KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………….................. 2
Daftar isi…………………………………………………………………………. 3
Kompetensi yang harus dicapai ……………………………………………… 4
Modul belajar……………………………………………………………………. 5
3
KOMPETENSI YANG HARUS DICAPAI OLEH SEORANG DOKTER
A. Kompetensi Ketrampilan Klinik
Setelah mengikuti clerkship di Departemen Patologi Klinik, lulusan dokter
diharapkan mampu :
1. Memilih pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan masalah pasien
2. Menyimpulkan hasil pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis,
komplikasi, serta panduan dalam manajemen pasien
3. Melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium sederhana
4
No Ketrampilan Tingkat Ketrampilan
1. Pungsi vena 4A
2. Pungsi arteri 3
3. Finger prick 4A
4. Persiapan dan pemeriksaan hitung jenis leukosit 4A
5. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, 4A
Trombosit)
6. Pemeriksaan profil pembekuan (bleeding time, 4A
clotting time)
7. Pemeriksaan Laju endap darah/kecepatan 4A
endap darah (LED/KED)
8. Permintaan pemeriksaan hematologi 4A
berdasarkan indikasi
9. Permintaan pemeriksaan imunologi 4A
berdasarkan indikasi
10. Pemeriksaan golongan darah dan 4A
inkompatibilitas
11. Penentuan indikasi dan jenis transfusi 4A
12. Persiapan, pemeriksaan sputum, dan 4A
interpretasinya (Gram dan Ziehl Nielsen [BTA])
13. Identifikasi Parasit (Sistem gastrointestinal) 4A
14. Pemeriksaan feces (termasuk darah samar, 4A
protozoa, parasit, cacing)
15. Persiapan dan pemeriksaan sedimen urin 4A
(menyiapkan slide dan uji mikroskopis urine)
16. Pemeriksaan Glukosa Urine (Benedict) 4A
17. Metode dip slide (kultur urine) 3
18. Penilaian hasil pemeriksaan semen 4A
19. Tes kehamilan 4A
20. Pemeriksaan Gula Darah ( dengan Point of Care 4A
Test)[POCT]
FLEBOTOMI
5
Flebotomi (phlebotomy) berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata yaitu
phlebos yang berarti vena dan tome yang berarti memotong. Tujuan utama dari proses
flebotomi adalah memperoleh darah untuk diagnostik. Prosedur flebotomi juga digunakan
untuk mengambil darah dengan tujuan transfusi. Flebotomi dengan tujuan terapeutik
dilakukan untuk kasus tertentu seperti pada pasien dengan polisitemia.
Prosedur umum untuk mendapatkan spesimen darah mencakup pungsi vena
(venipuncture), pungsi arteri (arterial puncture) dan pungsi kulit/kapiler (skin
puncture/capillary puncture). Darah arteri mempunyai komposisi yang sama di seluruh
tubuh sehingga perbedaan tempat penusukan tidak mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Komposisi darah vena tergantung pada aktivitas organ atau jaringannya sehingga lokasi
pengambilan dapat mempengaruhi hasil. Darah yang diperoleh dengan tusukan
kulit/kapiler adalah campuran darah arteri, vena dan kapiler serta mengandung cairan
intertisial dan intraseluler.
I. PERSIAPAN FLEBOTOMI
A. Penyediaan tempat pengambilan darah
1. Instalasi rawat jalan atau klinik
a. Permukaan yang datar dengan dua kursi yaitu satu untuk flebotomis dan
satu untuk pasien
b. Tempat mencuci tangan, air mengalir dan handuk atau tissue
c. Cairan alkohol untuk hand rub
2. Instalasi rawat inap atau bangsal
a. Di tempat tidur pasien
b. Gunakan gorden penutup untuk privasi pasien
B. Permintaan laboratorium atau instruksi yang jelas
C. Alat dan bahan
Peralatan yang diperlukan untuk prosedur dikumpul dan diletakkan di tray atau
trolley yang mudah dilihat dan dicapai.
1. Peralatan pungsi vena (Gambar 3a)
a. Tabung untuk sampel
6
b. Handschoen non-steril
c. Jarum dan syringe (semprit) atau needle dan holder
d. Tourniquet
e. Alkohol untuk hand-rub
f. Alcohol swab 70% untuk desinfeksi kulit
g. Kasa untuk diaplikasikan pada daerah pungsi
h. Label untuk spesimen
i.Peralatan menulis
j. Kantong untuk transportasi
k. Tempat jarum bekas yang tidak tembus (tempat limbah tajam)
2. Peralatan pungsi arteri (Gambar 3b)
a. Handschoen non-steril
b. Alkohol untuk hand-rub
c. Alcohol swab 70% untuk desinfeksi kulit
d. Semprit yang mengandung heparin + jarum (BD Preset TM syringe)
e. Kasa untuk diaplikasikan pada daerah pungsi
f. Plester untuk menutup luka pungsi
g. Label untuk spesimen
h. Peralatan menulis
i.Container yang berisi es untuk transpor sampel ke laboratorium
j. Tempat jarum bekas yang tidak tembus (tempat limbah tajam)
3. Peralatan pungsi kapiler (Gambar 3c)
a. Tabung untuk sampel
b. Handschoen non-steril
c. Alkohol untuk hand-rub
d. Alcohol swab 70% untuk desinfeksi kulit
e. Alat pungsi kapiler atau lancet
f. Label untuk spesimen
g. Peralatan menulis
h. Tempat jarum bekas yang tidak tembus (tempat limbah tajam)
7
(a) Peralatan pungsi vena (b) Peralatan pungsi arteri
8
II. TEKNIK FLEBOTOMI DENGAN CARA PUNGSI VENA
A. Pemilihan tempat pengambilan darah
Ekstensikan lengan pasien dan inspeksi fossa antecubiti atau lengan bawah. Cari
tiga vena yang paling mudah ditemukan di daerah antekubiti dengan cara melihat atau
dengan cara palpasi yaitu vena cephalica, vena mediana cubiti dan vena basilica. Vena
cephalica berada di lateral dan vena basilica berada di medial
Pengambilan sampel darah pada pasien rawat inap tidak boleh berasal dari
daerah yang terpasang infus karena dapat memberikan hasil palsu. Sampel yang
hemolisis, terkontaminasi cairan intravena dan obat dapat mempengaruhi hasil tes.
Pengambilan sampel darah saat memasukkan alat infus sebelum kanula dihubungkan
dengan cairan infus diperbolehkan tetapi tidak ideal.
Pengambilan sampel darah vena juga tidak boleh dilakukan pada daerah yang
mengalami hematoma, luka bakar dan jaringan parut (scar). Pasien mastektomi
menjalani pengangkatan kelenjar limfa yang berfungsi menghasilkan limfosit untuk
melawan proses infeksi dan mengontrol keseimbangan cairan (limfostasis) lengan pada
sisi yang sama dengan payudara yang dioperasi. Itu sebabnya pasien mastektomi lebih
mudah terinfeksi dan merasa nyeri bila dilakukan pungsi vena atau pungsi kapiler pada
daerah yang sesisi dengan masktektomi.
(a) (b)
Gambar 2. Fossa Cubiti
9
B. Prosedur pungsi vena
1. Pasang tourniquet sekitar 4-5 jari atau 3-4 inci (7,5-10 cm) di atas tempat
pungsi vena dan periksa kembali vena tersebut. Tidak diperkenankan memasang
tourniquet terlalu ketat dan tidak lebih dari satu menit untuk menghindari hemolisis.
Pemasangan tourniquet kembali harus menunggu setidaknya dua menit.
2. Desinfeksi daerah pungsi
Bersihkan daerah pungsi dengan alcohol swab 70% selama 30 detik dan biarkan
mengering selama 30 detik. Desinfeksi dimulai dari titik tengah pungsi kemudian ke arah
bawah dan luar sehingga mencakup area sekitar dua cm atau lebih. Tidak diperkenankan
menyentuh daerah yang telah didesinfeksi dan menempatkan jari di atas vena untuk
membimbing batang jarum. Daerah pungsi harus didesinfeksi kembali apabila disentuh.
3. Pasien diminta mengepalkan tangan
4. Fiksasi vena dengan memegang lengan pasien dan menempatkan ibu jari
di bawah tempat pungsi vena.
5. Metode penusukan terdiri atas metode syringe (semprit) dan metode
tabung vakum.
a. Metode syringe atau semprit
i. Tusukkan jarum dengan cepat pada sudut 15-30O dengan bevel jarum
menghadap ke atas dan dorong jarum masuk sepanjang vena pada sudut yang paling
mudah masuk.
ii. Tarik barrel dengan perlahan mengikuti aliran darah vena yang mengalir
masuk ke dalam syringe. Penarikan barrel terlalu cepat dapat mengakibatkan hemolisis
ataupun vena kolaps.
iii. Setelah terkumpul darah yang cukup, lepaskan tourniquet sebelum menarik
jarum keluar.
iv. Pengisian tabung sampel laboratorium
1) Tusuk stopper pada tabung dengan jarum suntik. Tidak diperkenankan
menekan plunger karena dapat meningkatkan resiko hemolisis. Stopper tabung yang
dibuka dapat menghilangkan sifat vakum tabung tersebut.
10
2) Jika tabung tidak memiliki stopper karet, masukkan darah dari jarum suntik
ke dalam tabung secara perlahan untuk mengurangi resiko hemolisis.
3) Urutan pengisian tabung adalah spesimen koagulasi, hematologi, dan kimia
klinik. Urutan ini penting untuk meminimalkan efek penggumpalan trombosit.
4) Tabung sampel dibolak-balik beberapa kali.
b. Metode tabung vakum
i. Tusuk jarum ke dalam vena dengan sudut 15-30O, posisi bevel menghadap ke
atas.
ii. Amati aliran darah pada needle chamber sebagai penanda bahwa jarum telah
masuk ke dalam vena.
iii. Dorong tabung vakum ke holder.
iv. Urutan pengambilan darah dengan tabung vakum sebagai berikut.
a) Tabung untuk kultur darah
b) Tabung untuk pemeriksaan koagulasi (sodium sitrat)
c) Tabung untuk serum dengan ataupun tanpa clot-activator
d) Tabung dengan zat aditif heparin
e) Tabung dengan zat aditif EDTA
v. Lepaskan tourniquet dan lepaskan tabung vakum dari holder sebelum jarum
ditarik keluar.
vi. Tabung dibolak-balik 8-10 kali agar zat additif tercampur dengan darah kecuali
tabung merah (tanpa zat aditif). Gerakan mengocok tabung dapat menyebabkan
hemolisis.
6. Tekan daerah pungsi dengan kasa kering yang bersih atau kapas bola.
Minta pasien untuk memegang kasa atau kapas di tempat pungsi tadi dengan lengan
diluruskan. Pasien tidak diperkenankan menekuk tangan karena dapat menyebabkan
hematoma
C. Bersihkan alat dan bahan yang terkontaminasi dan selesaikan prosedur
D. Homogenisasi tabung vakum
Tabung vakum memiliki warna tutup tabung yang berbeda untuk menandakan zat
aditif yang terkandung di dalamnya. Homogenisasi setiap tabung vakum berbeda
tergantung warna tutup tabung. Homogenisasi dilakukan dengan cara menginversi
11
tabung, yaitu membalikkan tabung vakum dengan sudut 180 0 dan mengembalikan ke
posisi semula.
C. Tes Allen
Tes Allen harus dilakukan sebelum pungsi arteri radialis untuk menilai apakah arteri
ulnaris dapat memberikan sirkulasi kolateral untuk tangan setelah tusukan arteri
radialis.
1. Elevasi sedikit tangan pasien dan minta pasien membuat kepalan tangan.
2. Oklusi kedua arteri radialis dan ulnaris dengan jari.
3. Minta pasien membuka kepalan tangan dan amati perubahan tangan pasien
menjadi pucat.
4. Turunkan tangan pasien dan lepaskan penekanan pada arteri ulnaris dan amati
adanya aliran darah.
12
Permukaan telapak tangan normalnya akan mendapat perfusi darah. Perfusi yang
adekuat berarti hasil tes Allen positif yang menandakan pungsi arteri dapat dilakukan.
Hasil tes Allen negatif menunjukkan telapak tangan tidak akan kemerahan yang berarti
kolateralnya jelek dan harus dicari tempat tusukan lain.
13
(a) Desinfeksi daerah (b) Tarik plunger sampai (c) Tusuk Jarum pada sudut
pungsi batas pengisian 45-60O
(d) Tekan tempat pungsi selama 5 menit. Buang jarum (e) Keluarkan gelembung
ke tempat limbah tajam udara dan tutup semprit
14
Pungsi kapiler merupakan metode pilihan pengambilan darah untuk neonatus dan
bayi. Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI) merekomendasikan pungsi kapiler
heelstick untuk bayi berusia kurang dari satu tahun dan fingerstick untuk anak-anak
berusia lebih dari satu tahun.
15
Gambar 4. Pungsi kapiler untuk heelstick.
b. Bayi satu tahun sampai dewasa
Pungsi kapiler dilakukan pada permukaan palmar phalanges distal ketiga atau
keempat dari tangan yang tidak dominan. Tidak diperkenankan melakukan pungsi
pada ujung jari ataupun bagian tengah jari. Hindari sisi jari karena jaringan yang
tipis, banyak pembuluh darah dan saraf serta tulang dekat dengan permukaan kulit.
Jari kedua cenderung memiliki kulit yang tebal dan berkalus. Jari kelima cenderung
memiliki jaringan yang lebih sedikit.
16
HITUNG JENIS LEKOSIT
Menghitung jenis lekosit sebenarnya menghitung jumlah relatif masing –masing jenis
lekosit ; dalam hal ini jumlah suatu jenis lekosit dinyatakan dalam (%) dari 100 buah
lekosit (semua jenis)
Hitung jenis lekosit pada garis besarnya ada 2 macam yaitu :
1. Cara otomatis
2. Cara visual
1. Cara otomatis
1. Berdasarkan ukuran sel
Dibedakan menurut ukuran sel limfosit dan mielosit setelah dilisiskan dengan
saponin.
Lekosit dikelompokkan dengan 3 kelompok .
Sel kecil : 30 – 60 fl (limfosit)
Sel sedang : 61 – 150 fl (monosit, eosinofil, basofil)
Sel besar : > 150 fl (netrofil, mielosit, metamielosit, limfosit besar)
Di BLK Makassar dengan alat sel Dyn 1600, lekosit dikelompokkan menjadi 2,
yaitu PMN dan Limfosit.
2. Flow Cytometri
Sel lekosit diwarnai dan dikelompokkan menjadi netrofil, eosinofil,
basofil, monosit, limfosit. Jika ada sel-sel muda, alat akan memberikan tanda
yang harus dikonfirmasikan dengan sediaan apus darah (Technicon). Alat
yang menggunakan prinsip flow-cytometri dalam waktu 1 menit dapat
menghitung 10.000 sel dengan presisi yang tinggi dan dalam waktu yang
singkat .
3. Pattern Recognation
Adaptasi dari hitungan jenis visual dengan menggunakan mikroskop yang
dilengkapi dengan photosensor dan komputer. Gambaran sel yang ditemukan:
ukuran, bentuk, granula, rasio inti dengan sitoplasma dll dibandingkan dengan
17
gambaran sel yang tersimpan di memori komputer. Alat dengan prinsip ini (Heitz
Hematrat, Hitachi 8200 ) dalam waktu 2 – 6 menit mampu menghitung 500 sel.
2. Cara visual
Hitung jenis lekosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada kaca
objek dengan pewarnaan tertentu. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik
merupakan mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik
Cara Pemeriksaan:
1. Sediaan apus diletakkan di mikroskop
2. Diperiksa dengan pembesaran lemah (lensa obyektif 10x dan lensa okuler 10x)
untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.
3. Pada daerah yang eritrositnya saling berdekatan adalah daerah yang paling
baik untuk melakukan hitungan jenis lekosit. Dengan pembesaran sedang (lensa
obyektif 40x dan lensa okuler 10x) dilakukan hitung jenis lekosit. Bila diperlukan
dapat dilakukan penilaian lebih lanjut dari sediaan apus menggunakan lensa
objektif 100 x menggunakan minyak imersi.
Basofil
Sel ini tidak selalu dapat dijumpai, bentuk dan ukurannya menyerupai neutrofil,
sitoplasmanya mengandung granula bulat besar tidak sama besar, berwarna biru tua,
granula dapat menutupi inti. Kadang-kadang dapat dijumpai adanya vakuol kecil di
sitoplasma.
Eosinofil
Bentuk dan ukurannya sama dengan netrofil, akan tetapi sitoplasmanya dipenuhi oleh
granula yang besar, bulat, ukurannya sama besar dan berwarna kemerahan
Neutrofil
Berukuran lebih besar dari limfosit kecil, berbentuk bulat dengan sitoplasma yang banyak
agak kemerahan. Inti berwarna ungu, berbentuk batang atau segmen. Dikatakan
berbentuk batang apabila lekukan inti melebihi setengah diameter inti; berbentuk segmen
bila inti terbagi menjadi beberapa bagian yang saling dihubungkan dengan benang
kromatin. Sitoplasma bergranula warna keunguan .
18
Limfosit
Dikenal beberapa macam limfosit yang antara lain limfosit kecil dan limfosit besar.
� Limfosit kecil berukuran 8-10 um , berbentuk bulat, berinti kira-kira sebesar ukuran
eritrosit normal, inti limfosit mengisi sebagian besar dari ukuran sel dengan kromatin
yang padat bergumpal berwarna biru ungu tua, dan sitoplasmanya tidak
mengandung granula.
� Limfosit besar berukuran 12 – 16 um, berbentuk bulat atau agak tak beraturan;
berinti oval atau bulat, terletak di tepi sel. Sitoplasmasnya relatif lebih banyak
dibandingkan limfosit kecil, biru muda atau dapat mengandung granula azurofil yang
berwarna merah.
Monosit
Merupakan sel yang paling besar dibandingkan yang lain, berukuran 14 – 20 um,
berbentuk tak beraturan, mempunyai inti yang bentuknya macam-macam, umumnya
berbentuk seperti ginjal berwarna biru ungu dengan kromatin seperti girus otak.
Sitoplasma berwarna keabu- abuan, mengandung granula halus kemerahan dan kadang
– kadang bervakuol. Dibawah ini adalah morfologi lekosit normal yang dapat dijumpai
pada sediaan apus darah
19
Untuk melakukan hitung jenis, sediaan digerakkan sedemikian rupa satu lapangan
pandangan tidak dinilai lebih satu kali. Catatlah semua jenis lekosit yang dijumpai, seperti
terlihat pada gambar 1, gunakan alat differential cell counter, apabila tidak tersedia
buatlah kolom-kolom seperti gambar .
Interpretasi
Pada berbagai keadaan klinik dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing
jenis lekosit, baik berupa peninggian jumlah atau penurunan jumlah nilai dari normalnya.
Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa disertai peninggian jumlah
lekosit secara keseluruhan. Peninggian yang relatif adalah peninggian jumlah suatu jenis
lekosit tanpa disertai kenaikan jumlah lekosit secara keseluruhan .
Nilai rujukan hasil hitung jenis lekosit
Eosinofil :1–3%
Basofil :0–1%
Netrofil Batang : 2 – 6 %
Segmen : 50 - 70 %
Limfosit : 20 – 40 %
Monosit :2–8%
20
Tabel 1. Nilai rujukan hitung jenis lekosit relatif dan absolut pada orang dewasa
per ul darah
Absolute number
Type of cell Per Average Minimum Maximum
cent
Total Leukocytes 7,000 5,000 10,000
Myelocytes 0 0 0 0
Juvenile neutrophils 3-5 300 150 400
Segmented neutrophils 54-62 4,000 3,000 5,800
Eosinophils 1-3 200 50 250
Basophils 0-0,75 25 15 50
Lymphocytes 25-33 2,100 1,500 3,000
Monocytes 3-7 375 285 500
Eosinofilia
Peningkatan eosinofilia darah di atas 0,4 x 10 9/L terjadi pada:
1. Penyakit alergi teristimewa hipersensitivitas jenis atopik, misalnya asma bronchial,
“hay fever”, urtikaria dan alergi terhadap makanan.
2. Penyakit parasit, misalnya, amubiasis, cacing tambang, askariasis, infestasi,
cacing pita, filariasis, skistosomiasis dan trikinosis
3. Pemulihan dari infeksi akut
4. Penyakit kulit tertentu, misalnya psoriasis, pemfigus dan dermatitis herpetiformis
5. Eosinopilia pulmoner dan sindroma hipereosinofilik
6. Sensitivitas terhadap obat
7. Poliarteritisnodosa
8. Penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain
9. Leukemia eosinofilik ( jarang )
Eosinopenia
1. Pemberian hormon / obat (kortikosteroid, adrenalin, efedrin, insulin)
2. Stress: emosi, operasi, trauma, dingin
3. Cushing Syndrom
Basofilia
Peningkatan basofil darah diatas 0,1 x 10 9/L tidak umum. Penyebab biasa adalah
kelainan mieloproliferatif seperti leukemia granulositik kronis atau polisitemia vera.
Peningkatan basofil reaktif kadang-kadang terlihat pada myxedema, selama infeksi cacar
atau cacar air, dan pada kolitis ulserativa.
Basofilopenia
22
1. Alergi
2. Hipertiroidisme
3. Infark miokard
4. Terapi kortikosteroid
5. Jangka panjang
6. Cushing’s Syndrom
Limfositosis
� Infeksi akut :
1. Mononukleosis infeksiosa
2. Rubella
3. Pertusis
4. Limfositosis infeksiosa akut
5. Hepatitis (infeksiosa, virus sitomegalik)
� Infeksi kronik :
1. Tuberkulosis
2. Toksoplasmosis
3. Bruselosis
� Tirotoksikosis
� Leukemia limfositik kronis (dan beberapa limfoma)
Limfopenia
Limfopenia tidak umum, dapat tidak terjadi pada kegagalan sumsum tulang berat,
dengan terapi kortikosteroid dan imunosupresif lain, pada penyakit Hodgkin dan dengan
penyinaran luas.
Monositosis
1. Infeksi bakteri kronis: tuberkulosis, bruselosis, endokarditis bakterialis, tifus
abdominalis.
2. Penyakit protozoa
3. Neutropenia kronis
4. Penyakit Hodgkin
23
5. Leukemia mielomonositik dan monositik
TES HEMOGLOBIN CARA SAHLI
A. Pra Analitik
- Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
- Persiapan sampel: darah kapiler, EDTA, Oksalat
- Prinsip tes: hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang
terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu
- Alat dan bahan:
1. Hemolet/lanset
2. Hemoglobinometer (hemometer):
- tabung pengencer
- pipet Hb
- pipet tetes
- selang pengisap
- batang pengaduk
3. HCl 0.1 N
4. Aquades
B. Analitik
1. Masukkan HCl 0.1 N ke dalam tabung pengencer sampai tanda 2
2. Isap darah kapiler dengan pipet Hb sampai tanda 20 ul
3. Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet
4. Segera alirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung pengencer. Catat
waktu /saat darah dicampurkan ke dalam HCl.
5. Isap kembali isi tabung ke dalam pipet kemudian tiupkan kembali isi pipet ke
dalam tabung, lakukan hal ini 2 sampai 3 kali agar sisa-sisa darah terbilas ke
dalam tabung.
6. Tambahkan aquadest, tetes demi tetes, sambil mengaduk isi tabung sampai
diperoleh warna isi tabung sama dengan warna standar yang ada di
24
komparator. Tepat 3 menit setelah darah tercampur dengan HCl, warna larutan
dibaca pada jarak sepanjang lengan atas dengan latar belakang cahaya
matahari, warna larutan disamakan dengan warna gelas standar. Tinggi
larutan sesuai dengan skala yang menunjukkan kadar Hb dalam g% (lihat pada
dasar meniskus). Laporkan nilainya dalam gr% (=gr/100 ml = gr/dl).
C. Pasca Analitik
- Nilai rujukan:
Perempuan 12 – 16 gr/dl
Laki-laki 14 – 18 gr/dl
Sumber Kesalahan
1. Tidak semua hemoglobin berubah menjadi hematin asam seperti
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin
2. Cara visual mempunyai kesalahan inheren sebesar 15-30%, sehingga tidak dapat
menghitung indeks eritrosit.
3. Sumber kesalahan yang sering terjadi :
a. Kemampuan untuk membedakan warna tidak sama
b. Sumber cahaya kurang baik
c. Kelelahan mata
d. Alat-alat kurang bersih
e. Ukuran pipet kurang tepat, perlu kalibrasi.
f. Warna gelas standar pucat/kotor dan lain sebagainya
g. Penyesuaian warna larutan yang diperiksa dalam komparator kurang
akurat.
25
PENETAPAN NILAI HEMATOKRIT
B. Analitik
a. Isilah pipet kapiler dengan darah yang langsung mengalir (darah kapiler) atau
darah dengan antikoagulan
b. Salah satu dari ujung pipet disumbat dengan dempul.
c. Tabung kapiler dimasukkan kedalam alat mikro sentrifuge dengan bagian yang
disumbat mengarah keluar.
d. Tabung kapiler dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 16.000 rpm
e. Hematokrit dibaca dengan memakai alat baca yang telah tersedia
26
f. Bila nilai hematokrit melebihi 50 %, pemusingan ditambah 5 menit lagi.
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 42% – 52%
Perempuan : 36% – 46%
27
HITUNG LEUKOSIT
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persipan khusus
2. Persiapan sampel: darah kapiler, EDTA
3. Prinsip:
Darah diencerkan dengan larutan asam lemak, sel-sel eritrosit akan mengalami
hemolisis serta darah menjadi lebih encer sehingga sel-sel lekosit lebih mudah
dihitung.
4. Alat dan Bahan
Alat:
� Pipet lekosit atau clinipet 20 µl, pipet volumetrik 0,5 ml
� Tabung ukuran 75 x 10 mm
� Kamar hitung improved neubauer dan kaca penutup
� Pipet Pasteur
� Mikroskop
Bahan atau Reagens.
Larutan pengencer dapat menggunakan salah satu dari larutan berikut :
1. Turk : asam asetat glasial 3 ml
gentian violet 1% 1 ml
akuades 100 ml
Penambahan gentian violet bertujuan memberi warna pada inti dan granula
lekosit. Larutan ini melisiskan eritrosit dan trombosit tetapi tidak melisiskan
lekosit maupun eritrosit berinti.
2. HCl 1%
3. Asam asetat 2%
A. Analitik
� Membuat pengenceran.
� Cara pipet lekosit.
28
Dengan pipet lekosit darah diisap sampai tanda 0,5 , bila lebih letakkan
ujung pipet pada bahan yang tidak meresap misal plastik, sampai darah tepat
pada tanda 0,5. Bersihkan bagian luar pipet tersebut dari darah dengan
tissue. Kemudian isaplah larutan pengencer sampai tanda 11. (pengencer 1:
20). Peganglah pipet lekosit tersebut sedemikian rupa sehingga kedua ujung
pipet terletak diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Homogenkan
selama 3 menit agar semua eritrosit hemolisis
� Cara tabung,
Dengan menggunakan clinipet 20 µl, pipet volumetris 0,5 ml (sistem
tabung)
a. Larutan pengencer sebanyak 0,38 ml dimasukkan dengan menggunakan
pipet 0,5 ml ke dalam tabung ukuran 75 x 10 mm
b. Tambahkan 20 µl darah EDTA, darah kapiler ke dalam tabung tersebut
(pengencer 1: 20). Pada waktu mengambil darah EDTA jangan lupa
menghomogenkan darah dengan baik. Sebelum memasukkan 20 µl darah
ke dalam larutan pengencer, hapuslah kelebihan darah yang ada di dalam
pipet. Hati-hati agar darah di dalam pipet tidak ikut terserap.
c. Darah yang tersisa di dalam pipet dibilas dengan mengisap dan
mengeluarkan larutan pengencer sebanyak 3 kali.
d. Tabung tersebut ditutup dengan parafilm dan dicampur hingga homogen.
Pencampuran dilakukan selama 1 menit
29
3. Bila menggunakan pipet lekosit sebelum pengisian KH buanglah 4 tetes
pertama dan letakkan ujung pipet pada KH tepat batas kaca penutup . Isikan
ke dalam KH tersebut pada tetesan yang ke-lima.
4. Kamar hitung setelah diisi dibiarkan selama 3 menit. Bila penghitungan jumlah
sel di dalam KH ditunda, sebaiknya KH dimasukan ke dalam cairan putih
yang berisi kapas atau kertas saring basah.
� Penghitungan.
30
Bila jumlah lekosit dalam ke 4 bidang besar (1,2,3,4 ) adalah N, maka:
N x 20 �l
Jumlah lekosit = � 50 N / �l darah atau 0,05 N x 10 g / l
0, 4
Nilai rujukan = 4.000 – 10.000/ µl
Koreksi terhadap eritrosit berinti.
Bila di dalam sediaan darah tepi terdapat eritrosit berinti yang melebihi 10
dalam 100 lekosit, maka harus dilakukan koreksi terhadap lekosit. Hal ini
disebabkan eritrosit berinti tidak hancur oleh larutan Turk dan akan ikut
terhitung sebagai lekosit.
Contoh : bila didalam sediaan apus darah tepi terdapat eritrosit sebanyak
25 sel /100 lekosit dan jumlah lekosit 12.500/ul,
100
Jumlah lekosit yang sebenarnya adalah = x Jumlah lekosit
125
100
= x 12.5000
125
= 10.000 / ml
31
HITUNG TROMBOSIT
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah kapiler atau EDTA
3. Prinsip
Darah diencerkan dengan larutan pengencer (ammonium oksalat 1 %) sehingga
semua eritrosit dihemolisis.
Jika menggunakan Rees ecker trombosit akan tercat biru muda, karena larutan
pengencer mengandung brilliart cresyl blue. Trombosit dihitung dengan KH
dibawah mikroskop. Hasilnya diperiksa ulang dengan sediaan apus yang
diwarnai dengan MGG.
4. Alat dan bahan
Alat:
- Pipet eritrosit atau clinipet 20 ml dengan pipet volumetrik 2 ml
- Tabung ukuran 75 x 10 m
- Kamar hitung improved Neubauer dan kaca penutup
- Pipet pasteur
- Cawan petri + kertas saring (kapas) basah
- Mikroskop
Reagen:
Larutan pengencer dapat menggunakan salah satu dari larutan berikut
1. Rees ecker
Natrium – sitrat ……………………........ 3,8 g atau ( 3,8 g)
Brilliant cresyl blue ………………......... 0,1 g ( 30 mg )
Farmaldehid 40 % …………………........ 0,2 ml ( 2 ml )
Akuades ………………………….. ......... 100 ml (ad 100 ml )
Saringlah sebelum digunakan.
2. Ammonium Oksalat 1 % ( 40C )
Simpan dalam lemari es dan saringlah sebelum digunakan.
32
B. Analitik.
Cara Langsung.
A. Membuat Pengenceran
1. Cara pipet
Dengan pipet eritrosit darah diisap sampai tanda 1 dan encerkan dengan
larutan pengencer sampai tanda 101 ( pengenceran 1 : 100 ). Mulai saat ini
trombosit harus dihitung dalam waktu 30 menit agar tidak terjadi disintegrasi
sel-sel trombosit. Homogenkan selama 3-5 menit jika menggunakan Rees
Ecker dan selama 10-15 menit jika menggunakan ammonium oksalat 1% (
dapat digunakan rotator )
2. Cara Tabung
Dibuat pengenceran 1 : 100 dengan memasukkan darah 20 µl ke dalam
larutan pengencer sebanyak 1.98 ml dalam tabung suspensi di campur
selama 10-15 menit, dapat menggunakan rotator dengan menutup tabung
memakai parafilm terlebih dahulu.
B. Mengisi Kamar Hitung ( KH ).
Perlakuan sama seperti pada lekosit ( B 1, 2, 3 ).
Untuk hitung trombosit, KH yang telah diisi dimasukkan ke dalam cawan petri
tertutup yang telah terisi kapas atau kertas saring basah dan dibiarkan selama 15-
20 menit agar trombosit dalam KH mengendap dan tidak terjadi penguapan.
C. Menghitung Jumlah Trombosit
Untuk hitung trombosit, dihitung semua trombosit yang ada pada bidang besar di
tengah kamar hitung. Luas bidang yang dihitung adalah 1 x 1 mm2, sehingga
volumenya 1 x 1 x 0,1 = 0,1 mmk atau µl. Dengan perbesaran objektif 10 kali dan
okuler 40 kali.
Trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda / bila lebih kecil dari
eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma, tersebar atau bergerombol bila
menggunakan larutan Rees Ecker. Bila menggunakan larutan ammonium oksalat,
trombosit tampak bulat, bulat telur dan berwarna lila terang. Bila fokus dinaikkan –
diturunkan tampak perubahan yang bagus, mudah dibedakan dengan kotoran
karena sifat refraktilnya.
33
D. Perhitungan
jumlah tro mbosit yan g dihitung
Jumlah trombosit = x faktor pengenceran
volume yan g dihitung
Bila jumlah trombosit dalam bidang besar di tengah adalah N maka :
N
Jumlah trombosit = x 100
0,1 �l
= 1000 N / µl atau N x 109 / L
Cara Tak Langsung
Yaitu jumlah trombosit pada sediaan apus dibandingkan dengan 1000
eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak
eritrosit. Cara ini lebih mudah dari cara lain.
A. Penghitungan jumlah trombosit berdasar pada perhitungan :
jumlah eritrosit
Jumlah trombosit = x N .......... ( /� l)
1000
� Dilakukan hitung eritrosit
� Dibuat sediaan darah apus, diwarnai MGG, wright Giemsa, dihitung jumlah
trombosit dalam 1.000 eritrosit.
B. Jumlah trombosit = jumlah trombosit pada 40 LPB x 1.000 (… / µl)
C. Jumlah trombosit = jumlah trombosit pada 10 LPB x 2.000 ( … / µl )
C. Pasca Analitik
- Nilai rujukan :
Laki-laki = Perempuan = 150.000 – 400.000 / ul
1 2
A B
5
1 E
D C
4 3
1. METODE DUKE
A .Pra Analitik
1. Persiapan Pasien: tidak memerlulakan persiapan khusus
2. Persiapan sample: darah kapiler
3. Prinsip:
Dibuat perlukaan standar pada daun telinga, lamanya perdarahan sampai berhenti
dicatat.
35
- Kapas alkohol
B. Analitik
Cara kerja : 1. Bersihkan daun telinga dengan kapas alkohol , biarkan mengering.
2. Buat luka dengan disposable lanset steril panjang 2 mm dalam 3 mm.
sebagai pegangan pakailah kaca objek dibalik daun telinga dan tepat
pada saat darah keluar jalankan stop watch.
3. Setiap 30 detik darah yang keluar diisap dengan kertas saring bulat
tetapi jangan sampai menyentuh luka
4. Bila perdarahan berhenti , hentikan stop watch dan catatlah waktu
perdarahan
C. Pasca Analitik
Nilai rujuk : 1 – 3 menit
2. METODE IVY
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel : darah kapiler
3. Prinsip:
Dibuat perlukaan standar pada permukaan volar lengan bawah, lamanya perdarahan
diukur.
4. Alat dan bahan:
- Tensimeter
- Disposable lanset steril dengan ukuran lebar 2 mm dan 3 mm
36
- Stop watch
- Kertas saring bulat
- Kapas alcohol
B. Analitik
Cara kerja: 1. Pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompakan tensimeter
sampai 40 mm Hg selama pemeriksaan . Bersihkan permukaan volar
lengan bawah dengan kapas alkohol 70 % . Pilih daerah kulit yang tidak
ada vena superfisial , kira - kira 3 jari dari lipatan siku.
2. Rentangkan kulit dan lukailah dengan lebar 2 mm dalam 3mm.
3. Tepat pada saat terjadi perdarahan stop watch dijalankan
4. Setiap 30 detik hapuslah bintik darah yang keluar dari luka. Hindari jangan
sampai menutup luka.
5. Bila perdarahan berhenti ( diameter <1 mm ) hentikan stop watch dan lepas-
kan manset tensimeter . Catat waktu perdarahan dengan pembulatan 0,5
menit.
Catatan : 1. Bila perdarahan sampai 15 menit belum berhenti, tekanlah lukanya . Tes
diulangi lagi terhadap lengan lainnya . Bila hasilnya sama, hasil dilaporkan
bahwa masa perdarahan > 15 menit
2. Kesulitan dalam membuat luka yang standar. Jika hasil < 2 menit tes diulang
C. Pasca Analitik
Nilai rujuk : 1 – 7 menit
37
CLOTTING TIME
(Masa pembekuan)
Tes masa masa pembekuan menurut Lee - White merupakan tes yang paling tua
yang paling dan kurang ketelitiannya . Tes ini mengukur waktu yang diperlukan oleh
darah lengkap untuk membeku di dalam tabung..
Metode Lee - White menggunakan 4 tabung masing - masing terisi 1 ml darah
lengkap, diinkubasi dalam suhu 370C. Tabung perlahan - lahan dimiringkan setiap 30
detik supaya darah bersentuhan dengan dinding tabung sekaligus melihat sudah
terjadinya pembekuan. Darah normal membeku 4 - 10 menit dalam suhu 37 0C.
Defisiensi faktor pembekuan dari ringan sampai sedang belum dapat dideteksi
dengan metode ini, defisiensi faktor pembekuan yang berat baru dapat.dideteksi. Heparin
memperpanjang masa pembekuan sehingga dapat digunakan untuk memantau terapi
dengan heparin..
.
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel: darah vena
3. Prinsip:
Diambil darah vena dan dimasukkan kedalam tabung kemudian dibiarkan
membeku . Selang waktu dari saat pengambilan darah sampai saat darah
membeku dicatat sebagai masa pembekuan
4. Alat dan bahan
- Tabung reaksi 10 X 100 mm = 4 buah
- Stop watch
- Water bath
B. Analitik
Cara kerja :
1. Tempatkan ke 4 tabung reaksi ke dalam water bath (37 0C)
2. Ambil darah vena 4 ml, segera jalankan stop watch pada saat darah tampak di
dalam jarum . Tuangkan 1 ml kedalam setiap tabung.
38
3. Setelah 3 menit mulailah mengamati tabung 1 . Angkat tabung keluar dari water
bath dalam posisi tegak lurus, lalu miringkan, perhatikan apakah darah masih
bergerak atau tidak ( membeku ). Lakukan hal ini pada tabung 1 setiap selang
waktu 30 detik sampai terlihat darah dalam tabung sudah tidak bergerak ( darah
sudah membeku ).
4. Catat selang waktu dari saat pengambilan darah sampai darah membeku sebagai
masa pembekuan.
Rumus : Rata - rata dari tabung 2,3,dan 4, hasil dibulatkan 0,5 menit.
2�3� 4
: waktu
3
Catatan : Nlilai rujukan 4-10 menit (370C). Tes dapat dilakukan tanpa menggunakan
water bath , masa pembekuan pada suhu kamar lebih panjang. Disarankan tiap
laboratorium untuk membuat nilai rujukan masing - masing.
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan : 4 – 10 menit (37oC)
39
PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH
Laju endap darah adalah mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam
plasma. Satuannya mm/jam. Cara pemeriksaan yang mendapat rekomendasi dari
International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) adalah cara
Westergren
I. Cara Westergren
A. Pra Analitik
1. Persiapan Penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
Darah vena dicampur dengan antikoagulan larutan Natrium Sitrat 0,109 M dengan
perbandingan 4 : 1. dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan dengan
larutan sodium sitrat 0,109 M atau NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1.
3. Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma.
Satuannya mm/jam
4. Alat dan bahan: a. Pipet Westergren
a. Rak untuk pipet Westergren
b. Natrium sitrat 0,109 M
B. Analitik
1. Isi pipet Westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai garis tanda 0.
Pipet harus bersih dan kering.
2. Letakkan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisinya betul-betul tegak lurus
pada suhu 18-250C. Jauhkan dari cahaya matahari dan getaran.
3. Setelah tepat 1 jam, baca hasilnya dalam mm/jam.
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan Laki-laki : 0 – 20 mm/jam
Perempuan : 0 – 15 mm/jam
40
TES GOLONGAN DARAH
Golongan darah ABO adalah karbohidrat atau glycan yang terdiri dari golongan
darah A, B, AB dan O. Sistem ABO terdiri dari dua antigen yaitu A dan B yang merupakan
produk tidak langsung dari A dan B alel dari gen ABO. Alel O tidak menghasilkan antigen
dan bersifat resesif terhadap A dan B. Fenotip A dan O dari OO. ABO dianggap sebagai
sistem golongan darah karena antigen ditemukan pada permukaan eritrosit yang
terdeteksi dengan teknik hemaglutinasi terhadap sel darah merah. Pada sistem Rh untuk
kepentingan klinik cukup menentukan apakah seseorang negatif. Biasanya dengan
memeriksa reaksi sel eritrosit seseorang penderita terhadap antigen Rh yang dikenal
dengan nama anti-D. Pada modul ini akan dibahas tentang pemeriksaan golongan darah
ABO dan rhesus menggunakan metode slide
Golongan darah Antigen pada sel Antibodi pada serum
A A Anti-B
B B Anti-A
AB AB Tidak Ada
INDIKASI
Untuk menentukan golongan darah ABO dan rhesus pasien
PRA ANALITIK
a. Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
b. Persiapan sampel : sampel yang digunakan dapat berupa darah EDTA atau darah
kapiler
41
c. Alat dan bahan :
1. Suatu panel serum yang terdiri atas:
a. serum anti-A
b. serum anti-B
c. serum inti-D
2. slide
3. Batang pengaduk
ANALITIK
1. Prinsip kerja :
Suspensi eritrosit direaksikan dengan antibodi yang telah diketahui, golongan darahnya,
apabila sesuai dengan antigen yanq terkandung dalam eritrosit maka akan terjadi terjadi
aglutinasi.
2. Cara kerja :
- Ambil darah kapiler atau setetes darah EDTA
- Teteskan pada tiga tempat di atas slide
- Tambahkan Anti-A pada tetes pertama dan Anti-B pada tetes kedua serta Anti-D pada
tetes ketiga
- Aduk masing-masing campuran
- Perhatikan hasilnya apakah ada aglutinasi atau tidak
PASCA-ANALITIK
Interpretasi :
42
PEMERIKSAAN INKOMPATIBILITAS
Transfusi darah adalah tindakan yang dapat menjadi penyelamat jiwa tetapi dapat
juga berbahaya dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi, serta mengandung risiko.
Untuk mendapatkan manfaat yang optimal, komponen darah yang ditransfusikan harus
dipilih secara tepat. Eritrosit yang ditransfusikan tidak boleh mengandung antigen yang
dapat bereaksi dengan antibodi yang terdapat dalam plasma resipien.
Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan secara rutin di Bank Darah berguna untuk
memastikan bahwa penerima transfusi mendapat darah yang sesuai serta untuk
mencegah reaksi transfusi. Pemeriksaan sebelum dilakukan transfusi meliputi
pemeriksaan golongan darah, ABO, Rhesus, dan pemeriksaan silang (crossmatch)
antara resipien dengan darah donor.
Pemeriksaan silang adalah pemeriksaan cocok serasi antara darah dan donor.
pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah sel darah merah donor bisa hidup
dalam tubuh pasien, dan untuk mengetahui ada tidaknya antibody IgM maupun antibody
IgG dalam serum pasien (mayor) yang melawan sel pasien (minor).
Pemeriksan cocok serasi dapat dilakukan degnan menggunakan metode tabung
dan metode Diemed Gel. Pemeriksan cocok serasi ini dilakukan bila pemeriksaan
golongan darah dan rhesus telah dilakukan. Dalam modul ini akan dibahas tentang
pemeriksaan cocok serasi dengan metode tabung.
A. Prosedur Kerja
1. Pra Analitik
a) Persiapan pasien: Tidak memerlukan persiapan khusus
b) Persiapaan sampel: Sampel berupa serum penderita.
2. Analitik
a) Alat:
1) Tabung reaksi
2) Pipet Pasteur
43
3) Sentrifuge
4) Inkubator
b) Bahan:
1) Serum penderita (resipien)
2) Suspensi sel eritrosit donor 5% dalam saline
3) Bovine albumin 22%
4) Serum Coombs
c) Cara Kerja:
1) Dengan pipet Pasteur masukkan 2 tetes serum penderita dan 1 tetes suspensi
sel eritrosit donor 5% ke dalam tabung.
2) Fase I:
a) Sentrifuge dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik.
b) Lihat ada tidaknya reaksi aglutinasi / hemolisis, jika ada darah tidak cocok.
c) Jika tidak ada reaksi, tambahkan 2 tetes bovine albumin 22%, kocok.
3) Fase II:
a) Inkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit
b) Sentrifuge dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik.
c) Lihat ada tidaknya reaksi aglutinasi / hemolisis, jika tidak ada, cuci eritrosit
dengan saline 3 x, buang supernatant.
4) Fase III:
a) Tambahkan 2 tetes serum Coombs pada sedimen sel, kocok, sentrifuge
dengan kecepatan 3400 rpm selama 15 detik.
b) Lihat ada tidaknya reaksi aglutinasi / hemolisis dengan mikroskop di atas kaca
objek. Bila ada reaksi berarti darah tidak cocok. Bila tidak ada reaksi,
tambahkan 1 tetes sel uji Coombs lalu sentrifuge dengan kecepatan 3400 rpm
selama 15 detik. Lihat reaksi yang terjadi, bila terjadi aglutinasi maka reaksi
silang cocok. Bila tidak terjadi aglutinasi maka pemeriksaan harus diulang.
Transfusi Darah
44
Semua keputusan transfusi darah didasarkan atas penilaian klinis yang harus dibuat
dengan mempertimbangkan juga data laboratorium.
45
Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penularan terjadi melalui jalan pernapasan. Kuman golongan mikobakterium berbentuk
batang aerob yang tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak mudah diwarnai, tetapi sekali
berhasil diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam sehingga disebut kuman batang
tahan asam (BTA).
Diagnosa TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan bakteriologi,
radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan kultur atau biakan dahak
merupakan metode baku emas, namun memerlukan waktu lebih lama dan mahal.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopik dengan pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA)
merupakan pemeriksaan yang sederhana, cepat, murah, dan cukup sensitif untuk
mendukung diagnosis penyakit TB serta untuk menilai kemajuan pengobatan.
I. PRA ANALITIK
A. Persiapan pasien
B. Persiapan sampel
C. Alat dan bahan
Pembuatan sediaan apus sputum
- lampu spritus
- ose (sengkelit)
- kaca sediaan atau kaca obyek
- botol berisi pasir dan alkohol 70% atau desinfektan
Pewarnaan sediaan dengan metode Ziehl Neelsen
- botol gelas berwarna coklat berisi larutan Carbol Fuchsin 1%
- botol gelas berwarna coklat berisi larutan asam alkohol (HCl-Alkohol 3%)
- botol gelas berwarna coklat berisi larutan Methylen blue 0,3%
- rak untuk pengecatan slide
- pipet
- pinset
- pengukur waktu (timer)
46
- lampu spritus
- air yang mengalir berupa air ledeng atau botol berpipet berisi air
II. ANALITIK
A. Prinsip tes
Bakteri tahan asam (BTA) seperti Mycobacterium tuberculosis (MTb) memiliki
lapisan lipid yang tebal, hanya dapat diwarnai dengan konsentrasi zat warna yang
lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan pewarnaan lainnya, atau dengan
pemanasan. Sekali terwarna, BTA resisten terhadap larutan dekolorisasi yang
kuat sekalipun. Apusan digenangi dengan larutan carbol fuchsin sehingga BTA
dan bakteri lain akan berwarna merah. Langkah selanjutnya, apusan digenangi
dengan larutan dekolorisasi, yaitu asam hidroklorida dalam alkohol, yang
menyebabkan BTA mempertahankan zat warna pertama, tetapi bakteri lain
menjadi tidak berwarna. Kemudian apusan diwarnai dengan methylen blue. Latar
pada apusan dan bakteri lain akan berwarna biru, tampak kontras dengan BTA
yang berwarna merah.
B. Cara kerja
Pembuatan Sediaan Apus Sputum
a. Ambil pot sputum dan kaca sediaan yang beridentitas sama dengan pot
sputum.
b. Buka pot dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya droplet (percikan
sputum).
c. Panaskan ose (sengkelit) di atas nyala api spritus sampai merah dan biarkan
sampai dingin.
d. Ambil sedikit sputum dari bagian yang kental dan kuning kehijau-hijauan
(purulen) menggunakan ose yang telah disterilkan di atas.
e. Oleskan sputum secara merata pada permukaan kaca sediaan.
f. Masukkan ose ke dalam botol (berukuran 300-500cc) yang berisi pasir dan
alcohol 70% atau desinfektan, digoyang-goyangkan untuk melepaskan
partikel yang melekat pada ose.
47
g. Dekatkan ose pada api spritus sampai kering, bakar sampai membara.
h. Keringkan sediaan di udara terbuka sekitar 15-30 menit, jangan terkena
matahari langsung atau di atas api.
i. Gunakan pinset untuk mengambil sediaan yang sudah kering pada sisi yang
berlabel dengan apusan sputum menghadap ke atas.
j. Lewatkan di atas lampu spritus sebanyak 3 kali (sekitar 3-5 detik) untuk
fiksasi (kalau terlalu lama dapat merubah bentuk bakteri dan membuat
sediaan pecah).
Pewarnaan Sediaan dengan Metode Ziehl Neelsen
a. Letakkan sediaan sputum yang telah difiksasi di atas rak dengan apusan
menghadap ke atas.
b. Teteskan larutan Carbol Fuchsin 1% pada apusan sampai menutupi
permukaan sediaan.
c. Panaskan dengan nyala api spritus sampai keluar uap selama 3-5 menit. Zat
warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka
carbol fuchsin akan terbenuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat seperti
bakteri TBC. Singkirkan api spritus. Diamkan sediaan selama 5 menit.
d. Bilas sediaan dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas
terbuang.
e. Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCl Alkohol 3%) sampai warna
merah fuchsin hilang.
f. Bilas dengan air mengalir pelan.
g. Teteskan larutan Methylen Blue 0,3% pada sediaan sampai menutupi
seluruh permukaan. Diamkan 10-20 detik.
h. Bilas dengan air mengalir pelan.
i. Keringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan di bawah
sinar matahari langsung).
Pembacaan sediaan sputum:
a. Sediaan yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop, cari lebih dulu
lapang pandang dengan obyektif 10x.
48
b. Teteskan minyak emersi di atas apusan, periksa dengan menggunakan lensa
okuler 10x dan obyektif 100x
c. Periksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam waktu kurang lebih 10
menit.
d. Sediaan yang telah diperiksa direndam dalam xylol selama 15-30 menit, lalu
disimpan dalam kotak sediaan.
49
PEWARNAAN GRAM
II. ANALITIK
A. Prinsip tes
Bakteri Gram positif dapat mempertahankan zat warna pertama yakni kristal violet
sedangkan bakteri Gram negatif melepaskan zat kristal violet dan mengikat zat
warna kedua yakni safranin.
50
B. Cara kerja
1. Preparat yang telah difiksasi, ditetesi dengan Carbol Gentian Violet, biarkan 1
– 2 menit.
2. Carbol Gentian Violet dibuang, cuci dengan air mengalir, lalu ditetesi dengan
lugol selama 1 – menit.
3. Lugol dibuang, kemudian zat warna pada preparat dilunturkan dengan Alkohol
96% selama 10 detik.
4. Preparat dicuci dengan air mengalir sampai bersih.
5. Preparat ditetesi dengan larutan Fuchsin dan dibiarkan 1 – 2 menit.
6. Preparat dicuci dengan air mengalir sampai bersih.
7. Keringkan dan periksa di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa
minyak imersi.
51
ANALISA FESES
A. Metode
1. Tes Makroskopik
a. Pra-Analitik
1) Persiapan pasien: Pasien tidak dibenarkan makan obat pencahar, obat anti
diare, golongan tetrasiklin, barium, bismuth, minyak atau magnesium
karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2) Persiapan sampel: Feses sebaiknya feses segar, defekasi spontan, tidak
tercampur dengan urin atau sekresi tubuh lainnya serta diperiksa di
laboratorium dalam waktu 2-3 jam setelah defekasi.
3) Pengumpulan / pengambilan sampel: Wadah yang dipakai pot plastic yang
bermulut lebar, tertutup rapat dan bersih serta tidak boleh mengenai bagian
luar wadah dan diisi tidak terlalu penuh. Beri label nama, tanggal, nomor
pasien, sex, umur, diagnosis awal.
b. Analitik
1) Alat:
a) Lidi atau spatel kayu
b) Kapas Lidi
2) Cara kerja:
52
a) Sampel diperiksa di tempat yang terang
b) Perhatikan warna, bau, konsistensi, adanya darah, lendir, nanah,
cacing, dll.
c. Pasca Analitik
Hasil dan interpretasi:
1) Warna: normal feses berwarna kuning coklat. Warna feses yang abnormal
dapat disebabkan atau berubah oleh pengaruh jenis makanan, obat-
obatan, dan adanya pendarahan pada saluran pencernaan.
2) Bau: Bau normal feses disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat.
Tinja yang abnormal mempunyai bau tengik, asam, basi.
3) Konsistensi: Feses normal agak lunak dengan mempunyai bentuk.
4) Lendir: Adanya lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus. Lendir
pada bagian luar feses menunjukkan lokasi iritasi mungkin pada usus
besar, dan bila bercampur dengan feses maka iritasi mungkin pada usus
kecil.
5) Darah: normal feses tidak mengandung darah.
6) Parasit: cacing mungkin dapat terlihat.
53
Lunak Peningkatan cairan dalam tinja
Berair Diare, steatorrhea
Lain-lain Peningkatan jumlah gas dalam
Berbusa, floating
tinja
Lengket, spongy Steatorrhea
Konstipasi, colitis, vilous
Mukus
adenoma
2. Tes Mikroskopik
a. Pra Analitik
Persiapan pasien dan persiapan sampel sama dengan tes mikroskopik.
b. Analitik
1) Alat:
a) Lidi / kapas lidi
b) Kaca objek
c) Kaca penutup
d) Mikroskop
2) Reagen:
Larutan eosin 2%
3) Cara kerja:
a) Larutan eosin ditaruh di atas kaca objek yang bersih dan kering.
b) Dengan sebatang lidi, sedikit feses diemulsikan dalam tetes larutan
eosin.
c) Tutup dengan kaca penutup.
d) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10 x
kemudian 40 x. Amati apakah ada telur cacing, eritrosit, leukosit, sel
epitel, kristal, sisa makanan, dll.
c. Pasca Analitik
Hasil dan interpretasi:
1) Sel epitel: berasal dari dinding usus bagian distal, sel epitel dari bagian
proksimal kadang-kadang rusak.
54
2) Leukosit: Lebih jelas terlihat kalau feses dicampur dengan beberapa tetes
larutan asam asetat 10%. Jumlah besar ditemukan pada dysentri basiler,
colitis ulcerosa.
3) Eritrosit: Ditemukan bila ada lesi dalam kolon, rectum, atau anus.
4) Kristal: Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcot-Leyden pada
kelainan ulcerative usus, khususnya amubiasis, kristal hematoidin pada
perdarahan usus.
5) Sisa makanan: Sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian
hewan seperti serat otot, serat elastic, dll.
6) Telur cacing: Mungkin didapat telur cacing Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Enterobius vermucularis, dll.
55
Pemeriksaan Darah Samar
a. Tujuan :
Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara
makroskopik atau mikroskopik
b. Metode: Test Benzidine
c. Prinsip :
Hemoglobin yang bersifat peroksidase akan menguraikan hidrogen peroksida
menjadi air dan O nascens (On). On akan mengoksidasi zat warna tertentu yang
menimbulkan perubahan warna.
d. Dasar Teori
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil
sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin,
gas indol, skatol dan sterkobilinogen. Pada Keadaan patologik seperti diare
didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan melewati
saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat diabsorpsi secara sempurna.
Adanya darah dalam tinja selalu abnormal. Pada Keadaan normal tubuh
kehilangan darah 0.5 – 2ml / hari. Pada keadaan abnormal bila ditemukan tes
darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/hari
e. Alat
1.Objek Gelas
2. Pipet tetes
3. Pengaduk
f. Bahan :
1. Sampel feses
2. Bubuk benzidine
3. H202
4. Asam Asetat
g. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Sampel feces ditetesi secukupnya pada gelas objek
56
3. Ditambahkan sedikit bubuk benzidin dan dicampur homogen
4. Ditambahkan 2 tetes asam asetat dan dicampur homogen
5. Ditambahkan 2 tetes H202 dicampur homogen dan diamati perubahan
warnanya
h. Interpretasi :
- Hijau : +1
- Hijau Kebiruan : +2
- Biru : +3
- Biru tua : +4
i. Zat yang dapat mengganggu pemeriksaan darah samar :
Positif palsu :
- Preparat Fe
- Klorofil
- Ekstrak daging
- Antioksidan
- Vitamin C dosis tinggi
Negatif palsu :
- Formalin
- Iodium
- Asam nitrat
57
IDENTIFIKASI PARASIT SISTEM GASTROINTESTINAL
Infeksi parasit pada sistem gastrointestinal manusia terdiri dari protozoa dan cacing.
Protozoa yang bersifat patogen dan sering menginfeksi saluran gastrointesitinal manusia
seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium Coli.
1. Entamoeba histolytica
Infeksi dari entamoeba histolytica menyebabkan penyakit amebiasis. Morfologi protozoa
ini terdiri dari 3 bentuk, yaitu bentuk trofozoit, bentuk prakista (minuta), bentuk kista.
a. Ciri-ciri bentuk trofozoit:
� Ukuran 10-60µm
� Sitoplasma bergranul dan mengandung eritrosit
� Terdapat satu buah inti yang ditandai dengan karyosom padat yang terletak
di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
� Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar yang disebut
pseudopodia
b. Ciri-ciri bentuk prakista :
� Ukuran 10-30µm, bentuknya tidak teratur
� Ektoplasma tidak jelas
� Endoplasma bergranula halus mengandung bakteri dan sisa-sisa makanan,
tidak mengandung sel darah merah
� Inti satu, karyosom kecil dan letaknya sentral
c. Ciri-ciri bentuk kista :
� Ukuran 10-20µm, bentuk memadat mendekati bulat
� Kista matang memiliki 4 buah inti
� Tidak dijumpai lagi eritrosit dalam sitoplasma
� Kista yang belum matang memiliki vakuol glikogen bentuk cerutu, namun
jika sudah matang biasanya menghilang.
58
Bentuk kista Bentuk trofozoit
2. Giardia Lamblia
Infeksi dari Giardia Lamblia menyebabkan penyakit giardiasis. Morfologi protozoa ini
terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit dan bentuk kista.
a. Ciri-ciri bentuk trofozoit:
� Bentuk seperti buah jambu monyet atau buah pir, simetris kiri dan kanan
� Bagian anterior bulat dan bagian posterior runcing
� Mempunyai 2 inti simetris di bagian anterior, 4 pasang flagel, 1 pasang
aksostil, 1 pasang benda parapasal
� Pada bagian ventral terdapat batil isap
b. Ciri-ciri bentuk kista :
� Bentuk oval/lonjong
� Berinti 2 pada kista muda
� Berinti 4 pada kista matang
� Dapat terlihat aksostil dan benda parabasal
59
3. Balantidium coli
Infeksi dari Balantidium coli menyebabkan penyakit balantidiasis. Morfologi
protozoa ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit dan bentuk kista.
a. Ciri-ciri bentuk trofozoit:
� Bentuk oval, seluruh permukaan tubuh ditumbuhi rambut
� Terdapat cytostome (mulut sel) pada bagian anterior dan cytopyge (alat
pembuangan) pada posterior
� Memiliki 2 buah inti, makronukleus berbentuk seperti ginjal dan
mikronukleus berbentuk bulat, keduanya berdekatan
� Terdapat vakuola kontraktil pada sitoplasma
60
TES MIKROSKOPIS/SEDIMEN URIN
Tes urinalisis merupakan tes saring yang paling sering diminta oleh dokter, karena
persiapannya tidak membebani pasien seperti pada pengambilan darah atau punksi
sumsum tulang. Tujuan tes ini adalah untuk evaluasi umum terhadap sistem uropoetik
maupun status kesehatan badan. Tes urin dapat secara makroskopis dan kimiawi serta
mikroskopis untuk mengevaluasi sedimen urin. Tes mikroskopis untuk melihat eritrosit,
lekosit, sel epitel, torak, bakteri, mukus, Kristal, jamur dan parasit.
a. Tes saring pada tes kesehatan, keadaan patologik maupun sebelum operasi,
A. PRA ANALITIK
1. Persiapan pasien
Pada umumnya tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel
Sampel (urin) harus terhindar dari kontaminasi. Wadah penampung hendaknya bersih
dan kering
- Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat, umur dan penggunaan pengawet urin
- Urinalisis harus dilaksanakan dalam waktu 2 jam setelah dikemihkan. Apabila
terjadi penundaan tes, maka urin harus disimpan dalam lemari pendingin
- Cara pengumpulan sampel yang sering digunakan adalah urin sewaktu, yakni
pengumpulan seluruh urin ketika berkemih pada suatu saat
- Sampel urin yang dipakai untuk tes mikroskopis sebaiknya urin pagi karena
kepekatannya tinggi.
3. Alat dan bahan
- Tabung sentrifus
- Alat sentrifus
61
- Corong
- Kaca obyek + dekglas
- Pipet Pasteur
- Mikroskop
B. ANALITIK
Cara Kerja:
1. Siapkan 10-15 ml sampel urin dalam tabung sentrifus selama 5 menit pada
kecepatan 2000 rpm
2. Buang lapisan supernatannya, sisakan kurang lebih 1 ml urin dalam tabung
sentrifus
3. Sentakkan dinding tabung dengan jari untuk mencampurkan sisa urin dengan
endapan (sedimen)
4. Ambil suspensi endapan dengan pipet tetes, tempatkan 1 tetes di atas kaca obyek
kemudian ditutup dengan kaca penutup
5. Periksalah di mikroskop:
- Menggunakan lensa obyektif 10x:
- Torak
- Kristal
- Epitel dan elemen lain
- Menggunakan lensa obyektif 40x:
- Eritrosit
- Lekosit
C. PASCA ANALITIK
Nilai rujukan:
- Eritrosit : <5 / LPB
- Lekosit : <5 / LPB
- Epitel : Normal: epitel gepeng
- Torak : Negatif/ hialin
- Kristal : Negatif
- Mikroorganisme : Bakteri : < 2 / LPB
62
TES GLUKOSA URIN (Tes Reduksi Benedict)
Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/
tidaknya glukosa dalam urine. Indikasi pemeriksaan ini adalah sebagai tes saring untuk
penyakit diabetes mellitus.
A. PRA ANALITIK
1. Persiapan pasien
Pada umumnya tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel
Sampel (urin) harus terhindar dari kontaminasi. Wadah penampung hendaknya
bersih dan kering
- Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat, umur dan penggunaan pengawet urin
- Urinalisis harus dilaksanakan dalam waktu 2 jam setelah dikemihkan. Apabila
terjadi penundaan tes, maka urin harus disimpan dalam lemari pendingin
- Cara pengumpulan sampel yang digunakan adalah urin sewaktu
- Sampel urin yang dipakai untuk urinalisis adalah: urin sewaktu, urin pagi dan urin
post prandial.
3. Prinsip
Urin direaksikan dengan larutan Benedict, kadar glukosa urin berdasarkan
perubahan warna urin.
4. Alat dan Bahan
- Tabung reaksi + rak
- Larutan Benedict
- Pembakar Bunsen
B. ANALITIK
Cara Kerja:
1. Tuang 5 ml larutan Benedict ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan sampel urin sebanyak 5-8 tetes
3. Didihkan di atas nyala api bunsen selama 2 menit
63
4. Perhatikan adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok
C. PASCA ANALITIK
Interpretasi:
NEG : Cairan tetap biru, jernih, bisa agak hijau, atau sedikit keruh
1+ : Hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)
2+ : Kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)
3+ : Kuning (glukosa 1,5-2,5 gr%)
4+ : Jingga/merah (glukosa 2,5-4,0 gr%)
64
PEMERIKSAAN URIN DIP SLIDE
ISK adalah keadaan adanya infeksi ( ada pertumbuhan dan perkembang biakan
bakteri ) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di
kandung kemih dengan jumlah bakteriuria bermakna yaitu ≥ 100000 koloni / ml urin
segar. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin. Bakteriuria asimtomatik
adalah bila ditemukannnya bakteriuria bermakna tanpa adanya gejala klinis. Hal ini lebih
sering terjadi pada anak perempuan.
Baku emas untuk diagnostik ISK adalah pemeriksaan kultur urin dimana dijumpai
bakteriuria ≥ 100000 koloni / ml urin segar. Pemeriksaan lainnya adalah dengan cara urin
dip slide dan tes dipstik urin. Hal yang penting dalam pemeriksaan biakan urin adalah
teknik memperoleh sampel urin. Pada pria tidak diperlukan kateter untuk mengambil
sampel urin untuk biakan. Pada wanita tidak selalu diperlukan kateterisasi, asalkan
mengindahkan syarat-syarat memperoleh sampel yang disebut sampel aliran tengah
(clean voided midstream urine).
Dalam modul ini akan dibahas pemeriksaan biakan urine dengan menggunakan metode
dip slide.
Prosedur Kerja
1. Pra Analitik
a. Persiapan Pasien:
Pasien tidak sedang mengkonsumsi antibiotik, jika pasien sedang mendapat terapi
antibiotik, maka catat jenis antibiotiknya.
b. Persiapan Sampel:
Sampel urin yang digunakan adalah sampel urin aliran tengah (clean voided
midstream urine).
2. Analitik
a. Prinsip:
Membiakkan dan menginoukulasi urine pada media biakan. Bakteri yang tumbuh
dapat diketahui dari visualisasi warna koloni.
65
b. Alat:
1. Lempeng plastik dip slide berlapis agar di dua sisi (media biakan)
2. Tabung media transpor dip slide
3. Inkubator
4. Panel koloni bakteri (Colony density chart)
c. Bahan:
Ulrin aliran tengah
d. Cara kerja:
1. Media biakan dicelupkan ke dalam urine atau digenangi dengan urin
2. Keringkan urin yang berlebih
3. Masukkan media biakan ke dalam media transpor dip slide dan tutup rapat
4. Inkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam
66
e. Pasca Analitik
Hasil dan Interpretasi:
a. Jumlah kuman kurang dari 10.000 per mL urine: tidak dianggap infeksi
b. Jumlah kuman antara 10.000 - 100.000 per mL urine: kemungkinan infeksi dalam
sakuran kemih,
c. Jumlah kuman lebih dari 100.000 per mL urin: infeksi saluran kemih
Cairan semen terdiri atas sekresi dari testis, epididimis, vesikula seminalis,
dan glandula prostat. Sel spematozoa terdapat kurang lebih 5% dari volume ejakulat
/ semen. Cairan semen merupakan larutan kompeks protein dan enzim yang
mengandung asam fosfatase, asam sitrat, zink, fruktose, dan fibrinogen-like
coagulated protein.
67
3. Untuk memberikan informasi kelengkapan dokumentasi vasektomi
4. Evalusai kualitas semen untuk peyimpanan sperma di bank sperma
5. Jika dibutuhkan untuk studi forensik pada kasus kriminal seksual seperti
perkosaan.
6. Studi forensik dalam penyelidikan paternitas.
I. METODE
A. PRA ANALITIK
Persiapan pasien
1. Sebaiknya sampel diambil setelah abstinensi sedikitnya 48 jam dan tidak lebih
dari 7 hari. Nama, masa abstinensi dan waktu pengambilan harus dicatat pada
formulir yang dilampirkan pada setiap semen yang akan dianalisis
2. Catat riwayat mumps, penyakit akut dan demam yang lama, penyakit sistemik
(DM), riawayat pembedahan, trauma testis, keterpaparan dengan zat toksik
atau bahan kimia, pengobatan dengan anabolik steroid, alkohol.
3. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap penis, meatus uretra, testis, vasa
deferens dan duktus epididimis, memeriksa ada tidaknya verikokel, memeriksa
tanda-tanda seks sekunder dan colok dubur.
Persiapan sampel
1. Sediaan sebaiknya dipeoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam
botol kaca atau plastik yang bermulut lebar
2. Masturbasi dilakukan dalam sebuah kamar yang tenang di laboratorium dekat
ruang pemeriksaan. Jika tidak maka sediaan harus diantar dalam waktu 1 jam
setelah dikeluarkan dan jika motilitas sperma sangat rendah (kurang dari 25%
bergerak maju lurus), sediaan kedua harus diperiksa sesegera mungkin.
3. Sediaan yang volumenya sedikit sebaiknya tidak diperiksa, terutama jika
bagian pertama ejakulat tercecer.
68
4. Sediaan harus dilindungi terhadap suhu ekstrim selama pengangkutan ke
laboratorium. Suhu sebaiknya berkisar antara 20-40 °C
5. Botol harus diberi label dengan nama penderita, tanggal pengumpulan,
lamanya abstinensi dan cara perolehan sediaan
B. ANALITIK
TES MAKROSKOPIK
Alat dan bahan
1. Pipet 5 ml
2. pH strip
3. Gelas ukur
ANALITIK
Cara kerja
1. Warna : Amati dan catat warna yang terlihat
Nilai rujukan : Putih keabu-abuan atau putih
2. Volume : Ukur dengan gelas ukur, catat volume sperma dalam ml
Nilai rujukan : 1,5 – 5 ml
3. Bau : Spesimen segar memberikan bau yang khas
Nilai rujukan : Khas
4. pH : Celup pH meter strip ke dalam cairan sperma bandingkan warna
yang terdapat pada strip dengan warna pH standar
Nilai rujukan : 7,2 - 8
5. Viskositas : Aspirasi sampel ke dalam pipet 5 ml dan kemudian biarkan
menetes karena gaya gravitasi dan ukur panjang benang tetesan tersebut (cm)
Nilai rujukan : < 2 cm
6. Liquifaksi : Liquifaksi sperma normal pada suhu ruangan terjadi dalam 30
menit. Catat waktu sperma menjadi cair.
Nilai rujukan : Terjadi dalam 10 – 20 menit dan lengkap dalam 30 menit.
Konsistensi berubah menjadi encer dan bening.
TES MIKROSKOPIK
69
Tes mikroskopik meliputi motilitas, hitung jumlah sperma / ml, hitung jumlah
sperma total, aglutinasi dan hitung leukosit. Tes dilakukan setelah liquifaksi
lengkap dalam 1,5 – 2 jam. Suhu optimal 37 ◦C
1. Motilitas
Motilitas adalah presentasi sperma yang bergerak dalam sampel
Alat dan bahan
a. Kaca objek
b. Kaca penutup
c. Mikroskop
Cara kerja :
a. Campur sampel semen hingga homogen
b. Ambil sedikit sampel segera setelah homogen dan teteskan 10 µl semen
ke atas gelas objek
c. Tutup dengan gelas penutup 22 x 22 mm (tinggi chamber ± 20 µm)
d. Hindarkan gelembung udara
e. Periksa sediaan setelah tidak ada lagi aliran (60 detik)
f. Baca sediaan dengan perbesaran 200 x atau 400 x
g. Laporkan hasil rata-rata persentase tiap tingkatan motilitas
Hitung rata-rata sperma yang motil dan yang tidak motil paling sedikit lima
lapangan pandang.
70
(Sumber : Mikroscope image of sperm sample accessed at http://hullivf.org.uk )
4. Morfologi
71
a. Fiksasi dan pewarnaan cairan semen memudahkan untuk melihat
morfologi normal dan abnormal sperma
b. Morfologi sperma dievaluasi dengan cara membandingkan jumlah
spermatozoa yang morfologinya normal dan abnormal (ukuran dan bentuk)
c. Sperma yang abnormal adalah yang tidak lengkap atau yang mempunyai
struktur abnormal
d. Ada 2 metode pewarnaan yang bisa dipakai yaitu Giemsa dan Wright
Cara Kerja
a. 1 tetes sperma diteteskan di atas kaca objek
b. Dibuat sediaan apus kemudian diwarnai dengan zat warna Giemsa atau
Wright dan dibuat dua replikat, lalu diperiksa dibawah mikroskop
(pembesaran 100x)
c. Dilihat pada 200 spermatozoa per replikat dan tentukan morfologi dalam
persen. 6,7
72
Gambar Skema morfologi sperma normal dan abnormal.
5. Aglutinasi
Aglutinasi dilihat dibawah mikroskop dan dicatat persentase rata-rata
spermatozoa yang berlengketan
6. Hitung Leukosit
Hitung leukosit dilakukan bersamaan dengan perhitungan jumlah sperma
73
8. Oligoteratozoospermia < 20 ≥40 <4
9. Astenoteratozoospermia > 20 < 40 <4
10. Polizoospermia ≥ 250 ≥40 ≥4
11. Azoospermia Bila spermatozoa tidak ada dalam semen
12. Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13. Aspermia Bila tidak ada cairan semen yang keluar saat
ejakulasi
URINE KEHAMILAN
74
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan sampel:
� Semua spesimen urin dapat digunakan untuk tes ini, tetapi untuk hasil
yang optimal dianjurkan urin pertama di pagi hari karena mengandung
konsentrasi hCG tertinggi.
� Spesimen urin dikumpulkan pada wadah yang kering, bersih dan wadah
terbuat dari plastik/kaca.
� Jika spesimen tidak dapat diperiksa segera, simpan dilemari pendingin
pada suhu 2-80C (sampai 72 jam sebelum pemeriksaan). Tidak
dianjurkan menggunakan pengawet. Pada saat akan digunakan,
spesimen dibiarkan beberapa saat untuk menyesuaikan dengan suhu
ruangan (20-300C).
� Perhatikan tanggal kadaluarsa dari strip tes yang akan digunakan.
� Hindari strip tes dari sinar matahari langsung, kelembaban dan panas
� Strip tes dapat disimpan di lemari pendingin atau suhu ruangan (2-
300C).
3. Alat dan bahan:
� Wadah penampung urin
� Urin pertama pagi hari
� Strip tes
B. Analitik
Prinsip: merupakan tes kualitatif menggunakan two site sandwich immunoassay.
Membran dilapisi dengan rabit anti hCG pada bagian tes dan rabit anti-mouse
pada bagian kontrol. Selama tes urin pasien bereaksi dengan konyugat colloidal
gold monoklonal anti-hCG.
Cara kerja :
1. Keluarkan strip tes dari pembungkus, strip dilabel dengan identitas pasien.
75
2. Masukan strip ke dalam sampel urin minimum 3 detik, perhatikan arah panah,
disentuhkan ke urin jangan melewati batas maximal.
3. Strip dikeluarkan dari sampel urin lalu diletakkan di atas wadah penampung
urin/wadah yang rata.
4. Tunggu sampai timbul garis warna (tergantung konsentrasi hCG pada
spesimen).
5. Untuk lebih akurat disarankan membaca hasil reaksi sampai 5 menit, baru baca
reaksi warna yang terjadi (Jangan interpretasi setelah melebihi 10 menit).
C. Pasca Analitik
Interpretasi:
� Negatif: hanya timbul satu garis berwarna merah pada kontrol
� Positif: timbul 2 garis merah (satu pada kontrol dan satu pada tes)
� Invalid: tidak ada garis merah pada kontrol maupun tes atau ada garis
merah pada tes tetapi tidak ada pada kontrol � ulangi tes dengan strip tes
yang baru
POCT (Point of care Testing ) didefinisikan sebagai pemeriksaan yang hasilnya dapat
diketahui sesegera mungkin dalam membantu menetuan tindakan selanjutnya bagi
pasien. Salah satu contohnya ialah glukosameter. Penggunaan alat glukosameter yang
utama ialah untuk monitoring dan bukan untuk diagnosa pasti karena terdapat beberapa
limitasi dari glukosameter yakni hanya dapat menggunakan sampel darah kapiler.
Penggunaan darah kapiler memiliki beberapa kontraindikasi seperti pada kasus
gangguan sirkulasi perifer yang berat misalnya dehidrasi pada koma ketoasidosis,
hipotensi berat, gagal jantung, dan lain-lain.
76
1.PRAANALITIK.
a. Persiapan pasien:
GDP :
1) Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes
2) Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan ditulis
pada formulir permintaan tes.
GD2PP :
1) Pengambilan sampel darah dilakukan 2 jam sesudah makan setelah
pengambilan darah GDP
GDS :
Tidak ada persiapan khusus
b. Persiapan sampel:
Tidak ada persiapan khusus. Pengambilan sampel sebaiknya pagi hari
karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari glukosa darah lebih rendah
sehingga banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis.
c. Metode tes:
Metode enzimatik :glucose oxidase / hexokinase
d. Prinsip tes:
Darah kapiler diserap ke dalam strip tes, kemudian mengalir ke area tes dan
bercampur dengan reagen untuk memulai proses pengukuran. Enzim Glucose
dehydrogenase dan koenzim dalam strip tes mengkonversi glukosa dalam sampel
darah menjadi glukonolakton. Reaksi tersebut menghasilkan listrik DC yang tidak
berbahaya sehingga Meter mampu mengukur gula darah.
77
Bahan:
1. Sampel whole blood (darah kapiler)
2. Jarum
3. Strip
4. Kapas alkohol
5. Handschoen
6. Wadah limbah infeksius
2. ANALITIK
Cara Kerja:
- Alat glukosameter disiapkan
- Jarum dimasukkan dalam lancet dan dipilih nomor pada lancet sesuai
ketebalan kulit pasien
- Chip khusus untuk pemeriksaan glukosa dimasukkan pada alat glukosameter
pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
- Strip dimasukkan pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
- Jari kedua/ketiga/keempat pasien dibersihkan dengan menggunakan kapas
alkohol lalu dibiarkan mengering
- Darah kapiler diambil dengan menggunakan lancet yang ditusuk pada jari
kedua/ketiga/keempat pasien
- Sampel darah kapiler dimasukkan ke dalam strip dengan cara ditempelkan
pada bagian khusus pada strip yang meyreap darah
- Hasil pemgukuran kadar glukosa akan ditampilkan pada layar
- Strip dicabut dari alat Glukosa meter
- Jarum dibuang dari lancet
Nilai rujukan:
Tes Sampel (mg/dL) (mmol/L)
GDS Plasma vena < 110 < 6,1
Darah kapiler < 90 < 5,0
78
GDP Plasma vena < 110 < 6,1
Darah kapiler < 90 < 5,0
GD2PP Plasma vena < 140 < 7,8
Darah kapiler < 120 < 6,7
3. PASCA ANALITIK.
Interpretasi:
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Sampel
Tes (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
GDS Plasma < 110 110–199 > 200
vena
Darah < 90 90–199 > 200
kapiler
GDP Plasma < 110 110–125 > 126
vena
Darah < 90 90–109 > 110
kapiler
GD2PP Plasma < 140 140–200 > 200
vena
Darah < 120 120–200 > 200
kapiler
79
���������������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������������������������������
�����������������������������������������������������