Anda di halaman 1dari 27

DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MINI REFERAT
DESEMBER 2018

ASPEK LABORATORIUM DASAR MALARIA

OLEH:

Kwan Silvea Kwandou C014172110


Rohaiza Binti Muhammad C014172198
Andi Nuzul Jumhari C11113501
A.Muh. Taufiq Akbar E C11114525

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Putri Handayani

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Irda Handayani, M.Kes, Sp.PK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat : Aspek Laboratorium Dasar Malaria

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa

Kwan Silvea Kwandou C014172110


Rohaiza Binti Muhammad C014172198
Andi Nuzul Jumhari C11113501
A.Muh. Taufiq Akbar E C11114525

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada departemen


Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, Desember 2018

Menyetujui,

Supervisor Pembimbing , Residen Pembimbing

dr. Irda Handayani, M.Kes, Sp.PK dr. Putri Handayani

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................I

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... II

DAFTAR ISI ........................................................................................................ III

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

2.1 Definisi ........................................................................................................................ 3

2.2 Etiologi ........................................................................................................................ 5

2.3 Patogenesis .................................................................................................................. 6

2.4 Manifestasi Klinis ....................................................................................................... 8

2.5 Diagnosis ................................................................................................................... 11

2.6 Penatalaksanaan ....................................................................................................... 14

2.7 Pencegahan ............................................................................................................... 20

2.8 Prognosis ..................................................................................................................20

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang


ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala
umumnya muncul 10 hingga 15 hari setelah tergigit nyamuk Anopheles berupa
demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil
bersamaan dengan perasaan tidak enak badan (malaise). Menurut WHO, parasit
malaria ditemukan pada sel darah merah penderita yang terinfeksi sehinga malaria
dapat ditularkan melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik bersama, ibu
hamil kepada janinnya dan transplantasi organ.1
Pada tahun 2013, terdapat 104 negara yang merupakan daerah endemik malaria
dimana terdapat 3,4 milyar jiwa termasuk kategori risiko tinggi malaria. Diperkirakan
terdapat 207 juta kasus malaria terjadi diberbagai belahan dunia dengan 627 ribu
kematian. Penyebaran malaria tersebar luas di berbagai negara beberapa diantaranya
adalah Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Oceania, Amerika Tengah, Haiti, Republik
Dominika, Brazil serta negara Amerika Latin lainnya. Pada tahun 2010, malaria adalah
penyakit infeksi utama di dunia yang menginfeksi sekitar 170 - 300 juta orang
dengan angka kematian sekitar 1 juta orang pertahun diseluruh dunia. Sebagian
besar kematian terjadi pada anak - anak dan orang dewasa non imun, didaerah
endemis di Afrika dan Asia.1
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi malaria di Indonesia pada tahun 2013 adalah 6,0%. Terdapat 5 provinsi
yang mempunyai insidensi dan prevalensi tertinggi yaitu Papua, Nusa Tenggara
Timur, Papua Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku. Beberapa provinsi di wilayah
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera merupakan provinsi dengan kategori sedang
sementara provinsi di Jawa dan Bali masuk dalam kategori rendah. Pada daerah
hiperendemis atau imunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan hapus darah
sering dijumpai hasil positif tanpa gejala klinis pada penduduknya.1

1
Untuk daerah Pulau Sulawesi, prevalensi malaria paling tinggi adalah di
Provinsi Sulawesi Tengah (4,1%) selanjutnya diikuti Provinsi Sulawesi Utara
(3,8%), Sulawesi Tenggara (1,2%), Sulawesi Barat (1,3%) dan Sulawesi Selatan
sebanyak (1%). Namun, berdasarkan data dari dinas kesehatan (DINKES) Kota
Makassar, jumlah kasus malaria sepanjang tahun 2016 telah mengalami
peningkatan. Sejak januari hingga desember 2016, jumlah penderita yang positif
terjangkit malaria yaitu sebanyak 196 orang.12
Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual
Parasite Incidence (API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria
per 1000 penduduk dalam satu tahun. Tren API secara nasional pada tahun 2011
hingga 2015 terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan keberhasilan
program pengendalian malaria yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat, daerah,
masyarakat dan mitra terkait. Jumlah kasus yang tinggi dan daerah Indonesia
memiliki tingkat endemitas yang cukup tinggi, oleh karena itu pada kesempatan
ini akan dibahas mengenai penyebab malaria, gejala, penegakan diagnosis hingga
penatalaksanaan secara non farmakologi dan farmakologi.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Malaria adalah kata yang berasal dari bahasa Italia, yang artinya mal :
buruk dan area : udara, jadi secara harfiah berarti penyakit yang sering timbul di
daerah dengan udara buruk akibat dari lingkungan yang buruk. Selain itu, juga
bisa diartikan sebagai suatu penyakit infeksi dengan gejala demam berkala yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium (Protozoa) yang hidup dan berkembang biak
didalam sel darah manusia, serta ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.
Terdapat banyak istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam intermitens,
demam Roma, demam Chagres, demam rawa, demam tropik, demam pantai dan
ague. 2

Infeksi Malaria disebabakan oleh adanya parasite plasmodium didalam


darah atau jaringan yang dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik yang
positif,adanya antigen malaria dengan tes cepat, ditemukan DNA/RNA parasite
pada pemeriksaan PCR.2

2.2 ETIOLOGI
Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species
plasmodium pada manusia adalah :3
1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.
2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)
4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale.
Kini plasmodium knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada pada monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula ditubuh manusia. Penelitian
sebuah tim internasional yang dimuat jurnal Clinical Infectious Diseases
memaparkan hasil tes pada 150 pasien malaria di rumah sakit Serawak, Malaysia,

3
Juli 2006 sampai Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria
disebabkan infeksi plasmodium knowlesi.
Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat dan
bahkan dapat menimbukan suatu variasi manisfestasi-manifestasi akut dan jika
tidak diobati, dapat menyebabkan kematian.
Seorang dapat menginfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai
infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Pada umumnya lebih banyak
dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium falciparum
dan plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga
jenis plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran
biasanya terdapat di daerah dengan angka penualaran tinggi Nyamuk anophelini
berperan sebagai vektor penyakit malaria. Nyamuk anophelini yang berperan
hanya genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus anopheles ini diketahui
jumlahnya kira-kira 2000 species, diantaranya 60 species diketahui sebagai vektor
malaria.3

Siklus hidup plasmodium


1. Siklus pada manusia
Pada saat nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit
yang berada dikelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama
kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan
menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung speciesnya). Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.
Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati
tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk
dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam hati
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pada suatu saat imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut

4
berkembang dari stadium sporozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
speciesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksisel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah sampai 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi
sel darah merah akan membentuk stadium seksual (genosit jantan dan betina). 3

2. Siklus pada nyamuk anopheles


Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk.
Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadio okista dan selanjutnya
menjadi sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi
Yaitu rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai denagan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung species
plasmodium. Berbagai studi menunjukkan, pada infeksi plasmodium knowlesi,
siklus reproduksi aseksual (pembelahan diri dalam tubuh manusia atau hewan)
terjadi dalam waktu 24 jam. Lebih cepat dibandingkan siklus 48 jam pada
plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium falciparum, sedangkan 72
jam pada plasmodium malariae. Setiap kali sel-sel membelah akan terjadi
serangan demam. 3

Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria


(Sumber :Paul NH et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam)

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)


Plasmodium falciparum 9-14 hari (12)
Plasmodium vivax 12-17 hari (15)
Plasmodium ovale 16-18 hari (17)
Plasmodium malariae 18-40 hari (28)

5
2.3 PATHOGENESIS

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk Anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah dimana sebagian besar dalam 45 menit akan bermigrasi ke hati dan sebagian
kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam hati sporozoit tersebut akan bereplikasi
membentuk merozoit, setelah itu dilepas ke aliran darah. Namun pada P.vivax dan
P.ovale sebagian parasitnya akan membentuk fase hipnozoit didalam sel hati yang
mampu bertahan sampai bertahun-tahun yang menyebabkan terjadinya relaps
pada malaria. Merozoit menginvasi eritrosit dan berkembang menjadi fase cincin,
tropozoit dan fase skizon sebelum membentuk merozoit baru yang siap dilepas
untuk menginvasi eritrosit lainnya. Siklus aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax
dan P.ovale ialah 48 jam dan pada P.malariae adalah 72 jam.3,4

Siklus Hidup Plasmodium


(Dikutip dari CDC.2015. Malaria : Biology.United States)

6
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina.
Gamet tersebut akan mencapai dermis dan akan terambil oleh nyamuk lainnya.
Setelah itu terjadi siklus seksual yaitu fertilisasi dan sporogonik dalam perut
nyamuk menjadi ookinet lalu menjadi oocyst yang akan membentuk sporozoit
infeksius yang akan bermigrasi ke glandula salivasi nyamuk. Sporozoit tersebut
akan ditransmisikan ke host lain melalui salivanya.3,4

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada penderita malaria dikenal trias malaria yaitu demam,
mengigil, dan berkeringat. Periode paroksisme terdiri atas stadium dingin (cold
stage) , stadium demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage).
Selain itu, sering ditemukan kelelahan, anoreksia, nyeri punggung, mialgia, pucat,
dan muntah. Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda dengan orang dewasa,
sehingga sering salah diintepretasikan dengan gastroenteritis akut atau infeksi
virus akut lainnya. Anak-anak yang berasal dari daerah endemis malaria (partially
immune) umumnya menunjukkan gejala minimal seperti berkurangnya aktifitas,
anoreksia atau bahkan asimptomatik; tidak harus disertai demam, terutama bagi
anak di daerah endemis. Pada anak dengan asimptomatik yang positif parasit
malaria di darah, dapat hanya menunjukkan splenomegali sebagai temuan
tunggal.1,8
Komplikasi penting malaria berat pada anak adalah hipoglikemia. Hal ini
terjadi karena supresi proses glukoneogenesis parasit di hati dan sekaligus
menginduksi sekresi insulin di pankreas. Sekresi insulin meningkat dengan
penggunaan kina dan dapat mengakibatkan sekuele neurologis yang berat. Distres
pernafasan adalah komplikasi umum lain pada anak-anak, umumnya konsekuensi
dari asidosis berat. Berbeda dengan anak anak, distres pernafasan pada orang
dewasa biasanya akibat edema paru dan juga ARDS (acute respiratory distress
syndrome). Gejala-gejala seperti black water fever dan algid malaria (kolaps
pembuluh darah, syok, dan hipotermi) jarang terjadi pada anak-anak.5
Malaria anak sering menunjukkan gejala beragam sesuai kelompok umur.
Hasil penelitian di kabupaten Sikka-NTT, gejala klinis yang membedakan malaria

7
pada anak dengan penyakit lain adalah splenomegali, menggigil, dehidrasi ringan,
riwayat kejang, dan pucat; dengan nilai spesifi sitas 77,0%. Sedangkan gejala
klinis terbaik pada pasien anak umur >5 tahun adalah splenomegali, menggigil,
nyeri perut, dan dehidrasi ringan, dengan nilai spesifisitas 79,5%. Riwayat kejang
terutama didapatkan pada bayi kurang dari satu tahun, diare pada balita, dan nyeri
perut pada anak lebih besar. Infeksi malaria pada anak usia sekolah
mempengaruhi prestasi belajar; malaria akut tidak berat mempengaruhi
kemampuan kognitif anak di sekolah secara signifi kan. Infeksi Plasmodium
selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran, retardasi pertumbuhan janin,
lahir mati, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur, dan malaria kongenital.
Pada malaria kongenital (umumnya muncul pada 10-30 hari kehidupan) transmisi
terjadi selama kehamilan; dapat menunjukkan gejala demam, gelisah, pucat,
ikterus, kejang, distres pernafasan, intoleransi minum, muntah, diare, sianosis, dan
hepatosplenomegali. Menggigil tidak umum terjadi karena pusat pengatur suhu
yang belum sempurna. Malaria pada kelompok usia ini tidak jarang terjadi di
daerah endemis, namun sering tidak dikenali karena gejala yang tumpang tindih
dengan penyakit lain seperti sepsis.5
Malaria ringan dijumpai anemia, muntah atau diare, ikterus dan hepato-
sphenomegali. Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P.falciparum,
disertai satu atau lebih kelainan sebagai berikut:2
1. Hiperparasitemia, bila >5% eritrosit dihinggapi parasit
2. Malaria serebral dengan kesadaran menurun
3. Anemia berat, kadar hemoglobin <7g/dl
4. Perdarahan atau koagulasi intravaskular diseminata
5. Ikterus, kadar bilirubin serum >50 mg/dl
6. Hipoglikemia, kadang-kadang akibat terapi kuinin
7. Gagal ginjal, kadar kreatinin serum >3g/dl dan diuresis <400ml/24jam
8. Hiperpireksia
9. Edem paru
10. Syok, hipotensi, gangguan asam basa

8
A. Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M. Vivax/ M. Benigna
Saat ini terjadi peningkatan 2.5 kali lipat jumlah penderita dan secara global
beban malaria vivaks adalah 132-391 juta orang per tahun. Inkubasi 12-17
hari, bisa lebih panjang 12-20 hari. Siklus demam 48 jam (demam tertiana).
Pada hari-hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remiten atau intermiten,
pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir
minggu kelima panas mulai turun. Pada malaria vivaks, limpa dapat membesar
sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi.
Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia. Malaria vivaks sering
menyebabkan relaps. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit
yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun. Malaria vivak
saat ini dapat juga berkembang menjadi malaria berat dan memberikan
komplikasi seperti gagal pernapasan, malaria serebral, disfungsi hati dan
anemia berat.3

B. Manifestasi Klinis Malaria Malariae/M. Quartana


M. malariae banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, sebagian
Asia. Penyebarannya tidak seluas P. vivax dan P. falciparum. Masa inkubasi
18-40 hari dengan periode demam 72 jam (demam quartana). Manifestasi
klinik seperti pada malaria vivaks hanya berlangsung lebih ringan, anemia
jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun ringan. Serangan
paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia
sangat rendah < 1%.3
Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi
plasmodium malariae pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal
disebabkan oleh karena deposit kompleks imun pada glomerulus ginjal. Hal
ini terbukti dengan adanya peningkatan IgM bersama peningkatan titer
antibodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites, proteinuria yang
banyak, hiporoteinemia, tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini
prognosisnya jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong,
diet dengan kurang garam dan tinggi protein, dan diuretik boleh dicoba,

9
steroid tidak berguna. Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2.5
mg/kgBB selama 12 bulan tampaknya memberikan hasil yang baik;
siklofosfamid lebih sering memberikan efek toksik. Rekrudesensi sering
terjadi pada plasmodium malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah
perifer, sedangkan bentuk diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada P.
malariae.3

C. Manifestasi Klinik Malaria Ovale


Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa
inkubasi 11-16 hari, periode demam sekitar 48 jam (demam tertiana).
Serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali
walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium
lain, maka P. ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi plasmodium yang
lain akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivaks, lebih
ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek, dan dapat
sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan
splenomegali jarang sampai dapat diraba. 3

D. Manifestasi Klinis Malaria Tropika/ M. Falsiparum


Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan
sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Siklus demam bisa
bervariasi dari 24, 36 atau 48 jam. Malaria tropika mempunyai perjalanan
klinis yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk
eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri
punggung/nyeri tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah dan diare.
Parasit sulit ditemui pada penderita dengan pengobatan imunosupresan. Panas
biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan
temperatur diatas 40 oC. Gejala lain dapat berupa konvulsi, pneumonia
aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infekksi
memberat nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat dan diikuti kelainan

10
paru (batuk). Splenomegali lebih sering dijumpai dari hepatomegali dan nyeri
pada perabaan; dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin berupa
albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan
leukopenia dan monositosis.3

E. Manifestasi Klinik P. knowlesi


Malaria ini dikenal sebagai Simian malaria yang menginfeksi kera berekor
panjang dikenal sebagai Maccaca fascicularis, M. Nemestrina dan juga
Presbytics femoralis.. Di Indonesia pernah dilaporkan penderita dari
Kalimantan. Sebagai vektor utama ialah Anopheles cracens, An. Latens, An.
Balabacencis. Malaria ini sering didiagnosa sebagai P. malariae yang tidak
klasik karena gejala panas lebih dominan, dengan puncak panas tiap hari,
kadang dengan 2 puncak mempunyak siklus aseksual tiap 24 jam dan masa
inkubasi eksperimental 9-12 hari. Sering dijumpai gejala nyeri abdomen
dengan diare. Parasitemia lebih tinggi dibandingkan oleh P. malariae.
Komplikasi malaria berat dapat terjadi berupa penurunan kesadaran, hipotensi,
gagal ginjal, ikterik, gagal pernapasan dan menyebabkan kematian. Diagnosa
pasti malaria knowlesi saat ini hanya dengan pemeriksaan analysis DNA
dengan pemeriksaan PCR.3

2.5 DIAGNOSIS
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala trias malaria yang terdiri atas
stadium dingin (cold stage) , stadium demam (hot stage), dan stadium berkeringat
(sweating stage). Pada malaria gejala umum yang dapat temukan berupa demam,
menggigil, berkeringat, sakit kepala, nyeri otot, mual dan muntah. Gejala yang
timbul sering tidak spesifik dan juga ditemukan pada penyakit lain (seperti "flu"
dan infeksi virus biasa). Adanya riwayat perjalanan atau tinggal pada daerah
endemis sangat membantu dalam diagnosis malaria. 3

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak spesifik (suhu tinggi, keringat,


kelelahan). Demam yang bersifat intermitten tergantung dari jenis malaria yang

11
menginfeksi. Dapat ditemukan tanda anemia dan sphenomegali akibat
pengrusakan sel eritrosit. Pada malaria berat (disebabkan oleh Plasmodium
falciparum), temuan klinis (kebingungan, koma, tanda-tanda fokus neurologis,
anemia berat, kesulitan pernapasan) lebih mencolok dan dapat meningkatkan
indeks kecurigaan terhadap malaria. Jika memungkinkan, temuan klinis harus
selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium pada pasien menderita
malaria.3

A. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan darah rutin pada pasien malaria dilakukan untuk melihat
tingkat keparahan dari infeksi plasmodium yang menyerang eritrosit yang
mengakibatkan penurunan kadar haemoglobin akibat rupturnya eritrosit.
Trombsistopeni dapat terjadi dikarenakan berberapa faktor seperti kerusakan
pada endothel yang akan menyebabkan penurunan von willerbrand factor dan
menyebabkan trombosistopeni pada pasien, faktor kedua disebabkan oleh
peningkatan faktor sitokin makrofag yaitu M-CSF (Machrophage Colony
Stimulating Factor).

Leukositosis dapat terjadi pada keadan anemia hemolitik berat karena


adanya stimulasi hematopoiesis secara kesulurhan akibat anemia tersebut dan
peningkatan sel pro inflamasi tetapi pada anemia ringan didabatkan sebuah
Penelitian tentang perbandingan status hematologis pasien dengan malaria et
causa Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax yang menyatakan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah hitung rata – rata leukosit pada
pasien malaria falciparum danpasien malaria vivax.6,7

B. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit


Plasmodium secara visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan
darah penderita. Pemeriksaan mikroskopis ini sangat bergantung pada keahlian
pranata laboratorium (analis kesehatan) yang melakukan identifikasi. Teknik

12
pemeriksaan inilah yang masih menjadi standar emas dalam penegakan diagnosis
penyakit malaria.

Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah pemeriksaan


QBC (Quantitative Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan pewarnaan
fluorescensi dengan Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap
eritrosit yang terinfeksi oleh parasit Plasmodium. Plasmodium akan mengikat zat
warna Acridine Orange sehingga dapat dibedakan dengan sel lain yang tidak
terinfeksi. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat membedakan spesies dan tidak
dapat melakukan hitung jumlah parasit. Selain itu juga reagensia yang digunakan
relatif mahal dibandingkan pewarna Giemsa yang sering kita gunakan sehari-hari
untuk pewarnaan rutin sediaan malaria.

Pewarnaan Giemsa mewarnai setiap bagian parasit malaria secara berbeda.


Dengan pewarnaan yang baik, mudah untuk membedakan bagian-bagian yang
ditunjukkan pada diagram.7,8

(sumber: Basic Malaria Microscopy 2010)

 Kromatin : bagian dari inti parasit, biasanya bulat, berwarna merah terang.
 Sitoplasma: nada biru mungkin berbeda di antara spesies dan kadang-
kadang merupakan karakteristik yang membedakan.
 Pigmen adalah produk sampingan granular dari pertumbuhan parasit. Itu
tidak memakan waktu pewarnaan tetapi warnanya bervariasi dari emas-

13
cokelat hingga hitam. Warna dan ukuran butiran pigmen bervariasi sesuai
dengan spesies dan, dengan warna, sering ciri.
 Stippling, ‘spot’, ‘dots’ atau ‘clefts’ adalah deskripsi efek yang
ditimbulkan oleh parasit ada di sel inang, yang ditekankan oleh pewarnaan
yang baik. Yang paling dikenal dan yang paling mudah untuk diperagakan
adalah 'Schuffner stippling'.

Pada Sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk
pemeriksaandibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih
jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.

Sedian apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah untuk
pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih
banyak dalam satu lapangpandang, dan bentuknya tak sama seperti dalam sediaan
apus darah tipis. Gambaran-gambaran pada apusan darah tepi tipis (bagian atas)
dan tebal (bagian atas) pada stadium trophozoite, schizont dan gametocyte.7,8

Stadium Trophozoite

(Sumber: Basic Malaria Microscopy 2010)


Stadium trofozit merupakan stadium pertumbuhan, sehingga dapat
ditemukan dalam berbagai ukuran dari kecil sampai besar, sering sekali desibeut
sebagai stadium cincin. Meskipun tidak selalu terlihat berbentuk cincin sempurna.
Warnanya bervariasi dari kuning pucat sampai coklat kehitamanatau hitam.8

14
Stadium Schizont

(Sumber: Basic Malaria Microscopy 2010)

Pada stadium skizon terlihat inti membelah secara aseksual menjadi 2,4,8 dan
seterusnya tanpa melibatkan sel kelamin jantan dan betina. Stadium skizon
mempunyai berberapa fase mulai dari parasit dengan inti dua sampai parasit
dengan banyak inti yang masing –masing intinya disertai sitoplasma.8

Stadium Gametocyte

(Sumber: Basic Malaria Microscopy 2010)

15
Stadium gametosit merupakan stadium seksual yang akan menjadi sel
kelamin jantan dan betina, berkembang lebih lanjut di dalam tubuh nyamuk
Anopheles betina. Gametosit dapat berbentuk bulat atau seperti pisang tergnatung
spesies. Warna dari sitoplasma parasit dapat digunakan untuk membedakan sel
kelamin jantan (mikrogametosit) dan sel kelamin betina (makrogametosit).8

Parasitemia adalah terdapatnya parasit dalam darah melalui pemeriksaan


mikroskopis pada sediaan apusan darah, jika parasit ditemukan lebih dari
100.000/µL maka disebut hiperparasitemia. Tingkat parasitemia dapat digunakan
untuk menilai beratnya penyakit. Meskipun demikian, pada daerah endemis
malaria, parasitemia yang tinggi sering ditemukan pada individu yang
asimptomatik. 9

Terdapat 4 metode untuk melakukan penilaian derajat parasitemia yaitu :


– Metode 1 ; membandingkan dengan jumlah leukosit
– Metode 2 ; Perhitungan intensitas infeksi secara semi kuantitatif
– Metode 3 ; dibandingkan dengan jumlah eritrosit
– Metode 4 ; menghitung secara kuantitatif

C. Pemeriksaan immunoserologis.

Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan


deteksi antigen maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.

1. Deteksi antigen spesifik.

Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit


Plasmodium yang ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih
diantaranya adalah :

– Radio immunoassay
– Enzym immunoassay

16
– Immuno chromatography

Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran pada saat
dilakukan pemeriksaan diyakini parasit masih ada dalam tubuh penderita.
Kelemahan dari teknik tersebut adalah tidak dapat memberikan gambaran derajat
parasitemia.10

2. Deteksi antibodi.

Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi
sedang berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan
reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi ini
antara lain :

– Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)


– Latex Agglutination Test
– Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa

D. Sidik DNA.

Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari


tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan
rangkaian DNA parasit Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan
Plasmodium. Kelemahan teknik ini jelas pada pembiayaan yang mahal dan belum
semua laboratorium bisa melakukan pemeriksaan ini.10

2.6 PENATALAKSANAAN

A. Terapi Malaria Tanpa Komplikasi

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT.


Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi.
Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria

17
berat diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping
itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.1,11

1) Malaria falsiparum dan Malaria vivaks

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah
primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks,
Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di
bawah ini:

Tabel 1 : Pengobatan Malaria falciparum menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin. (Sumber : Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

Tabel 2 : Pengobatan Malaria vivax menurut berat badan dengan DHP dan
primakuin. (Sumber : Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

18
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

3) Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks.

4) Pengobatan malaria malariae

Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan
dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin

5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale


Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

B. Terapi Malaria Berat

Jika puskesmas atau klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk
berikan artesunat intravena dengan dosis 2,4mg/kgbb sebanyak 3 kali jam ke 0,
12, 24. Jika tidak tersedia dapat diberikan kina drip.

C. Terapi Malaria Pada Ibu Hamil

Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan


artesunat injeksi atau kina HCl drip intravena.

19
Algoritme 1 : Penatalaksanaan Malaria Berat di Pelayanan Primer

(Sumber : Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke 3,


7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.
Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi,
penderita segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut di
atas. Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan
pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan hasil
mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan
28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.11

20
Algoritme 2 : Penatalaksanaan Malaria Berat di RS Rujukan.

(Sumber: Ikatan Dokter Indonesia, 2017)

2.7 PENCEGAHAN

Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan


terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan
kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, obat pencegah anti-nyamuk, kawat kasa
nyamuk dan lain-lain.
Salah satu obat untuk pencegahan malaria saat bepergian adalah
atovaquone-proguanil. Obat ini merupakan kombinasi antara dua obat yaitu
atovaquone dan progunil dalam satu tablet dengan dosis dewasa 250mg
atovaquone dan 100mg proguanil diberikan 1 tablet per hari. Obat ini diminum 1-
2 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah tersebut sampai 7 hari setelah
kembali.

21
Mefloquine juga bisa diberikan sebagai obat profilaksis untuk pencegahan
malaria dengan dosis 228mg/minggu/tablet. Obat ini diminum 2 minggu sebelum
bepergian, selama berada di daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali.
Doksisiklin juga merupakan salah satu obat yang digunakan untuk
kemoprofilaksis dengan dosis 100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum
bepergian, selama berada di daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali.
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak
boleh diberikan lebih dari 6 bulan.6,11

2.8 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada
pengobatan yang diberikan. Pada malaria


yang disebabkan oleh plasmodium falciparum dapat timbul komplikasi yang
berbahaya yang disebut black water fever dengan gagal ginjal akut. Semua
penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit atau puskesmas
perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika
dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas
yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.11

22
BAB III

PENUTUP

RINGKASAN

 Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium yang

menyerang sel darah merah.

 Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk Anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu:

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,

Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.

 Manifestasi klinis dapat ditemukan trias malaria ada stadium dingin,

menggigil dan keringat. Gejala lainnya yang tidak spesifik berupa sakit

kepala, nyeri otot, mual dan muntah.

 Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin,

mikroskopis, immunoserologis, dan sidik DNA.

 Pengobatan yang diberikan adalah DHP dan primakuin bila tanpa

komplikasi. Untuk pencegahan dapat diberikan doksisiklin, atovaquone-

proguanil, atau mefloquin.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ayunda A. Gambaran Hasil Pemeriksaan Penyaring Malaria Pada Darah


Donor di Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia.Kedokteran
Universitas Andalas. 2016; 1-2.
2. Kementerian Kesehatan RepubIik Indonesia. Malaria. Pusat Data dan
Informasi kementrian Kesehatan InfoDATIN. April 2016.
3. Paul NH et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2014; 6(40): 595-611.
4. Meibalan et al. Biology of Malaria Transmission. Cold Spring Harbor in
Perspective Medicine, Department of Immunology and Infectious
Diseases, Massachusset. 2015.
5. Liwan et al. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi
pada Anak. Kalbemed. 2015; 42(6).
6. Centers for Disease Control and Prevention(CDC). Malaria - Diagnosis &
Treatment. November 2015. Tersedia di:
https://www.cdc.gov/malaria/diagnosis_treatment/diagnosis.html
7. Afdhal M. Artikel Kesehatan. Membandingkan Status Hematologis Pasien
Malaria Falciparum dengan Vivax di RSUP MDjamil Januari 2011-2013.
2014; 1(1): 3-4. Tersedia di: http://Jurnal.fk.unand.ac.id
8. World Health Organization, Basic malaria microscopy.1st ed.Geneva;
World Health Organization 2010.
9. Chiodini P. Basic laboratory methods in medical parasitology. 1st ed.
Genève: World Health Organization 1991.
10. Wempi G. Artikel Analisis Pemeriksaan Laboratorium Pada Penderita
Malaria. 2012. Tersedia di:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/article/view/3257/3253
11. Ikatan Dokter Indonesia. Buku Saku Penatalaksaan Kasus Malaria.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017; 9-13.
12. Widjaja J et al. Determinan Kejadian Malaria di Wilayah
Sulawesi.Aspirator 8(1) 2016 : 17-28

24

Anda mungkin juga menyukai