Status Epileptikus
Disusun oleh :
MUHAMMAD IQBAL
2107501010014
Pembimbing :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status epileptikus adalah salah satu kegawatdaruratan bidang neurologi yang
didefinisikan sebagai aktivitas kejang yang sedang berlangsung atau kajang berulang
tanpa pemulihan kesadaran selama 30 menit atau lebih. (1) Insidensi keseluruhan status
epileptikus yang terjadi pada anak yaitu berkisar antara 3-42 kasus per 100.000 orang
per tahun di seluruh dunia.(2) Status epileptikus dapat meningkatkan risiko 14% pada
defisit neurologi dan 4-5% menyebabkan kematian.(1) Di Indonesia 40% anak penderita
epilepsi mengalami status epileptikus sebelum usia 2 tahun. (3)
15
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Muhammad Akyasil Aufa
3. Pekerjaan : Swasta
2.3 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien dibawa rumah sakit dengan keluhan kejang
16
Keluhan Tambahan
-
Riwayat Pengobatan
Pasien telah mendapatkan asam valproat 2 x 4 cc, Kepra 175 mg, Phenobarbital 25
mg.
Riwayat Imunisasi
Pasien tidak mendapatkan dasar lengkap
17
Riwayat Nutrisi
Saat ini pasien sudah mendapatkan makanan keluarga
Tanda Vital
Suhu : 36,60C
SPO2 : 99%
BB/U : -2 s/d +2 SD
TB/U : -2 s/d +2 SD
18
Tabel 2.1 Pemeriksaan Fisik
Sistem Deskripsi
Kepala Normocephali
19
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rujukan
5 November 2021
Hb 12,1 10,5-12,9 g/dl
Ht 34 53-63 %
Eritrosit 4,3 4,4-5,8 x 106/mm3
Leukosit 8,3 5,5-19,5 x103 /mm3
Trombosit 333 150-450 x103/ mm3
MCV 78 80-100 fL
MCH 28 27-31 pg
MCHC 36 32-36%
RDW 8,7 11,5-14,5 %
Eosinofil 7 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
N. Batang 0 2-6 %
N. Segmen 25 50-70 %
Limfosit 62 20-40 %
Monosit 5 2-8 %
Bilirubin Total 0,3-0,12 mg/Dl
20
Bilirubin Direct <0.52 mg/Dl
Bilirubin Indirect
FT4 9 – 20 mcmol/L
TSHs 0.25 – 5 mcIU/L
2.7 Penatalaksanaan
1. Fenitoin 50 mg/12 jam IV
2. Phenobarbital 20 mg/12 jam PO
21
3. Kepra 175 mg/12 jam PO
4. Asam Valproat 4 cc/ 12 jam PO
5. Piracetam 200 mg/ 12 jam PO
6. Dexametason 2,5mg/ 8 jam IV
2.8 Planning
1. Teurapetik : Sesuai FDO dan kebutuhan cairan
2. Monitoring : Pantau kejang berulang, diuresis /6 jam
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Etiologi
Status epileptikus dapat disebabkan oleh beberapa etiologi antara lain :(5)
a. Infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan abses intrakranial.
b. Kelainan metabolik, meliputi hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia,
ensefalopati hepatik, dan kelainan metabolisme bawaan pada anak.
c. Cedera serebrovaskular.
d. Trauma kepala, baik dengan atau tanpa perdarahan.
e. Toksisitas obat.
f. Sindrom putus obat, misalnya alkuhol, benzodiazepin, dan barbiturat.
g. Hipertensi darurat.
h. Gangguan autoimun.
i. Epilepsi
j. Idiopatik/kriptogenik merupakan penyebab yang tidak diketahui.
3.1.3 Epidemiologi
Insidensi status epileptikus berkisar sekitar 7- 40 kasus per 100.000 orang per
tahun. Status epileptikus lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
Proporsi yang signifikan dari anak-anak yaitu 16-38%.(5) Insidensi keseluruhan status
epileptikus yang terjadi pada anak yaitu berkisar antara 3-42 kasus per 100.000 orang
per tahun di seluruh dunia.(3) Di Indonesia 40% anak penderita epilepsi mengalami
status epileptikus sebelum usia 2 tahun.(1)
23
3.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan klinis, status epileptikus terbagi atas dua kriteria utama yaitu :
a. Ada atau tidaknya gejala motorik yang menonjol
b. Derajat kualitative dan kuantitative dari gangguan kesadaran
Bentuk-bentuk dari gejala motorik yang menonjol dan gangguan kesadaran dapat
mengacu kepada convulsive status epilepticus (CSE). Sedangkan status epileptikus
yang tidak menunjukkan gejala motorik menonjol mengarah kepada non-convulsive
status epilepticus (NCSE).(5)
3.1.5 Tatalaksana
Status epileptikus merupakan kegawatdaruratan dalam bidang neurologi.
Stabilisasi medis berfokus pada dukungan fungsi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi
sambil mengidentifikasi medis komplikasi dan pencetus kejang. Tidak ada penetapan
pendekatan pengobatan terpisah antara CSE dengan NCSE.(4)
24
Gambar 2. 1 Algoritma Tatalaksana Status Epileptikus()
Algoritma di atas terdiri atas lima fase yang akan dijabarkan sebagai berikut :(7)
a. Prehospital (0-10 menit)
Kejang yang terjadi diluar rumah sakit, tatalaksana untuk menghentikan serangan
kejang dapat diberikan diazepam per rektal. Diazepam per rektal diberikan dengan
dosis 5 mg supposituria untuk berat badan kurang dari 12 kg, sedangkan 10 mg
supposituria untuk berat badan lebih dari 12 kg. Pemberian diazepam per rektal dapat
diberikan maksimal dua kali dengan jarak 5 menit.
25
b. Hospital atau IGD (10 menit)
Dalam waktu 10 menit, anak sudah harus masuk rumah sakit atau IGD. Bila
kejang belum berhenti, berikan diazepam atau midazolam. Diazepam diberikan 0,2-0,5
mg/Kg secara intravena dengan kecepatan 2 mg/menit, maksimal diberikan 10 mg. Bila
kejang berhenti sebelum obat habis, maka obat tersebut tidak perlu dihabiskan.
Midazolam doberikan 0,2 mg/Kg secara intra muskular atau buccal, maksimal 10 mg.
Midazolam buccal dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis
yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan
kelompok usia:
• 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
• 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
• 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
• 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
26
mcg/Kg/jam, dapat dinaikkan 50 mcg/kg setiap 15 menit, dosis maksimal 2
mg/Kg/jam. Propofol dibolus 1-3 mg/Kg dilanjutkan dengan infus kontinu 2-10
mg/Kg/jam. Pentobarbital dibolus 5-15 mg/Kg, dilanjutkan infus kontinu 0,5-5
mg/Kg/jam.
Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan
tidak kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan
dengan pemberian rumatan bila diperlukan.
3.1.6 Komplikasi
Komplikasi status epileptikus dapat dibagi menjadi komplikasi medis dan
neurologis serta komplikasi segera dan tertunda. Komplikasi medis mencakup aritmia
jantung, kerusakan jantung karena lonjakan katekolamin, gagal napas, hipoventilasi,
hipoksia, pneumonia aspirasi, edema paru, demam, dan leukositosis merupakan
komplikasi yang umum terjadi pada pasien status epileptikus. Komplikasi neurologi
mencakup perkembangan menjadi epilepsi kronis dan status epileptikus berulang.
Dalam kasus status epileptikus refrakter yang berkepanjangan dapat terjadi kerusakan
neurologis permanen yang disebabkan oleh aktivitas hipermetabolik di daerah otak
mengalami aktivitas listrik yang berkepanjangan dan abnormal. (5)
3.1.7 Prognosis
Gejala sisa lebih sering terjadi pada SE simtomatis, 37% menderita defisit
neurologis permanen, 48% disabilitas intelektual. Sekitar 3-56% pasien yang
mengalami SE akan mengalami kembali kejang yang lama atau status epileptikus yang
terjadi dalam 2 tahun pertama. Faktor risiko SE berulang adalah usia muda,
ensefalopati progresif, etiologi simtomatis remote, sindrom epilepsi.
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan riwayat kejang. Kejang terjadi
sekitar 4 kali dan kejang terakhir terjadi pada pukul 8 malam SMRS. Saat dibawa
ke rumah sakit pasien sudah tidak kejang lagi. Kejang mulai muncul sejak 3 hari
SMRS, frekuensi kejang setiap harinya 2 kali, Saat kejang anak tidak sadarkan diri
dan kaku pada seluruh tubuh, Kejang pertama terjadi sekitar 5 menit lebih, setelah
sadar pasien kembali mengalami kejang sebanyak 3 kali. Pasien baru saja selesai
dirawat di ruang rawat anak RSUDZA selama 1 minggu. Sebelumnya pasien telah
mendapatkan asam valproat 2 x 4 cc, Kepra 175 mg, Phenobarbital 25 mg. Dari
permeriksaan fisik semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan tanda rangsang
meningeal juga dalam batas normal.
Dari anamnesis dapat digaris bawahi beberapa hal yaitu (1) Kejang pada pasien
berlangsung ± 5 menit lebih, (2) Kejang terjadi pada seluruh tubuh pasien, (3)
Kejang dirasakan pasien lebih dari 1 kali, (4) Saat kejang anak tidak sadarkan diri
dan kaku pada seluruh tubuh, (5) Setelah sadar pasien kembali mengalami kejang
sebanyak 3 kali.
Pada hari rawatan pertama pasien dengan keluhan kejang sejak 4 hari yang lalu,
terutama pada malam hari. Kejang terjadi pada seluruh tubuh menandakan kejang
yang diderita pasien merupakan kejang umum, demam tidak ada. Pasien
didiagnosis “Status Epileptikus”. Planing yang dilakukan adalah memonitoring
adanya kejang berulang, memantau diuresis per 6 jam dan pemberian obat obatan
Pada hari rawatan ketiga keluhan kejang diseluruh badan sudah tidak ada,
namun hanya hentakan kaki dan tangan saja, demam (-), kejang terjadi terutama
pada saat tidur. Planning yang diberikan adalah tetap memantau kejang secara
berkala, memantau diuresis per 6 jam dan diberikan obat obatan.
Pada hari rawatan ke sebelas, kejang sudah tidak ada semenjak 4 hari yang lalu, tidak
ada keluhan lain serta pasien sudah sanggup makan 3/4 porsi makanan. Planning tetap
memberikan obat-obatan dan cairan dan memonitoring diuresis per 6 jam
28
Pada hari rawatan ke dua belas, kejang sudah tidak ada semenjak 5 hari, keluhan
lain tidak ada dan pasien sudah sanggup makan 1 porsi makanan. Planning tetap
memberikan obat-obatan dan cairan dan memonitoring diuresis per 6 jam.
Pada hari rawatan ke 19, kejang tidak ada lagi dalam 24 jam, demam (-), batuk
berdahak sesekali. Planning tetap memberikan obat-obatan dan cairan dan
memonitoring diuresis per 6 jam
Pasien dirawat sampai ke hari 20 di ruang arafah sebelum akhirnya
diperbolehkan untuk pulang karena sudah tidak lagi mengalami kejang dan juga
tidak mengalami keluhan lain.
Terapi pulang yang diberikan adalah :
1. Stesolid sup 10mg *KP
2. Phenobarbital PO 25mg per 12 jam
3. Kepra PO 175mg per 12 jam
4. As. Valproat PO 4cc per 12 jam
5. Bacefort PO 1 cth per 24 jam
6. Piracetam PO 200mg per 12 jam
29
BAB V
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Marcdante KJ, Kliegman Robert Seizure in : M. Nelson Essentials of
Pediatrics. Eighth. 2019. 687–692 p.
3. Smith DM, Mcginnis EL, Walleigh DJ, Abend NS. Management of Status
Epilepticus in Children. Journal of Clinical Medicine Review. 2016;5(47):1–
19.
4. Wylie T, Sandhu DS, Goyal A, Murr N. Status Epilepticus. In: In : Stat Pearls
[Internet]. 2021.
31