Disusun oleh:
201670006
Pembimbing :
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan karunia-Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan
judul/topik „Congestive Heart Failure (CHF) & Hypokalemia‟ sebagai salah satu tuntutan
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam (Interna) diRumah Sakit Sele Be Solu dan
Jhon Piat Wanane.
Saya sebagai penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan kasus ini dikarenakan keterbatasan dari segi waktu dan pengetahuan,
sehingga saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam tugas laporan kasus untuk
mencapai kata kesempurnaan. Kritik dan saran dari yang membangun dari para pembaca
saya harapkan dapat melengkapi dan menyempurnakan kekurangan dari refarat ini.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
dalam pembuatan tugas laporan kasus ini. Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
melindungi setiap orang yang berkontribusi dalam pembuatan laporan kasus ini.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Papua
Mengetahui
Pembimbing Laporan Kasus
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iv
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 11
2.1.4 Etiologi............................................................................................................... 15
2.1.6 Diagnosis............................................................................................................ 18
iv
2.2. Hipokalemia .................................................................................................................. 28
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 31
v
BAB I
PENDAHULUAN
Perolehan data pasien didapatkan dari anamnesis serta pengamatan dan analisis
rekam medis. Pengumpulan data mulai dilakukan sejak 23 Februari 2022 hingga 25
Februari 2022 dibangsal Tulip Rumah Sakit Jhon Piet Wanane di Kabupaten Sorong.
1.2 Anamnesis
❖ Keluhan Utama
Sesak
❖ Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak kurang lebih 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Rasa sesak yang dialami seperti sedang memikul
benda berat, nyeri dada minimal, sesak seringkali dirasakan tiap malam. Pasien
mengatakan kali ini sesak muncul tiba-tiba saat pasien baru selesai makan
malam. Pasien biasa tidur dengan menggunakan 3 bantal. Pasien juga mengaku
lemas dan lesu seluruh badan, mudah lelah, dan juga terdapat bengkak dikedua
kaki. Keluhan lainnya seperti demam (-), batuk lama (+), berlendir (+).
1
❖ Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Riwayat
penyakitkronik di keluarga tidak ada.
❖ Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien sempat dirawat dan mendapat pengobatan di RS Herlina ± 1
bulan lalu dengan keluhan bengkak di kaki. Pasien juga pernah mengkonsumsi
obat program sampai tuntas.
❖ Riwayat Pribadi
b) Gizi : (-)
e) IMT : (-)
❖ Tanda Vital
e) Pernapasan : 25 x/menit
2
g) SpO2 : 92 %
❖ Kulit
a) Inspeksi : Ikterik (-), petekie (-), tumor (-), hematom (-)
❖ Telinga
a) Inspeksi : Normotia, deformitas (-), serumen dikedua telinga, membran
timpani tidak terlihat tertutup serum.
b) Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa (-)
❖ Hidung
a) Inspeksi : Deformitas (-), deviasi septum nasal (-), edema conchae (-),
rhinorea(-), epistaksis (-), polip (-), sekret (-)
❖ Mata
a) Inspeksi : Konjungtiva pucat (-/-), sclera tidak ikterik (-/-), eksoftalmus (-),
lapang pandang dalam batas normal, pupil bulat regular
(kanak/kiri), refleks cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak
langsung (+/+)
❖ Toraks (Paru)
a) Inspeksi : Pengembangan dada simetris, respirasi abdomino thorakal,
3
iramaregular
b) Palpasi : Fokal fremitus simetris antara kiri dan kanan
d) Auskultasi : Suara napas vesikular, ronkhi (+/+) di basal paru, wheezing (-)
❖ Toraks (Jantung)
a) Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
❖ Punggung
a) Inspeksi : Postur tubuh tegak (saat duduk), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
❖ Ekstremitas
a) Inspeksi : Deformitas (-), edema (+), varises (-), ulkus (-), CRT < 2 detik
b) Palpasi : Nyeri (-), atrofi (-), panas (-), edema (+) kedua kaki, benjolan (-)
4
Tabel 1.Pemeriksaan hematologi pada tanggal 16 Februari 2022
5
Tabel 2.Pemeriksaan kimia darah pada tanggal 17 Februari 2022
Parameter Hasil Nilai Normal
Glukosa Puasa 70 - 126 mg/dL
Glukosa 2 JPP 80 - 140 mg/dL
Glukosa Sewaktu 80 - 160 mg/dL
Cholesterol 138 ≤ 200 mg/dL
HDL-Cholestrol 40 - 60 mg/dL
LDL-Cholestrol 0 - 100 mg/dL
Trigliserida < 150 mg/Dl
Ureum 43 15 - 39 mg/dL
Creatinin 0,5 0,16 - 1,3 mg/dL
AsamUrat 2,6 - 6,0 mg/dL
SGOT 25 15 - 34 U/L
SGPT 16 15 - 60 U/L
Bilirubin – Total 0,13 - 1,2 mg/dL
Bilirubin – Direct 0,0 - 0,2 mg/dL
Bilirubin – Indirect 0,25 - 0,75 mg/dL
Total Protein 6,4 - 8,2 g/dL
Albumin 3,4 - 5,0 g/dL
Globulin 2,3 - 3,5 g/dL
Gamma GT 5 - 85 U/L
HbsAg Negatif
6
❖ Pemeriksaan EKG
:
7
pemeriksaan EKG didapatkan gelombang bivasik pada v1 yang kemungkinan terjadi
hipertrovi atrium kanan dan kiri.
Anamnesis
• Sesak
• Lemas
• Mudah lelah
Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
Tubuh terasa lemah
2 Hipokalemia
Pemeriksaan Penunjang
Kalium 2, 51 mmol/L
8
1.7 Follow Up
Tabel 4. Daftar Masalah Pasien
O : TD 100/60 mmHg, nadi 108 A : CHF & Hipokalemia A : CHF & Hipokalemia
x/menit, RR 25 x/menit, SpO2
92 %, suhu 37,3 oC P : O2, Nacl+ Farbion 7 tpm, P : Nacl + KCL 50 ,
ceftriaxone 1x3 mg, ranitidine Ceftriaxone 1x 3 mg,
A : Observasi dypsneu 2x1 mg, dexamethasone 1x1 ranitidine 2x 1 mg,
mg, ambroxol 3x1 mg, Asparka 3x1 mg,
P : O2 NRM masker 8 lpm, paracetamol 3x1 mg, paracetamol 3x1 mg,
IVFD Ringer Lactat 500 cc/ 24 furosemide 1 amp/ 12 jam ambroxol 3 x1 mg,
jam, Injeksi Furosemide 20 (IV), spinorolactone tab 0-2-0, furosemide 1mg/ 12 jam,
mg/24 jam (Stop), P.O direncanakan Ekokardiogram pemeriksaan TCM
Salbutamol 2x4 mg, P.O
Pemeriksaan TCM= Non
ambroxol 3x30 mg, farbion
reaktif
amp/ 24 jam drips.
9
Sabtu, 19 – 03 – 2022 Minggu, 20 – 03 – 2022 Senin, 21 – 03 – 2022
S : Sesak, lemas, batuk berlendir S : Sesak, lemas, batuk S : Sesak dan batuk ↓
berkurang, bengkak dirasa berlendir, kaki bengkak
berkurang. O : TD 150/80 mmHg,
O : TD 100/60 mmHg, nadi nadi 85x/menit, SpO2 97 %,
O : TD 100/60 mmHg, nadi 85 87x/menit, SpO2 92 %, suhu suhu 36,8 oC.
x/menit, SpO2 99%, suhu 35,4 36,2 oC.
o
C, A : CHF dan Hipokalemi
A : CHF & Hipokalemi
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
Tabel 5: Manifestasi Klinis Gagal Jantung5
12
Tabel 6: Klasifikasi Gagal Jantung5
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk kelainan pada struktur Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
perkembangan gagal jantung tapi tidak
kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
terdapat tanda atau gejala.
Kelas III
Stadium C
Terdapat batasan aktivitas yang
Gagal jantung yang simtomatik bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
berhubungan dengan penyakit struktural istrahat, namun aktivitas fisik ringan
jantung yang mendasari. menyebabkan kelelahan, berdebar atau
sesak nafas.
Stadium D
Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat
tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna muncul saat istrahat walaupun
istrahat. Keluhan meningkat saat
sudah mendapat terapi farmakologi
melakukan aktivitas.
maksimal (refrakter).
13
Tabel 7. definisi HfpEF dan HfrEF.5
Klasifikasi EF (%) Deskripsi
I. Gagal jantung dengan ≤ 40% Dapat juga disebut gagal jantung sistolik
penurunan EF (Reduced
EF (HFrEF)
II. Gagal jantung denganEF ≥ 50% Dapat juga disebut gagak jantung
baik (Preserved EF diastolik
(HfpEF)
a. HfpEF borderline 41 – 49 Karakteristik, tatalaksana dan tujuan
terapi serupa dengan HfpEF
Terdapat juga klasifikasi gagal jantung kanan dan kiri. Gagal jantung
kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel yang bisa meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru sehingga menyebabkan pasien sesak napas dan ortopneu.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan
seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik
sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali dan distensi vena jugularis. Tetapi bisa berbedahasilnya apabila
terjadi perubahan biokimia gagal jantung di miokard kedua ventrikel, maka
retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan
tidaklagi berbeda.3
2.1.3 Epidemiologi
Menurut data Global Health, prevalensi CHF di seluruh dunia saat ini
adalah 64,34 juta kasus. Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit
gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar
229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0,3%
atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata usia umur 74 tahun. Dikatakan jika
gagal jantung akan jelek jika dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki..
setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun
sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
14
50% akan meninggal dalam tahun pertama. 6,7
2.1.4 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan
kardiovaskular.Etiologi dapat dikelompokkan menjadi; (1) mengganggu
kontraktilitas ventrikel, (2) meningkatkan afterload, atau (3) mengganggu
relaksasi dan pengisian ventrikel. Gagal jantung yang diakibatkan oleh
kelainan pengosongan ventrikel akibat gangguan kontraktilitas atau afterload
yang sangat berlebihan, disebut disfungsi sistolik. Sedangkan gagal jantung
yang disebabkan oleh kelainan relaksasi diastolik atau pengisian ventrikel
disebut disfungsi diastolik.2,5
15
Penyebab/presipitan utama yang menyebabkan gagal jantung dapat disingkat dengan
terminologi “SHAME” yaitu sebagai berikut;5
• Sindrom koroner akut
Pasien SKA harus ditatalaksana sesuai dengan panduan STEMI dan NSTEMI,
mencakup tindakan Intervensi Koroner Perkutaneus Primer (IKPP) atau IKP dini.
• Hipertensi Emergenci
Pasien gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi emergensi seringkali datang
dengan presentasi klinis edema paru akut.
• Aritmia
Hal ini meliputi komplikasi mekanik akibat SKA seperti ruptur dinding ventrikular,
defek septum interventrikular, regurgitasi mitral akur, trauma dinding dada,
gangguan katup akut akibat endokarditis, diseksi aourta, serta tumor
intrakardiak yang menyebabkan gejala obstruksi. Penegakkan diagnosis utamanya
dengan dilakukan ekokardiografi dan tatalaksana meliputi intervensi perkutan atau
pembedahan sesuai kondisi pasien.
Tatalaksana emboli paru akut meliputi reperfusi emboli baik itu dengan prosedur
trombolitik, intervensi perkutan atau embolektomi surgikal.
2.1.5 Patofisiologi
16
sehingga pengisian darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang
dan penyebab yang paling sering yaitu hipertensi karena menyebabkan
kompensasi miokard berupa kekakuan dinding ventrikel dan hipertrofi
hipertrofi. Ketika curah jantung berkurang atau dalam hal ini fraksi ejeksi
mencapai <45%, maka tubuh kita akan melakukan mekanisme kompensasi
untuk mengembalikan isi sekuncup ke normal. Kompensasi pada gagal
jantung sistolik melalui 2 mekanisme utama yaitu sistem simpatis dan sistem
renin-angiostensin aldosteron (RAA). Pertama, aktivasi sistem simpatis oleh
baroreseptor sebagi reaksi terhadap penurunan curah jantung. Kemudian
akan menyebabkan peningkatan kontraksi miokard dan frekuensi denyut
jantung yang distimulasi oleh reseptor adrenergik beta di jantung, sehingga
terjadilah peningkatan curah jantung sebagai bentuk kompensasi. Kedua,
aktivasi sistem RAA yang dimulai dengan pengeluaran renin oleh sel
jukstaglomerular di ginjal yang distimulasi oleh reseptor adrenergik β
sekaligus sebagai reaksi terhadap berkurangnya perfusi ke ginjal. Renin yang
disekresikan akan menghasilkan Angiostensin II (Ang II) yang mempunyai
efek sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai stimulator untuk produksi
aldosteron di korteks adrenal.2,4
17
Efek dari proses peningkatan stres hemodinamik pada ventrikel
(preload dan afterload) dan aktivasi sistem neurohormonal endogen tersebut
yaitu memberikan efek toksik langsung pada sel jantung untuk terjadinya
proses remodelling jantung dengan menstimulasi terjadinya apoptosis dan
fibrosis pada miokard. Proses remodelling jantung ini bersifat progresif
sehingga kontraktilitas miokard pada ventrikel makin menurun dan curah
jantung akan makin menurun.4
2.1.6 Diagnosis
18
Untuk dapat menegakkan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan berbagai
pemeriksaantamabahan seperti:5-8
➢ Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi
frekuensi detak jantung, irama jantung, sistem konduksi dan etiologi dari gagal
jantung. Kelaianan segmen ST; berupa infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI) atau Non-STEMI. Sinus takikardi, sinus bradikardi, atrial
takikardi/flutter/fibrilasi, aritmia ventrikel, iskemia/infark, gelombang Q patologis,
hipertrofi ventrikel, gelombang Q patologis, hipertropi, bundle branch blok,
disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang.
➢ Foto toraks
Analisis gas darah arterial dilakukan untuk menilai oksigenasi (pO2) fungsi repirasi
(pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH) yang harus dilakukan pada pasien
dengan repiratory distress berat. Asidosis petanda perfusi jaringan buruk atau
retensi CO2 dikaitkan dengan prognisis yang buruk. Pengukuran dengan pulse
oximetry dapat mengganti analisis gas darah, tetapi tidak dapat memberikan
informasi terkait pCO2atau keseimbangan asam basa dan tidak dapat di jadikan
patokan untuk status syok.
➢ Pemeriksaan laboratorium
Pemriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien gagal jantung meliputi darah
periferlengkap, eletrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati, glukosa,
estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR).
➢ Natriuretic Peptide
B-type natriuretic peptides (BNP dan NT-pro BNP) yang diperiksa pada fase akut
dapat diterima sebagai prediktif negatif untuk mengeklusi gagal jantung. Kadar
19
peptida natriuretik meningkat sebagai responpeningkatan tekanan dinding
ventrikel.
➢ Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinis
disertai dengan dugaan sindrom koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering terjadi pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagaljantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
➢ Pemeriksaan ekokardiografi
2.1.7 Tatalaksana
a. Tatalaksana Farmakologi
➢ Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut
yang selalu disertai dengan kelebihan (Overload) cairan yang
bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Penggunaan
diuretik dengan cepat dapat menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Diuretik
berfungsi mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi
volume cairan ekstrasel, alir balik vena dan tekanan pengisian ventrikel
(Preload), sehingga edema perifer dan kongesti paru akan berkurang.
20
Untuk tujuan ini biasanya akan diberikan diuretik kuat karena efisiensi
diuresis dan natriuresisnya lebih kuat, seperti Furosemide dengan dosis
awal 40mg sekali sehari atau dua kali sehari, dan dosis ditingkatkan
sampai diperoleh diuresis yang cukup untuk mencapai euvolemia
(kering dan hangat) dan mempertahankannya. Oleh karena penggunaan
diuretik tidak mengurangi mortalitas pada gagal jantung kecuali
spironolakton, maka diuretik harus selalu diberikan dalam kombinasi
dengan ACE-I. Penggunaan diuretik tidak boleh berlebihan tetapi
dalam dosis minimal untuk mempertahankan euvolemia. Diuretik
tiazid pada pengobatan gagal jantung tidak pernah diberikan sendiri
karena efek diuresisnya lemah, namun jika dikombinasikan dengan
diuretik kuat maka akan menunjukan efek sinergistik. Diuretik hemat
kalium merupakan diuretik lemah sehingga tidak efektif untuk
mengurangi volume, jadi diberikan apabila hipokalemia.
21
Tabel 9. Diuretik
➢ Vasodilator
o ACE-I
22
bilateral, Stenosis aorta berat, Kadar kalium serum >5,5 mmol/L,
Serum kreatinin > 2,5 mg/dL.
o ARB
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%,
kombinasi H- ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien
intoleran terhadap ACE- I/ARB/ARNI. Kontraindikasi; hipotensi
simtomatik, sindrom lupus dan gagal ginjal berat. Indikasi
pemberian H-ISDN; dosis awal Hydralazin 12,5 mg dan ISDN
10mg (2- 3x/hari), jika toleransi baik maka dititrasi naik sampai
dosis target (Hydralazin 50mg dan ISDN 20mg, 3-4 x/hari).
23
➢ Obat inotropik
Positif Digitalis
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, Digoxin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat walaupun
lebih mengutaman diberikanpenyekat beta. Tidak mempunyai efek
terhadap mortalitas tetapi dapat menurunkan angka rehospitalisasi
rawat inap. Dosis awal 0.25mg (1x/hari) pada pasien dengan fungsi
ginjal normal, sedangkan pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal
dosis diturunkan manjadi 0.125 atau 0.0625mg (1x/hari).
Kontraindikasi; blok AV derajat 2dan 3, riwayat intoleransi digoksin.
➢ β-bloker
➢ Antagonis aldosteron
24
kalium yang normal dalam serum. Kontraindikasi; konsentrasi
serum kalium >5,5mmol/L, serum kreatinin >2,5 mg/d,
kombinasi ACE-I dan ARB.
➢ Antitrombotik
25
akibatnya terjadi pengurangan agregrasi trombosit. Dosis
efektif aspirin yaitu 80 – 320mg/hari, dosisi lebih tinggi dapat
meningkatkan toksisitas (pendarahan) dan menjadi kurang
efektif. Pada infark miokard aspirin dapat mencegah
kambuhnya infark miokard. Efek samping; rasa tidak nyaman
di perut, mual, pendarahan saluran cerna.
26
obat-obat seperti antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antagonis
kalsium (non- dihidropiridin dan dihidropiridin kerja singkat,
antidepresi trisiklik, kortikosteroid danlitium.
Pasien harus memantau berat bada rutin setiap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikkan
dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
➢ Asupan cairan
➢ Aktivitas Fisik
➢ Diet
Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas
perlu diberikan diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah,
lipid darah atau berat badannya. Asupan NaCL harus dibatasi
27
menjadi 2 – 3g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang
sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5 – 2 L/hari
dipertimbangkan terutama untuk gagal jantung berat yang disertai
hiponatremia.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi dari gagal jantung dapat berupa syok kerdiogenik, infeksi
paru, gangguan keseimbangan elektrolit, penurunan kualitas hidup,
penurunan kapasitas fungsional, penurunan berat badan yang tidak disengaja
(cachexia jantung), disfungsi ginjal (penyakit kardiorenal), dan disfungsi hati
(kongesti hepatik). Kematian jantung mendadak merupakan komplikasi
potensial untuk pasien dengan HfrEF. 6
2.1.9 Prognosis
2.2. Hipokalemia
28
pembelahan dan pertumbuhan sel dikatalisis oleh kalium dan dipengaruhi oleh
konsentrasi dan perubahannya.10,11
+
Sangat penting, K intraseluler berpartisipasi dalam regulasi asam-
+
basa melalui pertukaran ion hidrogen ekstraseluler (H ) dan dengan
mempengaruhi laju produksi amonium ginjal. Mekanisme kontra regulasi ada
untuk mempertahankan diri dari perubahan kalium. Mekanisme ini berfungsi
+
untuk mempertahankan distribusi K yang tepat di dalam tubuh, serta
mengatur kandungan K + total tubuh. Kalium CES yang berlebihan (hiperkalemia)
menurunkan potensial membran, sedangkan hipokalemia menyebabkan
hiperpolarisasi dan non- responsif membran.). Jika keseimbangan kalium
terganggu (hipokalemia atau hiperkalemia) hal ini juga dapat menyebabkan
gangguan konduksi listrik jantung, disritmia dan bahkan kematian mendadak.
Keseimbangan kalium memiliki efek negative langsung pada keseimbangan
(H+) pada tingkat intraseluler dan ekstraseluler dan aktivitas seluler secara
keseluruhan.11 Hipokalemi dapat disebabkan oleh penurunan asupan kalium
atau kehilangan kalium yang berlebihan dalam urin atau melalui saluran
GI (muntah, diare) dan komorbiditas jantung yang mendasari, serta tinjauan
menyeluruh terhadap obat-obatan (insulin, agonis beta, penggunaan
diuretik).11
29
Tabel 14. Pengobatan Hipokalemi 11
• Jika pasien
hipomagnesemia: awalnya
berikan 4 mL MgSO 4 50%
(8 mmol) diencerkan dalam
10 mL NaCl 0,9% selama 20
menit, kemudian mulai infus
pertama 40 mmol KCl,
diikuti dengan penggantian
magnesium
30
BAB III
KESIMPULAN
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks, yang didasari oleh ketidak
mampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat
akibat adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung. Orang dengan gagal
jantung biasanya memiliki gejala yaitu sesak napas saat istirahat atau sedang
beraktivitas, rasa lemah tidak bertenaga, pembengkakan pergelangan kaki; gejala khas
gagal jantung yaitu takikardi, takipnu, efusi pleura, rales pada paru, peningkatan vena
jugular, hepatomegaly, dan edema perifer; dan tanda objektif abnormalitas struktur
jantung dan fungsi jantung saat istirahat yaitu kardiomegali, bising jantung, bunyi
jantung 3, peningkatan konsentrasi natriuretic peptide, dan abnormalitas pada
echocardiografi.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Zipes DP. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Tomaselli GF, editors. Braunwald‟s heart
disease a textbook of cardiovaskular medicine. 11th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p.
403-8, 490-511.
2. Lilly LS, editor. Pathophysiology of heart disease a collaborative project of medical
studentand faculty. 6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2016. p. 220-44.
3. Panggabean MM, Manurung D, Ghanie A. Gagal jantung, gagal jantung akut, gagal
jantung kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, editor. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta; InternaPublishing; 2015. h. 1134-55.
4. Setiawati A, Nafrialdi. Obat kardiovaskular, obat gagal jantung. Dalam: Gunawan SG,
Setiabudy R, Nafrialdi, Instiaty, editor. Farmakologi dan terapi. Jakarta: FKUI; 2016.
h. 304-6, 311-5.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana gagal
jantung. Edisi kedua. PERKI; 2020
6. Malik A, Brito D, Vaqar S, Chhabra L. Congestive heart failure. Treasure Island (FL):
StatPearls; 2022 Jan [updated 2021 Nov 2; cited: 2022 Apr 1 ]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430873/
7. Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi kementerian Kesehatan RI.
Jakarta Selatan: KEMKES RI; 2014 Sep 24 [cited: 2022 Apr 1]. Available from:
https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodati
n-jantung.pdf
8. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013
ACCF/AHA guideline for the management of heart failure. American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Guidelines. 2013:62(16):e153-
e193.
9. Wadson RDS, Gibbs CR, Lip GYH. Clinical features and complications. BMJ. 2020
Jan 22 [cited: 2022 Apr 1]; 320 (7229): 238-9. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117436/
10. Castro D, Sharma S. Hypokalemia. Treasure Island (FL): StatPearls; 22 Jan [ updated:
2021 Jul 20; cited 2022 Apr 1]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482465/
32
11. Kardalas E, Paschou SA, Anagnostis P, Muscogiuri G, Siasos G, Vrynidou A.
Hypokalemia: a clinical update. 2018 Mar 14 [cited: 2022 Apr 1]; 7(4): 135-44.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5881435/
33