Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM

Congestive Heart Failure + Bronchopneumonia

Preseptor:
dr.Maude Renata., Sp. PD

Penyusun:
Fasya Muhammad Ghaffar
12100118158

SMF Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
Rumah Sakit Umum Daerah Syamsudin, S.H. Sukabumi
Periode 11 Maret-29 Maret 2019

1
DAFTAR ISI

Cover
Daftar isi………………………………………………………………….. 2
BAB I LATAR BELAKANG…………………………………………… 3
BAB II ILUSTRASI KASUS …………………………………………… 4
2.1 Identitas Pasien ………………………………………………………. 4
2.2 Anamnesis …………………………………………………………… 4
2.3 Pemeriksaan Fisik ……………………………………………………. 5
2.4 Resume ………………………………………………………………. 8
2.5 Diagnosis Banding …………………………………………………… 9
2.6 Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………… 9
2.7 Diagnosis Kerja ……………………………………………………… 11
2.8 Tatalaksana ………………………………………………………….. 12
2.9 Prognosis …………………………………………………………….. 12
BAB III KAJIAN KASUS ……………………………………………… 13
3.1 Kajian Diagnosis Kerja ………………………………………………. 13
3.1.1 Congestive Heart Failure …………………………………………... 13
3.1.2 Bronchopneumonia …………………………………………………..15
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 17
4.1.1 Congestive Heart Failure …………………………………………... 17
4.1.2 Bronchopneumonia………………………………………………….34
Daftar Pustaka …………………………………………………………….46

2
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi menjalankan
fungsinya yaitu untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh untuk metabolisme 1. Hal ini
menyebabkan seluruh organ akan kekurangan asupan darah sehingga mencetuskan reaksi
kompensasi yang dapat memperberat kerja jantung dan mempercepat kegagalan jantung.
Seiring perkembangan zaman, gagal jantung dapat ditemui pada usia muda, dimana usia
diatas 45 tahun bagi laki-laki dan 55 tahun bagi perempuan memiliki faktor risiko terbesar untuk
menderita gagal jantung.
Di Indonesia, gagal jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang paling tinggi
dan merupakan salah satu penyakit yang memiliki prevalensi tinggi di rumah sakit, baik rawat
inap maupun rawat jalan.
Tingginya prevalensi dan mortalitas pasien gagal jantung perlu menjadi perhatian khusus
seiring dengan buruknya pola makan masyarakat masa kini dan kurangnya olahraga karena
aktivitas yang padat. Orang-orang dengan obesitas, merokok, usia tua, memiliki faktor risiko
yang lebih besar menderita gagal jantung.

BAB II
1

3
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Usia : 70 tahun
Agama : Islam
Alamat : Cibereum
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk RS : 12/03/2019
Tanggal pemeriksaan : 14/03/2019

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis
2.2.1 Keluhan utama : Sesak napas
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD Sukabumi dengan keluhan sesak napas sejak 5 hari SMRS yang
dirasakan memberat satu hari SMRS. Keluhan sesak napas dirasakan memberat ketika malam
hari dan kerap kali membangunkan pasien. Pasien mengatakkan sesak semakin memberat apabila
pasien tidur dalam posisi berbaring, pasien kerap terbangun dan pasien langsung membungkuk.
dibutuhkan bantal agar pasien sesak yang dirasakan berkurang. Pada mulanya sesak dirasakan
timbul ketika pasien sedang berjalan atau beraktivitas ringan, akan tetapi keluhan semakin
memberat ditandai dengan sesak yang muncul ketika pasien sedang beristirahat. Sesak napas
tersebut sudah sering dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, cepat membaik
sehingga pasien masih dapat menyesuaikan diri. Namun sesak napas yang dirasakan pasien saat
ini, dirasakan lebih berat dari sebelumnya hingga pasien takut tidak bisa bernapas.

4
Keluhan disertai dengan adanya batuk yang sering, batuk terasa berat dan disertai dengan
adanya dahak, dahak bisa dikeluarkan dengan konsistensi kental dan berwarna keputihan. Os juga
mengeluhkan adanya nyeri di ulu hati, Os memiliki riwayat asam lambung tinggi.
Keluhan tidak disertai nyeri dada, ataupun dada berdebar-debar. Batuk berdarah disangkal
oleh pasien. Tidak ada kebiruan di sekitar mulut dan jari. Keluarga menyangkal os pingsan.
Keluhan dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu, pasien memiliki riwayat hipertensi
dengan riwayat pengobatan rutin. Pasien juga memiliki riwayat kencing manis dengan
pengobatan rutin.
Riwayat Pengobatan
 Riwayat darah tinggi ada dan melakukan pengobatan rutin
 Riwayat kencing manis ada dan rutin pengobatan
 Riwayat gastritis ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat penyakit kencing manis disangkal
 Riwayat penyakit jantung dikeluarga disangkal
 Riwayat penyakit hipertensi disangkal
 Riwayat kolesterol tinggi di keluarga tidak diketahui
Riwayat Kebiasaan :
 Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok
 Pasien menyangkal memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Pemeriksaan generalis:
Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Laju Nadi : 85 x/menit
Laju Nafas : 26 x/menit
Suhu : 36,7°C

5
SpO2 : 97%
Kepala: Normocephali, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor , refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-/-), massa (-/-)
Telinga : Deformitas (-/-), sekret (-/-), massa (-/-)
Mulut : Mukosa oral basah, faring hiperemis (-), sianosis (-)
Lidah : atrofi (-)
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-), JVP 5 + 3 cm H2O
Thorax
 Inspeksi : Pergerakan napas tampak simetris statis dan dinamis
 Palpasi : Pergerakan napas teraba simetris statis dan dinamis, fremitus taktil
kanan sama dengan kiri
 Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri, batas paru hepar pada sela iga
ke-5, dengan peranjakan 1 sela iga
 Auskultasi : Vesikuler pada lapang paru kanan dan kiri, ronkhi (+/+), wheezing (+/+)

COR
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
 Perkusi :
Batas atas : ICS V
Batas kanan : parasternal line dextra
Batas kiri : anterior axillary line sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi: datar
 Auskultasi: Bising usus (+) 10 kali per menit
 Perkusi: Timpani pada seluruh regio abdomen
 Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien tidak
teraba
6
Punggung: normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2s, edema -/-/+/+
Kulit : Jaundice (-)
Pemeriksaan Neurologis
1. Tanda perangsangan meningens
Negatif

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial


3. Saraf kranial
N. I (kanan/kiri) : tidak dinilai
N. II (kanan/kiri) : tidak dinilai
N.III-IV-VI (kanan/kiri)
Kedudukan bola mata : di tengah / di tengah
Ptosis : -/-
Eks/enoftalmus : -/-
Diplopia : -/-
Gerak bola mata
Lateral : +/+
Medial : +/+
Atas : +/+
Bawah : +/+
Medial bawah : +/+
Pupil
Bentuk/besar : bulat, isokor 3mm/ 3mm
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Refleks akomodasi : +/+

N. V (kanan/kiri)
Motorik
Membuka mulut : simetris
Menggerakkan rahang : simetris
7
Menggigit/mengunyah: simetris
Sensorik [raba, suhu, nyeri]
Oftalmikus : +/+
Maksilaris : +/+
Mandibularis : +/+
Refleks kornea : +/+
N.VII (kanan/kiri) : tidak dinilai
N. VIII (kanan/kiri) : tidak dinilai
N. IX-X (kanan/kiri) : tidak dinnilai
N. XI (kanan/kiri)
Menoleh (M. Sternokleidomastoideus) : baik
Angkat bahu (M. Trapezius) : baik
N. XII (kanan/kiri)
Disartria :-
Posisi lidah
Di dalam mulut : di tengah
Saat menjulur : di tengah
Gerak lidah
Ke kanan : normal
Ke kiri : normal
Fasikulasi :-
Atrofi :-
4. Motorik
Ekstremitas atas : 5/5
Ekstremitas Bawah : 5/5

2. 4 Resume
Os datang ke IGD RSUD Syamsudin dengan keluhan sesak napas sejak 5 hari SMRS ,
keluhan dirasakan memberat 1 hari SMRS dengan aktivitas ringan, sampai membuat pasien tidak
bisa tidur , lebih lega pada saat membungkuk. Keluhan disertai batuk dengan dahak berwarna
keputihan dan nyeri ulu hati.
8
Pemeriksaan generalis:

 Kesadaran : Compos Mentis


 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah: 130/80 mmHg
 Laju Nafas : 26 x/menit

Pemeriksaan fisik:
Mata : konjjungtiva anemis
Leher : JVP meningkat
Thorax :
Pulmo Auskultasi : Wheezing (+/+) , Rhonci (+/+)

Ekstremitas :
Edema non pitting a.r lower ekstremitas
2.5 Diagnosa Banding
1. Congestive Heart Failure NYHA FC III
DD :
- Congestive Heart Failure NYHA FC IV e.c HHD
- Congestive Heart Failure NYHA FC IV e.c Coronary Arterial Disesase
- Bronchopneumonia
- PPOK
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hemoglobin 8.2 13-17 g/dl
Leukosit 9500 4000-10000
Hematokrit 26 40-50%
Eritrosit 2,8 4.4-6.0 juta

9
MCV 92 80-100 fl
MCH 30 26-34 pg
MCHC 32 32-36 g/dl
Trombosit 241.000 150.000-450.000
EKG

Kesan : Left Ventricle Hypertrophy dengan Probable Anterior Infarct

10
Rontgen Thorax

Kesan : TBC paru aktif dengan efusi bilateral terutama di kiri

2.7 Diagnosis Kerja


Congestive Heart Failure NYHA FC IV e.c HHD + Bronchopneumonia perbaikan
2.8 Follow Up
Tanggal Nama pemeriksaan Hasil Nilai normal
14/03/2019 Hematologi
Hb (g/dl) - 12-14
Lekosit (ribu/uL) 4.000-10.000
Ht (%) 37-47
Eritrosit (juta/uL) 3,8-5,2

MCV (fL) 80-100


MCH (pg) 26-43
MCHC (g/dL) 32-36
Trombosit (/uL) 150.000-450.000

11
Pungsi Pleura
Warna Jernih
Protein 1440
Glukosa 147

15/03/2019 Hematologi
Hb (g/dl) 8.2 12-14
Lekosit (ribu/uL) 7100 4.000-10.000
Ht (%) 26 37-47
Eritrosit (juta/uL) 2.8 3,8-5,2

MCV (fL) 92 80-100


MCH (pg) 30 26-43
MCHC (g/dL) 32 32-36
Trombosit (/uL) 241000 150.000-450.000

16/03/2019 Hematologi 8.2 12-14


Hb (g/dl) 9700 4.000-10.000
Lekosit (ribu/uL) 29 37-47
Ht (%) 3.2 3,8-5,2
Eritrosit (juta/uL)
80-100
MCV (fL) 90 26-43
MCH (pg) 29 32-36
MCHC (g/dL) 32 150.000-450.000
Trombosit (/uL) 256000

1.9 Tatalaksana
ARB
▪ Valsartan 8mg 1x1
Diuretic
▪ Spironolacton 25 mg (1-0-0)
Beta blocker
▪ Bisoprolol 2,5 mg 1x1
Hidrat-Nitrat
▪ Nitrogliserin 2.5mg 3x1
Digoxin 500mcg tab
Amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis = 500mg/dosis 3x1
N-Acetylcystein

1.10 Prognosis

12
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanctionam : Dubia Ad Bonam
BAB III
KAJIAN KASUS
3.1 Kajian Diagnosa Kerja
A. Perempuan, 70 tahun dengan Congestive Heart Failure
 Sesak napas sejak 5 hari SMRS
 Keluhan disertai batuk
 Sesak jika beraktivitas ringan dan malam hari
 Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
- JVP meningkat
- Edema a.r lower ekstremitas
 Dari pemeriksaan EKG menunjukan :
- Left Ventricular Hypertrophy
- Anterior infarct
 Dari pemeriksaan Radiologi menunjukan:

- Pembesaran CTR >50%

 Diagnosis :
Kriteria Major :
- PND
- Kardiomegali
- JVP meningkat

Kriteria Minor :

- Edema ekstremitas
- DOE

Klasifikasi NYHA :

13
Kelas IV : Sesak muncul saat sedang istirahat

Diagnosis : Congestive Heart Failure NYHA IV e.c HHD

 Usulan pemeriksaan :
- Laboratorium : darah rutin, elektrolit, BUN, profil lipid
- EKG
- Thorax
- Echocardiography
 Treatment
Pharmacological intervention
- ARB
Spironolacton 25 mg (1-0-0)
- Beta blocker
Bisoprolol 2,5 mg
- Hidrat-Nitrat
- Digoxin

14
B. Perempuan 70thn dengan Bronchopneumonia

Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan

spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung

tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo

osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar

(tergantung dari mekanisme terjadinya).

Pemeriksaan Radiologis

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan

bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan

bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

- Corakan bronkovascular bertambah


- Perbercakan di lapang bawah paru kanan, perihilar kanan dan lapang
tengah paru kiri

15
- Kesan sugestif tbc paru aktif dengan efusi pleura bilateral terutama kiri

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

b. panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan

bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Heart Failure / Gagal Jantung


4.1.1 Definisi
(Lilly) Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam kecepatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh [forward damage], atau kemampuan tersebut hanya
dapat dilakukan jika tekanan pengisian jantung secara abnormal tinggi (backward failure), atau
keduanya.
(Braunwald) Gangguan progresif yang terjadi setelah sebuah “peristiwa indeks” dimana
terjadi kerusakan otot jantung, yang mengakibatkan hilangnya fungsi myosit jantung, ataupun
adanya gangguan myocardium untuk menghasilkan gaya, sehingga jantung tidak dapat
berkontraksi dengan normal.
(Harisson) Sebuah sindrom klinis yang terjadi pada pasien, akibat abnormalitas struktur
dan/atau fungsi jantung baik yang didapat maupun diturunkan, berkembanglah sekumpulan
gejala-gejala klinis (dyspnea dan lelah) dan tanda-tanda (edema dan rales) yang mengakibatkan
pasien tersebut sering berobat ke RS, kualitas hidupnya buruk, dan angka harapan hidupnya
memendek
4.1.2 Epidemiologi
HF merupakan masalah di seluruh dunia., dengan lebih dari 20 juta orang mengalami hal
ini. Prevalensi keseluruhannya pada populasi orang dewasa di negara berkembang adalah 2%.
4.1.3 Etiologi

17
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan dalam struktur atau fungsi ventrikel kiri. HF
dapat menjadi manifestasi akhir dan paling parah dari hampir semua penyakit jantung, termasuk
CAD,MI, valvular disease, hipertensi, CHD, dan cardiomyopati.
ETIOLOGI-ETIOLOGI HF :
HF DENGAN EJEKSI FRAKSI YANG TURUN (40%)
1. CAD: myocardial Ischemia, MI
2. Chronic Pressure Overload: hipertensi, obstructive valvular disease
3. Chronic Volume Overload: regurgitant valvular disease, shunting intracardiac (kiri ke
kanan), shunting extracardiac
4. Cardiomyopati dilated nonischemic: gangguan familial/ genetic, gangguan infiltratif,
keeusakan yang diinduksi toxic/obat, gangguan metabolic, virus, chagas’ disease
5. Gangguan kecepatan dan ritme: bradiaritmia kronis, takiaritmia kronis
HF DENGAN EJEKSI FRAKSI NORMAL (>40-50%)
1. Hipertrofi patologis: primer (cardiomyopati hypertrophic), sekunder (hipertensi)
2. Penuaan
3. Cardiomyopati restriktif: gangguan infiltrative (amyloidosis, sarcoidosis), storage
diseases (hemochromatosis)
4. Fibrosis
5. Gangguan endomyocardial
PULMONARY HEART DISEASE
1. Cor pulmonale
2. Gangguan vascular pulmonary
KEADAAN HIGH OUTPUT
1. Gangguan metabolic: tirotoksikosis, gangguan nutrisi (beri-beri)
2. Kelebihan kebutuhan aliran darah: shunting arteriovena yang sistemik, anemia kronis
RHD masih menjadi penyebab utama HF di Afrika dan Asia, terutama pada dewasa muda.
Faktor Resiko
1. Hipertensi
2. Obesitas
3. Merokok

18
4. Stress, emosi, dll
Faktor Pencetus
Banyak pasien HF tetap asimptomatik dalam periode yang sangat lama, baik karena gangguannya
ringan, maupun karena disfungsi jantungnya dapat diseimbangkan oleh mekanisme kompensasi.
Seringnya maifestasi klinis muncul ketika adanya faktor pencetus yang menyebabkaan
meningkatnya kerja jantung dan menggangu keadaan seimbang tadi sehingga terjadi sebuah
dekompensasi.
FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENCETUSKAN GEJALA PADA HF YANG
TERKOMPENSASI
1. Peningkatan kebutuhan metabolic: demam, infeksi, anemia, takikardia, hipertiroid,
kehamilan
2. Peningkatan volume sirkulasi (peningkatan preload): kelebihan sodium dalam
makanan, kelebihan administrasi cairan, gagal ginjal
3. Kondisi yang meningkatkan afterload: hipertensi yang tidak terkontrol, emboli
pulmonary (peningkatan afterload ventrikel kanan)
4. Kondisi yang mengganggu kontraktilitas: obat inotropic negatif, ischemia atau infarct
myocardium, penelanan etanol
5. Tidak mengkonsumsi obat HF
6. HR yang sangat rendah

4.1.4 Klasifikasi

19
Klasifikasi berdasarkan Killip:

■ Kelas 1: tidak terlihat tanda /gejala disfungsi ventrikel kiri (kematian 6%)

■ Kelas 2: Gallop S3/kongesti pulmoner ringan sampai moderat (kematian 30%)

■ Kelas 3: edema paru berat yang akut (kematian 40%)

■ Kelas 4: sindroma syok (kematian 80-90%)

4.1.5 Patogenesa

Peristiwa indeks
(contoh: MI)
↙ ↘
merusak otot jantung mengganggu kemampuan myocardium untuk menghasilkan gaya
↓ ↓
fungsi myosit hilang jantung tidak dapat berkontraksi secara normal

20
↘ ↙
Kapasitas pompa jantung ↓
(disfungsi ventrikel kiri) = HF
↓ kompensasi ≈ remodeling ventrikel kiri
HF asimptomatik atau minimally simptomatik
↓ kompensasi selama bertahun-tahun
Kerusakan di dalam ventrikel sendiri

Remodeling ventrikel kiri makin parah

Dekompensasi jantung

HF simptomatik muncul gejala sindrom HF

4.1.6 Patofisiologi

Disfungsi ventrikel kiri penting (necessary) untuk terjadinya HF tetapi tidak cukup (not
sufficient) untuk menimbulkan gejala HF. Terdapat 2 jenis disfungsi dalam HF:

1. Disfungsi sistolik: HF yang disebabkan oleh abnormalitas pengosongan ventrikel (karena


gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload)
Kompensasi jangka panjang

- Destruksi myosit
- Fungsi myosit abnormal
- Fibrosis
- Perubahan transkripsional dan posttranskripsional dari gen-gen
dan protein-protein yang meregulasi kpntraksi otot

Kontraktilitas ↓
↙ ↘
Ejeksi fraksi ↓ ESV (end-systolic volume) ↑
21
↓ ditambah venous return pulmonary normal
EDV (end-diastolic volume) dan tekanannya ↑

Preload ↑

Induksi kompensasi via Frank Starling mech : SV ↑
↓ kontraktilitas sejak awal terganggu
Kompensasi gagal

ESV tetap ↑

Saat diastole: tekanan ↑ LV yang persisten ditransmisikan ke LA →
lalu ke vena pulmonary → lalu ke kapiler kapiler pulmonary

Tekanan hidrostatis kapiler-kapiler pulmonary ↑

Transudasi cairan ke interstitium pulmonary

Pulmonary edema
2. Disfungsi diastolik: HF yang disebabkan oleh abormalitas relaksasi diastolic atau
pengisian ventrikel
Kompensasi jangka panjang

Hipertrofi dan fibsosis

Compliance LV ↓

Pengisian ventrikel kiri sulit

Saat diastole: tekanan pengisian ventrikel ↑

22
Tekanan ditransmisikan balik ke pulmonary vein

Tekanan kapiler pulmonary ↑

Tekanan hidrostatis kapiler-kapiler pulmonary ↑

Transudasi cairan ke interstitium pulmonary

Pulmonary edema

 Untuk HF dengan ejeksi fraksi ↓: terjadi disfungsi sistolik ataupun keduanya


 Untuk HF dengan ejeksi fraksi normal: terjadi disfungsi diastolic, dan menurut penelitian,
ditambah peningkatan kekakuan vascular & ventrikel
4.1.7 Gejala
Gejala cardinal HF: lelah (fatigue) dan nafas pendek (shortness of breath)/dyspnea
GEJALA-GEJALA DAN TEMUAN-TEMUAN FISIK PALING UMUM PADA HF
GEJALA TEMUAN FISIK
HF KIRI
 Dyspnea  Diaphoresis (berkeringat)
 Ortophnea  Takikardi, tachypnea
 Paroxysmal Nocturnal  Pulmonary Rales
Dyspnea (PND)  P2 yang keras
 Lelah  S3 gallop (±S4)
HF KANAN
 Edema perifer  Pembesaran vena jugular
 Right Upper Quadrant  Hepatomegali
discomfort (karena pembesaran  Edema perifer
hepar)

Bentuk-bentuk Heart Failure :


23
Forward versus backward failure
 Backward failure terjadi saat ventrikel gagal untuk mengeluarkan muatannya sehingga darah
terkumpul dan tekanan meningkat. Keadaan ini menyebabkan peningkatan di atrium dan juga
sistem vena yang menuju atrium.
 Forward failure terjadi saat inadequate delivery darah ke dalam sistem arteri (penurunan
cardiac output) akan mengakibatkan penurunan perfusi organ (pada otak akan menimbulkan
mental confusion, pada otot rangka akan menimbulkan lemas, pada ginjal akan meningkatkan
retensi sodium dan air)

Right sided versus left sided


 Left sided menyebabkan kongesti pulmonal diawali oleh infark ventrikel kiri, hipertensi,
penyakit katup mitral atau aorta. Left sided heart failure adalah abnormalitas kontraksi
ventrikel kiri dalam mengejeksikan darah.

24
1. Systolic dysfunction
 Akibat abnormalitas ventricular emptying, karena gangguan kontraktilitas atau
peningkatan afterload
 Gangguan kontraktilitas myocard, bias karena destruksi miosit, abnormalitas fungsi
myosit, atau fibrosis, sehingga menyebabkan penurunan kapasitas ejeksi darah
 overload pressure juga menyebabkan gangguan ejeksi ventricle untuk  resistensi terhadap
flow.
Gangguan kontraktilitas

SV , ESV 

Karena pengosongan ventricle tidak sempurna

CO 

25
Volum diastolic 

Tekanan diastolic 

Retrograde ke atrium

Ke vena dan paru-paru

Ditambah adanya tekanan hidrostatik kapiler paru yang , >20 mmHg

Transudasi cairan ke dalam interstitial paru

Pulmonary congestion

2. Distolic dysfunction
 Kelainan fundsi diastolic rata-rata sehingga terjadi gangguan early relaksasi diastolic,
dimana prosesnya seharusnya aktif, dan bergantung terhadap energy.
 Atau karena terjadi peningkatan kekakuan dinding ventricle (pasif).
 Atau bsa terjadi keduanya
Dinding vebtricle yang kaku (secara kronis)

Fungsi diastole 

Pada saat filling ventricle, volume 

Tekanan diastole 

Retrograde ke pulmonary dan sydtemic vein

26
Vascular congestion
 Pada right sided akan menyebabkan akumulasi cairan yang menyeluruh, ankle edema,
congestive hepatomegally, asites, dan efusi pleura. Right sided heart failure adalah
abnormalitas kontraksi ventrikel kiri dalam mengejeksikan darah.

Acute versus chronic


Manifestasi klinis tergantung dari kecepatan sindrom berkembang dan waktu yang diperlukan
oleh mekanisme kompensasi agar dapat berfungsi juga jumlah cairan yang terakumulasi pada
ruang interstisial. Lamanya gagal jantung tergantung dari keadaan yang menyebabkan gagal
jantung itu sendiri.
Low output versus high output
 Low output biasa disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit katup jantung, rematik,
hipertensi, CAD, cardiomiopati. Keadaan ini akan terlihat dengan adanya vasokonstriksi
sistemik dengan ekstrimitas dingin, pucat dan terkadang sianosis.
 High output biasa disebabkan oleh tirotiksikosis, arteriovenous fistulas, ,beri-beri, Paget
disease of bone, dan anemia. Keadaan ini akan mengakibatkan ektrimitas yang hangat dan
memerah.
Mekanisme:

27
1. Dyspnea
- Transudasi cairan ke interstitium pulmonary → kongesti parenkima paru → turunnya
compliance paru → kerja nafas meningkat untuk menggerakkan volume udara dengan
jumlah sama seperti pada kondisi normal
- Kelebihan cairan di interstitium → menekan dinding bronkiolus dan alveolus →
resistansi aliran udara ↑ → usaha respirasi ditingkatkan
- Akumulasi cairan di interstitium atau intra-alveolar → mengaktifkan reseptor
juxtacapillary J → stimulus nafas yang cepat dan dangkal (khas dyspnea cardiac)

Pada dyspnea on exertion, terdapat beberapa faktor yang ikut berkontribusi: penurunan
compliance paru, peningkatan resistansi jalan nafas, kelelahan otot respirasi dan/atau
diafragma, dan anemia

2. Ortophnea
Dyspnea saat berbaring yang dapat hilang dengan posisi duduk tegak atau tidur dengan
bantal yang tinggi (jumlah bantal banyak)
- Berbaring (terlentang) → redistribusi darah intravaskular dari sirkulasi bagian
tubuh yang bergantung gravitasi (sirkulasi splanchnic dan ekstremitas bawah) ke
sirkulasi sentral (paru-paru) → tekanan kapiler pulmonary ↑
3. PND
Episode akut dari dyspnea parah dan batuk yang umumnya terjadi saat malam hari dan
membuat pasien terbangun dari tidurnya, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. Dyspnea
ini tidak hiang dengan posisi duduk tegak.
Sering disebut juga cardiac asthma karena pasien dengan PND sering mengalami batuk
dan wheezing (disebabkan oleh bronchospasm, tetapi harus dibedakan asthma primer dan
penyebab pulmonary lain)
- Berbaring (terlentang) → redistribusi darah intravaskular dari sirkulasi bagian
tubuh yang bergantung gravitasi (sirkulasi splanchnic dan ekstremitas bawah) ke
sirkulasi sentral (paru-paru) → Tekanan kapiler pulmonary ↑ → tekanan arteri-
arteri bronchial ↑ → penekanan jalan nafas
4. Fatigue
- CO↓ → perfusi ke otot-otot skelet ↓

28
5. Takikardia dan diaphoresis
- Peningkatan aktivitas simpatis
6. Tachypnea
- Nafas cepat
7. Pulmonary Rales
- Transudasi cairan dari intravascular ke alveoli
8. P2 yang keras
- Tekanan pulmonary artery
9. Edema perifer
Terutama di ankle dan kaki
- Peningkatan tekanan hidrostatik vena sistemik → transudasi cairan
10. Abdominal discomfort dan hepatomegali
- Peningkatan tekanan hidrostatik vena sistemik → liver membesar dan kapsulnya
meregang
11. Pembesaran vena jugular
Tanda peningkatan tekanan di atrium kanan
- Peningkatan tekanan hidrostatik vena sistemik
12. S3 gallop
- Volume overload pada LV → remodeling eccentric LV → LV dilatasi →
abnormal/rapid filling LV
4.1.8 Diagnosis
Berdasarkan Framingham

29
4.1.9 Penatalaksanaan

Sasaran utama dari penatalaksanaan pasien yang telah ditetapkan gagal jantung
kongestif ada tiga, antara lain untuk meringankan gejala dan tanda (contoh: sesak
nafas akibat edema paru), menurunkan angka perawatan di rumah sakit, dan tentunya
meningkatkan angka ketahanan hidup sehingga menurunkan mortalitas.13 Pengurangan
angka mortalitas dan perawatan di rumah sakit menunjukkan efektivitas terapi untuk
memperlambat atau mencegah perburukan progresif dari gagal jantung. 13 Sering
ditemukan juga perbaikan remodeling ventrikel kiri dan penunrunan dari kadar
natriuretik peptida dalam sirkulasi. Sedangkan unsur-unsur terapi gagal jantung
kongestif meliputi perubahan pola diet dan gaya hidup, terapi kausa nya, pengaturan
seleksi obat, terapi alat-alat mekanik, sampai ke upaya transplantasi jantung dan
seluruh penanganannya sangat melibatkan pelayanan multidisipin yang
berkesinambungan.10

a. Edukasi
 Perubahan pola diet dan gaya hidup dibarengi dengan edukasi, diet rendah
sodium, berat badan dan ketahanan fisik yang sesuai, dan koreksi kondisi
yang mendasarinya.10
 Edukasi pada pasien atau pihak yang merawatnya sangat penting bagi
keberhasilan proses perawatan jangka panjang. Pasien dan keluarga
seharusnya dilibatkan dalam pemilihan terapi, diberitahu mengenai tanda-
tanda bahaya dekomepnasi jantung, dan bagaimana hubungan dengan
penyakit kausal.
 Konsumsi diet rendah sodium akan membantu mengurangi retensi cairan.
Pasien harus mengurangi garam pada makanan-makanan yang ia makan
serta makann-makanan yang asin. Selain itu pada pasien dengan
aterosklerosis atau diabetes juga harus mengikuti secara ketat pola makan
yang telah ditentukan bagi mereka. Obesitas dapat memperburuk gejala-
gejala gagal jantung sehingga indeks massa tubuh pasien juga harus
diperhatikan.
b. Terapi kausa penyakit

30
Bila hipertensi, anemia berat, hemokromatosis, diabetes yang tidak
terkontrol, tirotoksikosis, beriberi, alkoholik, penyakit Chagas’, atau
toksoplasmosis, serta sebab-sebab penyakit lainnya bisa ditangani, kondisi pasien
bisa membaik secara dramatis. Iskemia miokardial yang signifikan harus ditangani
secara agresif; penanganannya meliputi revaskualrisasi dengan Percutaneous
coronary intervention (PCI) atau operasi bypass.
c. Keterlibatan tim multidisplin
Tim pelayanan multidisiplin (dokter umum, dokter spesialis, perawat,
farmasi, pekerja social, spesialis rehabilitasi) berperan penting dalam manajemen
tatalaksana gagal jantung dimana pendekatan multidisiplin ini meningkatkan
perbaikan dan mengurangi hospitalisasi bagi pasien gagal jantung.
d. Terapi mekanikal
Penggunaan Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD) atau
biventricular pacing sesuai bagi sebagian pasien. ICD direkomendasikan pada
pasien dengan angka harapan hidup yang tinggi, dengan takikardi atau fibrilasi
ventrikel berulang atau menetap.9,10 Sementara itu terapi resinkronisasi kardiak
(cardiac resynchronization therapy/CRT) digunakan untuk meredakan gejala dan
hospitalisasi pasien dengan gagal jantung, fraksi ejeksi ventrikel kiri < 0.35, dan
pelebaran gelombang ORS (0.12s). Ultrafiltrasi digunakan untuk pasien rawat inap
yang memiliki overload cairan yang berat, tidak respons terhadap pemberian
diuretic, dan serum creatinine yang meningkat (sindroma kardiorenal). 10

e. Operasi
Operasi bisa dijadikan pilihan tepat bila terdapat suatu kelainan structural
yang bisa dikoreksi . Penututpan shunt congenital atau akuiasata di dalam jantung
bisa menjadi terapi yang kuratif. Bypass arteri koronaria bisa mengurangi iskemia
dan membantu para pasien dengan kardiomiopati iskemik dan masih terus
dipelajari keefektifannya pada pasien gagal jantung dengan disfungsi sistolik
iskemia. Bila gagal jantung secara primer disebabkan karena kelainan katup,
perbaikan surgical atau penggantian katup sangat dipertimbangkan. Transplantasi
jantung merupakan terapi pilihan utama bagi pasien usia < 60 tahun yang memiliki

31
gagal jantung refrakter yang berat dan tidak ada kondisi mengancam jiwa yang
lain. Pasien-pasien dengan usia yang lebih tua namun dengan kondisi kesehatan
yang baik juga bisa dipertimbangkan untuk menjalani operasi transplant. Angka
ketahanan hidup sebesar 82% pada 1 tahun pertama dan 75% pada 3 tahun
pertama, namun demikian angka mortalitas saat menunggu donor organ jantung
sebesar 12-15%. Selain itu jumlah pendonor jantung masih sedikit jumlahnya

32
4.1.10 Prognosis
Meskipun evaluasi dan manajemen HF sudah sangat berkembang, terjadinya HF simtomatik tetap
membawa prognosis yang buruk. Penelitian menyatakan 30-40% pasien meninggal dalam 1
tahun diagnosis.
4.1.11 Komplikasi
Komplikasi HF kiri adalah HF kanan.
HF KANAN
Ventrikel kanan sangat rentan mengalami kegagalan pada kondisi yang menyebabkan
peningkatan afterload yang tiba-tiba.
Penyebab paling umum: adanya HF kiri
Disfungsi ventrikel kiri

Peningkatan tekanan vascular pulmonary

Afterload pada RV berlebihan

Tekanan diastolik yang meningkat ditransmisikan ke RA

Kongesti vena sistemik

Tekanan vena sistemik ↑
Untuk HF kanan yang terjadi secara sendirian = Isolated Right HF

- Lebih jarang terjadi


- Biasanya terdapat peningkatan afterload RV karena penyakit parenkima paru-paru atau
pembuluh-pembuluh darah paru-paru
- Penyebab; proses primer pulmonary yang disebut “cor pulmonale”
- Secara tidak langsung HF kanan juga bisa mempengaruhi HF kiri
RV output ↓

Blood return ke LV ↓

33

Ventrikular filling ↓

Preload ↓

SV LV ↓

4.2 Bronchopneumonia

4.2.1 Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

4.2.2 Klasifikasi

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru

Pneumonia lobaris

Pneumonia interstitialis

Bronkopneumonia

2. Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jamur
34
4. Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

Tipe Klinis Epidemiologi

Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang tua

Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik

Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

4.2.3 Etiologi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang

sangat invasif sehingga tidak dilakukan.

Hasil penelitian  44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya

disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi

tergantung :

- Usia

- Status lingkungan

35
- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

- Status imunisasi

- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.

4.2.4 Patogenesa

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-

paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan

faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks

batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan

respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag

alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi

organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau

aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat

meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak

dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru

yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan

terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,

penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.

Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan

aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
36
(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.

Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya

terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi

(hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana

eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui

batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura

menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan,

namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

4.2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa

hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c,

sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen,

kadang-kadang berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan

cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding

dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan

pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi

melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah

37
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae

supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat

terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada

bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak

yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae

supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya

sumbatan jalan nafas.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan

dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri

dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi

jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan

mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus

selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps

paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan

spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung

tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo

38
osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar

(tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan

napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan

bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan

bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat

membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit

predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang

predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.

Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik.

Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak

rutin dilakukan.

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

f. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

g. panas badan

39
h. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

i. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

j. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan

bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto
toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks
trdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di
bawah ini.

Kriteria minor:

40
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal
atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
Skor PORT lebih dari 70
Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu
dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg

Pneumonia pada pengguna NAPZA

4.2.6 Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti

efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis,

artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi

hematologi.

41
4.2.7 Tatalaksana

a. Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada

analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus

- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau

penderita kelainan jantung

- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka

resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

42
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman

penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti

empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan


klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati
di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan
yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang
spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk
dalam faktor modifikasis adalah: (ATS 2001)

 
a.Pneumokokus resisten terhadap penisilin

43
 Umur lebih dari 65 tahun
   Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

 Pecandu alkohol
 
 Penyakit gangguan kekebalan
 
 Penyakit penyerta yang multipel
 
 
b
Bakteri enterik Gram negatif
.
 Penghuni rumah jompo
 
 Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
 
 Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
 
 Riwayat pengobatan antibiotik
 
 
c.Pseudomonas aeruginosa
 Bronkiektasis
 
 Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
 
 Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
 
 Gizi kurang
 
 
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
 
a
Penderita rawat jalan
.
 Pengobatan suportif / simptomatik
 
- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi


 
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran


Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

44
 
b
Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
.
  Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen

  - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik


  Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

45
1. Hunt SA. ACC/AHA guidelines: A-, B-, C-, and D-based approach to chronic heart
failure therapy. Eur Heart J Suppl. 2006; 8(supp 6):e3-e5.
2. Townsend N, Wickramasinghe K, Bhatnagar P, SMolina K, Nichols M, Rayner M for the
British Heart Foundation Health Promotion Research Group Department of Public Health.
Coronary heart disease statistic 2012 edition. London: British Heart Foundation; 2012: 1-
211.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS
2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; Desember 2008: 1-290.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; Desember 2013:1-268.
5. Mann DL, Chakinala M. Heart failure and cor pulmonale. In: Longo DL, Kasper DL,
Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 18th ed. Boston, MA: McGraw-Hill; 2011. p.3888-3922.
6. Francis GS, Tang W, Walsh RA. Pathophysiology of heart failure. In: Fuster V, Walsh
RA, Harrington RA, editors. Hurst's The Heart, 13th ed. New York, (NY): McGraw-Hill;
2011. p.719-809. HURST
7. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management
of heart failure. Circulation. 2013; 128:e240-e327.
8. McMurray JJV, Adamopoulos S, Dickstein K, Filippatos G, et al. ESC guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: the Task Force for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 of the European Society
of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association (HFA) of
the ESC. Eur Heart J. 2012; 33(14): 1787-1847.
9. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. Canada (CA):
Brooks/Cole; 2010. P. 343-389
10. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-
acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
11. https://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pneumonia
%20komuniti.html
46
47

Anda mungkin juga menyukai