Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V DENGAN EDEMA PARU AKUT,


HIPERTENSI STAGE II DAN VOMITUS FREKUEN

Disusun oleh :

Ani Suryani

Pembimbing :

dr. Syuharul Qomar, Sp.PD, MSc. FINASIM

ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V DENGAN EDEMA PARU AKUT,


HIPERTENSI STAGE II DAN VOMITUS FREKUEN

Disusun oleh :
Ani Suryani

Telah disetujui dan disahkan oleh :


Pembimbing

dr. Syuharul Qomar, Sp.PD, MSc. FINASIM

ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaiakan tugas laporan kasus yang berjudul
“CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V DENGAN EDEMA PARU AKUT,
HIPERTENSI STAGE II DAN VOMITUS FREKUEN”. Meskipun banyak
hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil
menyelesaikan laporan kasus ini.
Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing
yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mengerjakan laporan
kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan laporan kasus ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada masyarakat dari
hasil laporan kasus ini. Karena itu penulis berharap semoga laporan kasus ini
dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya laporan kasus ini. Penulis berharap
semoga laporan kasus ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Boyolali, 12 April 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB I LAPORAN KASUS ....................................................................... 2


1.1. Identitas Pasien ................................................................................ 2
1.2. Anamnesis ........................................................................................ 2
1.3. Pemeriksaan ..................................................................................... 3
1.4. Resume............................................................................................. 6
1.5. Daftar Masalah ................................................................................. 6
1.6. Penatalaksanaan ............................................................................... 6
1.7. Prognosis .......................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10


2.1. CKD ................................................................................................. 10
2.1.1. Definisi CKD ................................................................................... 10
2.1.2. Epidemiologi CKD .......................................................................... 10
2.1.3. Fakto risiko CKD ............................................................................. 11
2.1.4. Etiologi CKD ................................................................................... 12
2.1.5. Patogenesis CKD ............................................................................. 13
2.1.6. Klasifikasi CKD ............................................................................... 14
2.1.7. Manifestasi Klinis CKD................................................................... 15
2.1.8. Diagnosis CKD ................................................................................ 16
2.1.9. Diagnosis Banding CKD ................................................................. 19
2.1.10. Penatalaksanaan CKD.................................................................... 19
2.1.11. Komplikasi CKD ........................................................................... 23
2.1.11.Prognosis CKD ............................................................................... 24

2.2. Hipertensi ......................................................................................... 25


2.2.1 Klasifikasi Hipertensi ...................................................................... 25

iv
2.2.2 Penatalaksanaan Hipertensi ............................................................. 25
2.2.3 Penyakit penyerta Hipertensi ........................................................... 31

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 37

v
BAB I
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Ny.S
No. RM : 16521264
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 42 tahun
Tanggal lahir : 09/09/1976
Alamat : Lor Jurang RT 06/ RW 10 Pulisen, Boyolali
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Agama : Islam
Suku : Jawa

2.2. Anamnesis
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 5 April 2018 pada pukul 19.30 WIB
 Keluhan Utama
Muntah sejak 2 hari SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah dirasakan terus menerus
setiap makan dan minum. Muntah berisi makanan sehari > 5 kali. Selain muhtah
pasien merasakan sesak napas yang dirasakan sepanjang hari. Terasa semakin sesak
saat pasien bergerak. Pasien mengaku dengan dua bantal, sesak dirasakan berkurang
sedikit. Pasien juga mengeluhkan terdapat bengkak pada kedua tungkai (+) sejak 6
jam SMRS. Bengkak muncul tiba-tiba, sepanjang hari. Bengkak tidak terasa nyeri
tapi mengganggu aktivitas pasien karena kaki terasa memberat. Sebelum mengalami
keluhan tersebit pasien melakukan aktivitas rumah tangga yang berat dan minum air
banyak setelah itu timbul sesak mual muntah dan bengkak pada kaki. Keluhan lain
yang dirasakan sekarang adalah BAK jarang (-) dan sedikit. BAB hitam (-).

1
 Riwayat Penyakit Dahulu
DM (-)
Hipertensi (+) ± 2 Tahun yang didiagnosis setelah rutin menjalani HD
Riw ISK (-)
Riw penyakit ginjal  Pasien mengatakan 2 tahun SMRS pasien mengeluh bengkak
seluruh tubuh kemudian melakukan pemeriksaaan ke poli penyakit dalam dan di
diagnosis CKD. Setelah di diagnosis CKD, pasien rutin menjalani HD, pasien sudah
menjalani HD kurang lebih dua tahun. Satu tahun pertama setiap minggu sekali dan
satu tahun ini 2x dalam seminggu.
Riw penyakit jantung (-)
Riw penyakit paru (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa
DM (-)
Hipertensi (-)
Penyakit ginjal (-)

 Riwayat pribadi sosial


Pasien bekerja sebagai buruh pabrik. Pasien mengaku jarang minum air putih. Pasien
lebih suka konsumsi teh manis (teh gelas, teh kotak). Pasien tidak konsumsi kopi,
alkohol.Pasien mengaku tidak pernah berolahraga.

 Riwayat pengobatan
Rutin melakukan HD 2 kali seminggu di RSUD Pandan arang selama dua tahun

2.3. Pemeriksaan
PEMERIKSAAN FISIK

2
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TTV : TD : 220/100 mmHg
HR : 96 x/menit
RR : 26 x/menit
T : 36,4o C
SaO2 : 96%
Kepala : normocephal
Mata : conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, respon cahaya +/+, pupil isokor,
diameter 3mm.
Telinga : membran timpani intak (+), hiperemis -/-
Hidung : deviasi septum -, rinorhea -/-
Tenggorokan : faring hiperemis (-)
Mulut : T1-T1, deviasi uvula (-)
Leher : JVP 5+3 cmH2O
Thorax :
- Pulmo :
Inspeksi : pergerakan dada simetris
Palpasi : vocal fremitus simetris, tactil fremitus simetris
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, Rhonki basah halus +/+ di basal paru,
Wheezing -/-
- Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ1-2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, caput medusa (-), spider navy (-)
Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-)

3
Palpasi : Supel, nyeri tekan regio epigastrium (+), hepatpmegali (-), splenomegali (-),
acites (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : akral hangat, pitting edem - -
+ +
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
05/04/18
HEMATOLOGI
Hematologi rutin
Hemoglobin 12,1 12-16 g/dL
Hematokrit 35.8* 37-47%
Eritrosit 3,91* 4,2 – 5,4 juta/uL
Leukosit 10670 4800– 10,800/uL
Trombosit 126000* 150,000 –
450,000 /uL
MCV 91 80 – 96 Fl
MCH 31 27 – 32 pg
MCHC 33.8 32 – 36 g/dL
KIMIA KLINIK
Ureum 230** 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 10,88** 0,6 – 1,1 mg/dL
SGOT 23 <31
SGPT 15 <31
IMUNOSEROLOGI
HBsAG Non Reaktif Non Reaktif

4
Interpretasi:
Irama: sinus
Frekuensi: 110x/menit
Axis:normal
P pulmonal di V1-V6
Gelombang S di lead V1+gelombang R di lead 5 > 35mm kesan LVH

2.4. Resume
Pasien perempuan usia 42 tahun dengan keluhan muntah setiap di beri makan kurang
lebih 2 hari SMRS. Pasien muntah sehari kurang lebih 5x, selain itu pasien mengeluh
sesak, lemas dan bengkak pada tungkai.Sesak napas dirasakan sepanjang hari. Pasien
hanya dapat berbaring dan istirahat. Riw CKD (+) 2 tahun yang lalu on HD 2x seminggu.

5
Pasien merasa lemah dan mudah lelah, tidak dapat melakukan aktivitas apapun. BAK
jarang dan sedikit. Riw hipertensi (+) setelah rutin menjalani HD.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 220/100 mmHg. Pemeriksaan leher JVP 5+3 cm.
Terdapat Rhonki basah halus +/+ basal paru. Nyeri tekan region epigastrium dan pada
ekstremitas terdapat pitting edem pada kedua tungkai.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan eritrosit, hematocrit dan trombosit yang
menurun, MCV MCH MCHC dalam rentang normal, dan terdapat peningkatan ureum
dan kreatinin.

2.5. Daftar Masalah


1. Edema paru akut
2. CKD stage V on HD
3. Hipertensi gr II dengan tekanan darah belum terkontrol
4. Vomitus Frekuen

2.6. Pengkajian
1. Edema paru akut
Atas dasar:
- Anamnesis : pasien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak napas
dirasakan sepanjang hari, terasa semakin sesak saat pasien bergerak dan tidak
membaik dengan istirahat. Pasien mengaku tidak dapat melakukan aktivitas
apapun karena sesak. Pasien hanya berbaring dan istirahat. Pemeriksaan fisik :
Saturasi O2 96%, pada auskultasi paru terdapat Rhonki basah halus +/+ pada basal
paru
- Pemeriksaan penunjang : -
Planning:
- Diagnostik : foto thorax
- Terapi :
o Posisi setengah duduk
o Terapi oksigen  nasal kanul 4 l/menit
o Infus NaCL 8 tpm

6
o Diuretic iv  furosemid 40 mg iv bolus 2 ampul extra
dilanjut 40 mg iv bolus/8 jam
o ISDN 3x10 mg
- Edukasi :
o Batasi asupan cairan 500 cc/24 jam

2. CKD stage V on HD
Atas dasar:
- Anamnesis : Pasien bekerja sebagai buruh pabrik selama kurang lebih 8 tahun.
Pasien jarang minum air putih. Pasien lebih suka konsumsi teh manis (teh gelas,
teh kotak). 2 tahun SMRS (akhir Juni) pasien menjalani medical check up dan
didapatkan diagnosis CKD, lalu pasien rutin menjalani HD 2 kali seminggu.
Bengkak pada kedua tungkai (+) sejak 6 jam SMRS. Bengkak tidak terasa nyeri,
hanya terasa kaki memberat. Keluhan yang dirasakan sekarang adalah pasien
mengeluh mudah lemah. Pasien sudah tidak dapat melakukan aktivitas apapun.
- Pemeriksaan fisik : pitting edem pada kedua tungkai
GFR (CKD-EPI) = 5,9 ml/mnt/1,73m2
LFG (Kockcroft-Gault)  LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 - 42) x 50
72 x 10,88 (mg/dl)
= 4900 x0,85
783.38
= 5,31 ml/menit/1,73m2
- Pemeriksaan penunjang : ureum 230, creatinin 10,88
Planning:
- Diagnostik :
o USG ginjal  melihat ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis
- Terapi :
o Asam folat 1x5 mg
o CaCO3 3x500 mg
o HD
- Edukasi :

7
o Pembatasan asupan cairan 500 cc/24 jam
o Diet protein 0,8 gr/kgBB/hari

3. Hipertensi gr II dengan tekanan darah belum terkontrol


Atas dasar:
- Anamnesis : pasien mengaku memiliki penyakit darah tinggi setelah rutin
menjalani HD kurang lebih 2 tahun SMRS. Pasien mengatakan sering merasakan
sakit kepala apabila tekanan darah sedang tinggi (>200 mmHg).
- Pemeriksaan fisik : TD: 200/110 mmHg
- Pemeriksaan penunjang : -

Planning:
- Diagnostik :
o Pengukuran TD rutin
- Terapi :
Nicardipin 6cc/jam
- Edukasi :
o Menurunkan asupan garam
o Meningkatkan konsumsi buah dan sayur sera menurunkan asupan lemak
4. Vomitus Frekuen
Atas dasar:
- Anamnesis : mual muntah setiap makan dan minum, lemas (+)
- Pemeriksaan fisik : nyeri tekan epigastrium
Planning:
- Terapi :
o Ondancentron 1 ampul/ 8jam
o Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
- Edukasi :
o Konsumsi makanan bergizi
o Minum cairan sesuai anjuran 50cc/24 jam
o Makan secara pela-pelan.

8
2.7. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : malam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Chronic Kidney Disease (CKD)


II.1.1. Definisi CKD
Penyakit ginjal kronik atau cronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.1
Menurut kdigo clinical practice guidelines, CKD diartikan sebagai struktur
dan fungus ginjal yang abnormal, yang berlangsung lebih dari 3 bulan dengan
implikasi kesehatan.

Pasien memiliki salah satu kriteria berikut:


Kriteria
1. Kerusakan ginjal >3 bulan yang didefinisikan sebagai struktur dan
fungsi ginjal yang abnormal, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan
manifestasi:
- Abnormalitas patologi
- Tanda-tanda kerusakan ginjal, meliputi kelainan komposisi
dalam darah atau urin, atau kelainan dalam imaging tests
2. GFR <60 ml/menit/1.73 m2 selama >3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Tabel 1. Definisi CKD

II.1.2. Epidemiologi CKD


Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens CKD
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar
8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat

10
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekiar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.1

II.1.3. Faktor risiko CKD


Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau
meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak.
Berikut kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya CKD.

Clinical factors Sociodemographic factors


- Diabetes - Usia tua
- Hipertensi - Etnik : African American,
- Penyakit autoimun American Indian, asian atau
- Infeksi sistemik pacific
- Batu saluran kencing - Low income / edukasi
- Obstruksi saluran kemih
bagian bawah
- Neoplasia
- Riwayat keluarga  CKD
- Masa penyembuhan dari
acute kidney failure
- Bayi dengan berat badan lahir
rendah
- Anak-anak dengan riwayat
gagal ginjal akut akibat
hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada
ginjal
- Penggunaan jangka panjang
OAINS
Tabel 2. Faktor risiko CKD

11
II.1.4. Etiologi CKD
Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.
Tabel 1 menunjukkan penyebab utama dan insidens CKD di Amerika Serikat.

Penyebab Insidens
Diabetes mellitus 44 %
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37 %)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27 %
Glomerulonefritis 10 %
Nefritis interstisial 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (misalnya lupus dan 2%
vaskulitis)
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Tabel 3. Penyebab Utama CKD di Amerika Serikat (1995-1999)

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Penefri) tahun 2000 mencatat


penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialysis di Indonesia, seperti pada tabel
4.
Penyebab Insidens
Glomerulonefritis 46,39 %
Diabetes Melitus 18,65 %
Obstruksi dan infeksi 12,85 %
Hipertensi 8,46 %
Sebab lain 13,65 %
Table 4. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia tahun 2000

12
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak
diketahui.

II.1.5. Patogenesis CKD


Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-
angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresivitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis
rennin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factors seperti
transforming growth factors β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas CKD adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
Pada stadium dini CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30 %, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti

13
anemis, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna.
Juga akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement theraphy)
antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.

II.1.6. Klasifikasi dan Stadium CKD


Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 - Umur) x Berat Badan (kg) *)


72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

eGFR CKD-EPI formula:


GFR = 141 x minimal (Scr/k, 1)α x max (Scr/k, 1) – 1.209 x 0.993Age x
1.018 (jika wanita) x 1.159 (jika kulit berwarna)

Ket:
Scr = kreatinin serum (mg/dL)
K = 0.7 (jika wanita) ; 0.9 (jika pria)
α = 0.329 (untuk wanita) ; -0.411 (untuk pria)
minimal = mengindikasikan Scr/k,1 minimum
maks = mengindikasikan Scr/k,1 maksimum

14
Klasifikasi derajat CKD tersebut tampak pada tabel 3.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
Table 5. Klasifikasi CKD atas Dasar Derajat Penyakit

Klasifikasi atas dasar diagnosis, tampak pada tabel 6.


Penyakit Tipe Mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
diabetes obat, neoplasma)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronis, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat ( siklosporin / takrolimus )
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplantasi glomerulopathy
Table 6. Klasifikasi CKD atas Dasar Diagnosis Etiologi

II.1.7. Manifestasi Klinis CKD


Pada umumnya penderita CKD stadium 1-3 tidak mengalami gejala apapun
atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan
metabolik yang tampak secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara
klinis biasanya baru terlihat pada CKD stadium 4 dan 5. Pada LFG 60 %

15
asimtomatik. Pada LFG 30% terdapat keluhan seperti urin sedikit, lemah, mual,
nafsu makan turun dan penurunan berat badan. Pada LFG <30% terdapat
manifestasi klinis antara lain gejala uremia nyata: anemia, peningkatan TD,
gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, mudah terkena
infeksi, gangguan keseimbangan volume (hipo/hipervolemia) dan gangguan
keseimbangan elektrolit (natrium dan kalium). Sedangkan pada LFG <15% timbul
gejala komplikasi serius yang memerlukan terapi pengganti ginjal (dialysis atau
transplantasi ginjal), pada keadaan ini terjadi stadium gagal ginjal.

II.1.8. Diagnosis CKD


a. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurekemi, lupus
eritomatosus sistemik (LES), dan lain sebagainya;
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida).

b. Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium CKD meliputi :
a. Sesuai dengnan penyakit yang mendasarinya;
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal;

16
c. Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic;
d. Kelainan urinalisis, meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria.

c. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis CKD meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak;
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan;
c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi;
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi.

d. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal


Biopsi dan pemeriksaan hito patologi ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara
noninvasive tidak bisa ditegakkan.

CKD harus ditegakkan berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan tingkat


fungsi ginjal (GFR), tanpa memperhatikan diagnosis. Pada pasien dengan CKD,
stadium penyakitnya harus ditentukan berdasarkan tingkat fungsi ginjal menurut
klasifikasi CKD dari K/DOQI. CKD stadium awal dapat dideteksi melalui
pemeriksaan laboratorium rutin. Penghitungan GFR merupakan pemeriksaan
terbaik dalam menentukan fungsi ginjal. Dalam praktek klinis, GFR umumnya
dihitung dengan menggunakan klirens kreatinin atau konsenstrasi kreatinin serum.
Namun pengukuran klirens kreatinin seringkali sulit dilakukan dan seringkali tidak
akurat karena membutuhkan sampel urin 24 jam. Kreatinin serum dipengaruhi oleh

17
faktor lain selain GFR, terutama produksi kreatinin, yang berhubungan dengan
ukuran tubuh, khususnya massa otot. Pada banyak pasien GFR harus turun sampai
setengah dari nilai normal, sebelum kreatinin serum meningkat di atas nilai normal
sehingga sangat sulit untuk menilai tingkat fungsi ginjal dengan tepat atau untuk
mendeteksi CKD pada stadium awal.
Urinalisis dapat dilakukan untuk menapis pasien yang dicurigai mengalami
gangguan pada ginjalnya. Peningkatan ekskresi protein (proteinuria) persisten
umumnya merupakan penanda untuk kerusakan ginjal. Peningkatan ekskresi
albumin (albuminuria) merupakan penanda sensitif CKD yang disebabkan diabetes,
penyakit glomerular, dan hipertensi. Pada banyak kasus, penapisan dengan
menggunakan metode dipstick dapat diterima untuk mendeteksi proteinuria. Pasien
dengan hasil tes protein dipstick positif (+1 atau lebih) harus dikonfirmasi melalui
pengukuran kuantitatif (rasio protein terhadap kreatinin atau rasio albumin terhadap
kreatinin) dalam 3 bulan. Pasien dengan 2 atau lebih hasil tes kuantitatif positif
dengan jeda waktu 1 sampai 2 minggu harus didiagnosis menderita proteinuria
persisten dan diperiksa lebih lanjut.
Pemeriksaan sedimen urin mikroskopis, terutama bersamaan dengan
pemeriksaan proteinuria, berguna dalam mendeteksi CKD dan mengenali jenis
penyakit ginjal. Dipstick urin dapat mendeteksi sel darah merah/hemoglobin
(hematuria), neutrophil dan eosinofil (piuria) dan bakteri (nitrit), namun tidak dapat
mendeteksi sel epitel tubular, lemak, cast di urin. dilakukan untuk mendeteksi
keberadaan sel darah merah, sel darah putih, cast, kristal, fungi dan bakteri.
Pemeriksaan sedimen urin mikrospkopis dilakukan untuk mendeteksi halhal yang
tidak dapat dideteksi dipstick. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya anemia sebagai salah satu manifestasi klinis kronis CKD.
Pemeriksaan kimiawi serum menilai kadar ureum dan kreatinin sebagai yang
terutama dalam diagnosis dan monitoring, sedangkan pemeriksaan kadar natrium,
kalium, kalsium, fosfat, bikarbonat, alkalin fosfatase, hormon paratiroid, kolesterol,
fraksi lipid yang berguna dalam terapi dan pencegahan komplikasi.
Pemeriksaan pencitraan ginjal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
CKD dan pada individu-individu yang beresiko mengalami CKD. Hasil abnormal

18
pada pemeriksaan pencitraan dapat menunjukkan penyakit ginjal vaskuar, urologis
atau intrinsik. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang berguna
pada beberapa kondisi, dan tidak dihubungkan dengan risiko terpapar radiasi atu
kontras. Prosedur invasif lainnya, seperti voiding cystourography dan biopsy ginjal
dapat berguna pada kasus-kasus tertentu.

II.1.9. Diagnosis Banding CKD


Diagnosis banding untuk CKD adalah gagal ginjal akut. Penting untuk
membedakan CKD dari gagal ginjal akut karena gagal ginjal akut dapat
reversibel. USG abdomen umumnya dilakukan dan dilakukan pengukuran ukuran
ginjal. Ginjal dengan CKD biasanya lebih kecil (<9 cm) dari ginjal normal dengan
pengecualian seperti di nefropati diabetes dan penyakit ginjal polikistik. Petunjuk
lain diagnostik yang membantu membedakan CKD dan gagal ginjal akut
merupakan kenaikan bertahap dalam kreatinin serum (lebih dari beberapa bulan
atau tahun) sebagai lawan peningkatan mendadak dalam serum kreatinin
(beberapa hari minggu).

II.1.10. Penatalaksanaan CKD


Pasien dengan CKD harus dievaluasi untuk menentukan.:
 Diagnosis (jenis penyakit ginjal)
 Kondisi komorbid (mis. hiperlipidemia)
 Derajat keparahan, dinilai menggunakan fungsi gunjal
 Komplikasi, berhubungan dengan derajat kerusakan ginjal
 Risiko hilangnya fungsi ginjal
 Risiko penyakit kardiovaskular
 Penanganan CKD sebaiknya meliputi: Terapi spesifik, sesuai dengan
diagnosis
 Evaluasi dan penanganan kondisi komorbid
 Memperlambat hilangnya fungsi ginjal
 Pencegahan dan penatalaksanaan penyakit kardiovaskular

19
 Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi akibat berkurangnya fungsi
ginjal (mis. hipertensi, anemia, asidosis, gagal tumbuh) Persiapan untuk
terapi gagal ginjal
 Penggantian fungsi ginjal melalui dialisis dan transplantasi, jika terdapat tanda
dan gejala uremia

Rencana tindakan klinis harus dibuat untuk tiap pasien berdasarkan


klasifikasi stadium penyakit yang dibuat K/DOQI. Evaluasi ulang pengobatan
sebaiknya dilakukan pada setiap kunjungan terhadap penyesuaian dosis
berdasarkan tingkat fungsi ginjal, deteksi efek samping potensial terhadap fungsi
ginjal atau komplikasi CKD, deteksi interaksi obat, pengawasan obat terapetik.
Penatalaksanaan CKD berdasarkan derajatnya:
Derajat LFG (ml/mnt/1,73 m2) Rencana tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi perburukan (progression) fungsi
ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular
2 60 – 89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal
Tabel 7. Penatalaksanaan CKD berdasarkan derajat

1) Terapi spesifik terhadap penyakitnya


Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga
perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal
secara USG, biopsy dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan indikasi
yang tepat terhadap terapi spesifik.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi
komorbid. Faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus

20
urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan penyakit
dasarnya.
3) Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama  hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk menguranginya,
yaitu:
a. Terapi non farmakologis
 Pembatasan asupan protein  mulai dilakukan saat LFG ≤ 60
ml/menit.
- Pasien non dialisis 0,6 – 0,75 gram/kgBB/hari sesuai CCT dan
toleransi pasien
- Pasien hemodialisis 1 – 1,2 gram/kgBB ideal/hari
- Pasien peritoneal dialysis 1,3 gram/kgBB/hari
 Pengaturan asupan kalori  35 kal/kgBB ideal/hari
 Pengaturan asupan lemak  30 – 40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan
tak jenuh.
 Pengaturan asupan karbohidrat  50 – 60% dari total kalori
 Garam NaCl  2 – 3 gram/hari
 Kalsium  1400 – 1600 mg/hari
 Besi  10 – 18 mg/hari
 Magnesium 200 – 300 mg/hari
 Asam folat pasien hemodialisis  5mg
 Air  jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
b. Terapi farmakologis
 Kontrol tekanan darah
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II 
evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik

21
 Pada pasien DM
- Kontrol gula darah  hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonil urea dengan masa kerja panjang
- Target HbA1C untuk DM tipe 1  0,2 diatas nilai normal
tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
 Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20 – 22 mEq/l. control
dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl  dianjurkan dengan
golongan statin.
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
a. Anemia
 Oleh karena defisiensi eritropoietin, defisiensi besi, kehilangan
darah (perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit
yang pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut atau
kronik.
 Evaluasi anemia dimulai saat Hb ≤10 g% atau Ht ≤30%, meliputi
evaluasi status besi (kadar besi serum/serum iron), kapaitas ikat
besi total, feritin serum, mencari sumber perdaragan,
morfologieritrosit, kemungkinan hemolisis, dsb
 Transfusi yang tidak cermat  kelebihan cairan tubuh,
hiperkalemi dan perburukan fungsi ginjal
 Sasaran Hb 11 – 12 g/dl
b. Osteodistrofi ginjal  mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian
hormone kalsitriol
c. Hipoerfosfatemia
 Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein
dan rendah garam). Asupan fosfat 600 – 800 mg/hari.

22
 Pemberian pengikat fosfat  garam kalsium, alumunium
hidroksida, garam magnesium.
Garam kalsium yang banyak dipakai  kalsium karbonat &
kalsium asetat.
 Pemberian bahan kalsium memetik (menghambat reseptor Ca pada
kelenjar paratiroid)
d. Pemberian kalsitriol  kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid
>2,5 kali normal
e. Pembatasan cairan dan elektrolit  cairan masuk = cairan keluar
f. Terapi pengganti ginjal (hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplant ginjal)  stadium 5 (LFG <15 ml/menit)

Indikasi dialisis
1. Uremia >200 mg%
2. Asidosis dengan pH darah < 7,2
3. Hiperkalemia > 7 meq/liter
4. Kelebihan/retensi cairan dengan tanda gagal jantung / edema paru
5. Klinis uremia, kesadaran menurun (koma)

II.1.11. Komplikasi CKD


Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt) Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan LFG >90 -
normal
2 Kerusakan ginjal dengan 60-89 Tekanan darah mulai ↑
penurunan LFG ringan
3 Kerusakan ginjal sedang dengan 30-59 Hiperfosfatemia
penurunan LFG sedang Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia

23
4 Kerusakan ginjal dengan 15-29 Malnutrisi
penurunan LFG berat Asidosis metabolic
Cenderung
hiperkalemia
Dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 Gagal jantung
Uremia
Tabel 8. Komplikasi Chronic Kidney Disease

II.1.12. Prognosis CKD


Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis berdasarkan data
epidemiologi telah menunjukkan bahwa semua penyebab kematian (tingkat
kematian secara keseluruhan) meningkat sesuai dengan penurunan fungsi
ginjalnya. Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
adalah penyakit kardiovaskuler, dengan atau tanpa ada kemajuan ke stage 5.
Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa
waktu dan memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh.
Transplantasi Ginjal meningkatkan kelangsungan hidup pasien CKD stage 5
secara signifikan bila dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya. Namun,
transplasntasi ginjal ini terkait dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat
(akibat komplikasi dari operasi). Selain transplantasi, intensitas yang tinggi dari
home hemodialysis tinggi tampak terkait dengan peningkatan ketahanan hidup
dan kualitas hidup yang lebih besar, bila dibandingkan dengan cara konvensional
yaitu hemodialiasis dan dialysis peritonial yang dilakukan tiga kali seminggu.

24
II.2. Hipertensi
III.2.1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Tekanan Modifikasi Obat Awal
Tekanan Darah Darah gaya hidup Tanpa indikasi Dengan
Darah Sistolik Diastolik indikasi
mmHg mmHg
Normal <120 <80 Anjuran Tidak perlu Gunakan obat
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89 Ya menggunakan obatyang spesifik
antihipertensi dengan
indikasi resiko
Hipertensi 140 - 159 90 – 99 Ya Untuk semua kasus Gunakan obat
grade1 gunakan diuretik yang spesifik
jenis thiazide, dengan
pertimbangkan indikasi
ACEi, ARB, BB, (resiko).
CCB, atau Kemudian
kombinasikan tambahkan
Hipertensi > 160 > 100 Ya Gunakan obat
grade 2 kombinasi 2 obat antihipertensi
(biasanya diuretik (diretik,
jenis thiazide dan ACEi, ARB,
ACEi/ARB/BB/CC BB, CCB)
B seperti yang
dibutuhkan
Tabel 9. Klasifikasi Dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang Dewasa

III.2.2. Penatalaksanaan Hipertensi


Tujuan terapi
Tujuan dari terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular dan ginjal. Pasien dengan
hipertensi, terutama usia >50tahun, tujuan utama adalah pencapaian target
tekanan darah sistolik. Tekanan darah target adalah <140/90 mmHg yang
berhubungan dengan penurunan risiko CVD. Dan target tekanan darah pada
pasien hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal adalah <130/80 mmHg.
Untuk pencapaian target tekanan darah, maka dapat dilakukan dengan dua cara
sebagai berikut:

25
1. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah
termasuk penurunan berat badan pada pasien overweight atau obese.
Berdasarkan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan
diet yang dilakukan berupa makanan tinggi kalium dan kalsium, rendah
natrium, olahraga, dan mengurangi konsumsi alcohol. Modifikasi gata hidup
dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan efektivitas obat antihipertensi
dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Contohnya, konsumsi
natrium 1600 mg memiliki efek yang sama dengan pengobatan tunggal.
Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat memberikan hasil yang
lebih baik.

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan penurunan


tekanan darah
Menurunkan tekanan Memelihara berat badan 5-20 mmHg / 10 kg
darah normal (indeks massa penurunan berat badan
tubuh 18,5 – 24,9 kg/m2)
Melakukan pola diet Mengkonsumsi makanan 8 – 14 mmHg
berdasarkan DASH yang kaya dengan buah-
buahan, sayuran, produk
makanan yang rendah
lemak, dengan kadar
lemak total dan saturasi
yang rendah.
Diet rendah natrium Menurunkan Intake 2 -8 mmHg
Garam sebesar 2-8 mmHg
tidak lebih dari 100 mmol
per-hari (2.4 gr Natrium
atau 6 gr garam).
Olahraga Melakukan Kegiatan 4 – 9 mmHg
Aerobik fisik secara

26
teratur, seperti jalan cepat
(paling tidak 30 menit
per-hari, setiap hari dalam
seminggu).
Membatasi penggunaan Membatasi konsumsi 2 – 4 mmHg
alcohol alkohol tidak lebih dari 2
gelas ( 1 oz atau 30 ml
ethanol; misalnya 24 oz
bir, 10 oz anggur, atau 3
0z 80 whiski) per-hari
pada sebagian besar laki-
laki dan tidak lebih dari 1
gelas per-hari pada wanita
dan laki-laki yang lebih
kurus.
Tabel 10. Modifikasi gaya hidup pada pasien hipertensi
Keterangan:
Untuk mengurangi risiko kardiovaskular  berhenti merokok
Efek implementasi dari modifikasi diatas bergantung pada dosis dan waktu, dan
lebih baik pada beberapa orang.

2. Terapi farmakologi
Berdasarkan data dari hasil percobaan klinik, membuktikan tekanan
darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi, seperti
angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin reseptor bloker
(ARB), beta-bloker, calcium channer blocker (CCB), dan diuretic tiazide
dapat mengurangi komplikasi hipertensi.
Diuretik tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada
beberapa percobaan. Diuretic tiazid dapat mencegah komplikasi
kardiovaskular. Selain itu diuretic efektif dalam pencapaian target tekanan
darah, dan lebih terjangkau dibandingkan dengan obat antihipertensi lain.

27
Diuretic tiazid dapat diberikan sebagai terapi inisial pada pasien
hipertensi, tanpa atau dengan kombinasi dengan satu obat antihipertensi
lainnya (ACEI, ARB, beta-bloker, CCB) yang memperlihatkan manfaat pada
hasil percobaan yang terkontrol.
Kebanyakan pasien hipertensi membutuhkan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Penambahan obat kedua
dari golongan yang berbeda dimulai pada saat penggunaan obat tunggal
dengan dosis yang adekuat gagal untuk mencapai target tekanan darah. Saat
tekanan darah lebihdari 20/10 duatas target, maka harus diberikan terapi
dengan kombinasi dua obat, baik dalam resep yang terpisah atau dalam
kombinasi obat yang tetap. Pengobatan awal dengan menggunakan lebih dari
satu obat antihipertensi dapat mencapai target tekanan darah, tatapi berisiko
terjadi hipotensi ortostatik, risiko sering terjadi pada pasien dengan diabetes,
difungsi otonom dan pada orang tua.

Obat antihipertensi
Kelas Obat (Nama Dagang) Dosis Frekuensi
Penggunaan Penggunaan/hari
(Mg/hari)
Diuretik Tiazide Klorotiazide (Diuril) 125-500 1-2
Klortalidone (generik) 12,5-25 1
Hidroklorotiazide (Mikrozide, HidroDIURIL†) 12,5-50 1
Polythiazide (Renese) 2-4 1

Indapamide (Lozol ) 1,25-2,5 1
Metalazone (Mykrox) 0,5-1,0 1
Metalazone (Zaroxolyn) 2,5-5 1
†)
Loop Diuretik Bumetanide (Bumex 0,5-2 2

Furosemide (Lasix ) 20-80 2
Torsemid (Demadex†) 2,5-10 1

Diuretik Hemat Amiloride (Midamor ) 5-10 1-2
Kalium Triamterene (Dyrenium) 50-100 1-2
Aldosteron Reseptor Eplerenone (Inspra) 50-100 1

Bloker Spironolakton (Aldactone ) 25-50 1
Beta bloker Atenolol (Tenormin†) 25-100 1

28
Betaxolol (Kerione†) 5-20 1

Bisoprolol (Zebeta ) 2,5-10 1
Metaprolol (Lopressor†) 50-100 1-2
Metoprolol Extended Release (Toprol XL) 50-100 1

Nadolod (Corgard ) 40-120 1
Propanolol (Indera†l) 40-160 2
Propanolol Long acting (Inderal LA†) 60-180 1

Timolol (Blocadren ) 20-40 2
Beta bloker aktivitas Acebutolol (Sectral†) 200-800 2
simpatomimetik Penbutolol (Levatol) 10-40 1
intrinsic Pindolol (Generik) 10-40 2
Kombinasi Alpha dan Carvedilol (Coreg) 12,5-50 2

Beta Bloker Labetolol (Normodyne, Trandate ) 200-800 2

ACEI Benazepril (Lotensin ) 10-40 1
Captopril (Capoten†) 25-100 2

Enalapril (Vasotec ) 5-40 1-2
Fosinopril (Monopril) 10-40 1
lisinopril (Prinivil, Zestril†) 10-40 1
moexipril (Univasc) 7.5-30 1
perindopril (Aceon) 4-8 1
quinapril (Accupril) 10-80 1
ramipril (Altace) 2.5-20 1
trandolapril (Mavik) 1-4 1
Angiotensin II candesartan (Atacand) 8-32 1
Antagonis eprosartan (Teveten) 400-800 1-2
irbesartan (Avapro) 150-300 1
losartan (Cozaar) 25-100 1-2
olmesartan (Benicar) 20-40 1
telmisartan (Micardis) 20-80 1
valsartan (Diovan) 80-320 1-2
CCB – Non Diltiazem extended release 180-420 1
Dihidropiridin (Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac†) 120-540 1
diltiazem extended release (Cardizem LA) 80-320 2
verapamil immediate release (Calan, Isoptin†) 120-480 1-2
verapamil long acting (Calan SR, Isoptin SR†) 120-360 1
verapamil—Coer, Covera HS, Verelan PM)
CCB- Dihidropiridin amlodipine (Norvasc) 2,5-10 1

29
felodipine (Plendil) 2,5-20 1
isradipine (Dynacirc CR) 2,5-10 2
nicardipine sustained release (Cardene SR) 60-120 2
nifedipine long-acting 30-60 1
(Adalat CC, Procardia XL) 10-40 1
nisoldipine (Sular)
Alpha 1 Bloker doxazosin (Cardura) 1-16 1
prazosin (Minipress†) 2-20 2-3
terazosin (Hytrin) 1-20 1-2
Alpha 2 agonis clonidine (Catapres†) 0,1-0,8 2
sentral dan obat clonidine patch (Catapres-TTS) 0,1-0,3 1 Minggu
lainnya yang bekerja methyldopa (Aldomet†) 250-1000 2
sentral reserpine (generic) 0,1-0,25 1
guanfacine (Tenex†) 0,5-2 1
Vasodilator hydralazine (Apresoline†) 25-100 2
Langsung minoxidil (Loniten†) 2,5-80 1-2
Tabel 11. Obat antihipertensi

30
Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7

Modifikasi gaya hidup

Tak mencapai sasaran TD (<140/90 mmHg atau


<130/80n mmHg pada penderita DM atau
penyakit ginjal kronis)

Pilihan obat untuk terapi permulaan

Hipertensi tanpa Hipertensi dengan


indikasi khusus indikasi khusus

Hipertensi derajat 1 (TD Hipertensi derajat 2 (TD Obat-obatan untuk


sistolik 140-159 mmHg sistolik ≥ 160 mmHg atau indikasi khusus
atau TD diastolik 90-99 TD diastolik ≥ 100
mmHg) Umumnya mmHg) Umumnya Obat anti hiipertensi
lainnya (diuretik,
diberikan diuretik gol. diberikan kombinasi 2
Thiazide.Bisa macam obat (biasanya penghambat EKA, ARB,
dipertimbangkan diuretik gol. Thiazide dan penyekat β, antagonis
pemberian penghambat penghambat EKA, atau Ca) sesuai yang
EKA, ARB, penyekat β, ARB atau penyekat β, diperlukan
antagonis Ca atau atau antogonis Ca
kombinasi

Sasaran Tekanan Darah tak Tercapai

Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampai target tekanan


darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan spesialis hipertensi

31
III.2.3. Penyakit penyerta

FAKTOR DASAR
RESIKO REKOMENDASI OBAT PERCOBAAN
INDIKASI KLINIK
(PENYAKIT Diuretik Beta AC ARB CCB ALDOANT
YANG bloker EI
MENYERTAI)
ACC/AHA
Gagal Jantung √ √ √ √ √ Heart Failure
Guideline,
MERIT-HF,
COPERNICUS
, CIBIS,
SOLVD, AIRE,
TRACE,
ValHEFT,
RALES
Infark Post- √ √ √ ACC/AHA
miokard Post-MI
Guideline,
BHAT,
SAVE,
Capricorn,
EPHESUS
Resiko Tinggi √ √ √ √ ALLHAT,
PJK HOPE,
ANBP2, LIFE,
CONVINCE
Diabetes √ √ √ √ √ NKF-ADA
Guideline,
UKPDS,
ALLHAT
Gagal Ginjal √ √ NFK Guideline,
Kronik Captopril Trial,
RENAAL,
IDNT, REIN,
AASK
Pencegahan √ √ PROGRESS
Stroke
Berulang
Tabel 12. Pedoman Penggunaan Beragam Obat Antihipertensi Pada Pasien Dengan (Penyakit
Yang Menyertai)

32
1. Gagal jantung
Disfungsi ventrikel dalam sistolik atau diastolic. Penilaian tekanan
darah dan control kolesterol adalah pencegahan utama dalam risiko gagal
jantung. Pada individu yang asimtomatik dengan disfungsi ventrikel,
direkomendasikan penggunaan ACEI dan beta bloker. Untuk indivudu dengan
gejala disfungsi ventrikel atau dengan penyakit jantung stadium akhir, maka
yang direkomendasikan adalah ACEI, beta bloker, ARB dan aldosteron bloker
dan loop diuretik.
2. Diabetes
Kombinasi dari dua atau lebih obat biasanya dibutuhkan untuk
mencapai target tekanan darah <130/80 mmHg. Diureetik tiazid, beta bloker,
ACEI, ARB dan CCB bermanfaat untuk mengurangi kejadian CVD dan
stroke pada pasien dengan diabetes. ACEI dan ARB menyebabkannefropati
diabetic dan mengurangi albuminuria dan ARB mengurangi
makroalbuminuria secara progresif.
3. Chronic kidney disease
Pada pasien dengan CKD, dengan penurunanekskresi dengan GFR
dibawah 60 ml/menit per 1,73 m2 (kreatinin >1,5 mg/dL pada pria atau >1,3
mg.dL pada wanita) atau terdapat albuminuria (>300 mg/hari atau 200 mg
albumin/g kreatinin), tujuan terapi adalah untuk memperlambat kerusakan
fungsi ginjal dan mencegah CVD. Hipertensi sering muncul pada pasien
CKD, terapi yang diberikan adalah tiga atau lebih obat untuk mencapai target
tekanan darah <130/80 mmHg. ACEI dan ARB menunjukkan efektifitas yang
progresif. Peningkatan kreatinin serum 35% tetap diberikan ACEI atau ARB
kecuali terdapat hiperkalemia. Pada pasien dengan CKD (GFR <30 ml/menit
1,73 m2, dengan kreatinin serum 2,5 – 3 mg/dl) dapat dinaikkan dosis loop
diuretic dan diberikan tambahan kombinasi obat.
4. CVD
Risiko dan manfaat dari menurunkan tekanan darah dakam serangan
stroke masih belum jelas. Control tekanan darah pada intermediate level
(160/100 mmHg) sampai kondisi pasien stabil atau membaik. Pada pasien

33
dengan kejadian stroke berulang, dapat diberikan kombinasi obat ACEI dan
diuretic tiazid.

34
BAB III
PEMBAHASAN

Masalah utama pada pasien ini adalah Chronic Kidney Disease (CKD). CKD adalah
suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.
Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus.
Pasien ini tergolong Chronic Kidney Disease dengan edema paru akut. Karena pasien ini
datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak napas adalah manifestasi pada
CKD karena terdapatnya kelebihan cairan di tubuh. Pada pasien CKD dilakukan pembatasan
asupan cairan, seperti pada pasien ini asupan cairan dibatasi menjadi 500 cc/24 jam. Tetapi
pasien ini mengaku 1 hari SMRS mengkonsumsi cairan >500 cc. Manifestasi kelebihan cairan
pada pasien CKD selain sesak, dapat dilihat dari terdapatnya bengkak pada ektremitas.
Pada pasien ini memang sudah didiagnosis CKD sejak 2 tahun SMRS. Pasien memiliki
risiko seperti pekerjaan pasien buruh pabrik selama 8 tahun yang hanya berdiri dari pagi hingga
sore. Pasien juga jarang mengkonsumsi air putih, pasien lebih sering minum teh. Hal ini adalah
merupakan risiko dari CKD. Karena pasien jarang minum maka terjadi dehidrasi pada tubuh
yang menyebabkan berkurangnya aliran darah yang menuju ke ginjal sehingga terjadi
hipoperfusi ginjal. Lalu selanjutnya ginjal mengkompensasi dengan meningkatkan system
rennin-angiotensin-aldosteron. Yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah untuk meningkatkan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.

35
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan peningkatan tekanan darah. Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas rennin-angiotensin-aldosteron. Hipertensi adalah
merupakan salah satu komplikasi dari CKD. Manifestasi lain yang didapatkan pada pasien ini
adalah terdapat peningkatan JVP dan terdapat rhonki basah halus pada basal paru, hal ini
berhubungan dengan terjadinya kelebihan cairan yang disebabkan karena pasien kelebihan
konsumsi cairan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan eritrosit, MCV MCH MCHC,
trombosit dan hematokrit dalam rentang normal yang artinya pasien anemia normositik
normokrom. Normalnya hormon eritropoietin di produksi oleh apparatus jukstaglomerulus, pada
keadaan CKD akan terjadi kerusakan pada apparatus jukstaglomerulus sehingga terjadi
penurunan produksi hormone eritropoietin. Sehingga pada pasien ini terjadi anemia normositik
normokrom. Selain itu pada pasien CKD terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Seperti pada pasien ini didapatkan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Pada pasien ini didapatkan LFG adalah 5,31 ml/kg/1,73 m2, dihitung mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault. Dari hasil LFG dapat ditentukan stage dari CKD, yaitu pada pasien ini
adalah termasuk CKD stage V. Berikut adalah derajat beratnya CKD:
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

Pada pasien ini di dapatkan mual muntah karena system ekskresi/ system pengeluaran
menjadi tidak maksimal sehingga zat sisa metabolism yang tidak digunakan tubuh, raccun dan
lainnya dapat menumpuk di dalam tubuh dan dapat menimbulkan tubuh bereaksi dengan
menimbulkan gejala mual dan dapat pula disertaai dengan keluhan muntah.
Rencana diagnostik yang akan dilakukan pada pasien ini adalah USG ginjal untuk
melihat ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis. Terapi yang diberikan adalah Asam

36
folat 1x5 mg, CaCO3 3x500 mg, B12 3x50 mg, danhemodialisa. Edukasi yang diberikan pada
pasien ini adalah pembatasan asupan cairan 500 cc/24 jam, diet protein 0,8 gr/kgBB/hari

37
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI
2. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratisfication, 2002
3. Clinical practice guidelines for the evaluation and management of chronic kidney disease,
vol. 3, January 2013
4. Intradialytic hypertension: a less-recognized cardiovascular complication of
hemodialysis, Am J Kidney, 2010
5. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, 2003

38

Anda mungkin juga menyukai