Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN DENGAN FROZEN SHOULDER


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun oleh
Lutfiah Fadlilawati
21804101075

Pembimbing
dr. Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR

KEPANITERAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM ILMU


REHABILITASI MEDIK
RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,

Hidayah, serta Inayah-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus rehabilitasi medik ini dapat

diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik madya dan

menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang rehabilitasi medik pada pasien

dengan frozen shoulder.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran

membangun dari pembimbing klinik dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini.

Atas perhatiannya dalam penyusunan laporan kasus ini, penyusun mengucapkan banyak terima

kasih.

Penyusun menyampaikan ucapan terimakasih khususnya kepada dosen pembimbing dr.

Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR yang telah memberikan waktu, tenaga dan ilmu kepada

penyusun, serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan laporan ini.

Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan demi kemajuan

ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kedokteran.

Banyuwangi, 08 April 2021

Lutfiah Fadlilawati
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri dan

keterbatasan gerak pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya.

Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu menjadi

mengkerut dan membentuk jaringan parut (Cluett, 2007). Prevelensi kasus frozen

shoulder di RSUD Dr. Moewardi dari bulan mei sampai juni 2014 tercatat 22,7% dari

300 kasus. Pada kasus ini lebih sering terjadi pada wanita dengan usia 40 – 70 tahun.

Frozen Shoulder bersifat idiopatik atau penyebabnya tidak diketahui, diduga

penyakit ini merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil rusaknya

jaringan lokal, selain dugaan adanya repon auto immobilisasi ada juga faktor

predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang, diabetes melitus, kelumpuhan, pasca

operasi payudara dan infark miokardia (Cluett,2007).

Faktor yang menyebabkan terjadinya frozen shoulder adalah capsulitis

adhesiva dimana keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai

kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi serta tulang rawan,

ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara pelan-pelan, nyeri yang semakin

tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Tanda gejala pada kasus tersebut dapat

diatasi oleh fisoterapi.


Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan

gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan

penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan

mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (PerMenkes. No. 80 tahun 2013).

Modalitas fisioterapi pada kasus frozen shoulder berupa Micro Wave

Diatermy (MWD), Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) alat ini dapat

digunakan untuk mengurangi nyeri, Terapi Latihan berupa Shoulder Wheel serta

Terapi Manipulasi yang dapat mengurangi perlengketan jaringan sehingga dapat

digunakan untuk meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan Terapi Latihan

berupa Active Resisted Exercise yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan

otot.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaiamana penanganan rehabilitasi medik pada pasien frozen shoulder ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui modalitas dan jenis rehabilitasi medik pada pasien frozen

shoulder

1.4 Manfaat Penulisan

Dapat mengetahui modalitas dan jenis rehabilitasi medik pada pasien frozen

shoulder.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Usia : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Banyuwangi

Pekerjaan : Ibu Rumah Tannga

Pendidikan terakhir : SMA

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal Periksa : 16 Maret 2021

2.2. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Kaku bahu kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan  nyeri

pada bahu kiri terutama saat malam hari. Lalu nyeri hilang dengan

sendirinya tanpa pengobatan.


Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa bahu dan lengan

atas kiri nyeri senut-senut saat malam hari sehingga pasien sulit untuk

tertidur. Nyeri yang dikeluhkan menetap. Nyeri mulai dirasakan dari

pundak ke siku kiri. Nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan skala nyeri 1-

10 yang dirasakan pasien adalah diangka 5. Pasien tidak mengeluhkan

adanya kesemutan dan tebal pada bahu dan lengan atas kiri. Pasien

mengaku pernah melakukan pemijitan pada bahu dan lengan kiri dan

bertambah nyeri.

Hari masuk rumah sakit nyeri tidak membaik pasien mengeluhkan

bahu terasa kaku dan tidak bisa digerakkan tiba tiba setelah bangun tidur

pada pagi hari. Nyeri yang dirasakan menjalar dari pundak sampai ke siku

kiri. Nyeri yang dirasakan terus menerus, berdenyut dan seperti ditekan.

Nyeri yang dirasakan bila dalam skala nyeri 1-10 adalah diangka 7. Nyeri

yang dirasakan seperti tertimpa barang dan akan bertambah berat jika

posisi bahu diturunkan dan digerakkan ke belakang, sehingga ketika

penderita  mengenakan dan mengancingkan pakaian harus dibantu oleh

anak kost nya. Nyeri yang dirasakan mengganggu aktivitas pasien dan

membuat tidak nyaman sehingga pasien dibawa ke RSUD Blambangan ke

poli Orthopedi, kemudian pasien di suntik untuk meredakan nyeri dan di

sarankan untuk melakukan terapi di poli rehab medik. BAK dan BAB

pasien dalam batas normal tidak ada keluhan. Pasien mengatakan bahwa

dirinya pernah mengalami kecelakaan mobil 2 tahun yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit serupa : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

- Riwayat gangguan darah : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit serupa : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

5. Riwayat Alergi : disangkal

6. Riwayat Pengobatan

- Pasien di bawa ke poli orthopedi dan di terapi kemudian disarankan

untuk ke poli rehab medik.

7. Riwayat Kebiasaan : Melakukan aktivitas rumah tangga

8. Riwayat Ekonomi : menengah, pasien menggunakan pembayaran

tanpa asuransi atau BPJS

9. Riwayat Lingkungan : pasien tinggal Bersama anak-anak kost

10. Aktivitas sehari-hari : melakukan aktivitas rumah tangga

2.3. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : cukup, status gizi terkesan normoweight

2. Kesadaran : Composmentis (GCS E4V5M6)

3. Tanda Vital

a. Tensi : 130/90 mmHg

b. Nadi : 85x/menit, reguler

c. RR : 18x/menit, reguler
d. Suhu : 36,40C

4. Kulit

Warna kulit sawo matang, turgor kulit normal, ikterik (-), pucat (-), ptechie

(-)

5. Kepala

Bentuk normosephalic, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, makula (-),

papula (-), nodul (-)

6. Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), katarak

(-/-), edema palpebra (-/-), cowong (-/-), pupil isokor, diameter 3mm,

radang (-/-), lagoftalmus (-/-), epifora (-/-), celah mata tertutup.

7. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-)

8. Mulut

Sianosis (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-)

9. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-)

10. Tenggorokan

hiperemi (-), tonsil membesar (-/-).

11. Leher

Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)

12. Toraks

Simetris, retraksi subkostal (-), pembesaran kelenjar limfe (-)


Cor

I : ictus cordis tidak tampak

P : ictus cordis kuat angkat

P : Batas kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas : ICS II linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah : ICS V linea medio clavicularis sinistra

Batas kanan bawah : ICS IV linea para sterna dekstra

Pinggang jantung : ICS II linea para sternalis sinistra (kesan

jantung tidak melebar)

A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo : statis (depan dan belakang)

I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-)

P : fremitus taktil kanan = kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)

P : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

A : suara dasar vesikuler di semua lapang paru, suara tambahan (-)

Rhonki Wheezing

- - - -
- - - -
- - - -

13. Abdomen
I : dinding perut tampak datar

A : bising usus normal

P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)

P : timpani seluruh lapang perut

14. Sistem Collumna Vertebralis :

I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P : nyeri tekan (-)

15. Ektremitas:

Atas : bengkak (-/-), bekas luka (-/-), gemetar (-/-), akral dingin (-/-),

kesemutan (-/-), spasme m.upper trapesius (-/+), nyeri bahu (-/+)

Bawah : bengkak (-/-), bekas luka (-/-), gemetar (-/-), akral dingin (-/-),

kesemutan (-/-), kelemahan (-/-), nyeri lutut (+/+)

16. Sistem genetalia : dalam batas normal

STATUS NEUROLOGIS

 Skala VAS : 6
Sistem Motorik

Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah:

555 335
555 555

Besar

otot
 M. upper trapezius :

o Atrofi : -/-

o Pseudohypertropi : -/-

 M. deltoid

o Atrofi : -/-

o Pseudohypertropi : -/-

Palpasi otot

 M. upper trapezius :

o Nyeri : (-)

o Spasme : (+)
 M. deltoid

o Nyeri : (+)

o Spasme :

(+) 

Tonus Otot

Tonus Lenga Tungka

Kana n Kir Kana i kir

n i n i
Hypotonic (-) (-) (-) (-)
Spastic (-) (-) (-) (-)
Rigid (-) (-) (-) (-)
Rebound (-) (-) (-) (-)

phenomen

Gerakan-gerakan involunter

 Tremor : (-)

 Chorea : (-)

 Athetose : (-)

 Myokloni : (-)

 Fasikulasi : (-)
 Torsion spasme : (-)

 ballismus : (-)

Sistem Sensorik

Dermato DS

m
C5 22
C6 22
C7 22
C8 22
T1 22

Sistem Motorik

Dermato DS

m
C5 53
C6 53
C7 55
C8 55
T1 55

              Reflek Fisiologis dan Patologis

Reflek Reflek Patologis


Fisiologis
APR +2/+2 Chadox -/-
TPR +2/+2 Babinski -/-
BPR +2/+2 Openheim -/-
KPR +2/+2 Schaffer -/-
Rosolimo -/-
Bing -/-
Hoffman -/-
Tromer -/-
(keterangan : 0 = tidak ada gerakan, +1 = ada kontraksi tidak ada

gerakan sendi, +2 = normal, +3 = meningkat berlebihan, +4 = clonus

Test

o Appley Strach Test (+)

o Moseley Test (+)

o Kompresi (-)

o Distraksi (-)

o Valsava (-)

ROM

Wrist
Pergerakan Normal D S
Ektensi 60-70º 70º 70º
Fleksi 60-80 º 80º 80º
Deviasi Radius 20º 20º 20º
Deviasi Ulna 30º 30º 30º
Elbow
Pergerakan Normal D S
Ektensi 0º 0º 0º
Fleksi 140º-150º 150º 150º
Shoulder
Pergerakan Normal D S
Ektensi 50º-60º 60º 45º
Fleksi 150º-180º 180º 50º
Abduksi 170º 180º 45º
Adduksi 45º 130º 75º
Internal Rotasi 70º-90º 80º 80º
Eksternal rotasi 90º 90º 90º
Cervical
Pergerakan Normal D S
Lateral 45º 45º 35º

bending

(Fleksi)
Fleksi 45º-60º 55º 40º
Ekstensi 45º-75º 45º 60º
Rotasi 60º-80º 70º 70º

Susunan Syaraf Otonom

 Miksi : Normal

 Salivasi: Normal

 Defekasi : Normal

 Sekresi keringat : Normal


2.4 Pemeriksaan Penunjang

Kesan :

- Penyempitan intervertebral space corpus VC 5-6, 6-7


- Spondyloarthrosis VC 5,6,7 kiri yang tidak menyebabkan

penyempitan foramen intervertebralis VC 4-5, 5-6, 6-7

- Spondylosis cervicalis

- Penyempitan intervertebral space corpus VC 5-6, 6-7

- Spondyloarthrosis VC 5,6,7 kiri yang tidak menyebabkan

penyempitan foramen intervertebralis VC 4-5, 5-6, 6-7

- Spondylosis cervicalis

Kesan :
Tak tampak tanda tanda dislokasi maupun subluksasi glenohumeral joint kiri

2.5 Working Diagnosis

1. Diagnosa klinis: Frozen Shoulder Sinistra

2. Diagnosa topis: Glenohumeral Joint sinistra

3. Diagnosa etiologi : Frozen shoulder

4. Diagnosa Fungsional : Immobilisasi

2.6 Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

 Analsik 2x1 tab.

 Megabal 2x1 tab.

 Glucosamin 2x1 tab

b. Non Medikamentosa (Rehabilitasi Medik)

 Problem Rehabilitasi Medik

 Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan kiri dengan skala VAS 6

 Keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas dan pekerjaan

sehari–hari (contoh : memakai baju dan melakukan kegiatan

rumah tangga)
 Rasa cemas terhadap penyakitnya

Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik

Fisioerapi

Evaluasi :

 Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan kiri dengan skala VAS 6

 Keterbatasan dalam melaksanakan pekerjaan sehari–hari (contoh :

memakai baju dan melakukan kegiatan rumah tangga)

Program

 Micro wave diathermi pada regio glenohumeral joint sinistra dan

cervical selama 10-15 menit 2 kali seminggu

 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) selama 10 menit 2

kali seminggu

 Proper neck mechanism

 Neck stabiliting exercise


 Shoulder wheel exercise

2. Okupasi Terapi

Evaluasi :

 Keterbatasan untuk melakukan aktivitas dan pekerjaaan sehari hari seperti

memakai baju dan melakukan kegiatan rumah tangga

Program :

 Selama beraktivitas perhatikan proper neck mechanism

 Senam bahu sederhana

 Aktivitas tetap boleh dilakukan namun tidak berlebihan

 Apabila timbul rasa nyeri saat aktivitas segera beristirahat

Ortotik Prostetik

Evaluasi :

 Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan dengan skala VAS 6

 Keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas dan pekerjaan sehari–hari

(contoh : memakai baju dan melakukan kegiatan rumah tangga)

 Perbaikan temuan klinis (tes provokasi)

Program :

Penggunaan leukotape untuk menghilangkan nyeri

Psikologi
Evaluasi

o Penderita merasa sedikit cemas dengan sakitnya

o Penderita ingin penyakitnya sembuh 

Program :

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita

Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa cemas

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien dorongan mental

agar penderita rajin menjalankan program rehabilitasi medik dan

melakukan latihan dirumah yang diberikan agar penyakitnya cepat sembuh

Sosial Medik

Evaluasi

o Biaya pengobatan

o Keadaan saat beraktivitas sehari hari dirumah

Program

 Menggunakan program BPJS

 Mempertahankan posisi ergonomis saat beraktivitas

KIE terhadap pasien dan keluarga


 Menjelaskan tentang penyakit yang diderita

 Mengurangi aktivitas atau gerakan yang dapat memperberat

keluhan

 Minum obat sesuai anjuran dan melakukan fisioterapi dengan

rutin

 Mengajarkan latian bahu untuk mengurangi gejala yang timbul

dan menambah lingkup gerak sendi

Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad bonam

 Quo ad functionam : dubia ad bonam

 Quo Sanationam : dubia ad bonam


Tanggal Follow Up
18/03/2020 Keluhan

-Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan

-Keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas dan pekerjaan

sehari–hari

Pemeriksaan status lokalis :

VAS 5

Tes provokasi :

Appley starch Test (+) Kompresi (+) Distraksi (-) Moseley test

(+)

ROM :
Ekstensi ; 50

Fleksi : 65

Abduksi : 65

Adduksi : 80

Internal Rotasi : 80

Eksternal Rotasi : 90

Problem rehabilitasi Medik :

 Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan dengan skala VAS 5

Program Rehabilitasi Medik :

-Modalitas fisioterapi berupa micro wave diathermi pada

regio bahu kiri dan servical selama 10-15 menit 2 kali

seminggu

-Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) selama 10

menit 2 kali seminggu

-Proper neck position

-Neck stability exercise

-Shoulder wheel exercise


26/03/21 Keluhan

-Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan


-Keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas dan pekerjaan

sehari–hari

Pemeriksaan status lokalis :

VAS 5

Tes provokasi :

Appley starch Test (+) Kompresi (+) Distraksi (-) Moseley test

(+)

ROM :

Ekstensi ; 65

Fleksi : 85

Abduksi : 85

Adduksi : 80

Internal Rotasi : 80

Eksternal Rotasi : 90

Problem rehabilitasi Medik :

 Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan dengan skala VAS 5

Program Rehabilitasi Medik :

-Modalitas fisioterapi berupa micro wave diathermi pada


regio bahu kiri dan servical selama 10-15 menit 2 kali

seminggu

-Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) selama 10

menit 2 kali seminggu

-Proper neck position

-Neck stability exercise

-Shoulder wheel exercise

30/3/2021 Keluhan

-Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan

-Keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas dan pekerjaan

sehari–hari

Pemeriksaan status lokalis :

VAS 5

Tes provokasi :

Appley starch Test (+) Kompresi (+) Distraksi (-) Moseley test

(+)

ROM :

Ekstensi ; 70

Fleksi : 95
Abduksi : 95

Adduksi : 80

Internal Rotasi : 80

Eksternal Rotasi : 90

Problem rehabilitasi Medik :

 Nyeri bahu kiri menjalar ke lengan dengan skala VAS 5

Program Rehabilitasi Medik :

-Modalitas fisioterapi berupa micro wave diathermi pada

regio bahu kiri dan servical selama 10-15 menit 2 kali

seminggu

-Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) selama 10

menit 2 kali seminggu

-Proper neck position

-Neck stability exercise

-Shoulder wheel exercise


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Fungsional

Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis scapulae

dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai mangkuk sendi

glenohumeral yang terletak di anterosuperior angulus scapulae yaitu pertengahan

antara acromion dan processus cocacoideus (Porterfield & De rosa, 2004). Sedangkan

caput humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3

cm dan menghadap ke superior, medial, dan posterior. Berdasarkan bentuk

permukaan tulang pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball and

socket joint. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 struktur sendi bahu

Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan fossa glenoidalis

scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh

fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak stabil.

Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen,

otot, dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004). Ligamen pada sendi glenohumeral

antara lain ligament coracohumeral dan ligament glenohumeral. Ligament

coracohumeral terbagi menjadi 2, berjalan dari processus coracoideus samapai

tuberculum mayor humeri dan tuberculum minor humeri. Sedangkan ligament

glenohumeral terbagi menjadi 3 yaitu : (1) superior band yang berjalan dari tepi atas

fossa glenoidalis scapulae sampai caput humeri, (2) middle band yang berjalan dari

tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri, (3) inferior band yang
berjalan menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput

humeri (Porterfield & De rosa, 2004).

Gambar 2.2 Struktur sendi bahu dilihat dari anterior

Kapsul sendi merupakan pembungkus sendi yang berasal dari fossa

glenoidalis scapulae sampai collum anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi menjadi

dua lapisan yaitu : kapsul synovial dan kapsul fibrosa (Neumann, 2002).

1. Kapsul synovial (lapisan dalam)

Kapsul synovial mempunyai jaringan fibrocolagen agak lunak dan tidak

memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan

synovial dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi (Suharto, 1999).

Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada pada tiap-tiap

sendi antar 1 sampai 3 ml (Price & Wilson, 1994).


2. Kapsul fibrosa (lapisan luar)

Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor dan

pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi regenerasi kapsul

sendi (Neumann, 2002).

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari m. supraspinatus, m.

infraspinatus, m. teres minor dan m.subscapularis (Snell, 2000).

a. m. Supraspinatus

m. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae, berinsertio di

bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi

oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah membantu m.deltoideus melakukan

abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa glenoidalis scapulae.

b. m. Infraspinatus

m. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae, berinsertio di bagian

tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi oleh n.

suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan

articulation.

c. m. Teres minor

m. Teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae berinsertio di

bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi
oleh cabang n. axillais. Otot ini berfungsi melakukan eksorotasi bahu dan

menstabilakan articulation humeri.

d. m. Subscapularis

m. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan anterior

scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri yang disarafi oleh n.

subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior plexus brachialis.

Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan membantu menstabilkan sendi

yang dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.

Sendi glenohumeral memiliki beberapa karakteristik, antara lain : (1)

perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding, (2) kapsul

sendinya relatif lemah, (3) otot-otot pembungkus sendi relatif lemah, (4) gerakanya

paling luas, (5) stabilitas sendi relatif kurang stabil (Suharto, 1999). Gerakan yang

dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara lain fleksi, ekstensi, abduksi,

eksorotasi, endorotasi, dan sirkumduksi (Snell, 2000).

3.2 Frozen Shoulder

3.2.1 Definisi

Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan oleh

elemen jaringan non-kontraktil atau gabungan antara jaringan non-kontraktil dan

kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan

nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsular yaitu rotasi eksternal

paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal (Hand et al., 2007; Uhthoff
& Boileau, 2007). Frozen shoulder adalah semua gangguan pada sendi bahu yang

menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi (Kuntono, 2004).

Dari definisi frozen shoulder yang dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa frozen shoulder adalah gangguan pada sendi bahu yang dapat menimbulkan

nyeri di sekitar sendi bahu dan selalu menimbulkan keterbatasan gerak sendi ke

semua arah gerakan sehingga akan menimbulkan terjadinya permasalahan baik

permasalahan fisik maupun penurunan aktivitas fungsional.

3.2.2 Etiologi

Frozen shoulder merupakan sindroma yang ditandai dengan adanya

keterbatasan gerak idiopatik pada bahu yang biasanya menimbulkan rasa nyeri pada

fase awal. Sebab-sebab sekunder meliputi perubahan stuktur pendukung dari dan

sekitar sendi bahu dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang lain (Siegel,et

al, 2005).

Faktor etiologi frozen shoulder antara lain :

a. Usia dan Jenis kelamin

Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang berusia 40-60 tahun dan

biasanya wanita lebih banyak terkena dari pada pria.

b. Gangguan endokrin

Penderita diabetes mellitus beresiko tinggi terkena, gangguan endokrin yang

lain misalnya masalah thyroid dapat pula mencetuskan kondisi ini (Donatelli, 2004).
c. Trauma sendi

Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada sendi bahu atau

menjalani operasi bahu (seperti tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur)

dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama akan beresiko tinggi

mengalami frozen shoulder (Donatelli, 2004)

d. Kondisi sistemik

Beberapa kondisi sistemik seperti penyakit jantung dan Parkinson dapat

meningkatkan resiko terjadinya frozen shoulder (Donatelli, 2004).

e. Aktivitas

Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga aerobik, menari,

golf, renang, permainan raket seperti tenis dan badminton, dan olahraga melempar,

bahkan panjat tebing telah diminati banyak orang. Orang lainnya ada juga yang

meluangkan waktu untuk belajar dan bermain alat musik. Semua kegiatan ini dapat

menuntut kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu. Demikian

pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan penggunaan otot tubuh bagian atas

dan bahu yang sangat spesifik dan tepat untuk setiap kegiatan. Akibat dari

peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat dalam berbagai kegiatan

tersebut, gangguan sendi bahu seperti frozen shoulder sekarang muncul dengan

frekuensi yang lebih besar (Porterfield & De rosa, 2004)


3.2.3 Patologi

Perubahan patologi yang merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal

berupa inflamasi pada membran synovial, menyebabkan perlengketan pada kapsul

sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan synovial sendi glenohumeral dan

selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menyempit.

Frozen shoulder atau sering juga disebut capsulitis adhesive umumnya akan

melewati proses yang terdiri dari beberapa fase yaitu,

Fase nyeri (Painful): Berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien mengalami nyeri

spontan yang seringkali parah dan mengganggu tidur. Pasien takut menggerakkan

bahunya sehingga menambah kekakuan. Pada akhir fase ini, volume kapsul

glenohumeral secara signifikan berkurang.

Fase kaku (Freezing): Berlangsung antara 4-12 bulan. Fase ini ditandai

dengan hyperplasia sinovial disertai proliferasi fibroblastik pada kapsul sendi

glenohumeralis. Rasa sakit seringkali diikuti dengan fase kaku.

Fase beku (frozen): Berlangsung antara 9-15 bulan. Di fase ini patofisiologi

sinovial mulai mereda/membaik tetapi adesi terjadi dalam kapsul diikuti penurunan

volume intra-articular dan kapsul sendi. Pasien mengalami keterbatasan lingkup

gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan

abduksi dan rotasi internal.


Fase mencair (Thawing Phase): Fase ini berlangsung antara 15-24 bulan. Fase

akhir ini digambarkan sebagai mencair ditandai dengan kembalinya ROM secara

berangsur-angsur (Hannafin & Chiaia, 2000)

Cedera teringan terjadinya frozen shoulder adalah jenis gesekan yang dapat

menyebabkan reaksi radang lokal maupun tendinitis. Penyakit ini biasanya sembuh

dengan sendirinya, tetapi bila disertai dengan impairment yang lebih lama dan

terutama pada orang tua dapat terjadi kerobekan kecil, ini dapat diikuti dengan

pembentukan jaringan parut, metaplasia, fibrikartilaginosa maupun pengapuran

tendon. Penyembuhan disertai dengan reaksi vaskuler dan kongesti lokal yang

menyebabkan rasa nyeri dan menyebabkan kelainan lebih lanjut (Apley, 1993).

Rasa sakit dari daerah bahu sering menghambat pasien frozen shoulder dalam

melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dan ini adalah salah satu alasan

penurunan kekuatan dan ketahanan otot bahu ( Sandor & Brone, 2000). Karena

stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh sistem muscolotendinogen, maka

gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan menurunya

mobilitas sendi sehingga mengakibatkan keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat

pada penurunan aktivitas fungsional (Donatelli, 2004).

3.2.4 Klasifikasi

Frozen shoulder dibagi menjadi dua tipe berdasarkan patologinya yaitu:

primer atau idiopatik frozen shoulder dan sekunder frozen shoulder (Siegel et al.,

1999). Primer atau idiopatik frozen shoulder yaitu frozen shoulder yang tidak
diketahui penyababnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita daripada

pria terutama pada usia lebih dari 45 tahun. Frozen shoulder biasanya terjadi pada

lengan yang tidak dominan dan lebih sering terjadi pada orang yang bekerja dengan

gerakan bahu yang sama secara berulang-ulang. Sekunder frozen shoulder yaitu

frozen shoulder yang terjadi setelah trauma berarti pada bahu misalnya fraktur,

dislokasi, dan luka bakar yang berat. Meskipun trauma terjadi beberapa tahun

sebelumnya (Siegel et al., 1999).

Frozen shoulder sekunder dibagi menjadi 3 subkategori berdasarkan

hubungannya dengan penyakit lain : Intrinsik, ekstrinsik dan sistemik (Jurgel et al.,

2005; Kelley et al., 2009). Intrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun

pasif ROM yang disebabkan oleh gangguan pada otot-otot rotator cuff (seperti

tendinitis, ruptur parsial atau penuh), tendonitis otot-otot biceps, atau kalsifikasi

tendinitis (pada kasus kalsifikasi tendonitis, temuan radiografi yang diterima

termasuk deposit kalsifikasi di dalam ruang subacromial/tendon-tendon rotator cuff).

Ekstrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun pasif lingkup gerak

sendi yang diketahui disebabkan oleh faktor yang berada di luar bahu yang

mempengaruhi gerakan bahu, sebagai contoh: keterbatasan gerak bahu sehubungan

dengan post operasi kanker payudara ipsilateral, cervical radikulopati, tumor thorax,

akibat kecelakaan cerebrovascular , atau factor ekstrinsik yang lebih lokal seperti:

fraktur shaft humeri, abnormalitas sendi scapulothoracal, arthritis sendi

acromioclavicular dan fraktur clavicula.


Sistemik, merupakan keterbatasan gerak yang disebabkan gangguan sistemik,

tetapi tidak terbatas pada diabetes mellitus, juga hyper/hypothyroidism,

hypoadrenalism, atau kondisi-kondisi lain yang mempunyai hubungan dengan

perkembangan frozen shoulder (Brotzman & Manske, 2011; Zuckerman & Rokito,

2011).

3.2.5 Tanda dan Gejala

Frozen shoulder ditandai dengan adanya keterbatasan LGS glenohumeral

yang nyata, baik gerakan aktif maupun gerakan pasif. Nyeri dirasakan pada daerah m.

Deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai menggangu tidur. Sifat

keterbatasan meliputi pola kapsuler yaitu keterbataan gerak sendi yang spesifik

mengikuti struktur kapsul sendi. Sendi bahu mengikuti keterbatasan yang paling

terbatas yaitu eksoritasi, endorotasi, dan abduksi (Kuntono, 2004). Tanda dan gejala

frozen shoulder adalah nyeri terutama ketika meraih ke belakang dan elevasi bahu

dan rasa tidak nyaman biasanya dirasakan pada daerah anterolateral bahu dan lengan

(Sheon et al., 1996).

Tanda dan gejala lainnya frozen shoulder biasanya tidak terlihat kecuali

sedikit pengecilan otot dan mungkin juga terdapat rasa nyeri, tetapi gerakan selalu

terbatas. Pada kasus yang berat bahu sangat kaku (Apley & Solomon, 1995).

Pada kasus ini, nyeri yang terletak di anterolateral sendi dan menyebar ke

bagian anterior lengan atas, kadang-kadang juga ke bagian fleksor lengan bawah.

Rasa tidak nyaman memburuk pada malam hari dan biasanya mengganggu tidur.
Tenderness terjadi di sekitar caput humeri dan sulcus bicipitalis. Gerakan pasif

maupun aktif terbatas pada semua arah gerakan, nyeri muncul pada gerak ekstrim.

Pada stadium akut, spasme otot terlihat pada semua otot di sekitar bahu (Turek,

1997).

Dari gejala dan tanda tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gejala dan

tanda yang khas dari frozen shoulder adalah nyeri, kekakuan, keterbatasan pada luas

gerak sendi bahu. Kadang-kadang disertai dengan penurunan kekuatan otot sekitar

bahu dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional karena tidak digunakan (Kenny,

2006).

3.2.6 Activities limitation

Masalah aktivitas yang sering ditemukan pada penderita frozen shoulder

adalah tidak mampu menyisir rambut; kesulitan dalam berpakaian; kesulitan memakai

breastholder (BH) bagi wanita; mengambil dan memasukkan dompet di saku

belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu (Jurgel et al., 2005;

Kelley et al., 2009; Hsu et al., 2011). Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar

oleh sistem muscolotendinogen, maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan

menyebabkan nyeri dan menurunnya mobilitas sendi sehingga mengakibatkan

keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat pada penurunan aktivitas fungsional

(Donatelli, 2004) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut


Gambar 3.3 Keterbatasan gerak fungsional sendi bahu

3.3 Terapi

Pada kasus Frozen Shoulder akibat Capsulitis Adhesiva penulis menggunakan

intervensi fisioterapi berupa :

a. Micro Wave Diatermy (MWD)


Pengurangan rasa nyeri dapat diperoleh melalui efek stressor yang

menghasilkan panas. Juga melalui mekanisme rociceptor, pada cedera jaringan

dihasilkan produk-produk yang merangsang nociceptor seperti prostaglandin dan

histamin. Apabila produk-produk tersebut dihilangkan, maka rangsangan terhadap

nociceptor akan hilang atau berkurang. Hal ini dapat diperoleh dengan meningkatkan

peredaran darah untuk mengangkut produk-produk tersebut melalui pemberian

MWD. Pemberian MWD dapat menghasilkan reaksi lokal pada jaringan dimana akan

meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatic lokal dan akhirnya

terjadi vasodilatasi lokal pada jaringan dan perbaikan metabolisme ( Heri dan Lisa,

2006).

b. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang

sistem saraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri

(Slamet, 2006). Dalam kasus ini menggunakan metode umum dimana pemasangan

elektroda pada atau sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan

paling sering digunakan sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah

nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri ataupun letak yang paling optimal yang

hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri (Slamet, 2006).

c. Terapi Manipulasi

Terapi manipulasi adalah Terapi menggunakan gerakan pasif dengan syarat

gerakan pasif tersebut dapat menghilangkan kekakuan sendi. Gerakan pasif yang
digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga

pasien tidak mampu menghentikan gerakan yang terjadi ( Mudatsir, 2012 ).

d. Terapi Latihan

1) Active exercise

Pada kasus ini penulis menggunakan Active Ressisted Exercise dimana

gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot yang bersangkutan dan mendapat bantuan

dari luar. Apabila kerja otot tidak cukup untuk melakukan suatu gerakan maka

diperlukan kekuatan dari luar. Kekuatan tersebut harus diberikan dengan arah yang

sesuai ( wishnu, 2010).

2) Shoulder Wheel

Shoulder wheel merupakan alat yang digunakan untuk membantu menambah

lingkup gerak sendi secara aktif pada pasien frozen shoulder dan dapat juga sebagai

penguatan otototot pada bahu. Untuk pegangannya dapat disesuikan tinggi

rendahanya tergantung pasien itu sendiri. Pada dasarnya latihan menggunakan alat ini

digunakan untuk menambah lingkup gerak sendi dengan meminimalis rasa nyeri yang

timbul karena gerakan dilakukan sesuai toleransi pasien dan ditambah secara bertahap

(Nurdin, 2013).
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa Ny.S 65 tahun didapatkan keluhan bahu kiri susah

digerakkan, keluhan disertai nyeri yang menjalar hingga lengan kiri sehingga

mengganggu aktivitas sehari-hari. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini


ditemukan keterbatasan lingkup gerak pada bahu kiri dan penurunan kekuatan otot

bahu. Gejala yang dialami pasien berupa sulit menggerakkan bahu terutama kea rah

belakang (seperti mengambil dompet di saku celana belakang) merupakan salah satu

geja khas frozen shoulder. Selain itu, pasien juga pernah mengalami kecelakaan 2

tahun yang lalu yang dapat menjadi salah satu factor resiko terjadinya frozen

shoulder.

Lingkup gerak sendi adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada suatu

sendi yang dilakukan dalam posisi anatomis. Lingkup gerak sendi pada keadaan

normal adalah fleksi 180º, ekstensi 60º, abduksi 170º, adduksi 45º, endorotasi 80º,

dan eksorotasi 90º.

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru yang terdiri atas bonggol

sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga

memungkinkan seseorang dapat menggerakan lengannya secara leluasa dan

melaksanakan aktivitas sehari-hari. Namun struktur demikian akan menimbulkan

ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini menimbulkan gangguan pada bahu.

Adanya perubahan patologi pada sendi bahu akan merespon terhadap

rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada system muskulotendinogen sehingga

terdapat gangguan pada otot-otot bahu tersebut yang menyebabkan nyeri,

menurunnya mobilitas sehingga mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi

bahu.
Secara garis besar keterbatasan gerak pada sendi yang mengakibatkan nyeri

bisa karena inflamasi dan non inflamasi. Kemungkinan dari penyakit pasien ini

adalah gangguan pada saraf sevikalnya yang terlihat pada hasil pemeriksaan foto X-

Ray didapatkan kesan penyempitan intervertebral space corpus VC-5. Hasil ini sesuai

dengan temuan klinis pada pasien yang merasakan nyeri dan kaku sesuai myotom

VC-5 yaitu pada m.deltoideus. .

Pada foto X-Ray tampak adanya gambaran paracervical muscle spasm,

namun hasil anamnesa mengatakan bahwa pasien tidak erasakan kaku ataupun nyeri

pada lehernya. Hal ini dapat disebabkan oleh intensitas nyeri yang dirasakan pada

bahu pasien lebih kuat daripada di daerah leher, sehingga pasien tidak mengeluhkan

hal tersebut.

Dari bukti klinis yang diperoleh di atas disertai hasil pemeriksaan

laboratorium dan radiologis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini

memiliki rmanifestasi sebagai frozen shoulder pada bahu dan lengan kiri atas.

Terapi rehabilitasi medis yang dapat diberikan diantaranya adalah fisioterapi

(MWD, TENS), exercise, dan ortosis. Pemberian fisioterapi menggunakan MWD

bertujuan untuk relaksasi otot dan melancarkan peredaran darah sehingga spasme otot

berkurang dan menghalangi masuknya nosiseptif di medulla spinalis sehingga nyeri

yang dirasakan juga berkurang.

Exercise menggunakan shoulder wheel dignakan untuk membantu menambah

lingkup gerak sendi secara aktif pada pasien dan dapat juga sebagai penguatan otot-
otot pada bahu. Terapi rehabilitasi medik lainnya berupa okupasi untuk memudahkan

pasien melakukan aktifitas sehari-hari dengan neck proper mechanism agar

mengurangi nyeri yang dirasakan . Kemudian dilakukan terapi psikologi untuk

menjalin hubungan baik dengan pasien dan motivasi pasien agar rajin menjalankan

program rehabilitasi medis.

BAB V

PENUTUP
Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan oleh

elemen jaringan non-kontraktil atau gabungan antara jaringan non-kontraktil dan

kontraktil yang mengalami fibroplasia, baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan

nyeri.

Pada kasus Frozen Shoulder pemberian Tindakan fisioterapi dengan

menggunakan MWD, TENS, dan terapi Latihan terhadap NY.S 65 thn menunjukkan

hasil bahwa ada penurunan nyeri yang diukur dengan skala VAS, penurunan spasme

otot diukur dengan palpasi, peningkatan lingkup gerak sendi diukur dengan

goniometri.
Daftar Pustaka

Blanchard et al., 2010, V. Blanchard, S. Barr, F.L. Cerisola, The


effectiveness of corticosteroid injections compared with
physiotherapeutic interventions
for adhesive capsulitis: a systematic review, Physiotherapy,
Vol. 96, Iss. 2, 2010, 95-107
nd
Caillet R, 1981, Shoulder pain , 2   ed, Philadelphia : FA Davis
Company, 1981:82-9.

David. Ring. 2009. Aprroach to The Patient with Shoulder Pain.


In Primary Care Medicine. Lippincott Williams and
Wilkins. p:150

Djohan Aras. 2004. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder.


Akfis: Ujungpandang

Donatelli, Robert, Wooden, Micheal J. 1999. Orthopaedic Physical


therapy. Churchil Livingstone Inc. hal: 160
Dudkiewicz et al., 2004, I. Dudkiewicz, A. Oran, M. Salai, R. Palti,
M. Pritsch, Idiopathic adhesive capsulitis: long-term results
of conservative treatment, The Israel Medical Association
Journal, Vol. 6, Iss. 9, 2004, 524-526

Golfried Sianturi, 2008, Studi komparatif injeksi dan oral


triamcinolone acetonide pada sindroma frozen shoulder .
Semarang. 2008.

Green et al., 2003, S. Green, R. Buchbinder, S.E. Hetrick,


Physiotherapy interventions for shoulder pain, Cochrane
Database of Systematic Reviews, Vol. 2, 2003, CD004258

Jewell et al., 2009, D.V. Jewell, D.L. Riddle, L.R. Thacker,


Interventions associated with an increased or decreased
likelihood of pain reduction and improved function in
patients with adhesive capsulitis: a retrospective cohort
study, Physical Therapy, Vol. 89, Iss. 5, 2009, 419-429
Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codman’s
Exercise. American  Academy of Orthopaedic Surgeons.

Lubiecki and Carr, 2007, M. Lubiecki, A. Carr, Frozen shoulder:


past, present, and future, Journal of Orthopaedic Surgery,
Vol. 15, Iss. 1, 2007, 1-3

Mancini RM, 2009. Musculoskeletal pain . In: Halstead LS, Grabois


M, eds. Medical Rehabilitation. New York : Raven Press,
1985 : 91 – 107.
Neviaser and Hannafin, 2010, A.S. Neviaser, J.A. Hannafin, Adhesive
capsulitis: a review of current treatment, The American
Journal of Sports Medicine, Vol. 38, Iss. 11, 2010, 2346-
2356

Priguna, Sidharta. 2003. Sakit neuromuskuloskeletal dal praktek


umum. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Sidharta.P. Sakit neuromuskuloskeletal dalam praktek umum. Jakarta,


PT Dian Rakyat, 1984 : 99 – 102.

Soeharyono. 2004. Sinkronisasi gerak persendian daerah gelang bahu


pada gerak abduksi lengan. Maj Fisioterapi 2004: 2(23).

Soren and Fetto, 1996, A. Soren, J.F. Fetto, Contracture of the


shoulder joint, Archives of Orthopaedic and Trauma Surgery,
Vol. 115, Iss. 5, 1996, 270- 272

Thamrinsyam H, 2000, The management of musculoskeletal disorders.


In. Management of inflamatory disease after year 2000,
Jakarta : PT. Schering Plough Indonesia Tbk, 2000 : 24 – 42.

Uhthoff and Boileau, 2007, H. Uhthoff, P. Boileau, Primary frozen


shoulder: a global capsular stiffness versus localized
contracture, Clinical Orthopaedics and Related Research,
Vol. 456, 2007, 79-84

Williams & Wilkins, 2005 , Orthopedic Rehabilitation, Assesment,


rd
and Enablement 3 Edition., Philadelphia, USA 

Woodward W. Thomas, Best M. Thomas, 2000 The Painful


Shoulder :Part I. Clinical evaluation, American Academy of
Family Physicians,
http://www.aafp.org/afp/20000515/3079.html
Wong and Tan, 2010, P.L.K. Wong, H.C.A. Tan, A review on frozen
shoulder, Singapore Medical Journal, Vol. 51, 2010, 694-697

Zuckerman and Rokito, 2011, J. Zuckerman, S. Rokito, Definition


and classification of frozen shoulder: a consensus approach,
Journal of Shoulder and Elbow Surgery, Vol. 20, 2011, 322-
335

Anda mungkin juga menyukai