Pembimbing :
Disusun Oleh :
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus anak yang mengambil topik “ Status
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan responsi
kasus ini, terutama kepada dr.Taufiqur Rahman, Sp.A selaku dokter pendamping
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran
Penyusun
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................... 3
PENDAHULUAN
intrakranial akibat akumulasi cairan serebro spinalis (CSS) pada sistem ventrikel otak
karena tidak seimbangnya produksi, aliran, dan penyerapan cairan serebrospinal. Hal
ini dapat pula disebabkan oleh gangguan hidrodinamik CSS. ( Espay, 2010 )
lain menyebutkan insiden hidrosefalus di Indonesia berkisar antara 0,2- 4 setiap 1000
kelahiran ( Maliawan, 2008). Insiden hydrosephalus sama pada wanita dan laki-laki,
pada laki-laki. Insiden hydrocephalus pda kelompok usia membentuk suatu kurva
bimodal dengan dua puncak. Satu puncak terjadi pada anak-anak yang berhubungan
dengan malformasi congenital. Puncak yang lain terjadi pada dewasa yang
aliiran CSS di dalam ventrikel sehingga CSS tidak dapat mencapai rongga sub
biasanya disebabkan oleh massa intra ventrikular atau extra ventrikular. Hidrosefalus
komunikan terjadi apabaila masih didapatkan komunikasi antara ventrikel dan sub
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan dan membahas
laporan kasus bayi perempuan usia 1 bulan 28 hari dengan “ status epileptikus ec
LAPORAN KASUS
kejang demam. Bayi datang ke RSML dengan berat aktual 4.5 kg dengan keluhan
selama kurang lebih 5 menit, lalu kejang kembali 2 kali berupa kejang parsial selama
5 menit. Saat di RSML pasien kejang di IGD 2 kali parsial selama 3 menit tapi tidak
disertai dengan demam. Suhu saat kejang 35.9 C. batuk + kadang – kadang, sesak -,
mual -, muntah-, demam + naik turun. Sebelumya pasien berobat ke spesialis anak
dengan keluhan demam naik turun selama 10 hari. Pasien dibawa ke speisalis anak
dan hasil lab normal. Pasien disarankan rawat jalan. Lalu pasien memutuskan untuk
rawat inap dan terjadi kejang saat rawat inap. Riwayat penyakit dahulu pasien tidak
pernah mengalami kejang sebelumnya. Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada
yang pernah mengalami kejang. Anak lahir di bidan, berat 3700 gr usia kehamilan
aterm dan langsung menangis kuat. Riwayat minum ASI eksklusif. Riwayat imunisasi
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak apatis dan
kesan gizi cukup. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan: nadi 169x/menit,
respiratory rate 28x/menit, suhu tubuh 38.30C, dan SpO2 100% dengan oksigen
(makrocephal), ubu-ubun menonjol, anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspneu (-).
Reflek cahaya +/+ pupil bulat isokor Ф 3mm/3mm, pembesaran kelenjar KGB (-).
Pada pemeriksaan paru, didapatkan suara nafas yang vesikuler pada kedua lapang
paru. Terdapat rhonki positif kedua lapang paru, wheezing negative. Pada
murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen flat simetris,
soepel, liver, lien, dan renal tidak teraba, meteorismus (-), dan bising usus (+) dalam
24.9, Hs CRP 133.20, natrium serum 119, Hb 9.3, IT Ratio 0.18. Hasil foto Ct scan
didapatkan kesimpulan brain edema. Hodrocepalus. Hasil dari foto thorax didapatkan
bulan 28 hari 4,5 kg dengan keluhan kejang, demam naik turun 10 hari. KU
Hs CRP 133.20, natrium serum 119, Hb 9.3, IT Ratio 0.18. Hasil foto Ct scan
didapatkan kesimpulan brain edema. Hodrocepalus. Hasil dari foto thorax didapatkan
PEMBAHASAN
Bayi F datang dengan keluhan demam, batuk kadang – kadang, kejang. Pasien
1. Status epileptikus
SE adalah kejang yang berlangsung terus-menerus selama periode waktu tertentu atau
menurut ILAE tersebut adalah batasan lama kejang tersebut berlangsung. Oleh sebab
itu, sebagian para ahli membuat kesepakatan batasan waktunya adalah selama 30
vaskulitis)
d. Epilepsi
epileptikus:
1. Epilepsi
Sekitar 10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami satu kali episode status
ensefalopati hipertensi.
2. Sepsis
Sepsis biasa diartikan sebagai gejala sistematik infeksi oleh bakteri, virus, dan
(SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari
infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan
akhirnya kematian.
• Merintih
• Suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin)
Ini sesuai dengan teori bahwa pasien dengan sepsis mengalami hipertermia
>38 C, nadi > 160x/menit dan pada pasien ini terdapat peningkatan Hs CRP>
133.20. dan dari pemeriksaan penunjang foto thorak terdapat sumber infeksi dari
Hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan
serebrospinal.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang
dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor
pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan
serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor,
misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom.
Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan
obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami
obstruksi.
Terdapat pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya,
yaitu akut (beberapa hari), subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat
hidrosefalus asimtomatik.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania
merupakan salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi standar
di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini disebabkan
intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%), sutura tampak atau
teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana kedua bola mata
berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik. Pada pasien didapatkan
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan
gejala gangguan batang otak (bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya yaitu
spastisitas pada eksremitas inferior yang berlanjut menjadi gangguan berjalan dan
gangguan endokrin.
besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran
likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum, atrium
kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi,
sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak
masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta
diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior,
ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada
pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat,
serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat
intak, perkembangan yang adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV, meskipun
pencapaian tersebut lebih lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak
adekuat atau serebrum telah rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang
optimal tidak dapat dicapai hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial
terkontrol.
tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti
nafas. Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus
Kejang atau status epileptikus pada pasien sesuai teori dapat disebabkan oleh
Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2
mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan
yang sama
dosis yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya,
dan teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal
• 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
• 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Tapering off midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah
dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan
Kejang dan status epileptikus menyebabkan kerusakan pada neuron dan memicu
reaksi inflamasi, calcium related injury, jejas sitotoksik, perubahan reseptor glutamat
dan GABA, serta perubahan lingkungan sel neuron lainnya. Perubahan pada sistem
jaringan neuron, keseimbangan metabolik, sistem saraf otonom, serta kejang berulang
bahkan gagal ginjal. Selain itu, keadaan hipoksia akan menyebabkan metabolisme
anaerob dan memicu asidosis. Kejang juga menyebabkan perubahan fungsi saraf
otonom dan fungsi jantung (hipertensi, hipotensi, gagal jantung, atau aritmia).
katekolamin, namun 30-40 menit kemudian kadar glukosa akan turun. Seiring dengan
berlangsungnya kejang, kebutuhan otak akan oksigen tetap tinggi, dan bila tidak
terpenuhi akan memperberat kerusakanotak. Edema otak pun dapat terjadi akibat
Komplikasi sekunder
propofol yang harus diwaspadai adalah propofol infusion. syndrome yang ditandai
dengan rabdomiolisis, hiperkalemia, gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung, serta
asidosis metabolik. Pada sebagian anak, asam valproat dapat memicu ensefalopati
hepatik dan hiperamonia. Selain efek samping akibat obat antikonvulsan, efek
samping terkait perawatan intensif dan imobilisasi seperti emboli paru, trombosis
vena dalam, pneumonia, serta gangguan hemodinamik dan pernapasan harus
diperhatikan.
Prognosis
Gejala sisa lebih sering terjadi pada SE simtomatis; 37% menderita deficit neurologis
akan mengalami kembali kejang yang lama atau status epileptikus yang terjadi dalam
2 tahun pertama. Faktor risiko SE berulang adalah; usia muda, ensefalopati progresif,
KESIMPULAN
Setelah saya laporkan pasien Bayi F, perempuan, usia 1 bulan 28 hari dengan
berat badan actual 4.5 kg dari anamnesis diketahui pasien mengeluhkan kejang,
demam, dan batuk terkadang. Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa foto thorak
ec hidrochepalus, suspect sepsis. Karena dari itu pasien harus diberikan antibiotik
yang bertujuan untuk eliminasi kuman dan dilaukan operasi VP shunt untuk