-75%),
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella spp,
patogen bakteri “atipikal” (2-25%) dan infeksi virus (8-12%) adalah
penyebab yang relatif sering.
b) Pneumonia nosokomial, setiap infeksi saluran pernapasan bawah yang
berkembang >2 hari setelah dirawat di rumah sakit.
c) Pneumonia aspirasi, infeksi oleh bakteri dan organisme anaerob lain setelah
aspirasi.

2. Berdasarkan Etiologi
 Pneumonia bakteri/tipikal
Pneumonia ini dapat menyerang semua usia dan dapat menyerang siapa
saja. Pada saat pertahanan tubuh menurun misalnya karena penyakit, usia
lanjut, malnutrisi, bakteri pneumonia dapat dengan cepat berkembang biak
dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
Pneumococcus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia tersebut.

 Pneumonia akibat virus

Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala awal dari
pneumonia virus sama seperti gejala influenza yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12-36 jam penderita dapat
menjadi sesak, batuk lebih parah dan berlendir sedikit. Terdapat panas
tinggi disertai membirunya bibir.

 Pneumonia jamur

Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita


dengan daya tahan lemah. Gejala pneumonia jenis ini biasanya didahului
dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya.

3. Berdasarkan Predileksi
a) Pneumonia Lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi maupun orangtua.

E. Stadium Penyakit Pneumonia


1. Stadium 1, disebut hiperemia adalah respons inflamasi awal yang
berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
setelah mengaktifkan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk memvasodilatasi otot polos vaskular paru,
meningkatkan peningkatan aliran darah ke area cedera, dan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus.
2. Stadium 2, disebut hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu alveolus
terisi sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang di hasilkan pejamu sebagai
bagian dari reaksi inflamasi.
3. Stadium 3, disebut hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah putih
membuat kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel
debris.
4. Stadium 4, disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respons imun dan
inflamasi mereda; sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag,
sel pembersih pada reaksi inflamasi, mendominasi.

F. Faktor Resiko

Faktor resiko pada penyakit pneumonia dapat digolongkan menjadi 2 golongan


besar yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.

 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


a) Terkait pejamu
 Nutrisi (misalnya pemberian makan secara enteral)
 Kontrol nyeri, fisioterapi
 Membatasi terapi immunosupresif
 Postur, tempat tidur kinetik
 Berhentimerokoksebelumoperasi
b) Terkait terapi
 Posisi setengah-telentang (kepala naik 30o)
 Pencabutan dini jalur IV, selang ET, dan NG
 Minimalisasi penggunaan sedatif
 Hindari overdistensi lambung
 Hindari intubasi + re-intubasi
 Pertahankan tekanan manset ET >20 cm H2O
 Aspirasi subglotik selama intubasi
 Ubah simbol + drain sirkuit ventilator
c) Kontrol infeksi
 Mencuci tangan, teknik steril
 Isolasi pasien
 Survellans mikrobiologis

 Faktor Resiko yang tidak dapat dimodifikasi


a) Terkait Pejamu
 Malnutrisi
 Usia diatas 65, dibawah 5 tahun
 Penyakit kronik (misalnya ginjal)
 Diabetes
 Supresi imun
 Ketergantungan alkohol
 Aspirasi (misalnya epilepsi)
 Penyakit virus yang baru terjadi
 Obesitas
 Merokok
b) Terkait Terapi
 Ventilasi mekanis
 Pascaoperasi
c) Faktor epidemiologis
 Lingkungan
 Pekerjaan
 Bepergian keluar negeri
 Pendingin ruangan

G. Patofisiologi
Perjalanan mikroorganisme bisa sampai ke paru-paru, antara lain :
1. Melalui inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
2. Melalui aliran darah dari infeksi organ tubuh yang lain
3. Melalui migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat
paru-paru (Misnadiarly, 2008).

H. Pemeriksaan

Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisis melalui pemeriksaan fisik
yang dilakukan, masih diperlukan pemeriksaan penunjang seperti rontgent dan
laboratorium. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis apakah
seseorang mengidap pneumonia atau tidak (Misnadiarly, 2008).

Pada penderita pneumonia, jumlah leukosit dapat melebih batas normal


(10.000/mikroliter). Menurut ahli paru, perlu dilakukan pengambilan
sputum/dahak untuk dikultur dan ditest resistensi kuman untuk dapat
mengetahui mikroorganisme penyebab pneumonia tersebut.

Pengambilan sputum dapat dilakukan dengan cara :

1. Dibatukkan
2. Didahului dengan proses perangsangan (induksi) untuk mengeluarkan
dahak dengan menghirup NaCl 3%.
3. Dahak dapat diperoleh dengan menggunakan alat tertentu seperti protective
brush (semacam sikat untuk mengambil sputum pada saluran napas bawah)
4. Sputum yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol steril dan ditutup
rapat. Sputum ini harus segera atau tidak boleh lebih dari 24 jam, dan
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan (Misnadiarly, 2008).
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang pada pneumonia, yaitu:

1. Tes darah rutin, dihitung sel darah putih dan protein reaktif-C mengkonfirmasi
infeksi; hemolisis dan aglutinin dingn terjadi pada ~ 50% infeksi Mycoplasma;
tes fungsi hati abnormal menunjukkan infeksi Legionella atau Mycoplasma.
2. Gas darah, mengidentifikasi gagal napas.
3. Mikrobiologi: tidak ada mikroorganisme yang diisolasi pada ~ 33 –
4. 50% pasien karena pemberian terapi antibiotik sebelumnya atau pengumpulan
spesimen yang tidak adekuat. Kultur darah pada CAP yang berat, dan sputum,
cairan pleura, serta sampel lavase bronkoalveolar, dengan pewarnaan yang
sesuai, kultur dan penilaian sensitivitas antibiotik, dapat menentukan patogen
dan terapi yang efektif.
5. Serologi: mengidentifikasi infeksi Mycoplasma tetapi waktu pemrosesan yang
lama membatasi nilai klinis. Tes deteksi antigen cepat untuk Legionella dan
pneumokokus lebih berguna.
6. Radiologi: foto toraks dan CT Scan membantu mendiagnosis dan mendeteksi
komplikasi (Ward, dkk, 2006).

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang


ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum pra pengobatan. Terapi
yang dapat dilakukan antara lain :

1. Terapi non farmakologi


a) Istirahat
b) Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
c) Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk menangani hipoksia
d) Penanganan tambahan meliputi makanan kaya-kalori, asupan cairan
yang cukup, dan beristirahat di ranjang
e) Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan
mengurangi resiko atelektasis
f) Menggunakan alat pelindung diri seperti masker
2. Terapi Farmakologi
a) Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat
diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi sekunder
yang dapat berkembang dari infeksi asal. Antibiotik yang biasa
diberikan adalah Penisilin, Ampisilin, Eritromisin, Tetrasiklin,
Gentamisin, dan lain- lain.
b) Analgesik bisa diberikan untuk meredakan nyeri dada pleuritik.
c) Antipiretik yang pada umumnya untuk menurunkan suhu tubuh badan
yang tinggi atau demam.
d) Mukolitik, membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat
keluar pada saat batuk.
e) Bronkodilator, untuk meningkatkan diameter lumen percabangan
trankeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
f) Kortikosteroid, berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

J. Tahapan Terapi
 Tindakan suportif, meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90 %) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi noninvasif (misalnya tekanan
jalan napas positif kontinu) atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada
gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi: membantu bersihan sputum
(Ward, dkk, 2006)
 Pasien antibiotik awal, menggambarkan “tebakan terbaik”, berdasarkan
pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis tidak tersedia selama 12 – 72 jam. Terapi disesuaikan bila
ada hasil dan sensitivitas antibiotik. American dan British Thoracic
Societies (ATS, BTS) menganjurkan protokol antibiotik awal berikut ini
untuk CAP (pneumonia komunitas) :
 Pasien yang tidak dirawat di Rumah Sakit, biasanya memberikan respons
terhadap terapi oral dengan amoksisilin atau makrolid baru atau doksisiklin.
Pasien dengan gejala berat atau beresiko mengalami infeksi S. pneumonia
resisten obat diobati dengan beta laktam ditambah makrolida atau
doksisiklin; atau flourokuinolon antipneumokokus saja.
 Pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi awal harus mencakup organisme
“atipikal” dan S. pneumoniae. Makrolid intravena digabung dengan beta
laktam atau fluorokuinolon antipneumokous atau sefuroksim. Jika tidak
berat, kombinasi ampisilin dan makrolida (oral atau i.v). (Ward, dkk, 2006)
BAB III

STUDI KASUS

Ny. S (40 tahun) masuk rumah sakit dengan keluhan demam sudah 6 hari,
menggigil, nyeri dada, batuk produktif, sputum hijau.

Hasil pemeriksaan tanda vital :

TD : 140/85 mmHg

Suhu : 39°C

Nadi : 100x per menit

Respirasi : 24x per menit

HB : 10

Leukosit : 16.000mL

PENGERJAAN KASUS DENGAN METODE SOAP

 S (Subjektif)
1. Pasien Demam
2. Badan menggigil
3. Nyeri dada
4. Batuk produktif disertai sputum hijau

 (Objektif)

Hasil pemeriksaan tanda vital:

1. TD: 140/85 mmHg


2. Suhu : 39°C
3. Nadi : 100x per menit
4. Respirasi : 24x per menit
5. HB : 10
6. Leukosit : 16.000mL
 A (Assegment)

Diagnosis : Radang Paru - Paru atau Pneumonia

 P (Plan)
1. Tujuan terapi Pneumonia : untuk mengatasi infeksi, meredakan gejala,
dan mencegah komplikasi. Pengobatan akan diberikan sesuai penyebab dan
tingkat keparahan kondisi.
2. Terapi non farmakologi :
a. Istirahat
b. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
c. Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk menangani hipoksia
d. Penanganan tambahan meliputi makanan kaya-kalori, asupan cairan
yang cukup, dan beristirahat di ranjang
e. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan
mengurangi resiko atelektasis
f. Menggunakan alat pelindung diri seperti masker
3. Terapi farmakologi :
a. Amoxicillin
 Dosis : Dewasa: 500 mg, tiap 8 jam atau 750–1.000
mg tiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosisnya adalah 750–1.000 mg,
tiap 8 jam, selama 10 hari.
 Cara Pemakaian : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah
makan. Dipakai 1 x Sehari
 Mekanisme Kerja : Menghambat protein pembentuk dinding sel
bakteri, sehingga dinding sel tidak terbentuk, pertumbuhan bakteri
terhenti, dan akhirnya mati
 Indikasi : Untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri, seperti otitis media, gonore, atau pielonefritis
 Kontra Indikasi : Riwayat alergi atau hipersensitivitas
terhadap obat ini atau obat golongan penicilin lainnya.
 Efek Samping : Mual, diare, nyeri abdominal, skin rash,
nyeri kepala, dan penyimpangan rasa di lidah. Penggunaan dalam
jangka waktu panjang sering menyebabkan tumbuhnya jamur,
seperti oral thrush dan vulvovaginitis akibat infeksi jamur
b. Paracetamol
 Komposisi : Acetaminophen
 Dosis : Dewasa: 500-1.000 mg atau 10–15
mg/kgBB, tiap 4–6 jam. Dosis maksimal 4.000 mg per hari
 Cara Pemakaian : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah
makan. Diminum jika diperlukan.
 Mekanis Kerja : Cara menghambat produksi prostaglandin,
suatu zat peradangan dan pemicu demam, dan terutama bekerja di
otak. Prostaglandin dapat memengaruhi setelan suhu tubuh di salah
satu bagian otak bernama hipotalamus.
 Indikasi : Untuk meredakan gejala demam dan nyeri
pada berbagai penyakit
 Kontra Indikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan
penyakit hepar aktif derajat berat
 Efek Samping : Sakit kepala, mual atau muntah, sulit tidur,
perut bagian atas terasa sakit, urin berwarna gelap, lelah yang tidak
biasa, penyakit kuning
c. Ambroxol
 Komposisi : Ambroxol HCl
 Dosis : Dewasa: 30 mg, 2–3 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan hingga 60 mg, 2 kali sehari
 Cara Pemakaian : Ambroxol dikonsumsi 2 kali sehari
sesudah makan
 Mekanis Kerja : Bekerja memecah serat asam
mukopolisakarida, sehingga dahak menjadi lebih encer dan mudah
dikeluarkan saat batuk. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan
sirop
 Indikasi : Mukolitik (pengencer dahak) dan
Meredakan batuk berdahak
 Kontra Indikasi : Adanya riwayat hipersensitivitas terhadap
ambroxol sebelumnya, atau pernah mengalami reaksi anafilaksi
 Efek Samping : Mual atau muntah, Diare, Sakit perut atau
sakit maag, Mulut atau tenggorokan kering.

d. Amlodipin
 Komposisi : Amlodipine besylate
 Dosis : Dewasa: 5–10 mg per hari
 Cara Pemakaian : Dikonsumsi 1 x Sehari sesudah makan atau
sebelum makan
 Mekanis Kerja : Membantu melemaskan otot pembuluh
darah. Dengan begitu, pembuluh darah akan melebar, darah dapat
mengalir dengan lebih lancar, dan tekanan darah dapat menurun.
 Indikasi : Menurunkan tekanan darah pada hipertensi
 Kontra Indikasi : Hipersensitif
 Efek Samping : Pusing, munculnya rasa melayang, sakit
kepala, bengkak pada kaki, rasa hangat dan panas di wajah, leher,
atau dada (flushing), sakit perut atau mual, lelah yang tidak biasa
BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan materi pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pneumonia merupakan suatu infeksi pada parenkim paru yang dapat disebabkan
oleh virus, bakteri, jamur dan lain-lain.
2. Gejala pneumonia umumnya adalah demam, menggigil, nyeri di dada serta
batuk produktif dengan sputum hijau atau kekunungan.
3. Untuk terapi pneumonia umumnya diberikan antibiotik dan beberapa obat-
obatan lain seperti analgetik, antipiretik, ekspektoran, sedativa, dan
bronkodilator.

Anda mungkin juga menyukai