Disusun oleh:
Supervisor
dr. Imran Safei, M.Kes, Sp. KFR
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Mangga III
Status : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 03 Oktober 2018
Tanggal Periksa : 03 Oktober 2018
No RM : 035096
B. Keluhan Utama
Wajah mencong ke kiri
1
Mual muntah tidak ada, badan panas tidak ada, nyeri telinga tidak ada, hidung
tersumbat tidak ada, nyeri kepala tidak ada dan kelemahan pada anggota gerak tidak
ada.
Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat berat badan turun tidak ada.
Awalnya, pasien sering mengeluhkan nyeri kepala pada bagian dahi yang dirasakan
sejak pasien berumur 14 tahun. nyeri kepala dirasakan berdenyut-denyut dan hilang
timbul. Nyeri kepala tidak dipengaruhi aktivitas. Pasien juga selalu pingsan
terutama saat mengikuti upacara di sekolahnya dulu. Keluhan makin bertambah
ketika pasien berumur 17 tahun dan saat itu pasien kerumah sakit dan disarankan
untuk melakukan pemeriksaan CT Scan Kepala. Akhirnya pasien memeriksa kan
dirinya ke awal bros dan menurut pasien hasil dari Pemeriksaan Ct scan kepala
menunjukkan adanya massa pada otak pasien. Akhirnya pasien di rujuk ke RSUP
Wahidin untuk dilakukan operasi. Setelah beberapa jam pasca operasi pasien
awalnya sulit berbicara dan tidak lama kemudian pasien merasa mulut pasien
mencong ke kiri, wajah sebelah kanan dirasakan agak tebal, sulit tersenyum serta
sulit untuk minum menggunakan sedotan. Pasien akhirnya dikonsul ke bagian
Rehabilitas medik dan telah melakukan serangkaian terapi selama 1 bulan pasca
operasi dengan jadwal 1 minggu 3 kali. Namun pasien tidak melanjutkan terapi
tersebut. Dari hasil terapi 1 bulan tersebut pasien sudah bisa mencucu serta minum
menggunakan sedotan. Dan pada tahun 2018 pasien datang ke RS Tajuddin Chalid
untuk melanjutkan teapi atas keinginginan sendiri.
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 19 kali/menit
Suhu : 36,5o Celcius
E. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-),
Perkusi : nyeri ketok costovertebra (-)
Tanda Patrick : (-/-)
Tanda Contrapatrick : (-/-)
Tanda Lasseque : (-/-)
F. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
G. Ekstremitas
Oedem : Akral dingin
- - - -
- - - -
H. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : normal
Fungsi Sensorik : normal
Fungsi Motorik dan Refleks
4
Kekuatan Tonus
5 5 N N
5 5 N N
N N Neg Neg
N N Neg Neg
5
N. XI : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal
I. Barthel Index
No Kriteria Score
1 Makan 10
2 Aktivitas toilet 10
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan
3 10
sebaliknya, termasuk duduk di tempat tidur
Kebersihan diri mencuci muka menyisir rambut
4 10
menggosok gigi
5 Mandi 10
6 Berjalan di permukaan datar 10
7 Naik turun tangga 10
8 Berpakaian 10
9 Mengontrol defekasi 10
10 Mengontrol berkemih 10
Total 100
Penilaian :
0-20 Ketergantungan
21-61 Ketergantungan berat (sangat tergantung)
62-90 Ketergantungan berat
91-99 Ketergantungan ringan
100 mandiri
M. Sourcilier : 1/5
M. Piramidalis : 1/5
6
Zigomatikus : 0/5
M. Businator : 2/5
M. Mentalis : 0/5
PENILAIAN :
3. Nilai 3 (fair) : Kontraksi sampai dengan simetris sisi normal dengan maksimal
III. DIAGNOSIS
Klinis : Parese N. VII dextra
Topis : Nervus VII (Fascialis) Dextra
Etiologis : Idiopatik
Diagnosis Fungsional :
• Impairment : Parese Nervus Fascialis dextra
• Disability : penurunan fungsi otot wajah
• Handicap : kesulitan berbicara dan berekspresi
7
3. Okupasi terapi : pada saat makan, terkadang makanan berkumpul ke sisi
kiri.
4. Sosiomedik : tidak ada
5. Ortesa-protesa : tidak ada
6. Psikologi : Pasien merasa malu dengan keadaannya
V. PERENCANAAN
• Perencanaan diagnostik : EMG-NCV (Electromyography-Nerve Conduction
Velocity)
• Perencanaan terapi
Ortesa-Protesa (OP) : Tidak dilakukan
Fisioterapi (FT) :
1. Short Wave Diatermi (SWD) pada foramen Stilomastoideus sinistra
2. Deep Kneading Massage sebelum latihan grak volunteer otot wajah
3. Electrical Stimulation (ES)
4. latihan gerak wajah sebelah kanan (mengerutkan dahi,menutup mata,
tersenyum, bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut)
Terapi Okupasi (OT) :
1. Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan menutup mata,
mengerutkan dahi, meniup tissue atau lilin, tersenyum, meringis
2. Latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan berkumur, latihan
makan dengan mengunyah disisi kanan, minum dengan sedotan
Perawatan mata :
1. Memberikan obat tetes mata atau air putih pada mata
2. Memakai kacamata hitam saat berergian disiang hari
• Perencanaan pengawasan : ADL
• Perencanaan edukasi : Penjelasan kondisi pasien
Home exercise program
VI. RESUME
Perempuan umur 21 datang ke Poli Rehabilitasi RSTC dengan keluhan wajah
mencong ke kiri sejak 2 tahun yang lalu. Dirasakan tiba-tiba setelah pasien melakukan
operasi pengangkatan tumor.Selain merasakan mulut mencong ke kiri, pasien juga
8
mengeluhkan wajah sebelah kanan dirasakan agak tebal, mulut pada bagian wajah sebelah
kanan tidak dapat tersenyum, menyeringai, serta mencucu, tidak bisa mengangkat alis,
mengerutkan dahi (tidak simetris antara wajah kiri dan kanan), kelopak mata tidak dapat
menutup penuh. Pasien juga pernah mengeluhkan apabila menangis, air mata tidak keluar
dari mata kanannya dan mata kanannya terasa kering, namun sekarang keluhan tersebut
berkurang. Mata perih tidak ada, gangguan merasakan manis atau asam tidak ada. Mual
muntah tidak ada, badan panas tidak ada, nyeri telinga tidak ada, hidung tersumbat tidak
ada, nyeri kepala tidak ada dan kelemahan pada anggota gerak tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos mentis E4V5M6,
gizi kesan baik. Pemeriksaan panca indera pandangan dobel (-/-), penglihatan kabur (-/-),
kelopak mata dapat menutup (-/+), air mata keluar (+/+), mata perih (-/-), mata kering (+/-).
Pada pemeriksaan nervus cranialis yang bermakna adalah Inspeksi : lipatan nasolabial kanan
turun, sudut mulut kananturun Mengerutkan dahi -/+, Menutup mata -/+, Tersenyum -/+,
Mencucu -/+, Mengembangkan pipi +/+, Mengangkat dahi mencong ke kiri.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah, tidak atau
kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini
tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1
2.2. EPIDEMIOLOGI
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus (3%) dari
seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit menemukan sekitar 7 dari
430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf fasialis yang tidak diketahui
penyebabnya (Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-
75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilateral. Insiden pada laki-laki
dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia 40 tahun meskipun penyakit ini
dapat timbul di semua umur. Insiden terendah adalah pada anak di bawah 10 tahun,
meningkat pada umur di atas 70 tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri
sama. Kausa tumor merupakan hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus
10
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS FASIALIS
Nervus fasialis yang sebenarnya: yaitu nervus fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-
otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih
tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah. Sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan
Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior. Terletak di
kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf fasilalis pada
tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula
lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal
dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana,
salivasi.
11
Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah
kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh
lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus
Gambar 2. Letak nucleus nervus fasialis dibatang otak dilihat dari dorsal
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di
bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus
VII dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus.
Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke
lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung
akhir kanalis, saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari
titik ini,serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa
12
Gambar 3. Jaras Motorik Nervus Fasialis
Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius dan nervus VIII
masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di
dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman
13
timpani dan segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan
ganglion genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter. Segmen timpani (segmen
vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan ke arah posterior
telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu
turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini
kira-kira 12 milimeter.5 Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan
superior kavum timpani. perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,
disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling
posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya
segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid. Panjang segmen ini 15-20
milimeter.5 Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan
gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
14
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau
amimi).
2.4 ETIOLOGI
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi,
1) Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible dan terdapat
bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada parese
nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus
2) Infeksi
seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus.3 Infeksi Telinga tengah yang
dapat menimbulkan parese nervus fasialis adalah otitis media supuratif kronik (
15
OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat
menyebabkan terjadinya paresis nervus fasialis. Terdapat dua mekanisme yang dapat
tersebut 2. Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan
granulasi. Pada otitis media akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis
khususnya pada anak terjadi ketika kanalis nervus fasialis padatelinga tengah
mengalami congenital dehiscent atau saraf terkena akibat kontak langsung dengan
materi purulen sehingga dapat menimbulkan inflamasi dan edema pada saraf dan
menyebabkan paresis.Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis
atau sarafnya dapat dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi,
disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu
paralisis nervus fasialis bagian bawah, ipsilateral terhadap telinga yang sakit.5
3) Tumor
sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat.
Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann,
kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri
karotis dapat
mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.6 Selain itu parese
nervus fasialis juga dapat terjadi pada karsinoma nasofaring, mekanisme tidak
langsung dari pembesaran tumor yakni oklusi tuba eustachius karena letaknya di
timpani, yang jika berlangsung lama dapat terjadi otitis media dan jika tidak
16
tertangani menjadi masoiditis. Namun, dikatakan bahwa perluasan tumor ini
jaranglangsung mengenai dari nucleus nervus. VII dan VIII karena letaknya yang
tinggi.2
4) Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur
basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka
tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis
trigeminal dan operasi kelenjar parotis.6 Kapasitas kembalinya fungsi dari paralisis
nervus karena manipulasi bedah adalah hal yang sangat penting. Contoh nyata
perpindahan posisi nervus. Sebagai contoh setelah operasi fossa infratemporal yang
minggu paralisis fasial sering terlihat. Hal ini merupakan manifestasi adanya iskemia
diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau
tidak menyertai penyakit lain.Pada parese Bell terjadi edema nervus fasialis. Karena
17
7) Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,
hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom
Guillian Barre.
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan
sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang
lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada
di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama
N. Fasialis.3
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih
dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.3
18
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang
involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan
bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space
occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon
dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada
paralisis pseudobulber.3
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan
kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan
lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya
19
menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus
Gejala dan tanda klinik seperti (a) dan (b) di tambah dengan hiperakusis.
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (a),(b),(c) disertai dengan nyeri di belakang dan
didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di
membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang
zoster
otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus
akustikus.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus
trigeminus, nervus akustikus dan kadang – kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius
20
2.6 DIAGNOSA
pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan
derajat kelumpuhannya.5
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan
ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah
sebagai berikut:
memperlihatkan gigi
M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :
21
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh
(30).5
b. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap
sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada
setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran
prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya
terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus
maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (2) pada setiap tingkatan
c. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu
cabang nervus fasialis.5 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat
pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini
dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh
22
menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisis lidah
lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita
disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk
rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.6
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan
dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.5
d. Salivasi
Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual.
Kelenjar parotid merupakan sepasang kelenjar saliva terbesar yang berada di sekitar ramus
mandibula kanan dan kiri. Kelenjar submandibular berada di bawah mandibula dengan
ukuran sedang. Duktusnya dinamakan duktus Wharton yang keluar dari sisi-sisi frenulum
lidah. Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar
Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam
mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat
Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya
pada simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis
mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor
23
dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata. Tes Schimer dilakukan untuk menilai
fungsi lakrimasi dari mata.3,7 Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus
lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari
bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan
bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.5,6
f. Refleks Stapedius
dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk
g. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu menjalani pemeriksaan
audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri
dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji
respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi
patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu
kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada
daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh
pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian
reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu
nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius.
Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi
rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan
reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen
saraf kranialis.6
24
h. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering kita
pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi
dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan
dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita
melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan
memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal.
i. Hemispasme
parese fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan
akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada
penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak.
Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan angka (-1). Fungsi motorik otot-otot tiap
sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis
25
Ramsay hunt syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam
yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi :
telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-
terinfeksi
- Sakit telinga
- Pendengaran berkurang
Miller Fisher syndrome adalah varian dari Gullain Barre syndrome yang jarang
opthalmoplegi , ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller fisher syndrome
kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus fascialis tipe perifer pada
Miller Fisher syndrome menyerang otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus
fascialis tipe perifer pada Miller fisher syndrome menyerang otot wajah bilateral.
26
3) Bell’s Palsy
neoplasmik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada
foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan
total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air
menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra
melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan
matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut
lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari
Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang
berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan
epifora.9 Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak
mengembung.6 Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi
sisi yang lumpuh.9 Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati
Palsy”7,8
2.8 KOMPLIKASI
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat
otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin
memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang
27
abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan)
didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk
kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang
berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis.6
2.9 TERAPI
Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :4,5,10
a. Fisioterapi
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka
hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah
yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase
dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat
penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan
beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-
Electrical Stimulation
28
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.5 Tindakan ini bertujuan
untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk
b. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain
11
:
1) Asam Nikotinik
Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-
2) Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi
nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan,
3) Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s
Palsy.
4) Sodium Kromoglikat
Diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.
5) Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara
simultan.
29
c. Pengobatan Psikofisikal
2) Depresi
penderita dengan usia yang sama terbukti efektif untuk mengatasi depresi
tersebut.
3) Nyeri
sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien dengan
Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan
4) Perawatan Mata
agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk
tetes mata.
Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total,
tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis
transmastoid.5
30
Pada otitis media akut, operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Hanya perlu
diberikan antibiotic dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan
di kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent, maka perlu dilakukan
miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian antibiotic
yang kebanyakan resolusi parese yang singkat. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak ada
dekompresi. Pada otitis media kronik, diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan
elektrodiagnostik.
Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s palsy maka akan
dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO adalah
semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta
medik adalah : 12
c. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan
Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka
diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis,
ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.
31
Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik,
sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk
serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari.
Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,
psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak
banyak berperan.
a. Program Fisioterapi
1. Pemanasan 12
memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya
adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru,
Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat
32
penuh). Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan
maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage
secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema,
Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak
volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap
pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam
Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan
dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan
secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan
dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan
meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.13
Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem
sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat
membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu
dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah
biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga.
33
Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang
d. Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas
sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang
mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan
Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak
jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit
yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada
perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
2.11 PROGNOSIS
derajat kedalaman lesi pada saraf tersebut. Neuroplastisitas adalah konsepneurosains yang
merujuk kepada kemampuan otak dan sistem syaraf semua spesies untuk berubah secara
struktural dan fungsional sebagai akibat dari input lingkungan. Plastisitas terjadi dalam
berbagai tingkatan, dari perubahan seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga
perubahan bersakal besar yang terlibat dalam pemetaan ulang kortikalsebagai tanggapan
kepada luka. Bentuk plastisitas yang paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan
34
Neuropatologi dan penyembuhan yang berkaitan dengan derajat kerusakan saraf
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. DR. Mahar Mardjono dan Prof. DR. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis
Dasar. Dian Rakyat, Jakarta.
2. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. III Edition, Chapter
10 : Facial Nerve Paralysis, 2006
3. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI, 2006.
4. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta :
Balai Pustaka.1996.
5. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In :
Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI. 2007
6. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit
THT edisi 6. Jakarta : EGC
7. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian
Rakyat, 1985 : 311-17
8. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English : ELBS, 1985 :113-6
9. Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.
Semarang :
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81
10. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.
11. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari
www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. 26 Oktober 2014
12. Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3th ed. Baltimore :
William & Wilkins, 1983 : 235-48
13. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bell’s Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk.
Bell’s Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK
UNAIR, 1991 : 1-7
36