Disusun oleh
Lutfiah Fadlilawati
21804101075
Pembimbing
dr. Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, serta Inayah-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus rehabilitasi medik ini dapat
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik madya dan
menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang rehabilitasi medik pada pasien
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran
membangun dari pembimbing klinik dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini.
Atas perhatiannya dalam penyusunan laporan kasus ini, penyusun mengucapkan banyak terima
kasih.
Ingrid Melia Kartika, Sp. KFR yang telah memberikan waktu, tenaga dan ilmu kepada
penyusun, serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan laporan ini.
Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan demi kemajuan
Lutfiah Fadlilawati
BAB I
PENDAHULUAN
keterbatasan gerak pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya.
mengkerut dan membentuk jaringan parut (Cluett, 2007). Prevelensi kasus frozen
shoulder di RSUD Dr. Moewardi dari bulan mei sampai juni 2014 tercatat 22,7% dari
300 kasus. Pada kasus ini lebih sering terjadi pada wanita dengan usia 40 – 70 tahun.
jaringan lokal, selain dugaan adanya repon auto immobilisasi ada juga faktor
predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang, diabetes melitus, kelumpuhan, pasca
adhesiva dimana keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai
kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi serta tulang rawan,
ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara pelan-pelan, nyeri yang semakin
tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Tanda gejala pada kasus tersebut dapat
Diatermy (MWD), Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) alat ini dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri, Terapi Latihan berupa Shoulder Wheel serta
digunakan untuk meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan Terapi Latihan
berupa Active Resisted Exercise yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan
otot.
Untuk mengetahui modalitas dan jenis rehabilitasi medik pada pasien frozen
shoulder
Dapat mengetahui modalitas dan jenis rehabilitasi medik pada pasien frozen
shoulder.
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Usia : 65 tahun
Alamat : Banyuwangi
Agama : Islam
Suku : Jawa
2.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
pada bahu kiri terutama saat malam hari. Lalu nyeri hilang dengan
atas kiri nyeri senut-senut saat malam hari sehingga pasien sulit untuk
pundak ke siku kiri. Nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan skala nyeri 1-
adanya kesemutan dan tebal pada bahu dan lengan atas kiri. Pasien
mengaku pernah melakukan pemijitan pada bahu dan lengan kiri dan
bertambah nyeri.
bahu terasa kaku dan tidak bisa digerakkan tiba tiba setelah bangun tidur
pada pagi hari. Nyeri yang dirasakan menjalar dari pundak sampai ke siku
kiri. Nyeri yang dirasakan terus menerus, berdenyut dan seperti ditekan.
Nyeri yang dirasakan bila dalam skala nyeri 1-10 adalah diangka 7. Nyeri
yang dirasakan seperti tertimpa barang dan akan bertambah berat jika
anak kost nya. Nyeri yang dirasakan mengganggu aktivitas pasien dan
sarankan untuk melakukan terapi di poli rehab medik. BAK dan BAB
pasien dalam batas normal tidak ada keluhan. Pasien mengatakan bahwa
6. Riwayat Pengobatan
3. Tanda Vital
c. RR : 18x/menit, reguler
d. Suhu : 36,40C
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, turgor kulit normal, ikterik (-), pucat (-), ptechie
(-)
5. Kepala
Bentuk normosephalic, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, makula (-),
6. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), katarak
(-/-), edema palpebra (-/-), cowong (-/-), pupil isokor, diameter 3mm,
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-)
8. Mulut
9. Telinga
10. Tenggorokan
11. Leher
12. Toraks
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-)
P : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
13. Abdomen
I : dinding perut tampak datar
P : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)
15. Ektremitas:
Atas : bengkak (-/-), bekas luka (-/-), gemetar (-/-), akral dingin (-/-),
Bawah : bengkak (-/-), bekas luka (-/-), gemetar (-/-), akral dingin (-/-),
STATUS NEUROLOGIS
Skala VAS : 6
Sistem Motorik
555 335
555 555
Besar
otot
M. upper trapezius :
o Atrofi : -/-
o Pseudohypertropi : -/-
M. deltoid
o Atrofi : -/-
o Pseudohypertropi : -/-
Palpasi otot
M. upper trapezius :
o Nyeri : (-)
o Spasme : (+)
M. deltoid
o Nyeri : (+)
o Spasme :
(+)
Tonus Otot
n i n i
Hypotonic (-) (-) (-) (-)
Spastic (-) (-) (-) (-)
Rigid (-) (-) (-) (-)
Rebound (-) (-) (-) (-)
phenomen
Gerakan-gerakan involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Athetose : (-)
Myokloni : (-)
Fasikulasi : (-)
Torsion spasme : (-)
ballismus : (-)
Sistem Sensorik
Dermato DS
m
C5 22
C6 22
C7 22
C8 22
T1 22
Sistem Motorik
Dermato DS
m
C5 53
C6 53
C7 55
C8 55
T1 55
Test
o Kompresi (-)
o Distraksi (-)
o Valsava (-)
ROM
Wrist
Pergerakan Normal D S
Ektensi 60-70º 70º 70º
Fleksi 60-80 º 80º 80º
Deviasi Radius 20º 20º 20º
Deviasi Ulna 30º 30º 30º
Elbow
Pergerakan Normal D S
Ektensi 0º 0º 0º
Fleksi 140º-150º 150º 150º
Shoulder
Pergerakan Normal D S
Ektensi 50º-60º 60º 45º
Fleksi 150º-180º 180º 50º
Abduksi 170º 180º 45º
Adduksi 45º 130º 75º
Internal Rotasi 70º-90º 80º 80º
Eksternal rotasi 90º 90º 90º
Cervical
Pergerakan Normal D S
Lateral 45º 45º 35º
bending
(Fleksi)
Fleksi 45º-60º 55º 40º
Ekstensi 45º-75º 45º 60º
Rotasi 60º-80º 70º 70º
Miksi : Normal
Salivasi: Normal
Defekasi : Normal
Kesan :
- Spondylosis cervicalis
- Spondylosis cervicalis
Kesan :
Tak tampak tanda tanda dislokasi maupun subluksasi glenohumeral joint kiri
2.6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
rumah tangga)
Rasa cemas terhadap penyakitnya
Fisioerapi
Evaluasi :
Program
kali seminggu
2. Okupasi Terapi
Evaluasi :
Program :
Ortotik Prostetik
Evaluasi :
Program :
Psikologi
Evaluasi
Program :
Sosial Medik
Evaluasi
o Biaya pengobatan
Program
keluhan
rutin
Prognosis
sehari–hari
VAS 5
Tes provokasi :
Appley starch Test (+) Kompresi (+) Distraksi (-) Moseley test
(+)
ROM :
Ekstensi ; 50
Fleksi : 65
Abduksi : 65
Adduksi : 80
Internal Rotasi : 80
Eksternal Rotasi : 90
seminggu
sehari–hari
VAS 5
Tes provokasi :
Appley starch Test (+) Kompresi (+) Distraksi (-) Moseley test
(+)
ROM :
Ekstensi ; 65
Fleksi : 85
Abduksi : 85
Adduksi : 80
Internal Rotasi : 80
Eksternal Rotasi : 90
seminggu
30/3/2021 Keluhan
sehari–hari
VAS 5
Tes provokasi :
Appley starch Test (+) Kompresi (+) Distraksi (-) Moseley test
(+)
ROM :
Ekstensi ; 70
Fleksi : 95
Abduksi : 95
Adduksi : 80
Internal Rotasi : 80
Eksternal Rotasi : 90
seminggu
TINJAUAN PUSTAKA
dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai mangkuk sendi
antara acromion dan processus cocacoideus (Porterfield & De rosa, 2004). Sedangkan
caput humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3
permukaan tulang pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball and
socket joint. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 struktur sendi bahu
Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan fossa glenoidalis
scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh
fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak stabil.
Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen,
otot, dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004). Ligamen pada sendi glenohumeral
glenohumeral terbagi menjadi 3 yaitu : (1) superior band yang berjalan dari tepi atas
fossa glenoidalis scapulae sampai caput humeri, (2) middle band yang berjalan dari
tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri, (3) inferior band yang
berjalan menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput
glenoidalis scapulae sampai collum anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi menjadi
dua lapisan yaitu : kapsul synovial dan kapsul fibrosa (Neumann, 2002).
synovial dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi (Suharto, 1999).
Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada pada tiap-tiap
Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi regenerasi kapsul
a. m. Supraspinatus
bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi
abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa glenoidalis scapulae.
b. m. Infraspinatus
tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi oleh n.
suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan
articulation.
c. m. Teres minor
bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi
oleh cabang n. axillais. Otot ini berfungsi melakukan eksorotasi bahu dan
d. m. Subscapularis
subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior plexus brachialis.
Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan membantu menstabilkan sendi
perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding, (2) kapsul
sendinya relatif lemah, (3) otot-otot pembungkus sendi relatif lemah, (4) gerakanya
paling luas, (5) stabilitas sendi relatif kurang stabil (Suharto, 1999). Gerakan yang
dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara lain fleksi, ekstensi, abduksi,
3.2.1 Definisi
kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan
nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsular yaitu rotasi eksternal
paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal (Hand et al., 2007; Uhthoff
& Boileau, 2007). Frozen shoulder adalah semua gangguan pada sendi bahu yang
Dari definisi frozen shoulder yang dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa frozen shoulder adalah gangguan pada sendi bahu yang dapat menimbulkan
nyeri di sekitar sendi bahu dan selalu menimbulkan keterbatasan gerak sendi ke
3.2.2 Etiologi
keterbatasan gerak idiopatik pada bahu yang biasanya menimbulkan rasa nyeri pada
fase awal. Sebab-sebab sekunder meliputi perubahan stuktur pendukung dari dan
sekitar sendi bahu dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang lain (Siegel,et
al, 2005).
Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang berusia 40-60 tahun dan
b. Gangguan endokrin
lain misalnya masalah thyroid dapat pula mencetuskan kondisi ini (Donatelli, 2004).
c. Trauma sendi
Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada sendi bahu atau
menjalani operasi bahu (seperti tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur)
dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama akan beresiko tinggi
d. Kondisi sistemik
e. Aktivitas
golf, renang, permainan raket seperti tenis dan badminton, dan olahraga melempar,
bahkan panjat tebing telah diminati banyak orang. Orang lainnya ada juga yang
meluangkan waktu untuk belajar dan bermain alat musik. Semua kegiatan ini dapat
menuntut kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu. Demikian
pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan penggunaan otot tubuh bagian atas
dan bahu yang sangat spesifik dan tepat untuk setiap kegiatan. Akibat dari
peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat dalam berbagai kegiatan
tersebut, gangguan sendi bahu seperti frozen shoulder sekarang muncul dengan
sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan synovial sendi glenohumeral dan
Frozen shoulder atau sering juga disebut capsulitis adhesive umumnya akan
Fase nyeri (Painful): Berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien mengalami nyeri
spontan yang seringkali parah dan mengganggu tidur. Pasien takut menggerakkan
bahunya sehingga menambah kekakuan. Pada akhir fase ini, volume kapsul
Fase kaku (Freezing): Berlangsung antara 4-12 bulan. Fase ini ditandai
Fase beku (frozen): Berlangsung antara 9-15 bulan. Di fase ini patofisiologi
sinovial mulai mereda/membaik tetapi adesi terjadi dalam kapsul diikuti penurunan
gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan
akhir ini digambarkan sebagai mencair ditandai dengan kembalinya ROM secara
Cedera teringan terjadinya frozen shoulder adalah jenis gesekan yang dapat
menyebabkan reaksi radang lokal maupun tendinitis. Penyakit ini biasanya sembuh
dengan sendirinya, tetapi bila disertai dengan impairment yang lebih lama dan
terutama pada orang tua dapat terjadi kerobekan kecil, ini dapat diikuti dengan
tendon. Penyembuhan disertai dengan reaksi vaskuler dan kongesti lokal yang
menyebabkan rasa nyeri dan menyebabkan kelainan lebih lanjut (Apley, 1993).
Rasa sakit dari daerah bahu sering menghambat pasien frozen shoulder dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dan ini adalah salah satu alasan
penurunan kekuatan dan ketahanan otot bahu ( Sandor & Brone, 2000). Karena
gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan menurunya
mobilitas sendi sehingga mengakibatkan keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat
3.2.4 Klasifikasi
primer atau idiopatik frozen shoulder dan sekunder frozen shoulder (Siegel et al.,
1999). Primer atau idiopatik frozen shoulder yaitu frozen shoulder yang tidak
diketahui penyababnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita daripada
pria terutama pada usia lebih dari 45 tahun. Frozen shoulder biasanya terjadi pada
lengan yang tidak dominan dan lebih sering terjadi pada orang yang bekerja dengan
gerakan bahu yang sama secara berulang-ulang. Sekunder frozen shoulder yaitu
frozen shoulder yang terjadi setelah trauma berarti pada bahu misalnya fraktur,
dislokasi, dan luka bakar yang berat. Meskipun trauma terjadi beberapa tahun
hubungannya dengan penyakit lain : Intrinsik, ekstrinsik dan sistemik (Jurgel et al.,
2005; Kelley et al., 2009). Intrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun
pasif ROM yang disebabkan oleh gangguan pada otot-otot rotator cuff (seperti
tendinitis, ruptur parsial atau penuh), tendonitis otot-otot biceps, atau kalsifikasi
sendi yang diketahui disebabkan oleh faktor yang berada di luar bahu yang
dengan post operasi kanker payudara ipsilateral, cervical radikulopati, tumor thorax,
akibat kecelakaan cerebrovascular , atau factor ekstrinsik yang lebih lokal seperti:
perkembangan frozen shoulder (Brotzman & Manske, 2011; Zuckerman & Rokito,
2011).
yang nyata, baik gerakan aktif maupun gerakan pasif. Nyeri dirasakan pada daerah m.
Deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai menggangu tidur. Sifat
keterbatasan meliputi pola kapsuler yaitu keterbataan gerak sendi yang spesifik
mengikuti struktur kapsul sendi. Sendi bahu mengikuti keterbatasan yang paling
terbatas yaitu eksoritasi, endorotasi, dan abduksi (Kuntono, 2004). Tanda dan gejala
frozen shoulder adalah nyeri terutama ketika meraih ke belakang dan elevasi bahu
dan rasa tidak nyaman biasanya dirasakan pada daerah anterolateral bahu dan lengan
Tanda dan gejala lainnya frozen shoulder biasanya tidak terlihat kecuali
sedikit pengecilan otot dan mungkin juga terdapat rasa nyeri, tetapi gerakan selalu
terbatas. Pada kasus yang berat bahu sangat kaku (Apley & Solomon, 1995).
Pada kasus ini, nyeri yang terletak di anterolateral sendi dan menyebar ke
bagian anterior lengan atas, kadang-kadang juga ke bagian fleksor lengan bawah.
Rasa tidak nyaman memburuk pada malam hari dan biasanya mengganggu tidur.
Tenderness terjadi di sekitar caput humeri dan sulcus bicipitalis. Gerakan pasif
maupun aktif terbatas pada semua arah gerakan, nyeri muncul pada gerak ekstrim.
Pada stadium akut, spasme otot terlihat pada semua otot di sekitar bahu (Turek,
1997).
Dari gejala dan tanda tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gejala dan
tanda yang khas dari frozen shoulder adalah nyeri, kekakuan, keterbatasan pada luas
gerak sendi bahu. Kadang-kadang disertai dengan penurunan kekuatan otot sekitar
bahu dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional karena tidak digunakan (Kenny,
2006).
adalah tidak mampu menyisir rambut; kesulitan dalam berpakaian; kesulitan memakai
belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu (Jurgel et al., 2005;
Kelley et al., 2009; Hsu et al., 2011). Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar
oleh sistem muscolotendinogen, maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan
keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat pada penurunan aktivitas fungsional
3.3 Terapi
nociceptor akan hilang atau berkurang. Hal ini dapat diperoleh dengan meningkatkan
MWD. Pemberian MWD dapat menghasilkan reaksi lokal pada jaringan dimana akan
terjadi vasodilatasi lokal pada jaringan dan perbaikan metabolisme ( Heri dan Lisa,
2006).
sistem saraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri
(Slamet, 2006). Dalam kasus ini menggunakan metode umum dimana pemasangan
elektroda pada atau sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan
paling sering digunakan sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah
nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri ataupun letak yang paling optimal yang
c. Terapi Manipulasi
gerakan pasif tersebut dapat menghilangkan kekakuan sendi. Gerakan pasif yang
digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga
d. Terapi Latihan
1) Active exercise
gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot yang bersangkutan dan mendapat bantuan
dari luar. Apabila kerja otot tidak cukup untuk melakukan suatu gerakan maka
diperlukan kekuatan dari luar. Kekuatan tersebut harus diberikan dengan arah yang
2) Shoulder Wheel
lingkup gerak sendi secara aktif pada pasien frozen shoulder dan dapat juga sebagai
rendahanya tergantung pasien itu sendiri. Pada dasarnya latihan menggunakan alat ini
digunakan untuk menambah lingkup gerak sendi dengan meminimalis rasa nyeri yang
timbul karena gerakan dilakukan sesuai toleransi pasien dan ditambah secara bertahap
(Nurdin, 2013).
BAB IV
PEMBAHASAN
digerakkan, keluhan disertai nyeri yang menjalar hingga lengan kiri sehingga
bahu. Gejala yang dialami pasien berupa sulit menggerakkan bahu terutama kea rah
belakang (seperti mengambil dompet di saku celana belakang) merupakan salah satu
geja khas frozen shoulder. Selain itu, pasien juga pernah mengalami kecelakaan 2
tahun yang lalu yang dapat menjadi salah satu factor resiko terjadinya frozen
shoulder.
Lingkup gerak sendi adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada suatu
sendi yang dilakukan dalam posisi anatomis. Lingkup gerak sendi pada keadaan
normal adalah fleksi 180º, ekstensi 60º, abduksi 170º, adduksi 45º, endorotasi 80º,
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru yang terdiri atas bonggol
sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga
ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini menimbulkan gangguan pada bahu.
bahu.
Secara garis besar keterbatasan gerak pada sendi yang mengakibatkan nyeri
bisa karena inflamasi dan non inflamasi. Kemungkinan dari penyakit pasien ini
adalah gangguan pada saraf sevikalnya yang terlihat pada hasil pemeriksaan foto X-
Ray didapatkan kesan penyempitan intervertebral space corpus VC-5. Hasil ini sesuai
dengan temuan klinis pada pasien yang merasakan nyeri dan kaku sesuai myotom
namun hasil anamnesa mengatakan bahwa pasien tidak erasakan kaku ataupun nyeri
pada lehernya. Hal ini dapat disebabkan oleh intensitas nyeri yang dirasakan pada
bahu pasien lebih kuat daripada di daerah leher, sehingga pasien tidak mengeluhkan
hal tersebut.
laboratorium dan radiologis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini
memiliki rmanifestasi sebagai frozen shoulder pada bahu dan lengan kiri atas.
bertujuan untuk relaksasi otot dan melancarkan peredaran darah sehingga spasme otot
lingkup gerak sendi secara aktif pada pasien dan dapat juga sebagai penguatan otot-
otot pada bahu. Terapi rehabilitasi medik lainnya berupa okupasi untuk memudahkan
menjalin hubungan baik dengan pasien dan motivasi pasien agar rajin menjalankan
BAB V
PENUTUP
Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan oleh
kontraktil yang mengalami fibroplasia, baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan
nyeri.
menggunakan MWD, TENS, dan terapi Latihan terhadap NY.S 65 thn menunjukkan
hasil bahwa ada penurunan nyeri yang diukur dengan skala VAS, penurunan spasme
otot diukur dengan palpasi, peningkatan lingkup gerak sendi diukur dengan
goniometri.
Daftar Pustaka