BELLS PALSY
Disusun oleh:
dr. Nur Ria Wahyuningsih
Pembimbing:
dr. Selamet Ariyanto
dr. Devi Amuwardani
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus tentang “Bells Palsy”
ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Tujuan penyusunan
laporan kasus ini guna memenuhi tugas pada program internship serta melatih
dalam menangani kasus kedokteran.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan
laporan kasus ini. Atas saran dan kritik dokter pembimbing dan pembaca,
penyusun ucapkan terima kasih.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-
rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ..........................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................1
1.3 TUJUAN ...............................................................................2
1.4 MANFAAT ...........................................................................2
BAB II LAPORAN KASUS 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI ..............................................................................9
2.2 EPIDEMIOLOGI ..................................................................9
2.3 ETIOLOGI ............................................................................9
2.4 MANIFESTASI KLINIS ....................................................10
2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS .............................................11
2.6 DIAGNOSIS BANDING ...................................................15
2.7 PENATALAKSANAAN ....................................................16
2.8 EDUKASI DAN PROGNOSIS ..........................................17
BAB IV PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ...................................................................19
3.2 SARAN ...............................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................20
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami definisi dari bells palsy
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi dari bells palsy
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari bells palsy
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari bells
palsy
1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami penegakan diagnosis dari bells
palsy
1.3.6 Untuk mengetahui dan memahami diagnosis banding dari bells
palsy
1.3.7 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari bells palsy
1.3.8 Untuk mengetahui dan memahami edukasi dan prognosis dari bells
palsy
1.4 MANFAAT
Penulisan laporan kasus ini diharapkan meningkatkan keilmuan sebagai
dokter dalam mengetahui dan memahami tentang bells palsy, sehingga apabila
menemui kasus tersebut mampu mendiagnosis dan memberikan tatalaksana
dengan baik.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Suku : Madura
Agama : Islam
Alamat : Kebonsari
Status : Menikah
Tanggal : 15/12/2021
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Perot wajah sisi kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar anak nya dengan keluhan lemah wajah sisi kiri.
Sulit untuk menelan, bibir miring ke kiri, tidak bisa menutup kelopak mata
kiri. Keluhan terjadi tiba-tiba sejak hari Minggu pada saat pasien bangun
tidur. Nyeri kepala (+) sedikit. Kesemutan dan kelemahan anggota gerak
badan (-). Penurunan indra perasa di lidah (-). Keluhan pada telinga (-).
Pasien tidur di kasur tanpa menggunakan kipas angin. Pasien bekerja
sebagai penjual tempe keliling yang berangkat ke pasar pagi atau siang hari
pukul 10.00. Perjalanan ke pasar menggunakan sepeda dan perjalanannya
melewati area sawah.
Riwayat Pengobatan: (pasien lupa nama obatnya)
Riwayat Penyakit Dahulu: HT/DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluhan yang sama (-)
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Sosial : Pasien bekerja sebagai penjual tempe
Riwayat Vaskin : Sinovac 2x
4
Status generalis :
Kepala : Normocepahali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Mulut : Mukosa kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Vesicular +/+ Rh -/- Wh -/- S1 S2 tunggal reguler
Perut : Soefl, BU (+) N
Alat gerak : CRT < 2s, akral hangat, edema -/-, kelemahan ext -/- MMT 5/5
Anusgenetalia : Tidak di evaluasi
Sensorik :
2/3 anterior lidah : Kesan baik, tidak didapatkan gangguan rasa pada lidah
Parasimpatik :
Glandula lakrimal dan saliva : Kesan baik
5
Faal Hepar
Profil Lipid
Faal Ginjal
Elektrolit
2.6 TATALAKSANA
Tatalaksana di IGD :
- IVFD RL 15 tpm
- Inj Antrain 3x1 ampul IV k/p nyeri
Advis Sp.N :
- Inj Metilprednisolone 2x62,5 mg IV (2 hari)
- Inj Ranitidin 2x50 mg IV
- Inj Mecobalamin 2x1 ampul IV
- Po Metisoprinon 3x500 mg tab
- Po Alpentin 0-0-100 mg tab
- Eye Drop Steril 6x2 tetes mata kiri
- Rencana besok rehab medik dan fisioterapi
2.7 PROGNOSIS
Dubia ad bonam
7
2.8 FOLLOW UP
Waktu Subjektif Objektif Assessment Planning
16/12/2021 Masih belum KU: Baik, CM Bells Palsy - IVFD RL 15 tpm
bisa menutup TD: 149/60 mmHg Sinistra - Inj
mata, sulit N: 80 bpm Metilprednisolone
untuk menelan. RR: 18x/menit 2x62,5 mg
Lemah sisi S: 36°C - Inj Ranitidin 2x50
wajah kiri. SpO2: 98% mg IV
K/L: a/i/d/c: -/-/-/- - Inj Mecobalamin
Thorax 2x1 ampul IV
c/ S1S2 tunggal - Po Metisoprinon
reguler, murmur (-) 3x500 mg tablet
p/ Ves +/+ Rh -/- Wh-/- - Po Alpentin 0-0-
Abdomen: 100 mg tab
Soefl, BU (+) N - Eye Drop 6x2 tetes
Ekstremitas: mata kiri
Akral hangat (+), - Rehab medik dan
CRT<2s fisioterapi
- Kompres hangat
3x per hari selama
10 menit
- Rencana KRS
besok
17/12/2021 Lemah wajah TD: 125/48 mmHg Bells Palsy - IVFD RL 15 tpm
sisi kiri. Pusing. N: 60 bpm Sinistra - Inj
Agak susah RR: 18x/menit Metilprednisolone
nelan. Bila S: 36,4°C 2x62,5 mg
minum, aie SpO2: 99% - Inj Ranitidin 2x50
menetes. K/L: a/i/d/c: -/-/-/- mg IV
Thorax - Inj Mecobalamin
c/ S1S2 tunggal 2x1 ampul IV
reguler, murmur (-)
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Bell’s palsy adalah kelainan neuropati kranial akut tersering yang yang
menyebabkan paralisis saraf wajah unilateral tipe Lower Motor Neuron. Kelainan
ini ditemukan pertama kali oleh seroang ahli anatomi Scottish bernama Sir
Charles Bell pada tahun 1821. Penyebab dari bell’s palsy tidak diketahui atau
idiopatik. Kondisi tersebut akan menyebabkan ketidakmampuan untuk secara
sadar menggerakkan otot wajah parsial atau total pada sisi yang terkena.
Walaupun demikian, pada semua kasus menunjukkan perkembangan dalam
beberapa bulan (Baugh et al, 2013 ; Reich, 2017).
3.2 EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy merupakan mononeuropati kranial tersering (60-75%). Pada
studi terbaru, insiden terjadinya bell’s palsy tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
dan juga lebih sering menyerang pada saat usia dewasa (30 – 39 tahun). Secara
global, rata-rata 11- 40/100.000 orang terkena bell’s palsy pertahunnya. Insiden
juga meningkat pada ibu hamil, diikuti dengan infeksi saluran pernafasan karena
virus, kondisi imunokompromised, diabetes melitus dan hipertensi (Zhao et al,
2017).
3.3 ETIOLOGI
Penyebab Bell’s palsy sampai saat ini didefinisikan idiopatik. Edema pada
nervus fasialis ditemukan saat tindakan operatif pada bell’s palsy. Penyebab dari
edema bisa karena ischemia pada pasien usia lanjut, hipertensi, maupun diabetes
melitus. Penyebab lain yang mungkin adalah reaktifasi infeksi virus herpes
simpleks (HSV-1) pada ganglion genikulatum (Reich, 2017). Virus varicella
zoster (VZV) juga diduga sebagai penyebab bell’s palsy. Mereka memasuki tubuh
melalui paparan mukokutaneus dan bertahan dalam bentuk laten pada ganglia
kranial, dorsal root, dan otonom host (Zhang et al, 2019).
10
Gambar 3.2 gambaran klinis paralisis perifer sara wajah kanan (a) dahi
datar (b) lipatan nasolabial datar (c) sudut bibir turun (d) lagophtalmus
dengan bell sign positif
13
Sensorik :
1. Tes pengecapan untuk melihat adanya kelainan pengecapan pada 2/3 depan
lidah dengan manis, asin, asam. Pasien diminta menutup mata, lidah
dikeluarkan dan dibersihkan lalu diolesi cairan bonstein (NaCl 2,5%, glukosa
4%, asam sitrat 1% dan kinin 0,075%), lalu meminta pasien menyebutkan apa
yang dia rasakan. Hasil : Pasien Bell’s palsy akan terjadi perubahan
pengecapan (hipoageusia)
2. Stetoskop balance test : menempelkan stetoskop di kedua telinga pasien, lalu
menggesek membrane stetoskop perlahan, tanyakan pada pasien mana yang
lebih keras. Hasil : Bell’s palsy akan terjadi hiperakusis akibat dari
kelumpuhan sekunder otot stapedius.
3. Menilai grading paralisis wajah House and Brackmann dengan skala I-VI.
Grading ini juga dapat digunakan untuk menentukan prognosis (Kurniawan et
al, 2016):
Grade I (fungsi fasial normal)
Grade II (Disfungsi ringan)
Kelemahan ringan
Sinkinesis normal saat istirahat
Simetris normal saat istirahat
14
3.7 PENATALAKSANAAN
3.7.1 Tatalaksana Farmakologis
Praktis berdasarkan evidence yang dikembangkan oleh American Academy
of Neurology (AAN) mengevaluasi efikasi pemberian kortikostreroid oral pada
pasien dengan Bell’s palsy, yang terbukti efektif meningkatkan probabilitas
penyembuhan pada fungsi saraf wajah. Pemberian antivirus juga dapat
dipertimbangakan.
Sebagai terapi fase akut drekomendasi pemberian kortikosteriod
menggunakan Prednison 60 mg untuk 5 hari, dan 5 hari selanjutnya dilakukan
penurunan dosis bertahap . Pemberian steroid harus dilakukan 72 jam pertama
onset (Heckmann et al, 2019).
Pemberian antivirus tidak selalu diberikan, namun dapat dipertimbangkan
apabila pada kasus individu menunjukkan kelumpuhan yang parah atau curiga
reaktivasi virus. Asiklovir diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari
17
selama 10 hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5
kali/hari. Namun, pemberian tunggal antivirus tanpa dikombinasikan dengan
steroid tidak direkomendasikan (Baugh et al, 2013)
Untuk Bell’s palsy yang mengalami pemulihan seutuhnya bisa terjadi sequele.
Apabila tidak terjadi perbaikan utuh dalam 6-9 bulan, sebaiknya harus dirujuk ke
spesialis (Simon et al, 2017; Thielker et al, 2018). Selain itu menjelaskan
bagaimana cara melakukan latihan otot wajah dan bagaimana cara melindungi
mata (Kurniawan et al, 2016).
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat edema akut saraf
fasialis di foramen stilomastoideus. Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih
diperdebatkan. Sebuah teori menduga edema dan ischemia berasal dari kompresi
saraf facialis di dalam kanal tulang tersebut. Terganggunya saraf facial pada
foramen stylomastoid dapat menyebabkan kelumpuhan pada keseluruhan otot
ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan kulit juga terpengaruh, garis
dahi menghilang, lipatan palpebra melebar, dan lid margin mata tidak tertutup.
Kortikosteroid ditemukan untuk memperbaiki hasil, ketika digunakan lebih awal,
sementara obat anti-virus belum. Tingkat keparahan kerusakan syaraf menentukan
proses penyembuhan. Perbaikannya bertahap dan durasi waktu yang dibutuhkan
bervariasi.
3.2 SARAN
Sebagai dokter, sebaiknya memiliki pemahaman yang baik mengenai bells
palsy agar mampu mendiagnosis serta memberikan tatalaksana dengan baik dan
benar. Selain itu edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien untuk tetap
tenang dan menjelaskan bahwa penyakit ini bukanlah CVA.
20
DAFTAR PUSTAKA
Baehr, M, Frotscher, M,. 2012. Duss Topical Diagnosis in Neurology 5th ed.
Thieme : New York
Baugh, R.F., Basura, G.J., Ishii, L.E., Schwartz, S.R., Drumheller, C.M.,
Burkholder, R., Deckard, N.A., Dawson, C., Driscoll, C., Gillespie, M.B. and
Gurgel, R.K., 2013. Clinical practice guideline: Bell’s
palsy. Otolaryngology–Head and Neck Surgery, 149(3_suppl), pp.S1-S27.
Eviston, T.J., Croxson, G.R., Kennedy, P.G., Hadlock, T. and Krishnan, A.V.,
2015. Bell's palsy: aetiology, clinical features and multidisciplinary
care. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, 86(12), pp.1356-
1361.
George, E., Richie, M. B., & Glastonbury, C. M. (2020). Facial nerve palsy:
Clinical Practice and Cognitive Errors. The American Journal of
Medicine.doi:10.1016/j.amjmed.2020.04.023
Heckmann, J.G., Urban, P.P., Pitz, S. and Guntinas-Lichius, O., 2019. The
Diagnosis and Treatment of Idiopathic Facial Paresis (Bell’s
Palsy). Deutsches Ärzteblatt International, 116(41), p.692.
Reich, S.G., 2017. Bell’s palsy. CONTINUUM: Lifelong Learning in
Neurology, 23(2), pp.447-466.
Simon, R., Greenberg, D. and Aminoff, M., 2017. Clinical neurology 10th edition.
Thielker, J., Geißler, K., Granitzka, T., Klingner, C. M., Volk, G. F., & Guntinas-
Lichius, O. (2018). Acute Management of Bell’s Palsy. Current
Otorhinolaryngology Reports, 6(2), 161–170. doi:10.1007/s40136-018-0198-
0
Thomé, A.M.C., de Souza, C.M., Trajano, L.A.D.S.N., da Fonseca, A.D.S.,
Lacerda, F.P., Cardoso, C.E., Aurélio, M., dos Santos Silva, M.O. and
Trajano, E.T.L., 2018. Treatment of Bell Palsy using Facial Exercises in
Primary Health Care: A Case Report.
Vakharia, K., & Vakharia, K. (2016). Bell’s Palsy. Facial Plastic Surgery Clinics
of North America, 24(1), 1–10. doi:10.1016/j.fsc.2015.08.001
Zhang, W., Xu, L., Luo, T., Wu, F., Zhao, B. and Li, X., 2019. The etiology of
Bell’s palsy: a review. Journal of neurology, pp.1-10.
21
Zhao, H., Zhang, X., Tang, Y., Zhu, J., Wang, X., & Li, S. (2017). Bell’s Palsy:
Clinical Analysis of 372 Cases and Review of Related Literature. European
Neurology, 77(3-4), 168–172.doi:10.1159/000455073