Anda di halaman 1dari 40

SMF/BAGIAN REHABILITASI MEDIK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh :

Leonita Vivian Homalessy (1108012029)


Maria Megilda Bosri (1108012035)
Ketut Wahyu Ananda Putra (1108012043)
Reza Eka Putra (1208011010)
Naoly Diana Lado (1108012048)

Pembimbing :
dr. Dyah G. Rambu Kareri, SpKFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z JOHANNES
KUPANG
2017

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 1
Laporan kasus ini diajukan oleh :
No Nama NIM
1. Leonita Vivian Homalessy 1108012029
2. Maria Megilda Bosri 1108012035
3. Ketut Wahyu Ananda Putra 1108012043
4. Reza Eka Putra 1208011010
5. Naoly Diana Lado 1108012048
Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing
kliniksebagai tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Rehabilitasi
Medik RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr. Dyah G. Rambu Kareri, SpKFR 1. .


Pembimbing Klinik I

2. dr. Yusni Sinatra, SpKFR 2. .


Pembimbing Klinik II

Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : Februari 2017

BAB I
PENDAHULUAN

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 2
Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler.(1)
Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan
penyebab utama disabilitas serius jangka panjang.85% stroke adalah non-hemoragik yang
terdiri dari 25% akibat small vessel disease (stroke lakunar), 25% akibat emboli dari
jantung (stroke tromboemboli) dan sisanya akibat large vessel disease. Riset kesehatan
1

dasar tahun 2007 mendapatkan prevalensi stroke nasional sebesar 0.8%. Stroke juga
menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15.9% pada kelompok umur 45
sampai 54 tahun dan meningkat jadi 26.8% pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun. (1)
Pengobatan yang tepat dapat meningkatkan kemungnkinan bertahan hidup
dan meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat diharapkan. Peningkatan
pengobatan dari semua jenis stroke telah menghasilkan penurunan drastis dalam
tingkat kematian dalam beberapa dekade terakhir. Rehabilitasi diperlukan untuk
memperbaiki fungsi akibat gangguan ini.(2)
Adanya permasalahan akibat gangguan motorik dan sensorik setelah
penderita stroke melewati masa kritis menyebabkan diperlukannya rehabilitasi
medis agar penderita dapat meningkatkan kemampuan fungsional yang
dimilikinya semaksimal mungkin.(3)
Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak
dari semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan atau handicap serta
memungkinkan penyandang disabiliti dan atau handicap untuk berpartisipasi
secara aktif dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.(4)
Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter
rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rahabilitasi, pekerja sosial
medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi
akan menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan
diadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan
kendala tiap pasien serta ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara
penderita dan keluarganya dengan personil medik.(4)
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 3
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih
ke arah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit
neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik.(4)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. JT
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 62 Tahun
Alamat : Amarasi
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal Pemeriksaan : 20 Februari 2017

II. ANAMNESA
Diambil dari : Autoanamnesa
Tanggal : 20 Februari 2017

A. Keluhan Utama
Lemah pada tubuh sebelah kanan sejak 2 minggu yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan lemah pada separuh tubuh sebelah
kanan yang sudah dialaminya sejak 2 minggu yang lalu. Kejadian terjadi
secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk, berawal dari saat pasien
terkejut, merasa tubuhnya lemas dan langsung terjatuh. Pasien sempat
dirawat di RS selama 2 minggu dan didiagnosa stroke non hemoragik.
Selain lemah, pasien juga menjadi sulit untuk berbicara. Setiap kata yang
diucapkannya terdengar tidak jelas (bicara pelo). Pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri kepala dan muntah. Pasien tidak bisa
melakukan setiap aktifitasnya secara mandiri di rumah bergantung pada
anggota keluarga lainnya. Pasien baru pertama kali dikontrol ke bagian
rehabilitasi medik.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 5
Pasien menderita hipertensi sejak tahun 2015 dan tidak berobat secara
teratur. Pasien juga pernah mengalami stroke pada tahun 2015 tetapi
menjalani pengobatan dan pasien sembuh.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Paman kandung dan kakak kandung pasien meninggal akibat hipertensi
dan stroke.

E. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok dan minum alkohol. Pasien punya kebiasaan
makan makanan berlemak.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis E4V5M6
Tanda vital : Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC

Status Generalis
Kepala :Normocephal, rambut ikal, warna hitam dan sedikit
beruban.
Mata :Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,Pupil bulat
Isokor 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+.
Telinga : otorrhea -/-
Hidung : deviasi septum -/-, sekret -
Mulut : Mukosa bibir lembab,deviasi lidahke kanan
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Bentuk simetris, retraksi -
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicularis
sinistra
Perkusi : pekak,

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 6
batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal
dextra
kanan: ICS 4 linea parasternal dextra
kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
bawah : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1, S2, tunggal regular, gallop -, murmur -

Pulmo : Inspeksi : pergerakan simetris


Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada semua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak
teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Status Neurologis
a. Rangsang Menings
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai
kontralateral)
4. Brudzinski III : -/- (tidak ditemukan fleksi pada kedua lengan)
5. Brudzinski IV : -/- (tidak ditemukan fleksi pada kedua tungkai)
6. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai
135/tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135)
7. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak
timbul tahanan sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : tidak dilakukan pemeriksaan
2. N-II (Optikus)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 7
a. Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : dalam batas normal
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata :

b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 2,5mm / 2,5mm
e. Refleks cahaya
langsung :+/+
tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : + /+
N-V2 (maksilaris) : +/+
N-V3 (mandibularis) : +/+
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : +
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
Angkat alis :+/+, simetris
Menutup mata : -+/ +
Menggembungkan pipi : kanan lemah minimal, kiri (baik)
Meringis : kanan (lemah minimal), kiri (baik)
Mencucu :+
Gerakan involunter :-/-

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 8
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak ditemukan
Tes Romberg : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pendengaran
Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) :Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : tidak dilakukan
pemeriksaan
b. Kekuatan M. Trapezius : tidak dilakukan pemeriksaan
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : letak di tengah
d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan
e. Fasikulasi :-
f. Disartri :+
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps : +2 / +2

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 9
Triceps : +3 / +2
Achiles : +2 / +2
Patella : +2 / +2
b. Refleks Patologis
Babinski : +/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : +/ -
2. Kekuatan Otot
111 555
111 555

Ket: 5 Dapat melawan tahanan, normal


3. Tonus Otot
F N
F N
4. Klonus Otot (-)

d. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor : -
2. Chorea : -
3. Balismus : -
Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan
e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 10
f. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia : pasien mengalami inkontinensia alvi dan
uri ringan
Hipersekresi keringat :-

g. Pemeriksaan dengan indeks barthel


Aktifitas Indikator skor Skor
Makan 0: tidak dapat melakukan sendiri 5
5: memerlukan bantuan dalam beberapa hal
10: dapat melakukan sendiri
Mandi 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: dapat melakukan sendiri
Kebersihan 0: memerlukan bantuan 0
diri 5: dapat melakukan sendiri (mencukur, sikat gigidll)
Berpakaian 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: memerlukan bantuan minimal
10: dapat dilakukan sendiri
Defekasi 0: inkontinensia alvi 5
5: kadang terjadi inkontinensia
10: tidak terjadi inkontinensia
Miksi 0: inkontinensia urin/menggunakan kateter 5
5: kadang terjadi inkontinensia
10: tidak terjadi inkontinensia
Penggunaan 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
toilet 5: memerlukan bantuan
10: mandiri
Transfer 0: tidak dapat melakukan,tidak ada keseimbangan 0
5: perlu bantuan beberapa orang
10: perlu bantuan minimal
15: mandiri
Mobilitas 0: immobile 5
5: memerlukan kursi roda
10: berjalan dengan bantuan
15: mandiri
Naik tangga 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: perlu bantuan
10:mandiri
Total 20
Tabel 3.8 penilaian Indeks Barthel.
Keterangan:
0-20 :Ketergantungan penuh
21-60 :Ketergantungan berat
61-90 :Ketergantungan moderat
91-99 :Ketergantungan ringan
100 :Mandiri

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 11
Mini Mental State Examination

Skor Skor Pertanyaan


Maksimum Responden
5 4 "Tahun Berapa Sekarang? Musim apa? Tanggal? Hari apa?
Bulan apa?"
5 5 Sedang ada dimanakah kita sekarang: Negara? Kota? Nama
tempat? Ruang apa? Lantai berapa?

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 12
3 3 Pemeriksa menyebutkan tiga buah benda yang tidak
berhubungan, tiap satu benda disebutkan dalam waktu satu detik.
Kemudian peneliti meminta responden menyebutkan ketiga
benda tersebut kembali.Tiap benda yang dapat disebutkan dengan
benar oleh responden diberikan nilai satu poin.Apabila responden
tidak dapat menyebutkan dengan benar ketiga benda tersebut,
hal ini dapat diulangi sebanyak enam kali. Bila responden sudah
melewati tahap ini,minta responden untuk mengingat ketiga kata
tersebut karena akan ditanyakan kembali.

5 1 "Saya ingin Anda menghitung mundur mulai dari angka 100.


Namun tiap angka yang Anda sebutkan tersebut hams sudah
dikurangi 7.
Altematif lain: "Mengeja kata DUNIA
Dari belakang."(A-1-N-U-D)

3 3 "Sekarang coba sebutkan tiga benda yang tadi sudah saya


sebutkan pada Anda."

2 2 Tunjukkan kepada pasien dua buah benda, seperti jam tangan


dan pensil,lalu minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.

1 1 "Coba ulangi frase ini: tidak jika,

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 13
dan, akan tetapi."
3 3 Berikan pasien selembar kertas,kemudian
katakan"Ambil kertas yang ada di depan Anda
dengan tangan kiri Anda, lipat menjadi dua, dan
letakkan ditempat tidur."

1 1 "Coba baca kalimat ini sambil melakukan apa yang


tertulis."(Instruksi yang tertulis"pejamkan mata
anda").
1 0 "Tolong tuliskan sebuah kalimat
Tentang sesuatu.(Kalimat i n i harus mengandung
subjek dan kata kerja yang masuk akal).

1 0 "Tolong gambarkan kembali gambar ini"(Pemeriksa


memberikan selembar kertas kosong dan meminta
pasien menggambarkan gambar yang dimaksud.
Kesepuluh sisi gambar harus tergambar dan
keduanya saling memotong).

30 23 TOTAL

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat


pemeriksaan :
1.Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal
2.Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif
3.Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif.

IV. ASSESMENT
Diagnosis Klinik : Hemiparese dekstra, paresis N. VII perifer dextra,
disartria (+)
Diagnosis Topis : lesi arteri cerebri media
Diagnosis Etiologis : stroke non hemoragik
Diagnosis Fungsional :
Impairment : kelemahan anggota gerak kanan, bicara pelo,
gangguan psikologis
Disability : gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(bartel indeks : 20 artinya ketergantungan penuh)
Handicap : tidak dapat melakukan kegiatan sosial (beribadah,
arisan, kumpul keluarga)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 14
V. DAFTAR MASALAH
Masalah medis: SNH
Problem Rehabilitasi Medik
1. Kelemahan anggota gerak kanan
2. Gangguan transfer dan mobilisasi
3. Gangguan bicara
4. Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (AKS)
5. Penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan
keluarga
6. Kecemasan keluarga akan kondisi pasien

VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa
captopril 1x1 tab
Simvastatin 1x1 tab
Aspilet 1x1 tab
Neurodex 1x1 tab
B. Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi
Program :
- Infrared ekstremitas dextra
- Latihan lingkup gerak sendi (LGS) pasif eksremitas superior dan
inferior dextra
- Latihan peningkatan kekuatan otot-otot ekstremitas superior dan
inferior dextra
- Streching ekstremitas superior dan inferior dextra
2. Terapi Okupasi
- Latihan peningkatan aktivitas sehari-hari dengan keterampilan
3. Terapi Wicara
- Masase otot bicara
- Latihan bicara dan artikulasi
4. Ortotik Prostetik
- Saat ini pasien menggunakan kursi roda
5. Psikologi (-)
6. Sosial Medik (-)
7. Edukasi :
- Memberikan dukungan mental pada pasien dan keluarga tentang
penyakit penderita dan prognosisnya

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 15
- Memberikan edukasi dan bimbingan kepada pasien agar konsisten
melaksanakan program terapi dan rehabilitasinya

VII. TUJUAN
A. Perbaikan keadaan umum dan mengurangi keluhan akibat stroke
B. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
C. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari dengan nyaman

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.(5)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 17
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.(5)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 18
SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 19
B. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor.
Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem
arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor
ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).(5)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO.
Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,
aliran darah lambat, akibat ADO menurun.(5)

C. Definisi
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.(1)
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 20
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.(1)
D. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke
non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.(6)
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.(6)
2. Trombosis

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 21
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

E. Faktor Resiko
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan
besar yaitu:(7)
Tidak dapat dimodifikasi : Umur, jenis kelamin, ras dan faktor genetik.
Dapat dimodifikasi : Diabetes melitus, penyakit jantung, inaktivitas
fisik obesitas, peningkatan kolesterol dan hipertensi
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi mengalami stroke non hemoragik

F. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:(5)
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 22
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke total (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah
hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada
progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :(4)
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang
lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria
serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di
dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil,
lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung
pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami
trombosis.

b. Stroke trombotik pembuluh besar


Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat
stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.

c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari.

d. Stroke kriptogenik

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 23
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

G. Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi
stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena
infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati,

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 24
dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel
neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran
sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-
neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
H. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan
stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual
muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi
pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke
meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat
muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan
waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 25

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.(8)
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti
obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.(8)
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak
dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus
pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.(8,9)
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer
(lengan lebih berat dari dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. agnosia, defisit
visuospasial, apraksia,
disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 26
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik
bawah) (hemisfer dominan),
afasia afektif (hemisfer
non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris
tidak ada gangguan sensoris transkortikal (hemisfer
atau ringan sekali dominan), visual dan
sensoris neglect
sementara (hemisfer non-
dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal
(tungkai lebih berat dari (hemisfer dominan),
lengan) hemiestesia apraksia (hemisfer non-
kontralateral (umumnya dominan), perubahan
ringan) perilaku dan personalitas,
inkontinensia urin dan
alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran
umumnya normal samapi ke sindrom lock-
in, gangguan saraf
cranial yang
menyebabkan diplopia,
disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang
berganti dengan pola gerak pandang bagian sentral,
chorea pada tangan, prosopagnosia, aleksia
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.(6)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 27
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.(6)
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).(6)

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.(6)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 28
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.(6)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.(6)
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.(6)

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 29
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.(6)
I. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai
tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan
haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.
Karena itu dipelihara fungsi optimal:(5)
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut:(10)
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 30
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-
PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika
Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma:
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 31
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu
fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi
tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih
serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan
ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti
iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 32
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur

J. Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke


Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien
dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan
fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya
berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga
berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.(11)
A. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi
fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan
adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal
dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.

B. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada
waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke
trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke.
Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah
stroke. Program pada fase ini meliputi :(12)
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2
kebawah).

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 33
b. Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
c. Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif
tergantung dari kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis
pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang
disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a. Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
c. Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
d. Pelaksanaan terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace,
cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut
akanmelampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 34
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase
tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,
berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah
lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan
hidup serta keadaan rumah penderita.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 35
BAB IV
PEMBAHASAN

3.1 Resume
Seorang perempuan berusia 62 tahun datang ke poli Rehabillitasi Medik
dengan keluhan lemah pada separuh tubuh sebelah kanan yang sudah
dialaminya sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan ketika pasien
terkejut dan tiba-tiba pasien merasa tubuhnya lemas dan langsung terjatuh.
Selain lemah, pasien juga menjadi sulit untuk berbicaradan melakukan
aktivitas mandiri. Pasien baru pertama kali dikontrol ke bagian rehabilitasi
medik.

3.2 Diagnosis
KLINIS
Kasus :keluhan lemah pada tubuh bagian kanan serta adanya disartri
Teori :Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran.Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba.
FAKTOR RESIKO
Kasus :seorang perempuan, 62 tahun, berprofesi sebagai pensiunan, stroke
sejak 2 tahun yang lalu. Pasien disertai dengan hipertensi yang tidak
terkontrol. Paman pasien juga mnegalami hal serupa dengan pasien.
Teori : Menurut RISKESDAS Stroke menjadi penyebab kematian paling
tinggi yaitu mencapai 15.9% pada kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan
meningkat jadi 26.8% pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun.(1)

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 36
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan
besar yaitu:(7)
Tidak dapat dimodifikasi : Umur, jenis kelamin, ras dan faktor genetik.
Dapat dimodifikasi : Diabetes melitus, penyakit jantung, inaktivitas
fisik obesitas, peningkatan kolesterol dan hipertensi
PEMERIKSAAN FISIK
Kasus :N-VII (Fasialis)
Menggembungkan pipi : kanan lemah minimal, kiri (baik)
Meringis : kanan (lemah minimal), kiri (baik)
N-XII (Hipoglosus)
Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan
Disartri: +
Refleks Babiski : +/-
Refleks Hoffman-Tromener : +/-
Teori :
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi
motorik dan sensorik, seta refleks patologis. (8,9)
Pada Nervus VII memeriksa motorik dan sensorik :
Mengerutkan dahi ( M.Frontalis)
Menutup mata ( M. Orbicularis Oculi )
Mencucu/bersiul (M.Bucinator)
Tersenyum (M.Orbicularis Oris)
Pengecapan 2/3 anterior
Nervus XII memeriksa motorik murni :
Menilai disartri dan pergerakan lidah
Pemeriksaan patologis :
Babiski : stimulasi dengan palu refleks dengan menggores
bagian lateral telapak kaki mengarah ke medial.
Positif jika adanya dorsofleksi ibu jari dan abduksi dari jari
kaki lain.
FISIOTERAPI

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 37
Kasus :
Fisioterapi yang diberikan pada pasien ialah infrared ekstremitas dextra, latihan
peningkatan LGS pasif untuk eksremitas superior dan inferior dextra, latihan
berjalan serta terapi bicara.
Teori :
Fisioterapi dilakukan untuk
Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2
kebawah).
Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
dari kekuatan otot.
Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
Latihan mobilisasi.
Terapi infrared merupakan terapi panas yang bersifat superficial sehingga pada
daerah kulit yang diterapi akan menimbulkan efek fisiologis. Efek- efek
fisiologis tersebut akan menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah dan
meningkatkan aliran darah pada daerah tersebut sehingga akan memberikan
oksigen yang cukup pada daerah yang diterapi.
Pada Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga
BAB V
KESIMPULAN

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 38
Telah dilaporkan sebuah kasus Stroke Non Hemorrhagic (SNH) pada
pasien perempuan, usia 62 tahun, rujukan dari poli saraf dengan keluhan lemah
separuh tubuh bagian kanan dan bicara pelo yang dirasakan sejak 2 tahun yang
lalu. Saat ini penderita baru pertama kali menjalani fisioterapi. Diberikan terapi
setiap 1 kali seminggu dan diberikan terapi modalitas infrared. Saat ini pasien
tidak mampu menjalankan aktifitas pribadi secara mandiri, menggunakan alat
bantu kursi roda dan bicara pelo. Pasien malu untuk bersosialisai seperti pergi ke
gereja, mengikuti ibadah dan lainnya. Namun, pasien dan keluarga sudah
diberikan motivasi untuk tetap menjalankan pengobatan dan mengikuti terapi
dengan rutin di RS.

DAFTAR PUSTAKA

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 39
1. Karema W. Diagnosis dan Klasifikasi Stroke. Simposium Stroke Up Date
2001. Manado; 2001.
2. Soendoro T, On Behalf od RISKESDAS team. Cerebrovascular Disease.
Report on result of National Basic Health Research. Jakarta; 2008.
3. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro Klinis Dasar. ke-VI. Jakarta: Dian Rakyat;
2011. 269-302 p.
4. Prawirosumarto K. Rehabilitasi Fisik Pada Pasien Stroke. In: Rehabilitasi
Medik. Jakarta: Departemen Rehabilitasi Medik; 1987. p. 1215.
5. Aliah A, Kuswara F, Limoa R, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. In: Kapita Selekta Neurologi. ke-2.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 2005. p. 812.
6. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006.
7. Walelang T. Faktor Resiko dan Pencegahan Stroke. Poceding Symposium
Stroke up date. Manado; 2001.
8. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine [Internet]. Medscape.
2010 [cited 2017 Jan 18]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview
9. Adams D, Viktor S. Cerebrovasculer diseases. In: Principles of Neurology.
8th ed. McGraw-Hill Proffesional; 2005. p. 6607.
10. Wibowo, Samekto, Gofir. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. In Salemba
Medika; p. 5373.
11. Sengky L, Angliadi L, Mogi T. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi
medik. 2006.
12. Sinarki M, Dorsher P. Rehabilitation after stroke. In: basic clinical
rehabilitation medicine. Philadelphia; 1993. p. 878.

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik RSUDProf. Dr. W. Z Johannes Kupang| Laporan Kasus SNH Page 40

Anda mungkin juga menyukai