Anda di halaman 1dari 43

F1 Latar belakang Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di

done daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak
saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Telah dilaporkan
terdapat peningkatan jumlah kasus demam dengue dan demam berdarah
dengue di Indonesia yaitu 58.065 kasus pada tahun 2011 menjadi 74.062 kasus
pada tahun 2012.
Demam Dengue disebabkan oleh virus yang termasuk dalam genus Flavivirus,
famili Flaviviradae. Virus dengue ini disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penularan
terjadi jika manusia tergigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus dengue. Terdapat
4 jenis serotipe virus yang dulunya dikenal sebagai kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirosis), yaitu DEN1, DEN2, DEN3, DEN4. mungkin asimptomatis, DD, atau
DBD dengan plasma keluar yang mungkin menuju ke syok hipovelemia atau
dengue shock syndrome (DSS)
Gejala-gejala klasik demam dengue adalah demam, sakit kepala, nyeri
punggung, nyeri belakang bola mata, fotofobia, dan nyeri otot/sendi/tulang.
Demam Berdarah Dengue ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut: uji
tourniquet positif, Peteki, ekimosis atau purpura , perdarahan dari mukosa
(misalnya epistaksis atau perdarahan dari gusi), hematemesis atau melena,
Trombositopenia (platelets ≤ 100.000/mm3). Adanya tanda kebocoran plasma
karena peningkatan permeabilitas kapiler. Kenaikan permeabilitas kapiler yang
ditandai dengan peningkatan >20% pada Hct sesuai dengan jenis kelamin dan
umur, penurunan >20% dari Hct bila diterapi dengan cairan, tanda dari
kebocoran plasma (efusi pleura, asites, hipoproteinemia).
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan komplikasi yang ditakutkan, dengan
gejala semua kriteria dari DBD yang sudah disebutkan diatas dengan disertai
tanda kegagalan sirkulasi yang termanifestasi dalam bentuk nadi yang cepat dan
lemah, jarak sistol-diastol yang menyempit (< 20 mmhg), hipotensi pada usia
lanjut, turgor yang turun, dan susah istirahat atau rewel pada anak.
Permasalahan Dengue Fever atau Dengue Hemorrhagic Fever atau lebih dikenal masyarakat
dengan demam berdarah masih menjadi ancaman bagi masyarakat. Tingkat
pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap dbd masih kurang. Ditemukan
pasien di wilayah kerja Puskesmas Makkasau dengan demam dengue, sehingga
dilakukan edukasi yang diharapkan dapat mencegah dan menurunkan angka
mortalitas akibat Demam Berdarah Dengue.
Intervensi Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud
memberikan edukasi kesehatan tentang Demam Berdarah Dengue. Adapun
materi yang disampaikan pada edukasi ini diantaranya pengertian, penyebab,
cara penularan, tanda dan gejala, cara pertolongan, serta pencegahan dbd.
Pelaksanaan edukasi kesehatan mengenai Demam Berdarah Dengue ini dilaksanakan pada
hari Selasa, tanggal 12 Juli 2021, bertempat di Puskesmas Makkasau. edukasi ini
diikuti oleh pasien ataupun klien yang datang di puskesmas Makkasau. edukasi
ini dibawakan dengan menggunakan metode tatap muka antar pasien, keluarga
pasien serta dokter. Selama edukasi, pemateri menyampaikan informasi
mengenai cara penularan, tanda dan gejala, cara pertolongan, serta pencegahan
dbd.
Monitoring Secara keseluruhan, edukasi berjalan lancar dan tanpa hambatan. Tidak ada
gangguan teknis yang terjadi selama edukasi berlangsung. Keluarga pasien
ataupun klien yang hadir juga merespon dengan baik, ditandai dengan tingginya
angka pertanyaan dan tanggapan yang diberikan pada sesi tanya jawab.
Penanganan demam berdarah secara medis dan non-medis yang dilakukan
berupa edukasi bahaya demam berdarah atau pemberantasan sarang nyamuk,
atau usaha usaha yang dilakukan oleh Puskesmas Makkasau secara keseluruhan
diharapkan dapat membantu mengurangi angka kejadian DBD di Puskesmas
Makkasau

F1 Latar belakang Keadaan lingkungan fisik dan biologis pemukiman penduduk Indonesia belum
done baik, Kepadatan penduduk yang begitu tinggi utamanya di kota-kota besar dan
fasilitas kesehatan yang jumlahnya tidak seimbang dengan jumlah penduduk
menyebabkan pemerataan kesehatan belum sepenuhnya dapat terlaksana
dengan baik. Hal ini berakibat masih tingginya angka kesakitan dan kematian
karena berbagai penyakit.
Peningkatan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk perbaikan mutu
lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan melalui peningkatan sanitasi
dasar serta pencegahan dan penanggulangan kondisi fisik dan biologis yang tidak
baik, termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan. Semua kegiatan
penyehatan lingkungan dan pemukiman yang dilakukan oleh staf Puskesmas,
sebaiknya dilaksanakan dengan mengikut sertakan masyarakat secara
bergotong-royong.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. PHBS perlu dilakukan di rumah
tangga agar seluruh rumah tangga menjadi rumah tangga ber-PHBS untuk
mencapai Indonesia sehat.

Permasalahan Tingginya angka kejadian penyakit sangat ditentukan oleh peran masyarakat
dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Masih rendahnya kesadaran
sebagian generasi muda untuk menerapkan PHBS dalam lingkungan sekolah
merupaka nmasalah yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, peran serta pihak
puskesmas dan pemerintah setempat juga sangat dibutuhkan untuk
menggalakkan PHBS dalam lingkungan rumah masyarakat
Intervensi Edukasi mengenai PHBS perlu dilakukan di puskesmas dengan tujuan agar anak-
anak, orang tua, dan masyrakat terlindungi dari berbagai gangguan dan
ancaman penyakit, lingkuangan menjadi bersih dan sehat sehingga mtercapai
lingkungan yang bersih dan sehat.
Pelaksanaan Edukasi PHBS ini diawali dengan memberikan informasi kepada masyarkat serta
anak-anak penyakit-penyakit yang dapat muncul akibat pola hidup yang tidak
sehat dan hal-hal yang perlu dilakukan agar dapat hidup sehat kemudian
dilakukan komunikasi interaktif dengan masyarakat dan diakhiri dengan praktik
langkah mencuci tangan yang benar.
Monitoring Evaluasi Struktur
Dokter dan petugas puskesmas lainnya memberikan edukasi ke masyakat serta
anak-anak tentang PHBS

o Evaluasi Proses
Pada edukasi ini, jumlah perserta berjumlah 40 orang. Para mahasiswa yang
telah mengikuti edukasi mampu memahami detail dari indikator PHBS yang
telah dijelaskan serta mampu mengaplikasikaan secara sistematis teknik cuci
tangan.

o Evaluasi Hasil
Pada edukasi ini, lebih dari 80% dari masyarakat yang datang mampu
menjawab pertanyaan dari Dokter tentang materi yang disampaikan. Hal ini
membuktikan bahwa peserta memperhatikan edukasi yang disampaikan.

F1 Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang
done selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di berbagai negara di
seluruh dunia dan merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat baik secara
global, regional, nasional, maupun lokal.
Data International Diabetes Federation (IDF) menggambarkan bahwa tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan
diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus)
dengan rentang usia penderita DM, yaitu 40-59 tahun.
Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Berdasarkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan
Riskesdas, prevalensi DM naik dari 6,9% (2013) menjadi 8,5% (2018). Riskesdas
2018 juga melaporkan bahwa penderita DM berdasarkan diagnosis dokter di
provinsiSulawesi Selatan berada di
urutan ke-16 tertinggi dari 34 provinsi di Indonesia. Prevalensi DM menurut
KONSENSUS PERKENI 2011 sebesar 8.5 % dan meningkat menjadi sebesar 10.9 %
pada KONSENSUS PERKENI 2015.Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia
peringkat keempat jumlah pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika
Serikat, India dan China.
Permasalahan 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang faktor resiko, tanda dan gejala,
serta resiko kesehatan apa saja yang dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit
Diabetes Mellitus (DM).
2.Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengaturan gaya hidup dan
pengobatan penderita Diabetes Mellitus (DM).
3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat sebagai
langkah pencegahan timbulnya penyakit Diabetes Mellitus (DM).
Intervensi Mengadakan edukasi dan konseling tentang faktor resiko, tanda dan gejala,
pengobatan, komplikasi, serta pencegahan penyakit DM.
Pelaksanaan edukasi ini dilakukan saat poli lansia Puskesmas Makkasau. Kegiatan ini
dilakukan oleh dokter internship dan penanggung jawab program edukasi
Puskesmas Makkasau.
Monitoring Peserta yang mendapatkan edukasi tentang DM sebanyak 27 orang yang berasal
dari peserta Lansia yang datang berobat ataupun keluarga lansia yang
mengantarkan keluarganya berobat. Sebagian masyarakat yang hadir masih
memiliki pengetahuan yang belum memadai berkaitan dengan materi yang akan
disampaikan. Kegiatan ini berlangsung sebagaimana yang diharapkan.
Evaluasi Struktur
o Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
o Tempat sesuai rencana
Evaluasi Proses
o Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
o Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
o pasien aktif dalam bertanya saat edukasi dan konseling.
Evaluasi Hasil
Pada edukasi dan konseling ini lebih dari 80% pasien lansia mampu menjawab
pertanyaan dari dokter tentang edukasi yang diberikan. Hal ini membuktikan
pasien memperhatikan edukasi yang diberikan

F1 Latar belakang Rokok merupakan penyebab kematian terbesar di dunia yang sebenarnya dapat
done dicegah. Lebih dari 4,9 juta orang meninggal akibat rokok pada tahun 2000,
dimana 50% kasus terjadi di negara berkembang dan diperkirakan akan
meningkat dua kali lipat pada tahun 2020 dengan persentase 70% kasus akan
terjadi di negara berkembang. Di seluruh dunia terdapat 1,25 miliar perokok
dimana 800 juta prokok berada di negara berkembang. Menurut WHO, terdapat
1,1 miliyar manusia di dunia yang merupakan seseorang yang berpredikat atau
memiliki kebiasaan merokok dan sebesar 4 juta jiwa mengalami kematian akibat
merokok setiap tahunnya.
Di Indonesia,jumlah perokoknya menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia
setelah Cina dan India. Terdapat lebih dari 50 juta perokok aktif dengan angka
kematian sebesar 427.948 kematian / tahun. Data tahun 2010 menunjukkan
prevalensi perokok saat ini sebesar 34,7% dimana dari jumlah tersebut terdapat
76,6% perokok yang merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga yang
lain.
Terdapat banyak dampak negatif merokok bagi kesehatan, yaitu sebanyaklebih
dari 50 gangguan kesehatan dan 20 kondisi fatal. Resiko anak-anak untuk
menderita asma lebih tinggi jika Ibunya merokok pada masa kehamilan. Selain
itu, asap sampingan dari ayah pada masa kehamilan juga mempunyai dampak
pada anak dimana anak tersebut cenderung untuk menderita asma yang lebih
serius.
Permasalahan 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kandungan kimia apa saja yang
terkandung dalam rokok dan membahayakan kesehatan.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang resiko kesehatan apa saja yang
dapat terjadi pada seorang perokok aktif dan perokok pasif.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya asap rokok bagi diri sendiri
dan orang lain di sekitarnya.
4. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara agar perokok
dapat berhenti merokok.
Intervensi Mengadakan edukasi kesehatan tentang kandungan berbahaya dalam rokok,
dampak asap rokok terhadap kesehatan, serta cara bagi perokok agar dapat
berhenti merokok.
Pelaksanaan dilakukan di Makkasau pada selama poli umum berlangsung. Kegiatan ini
dilakukan oleh dokter internship dan penanggung jawab program edukasi
Puskesmas Makkasau. Edukasi diberikan bersamaan dengan edukasi kepada
pasien-pasien ISPA dengan kebiasaan merokok.
Monitoring Evaluasi Struktur
o Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
o Tempat sesuai rencana
Evaluasi Proses
o Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
o Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
o pasien aktif dalam edukasi dan konseling
Evaluasi Hasil
Pada edukasi dan konseling ini lebih dari 80% pasien lansia mampu menjawab
pertanyaan dari dokter tentang edukasi yang diberikan. Hal ini membuktikan
pasien memperhatikan edukasi yang diberikan

F1 Latar belakang Penyakit diare hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat,
done walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi, dan kematian diare
yang dilaporkan oleh sarana pelayanan dan kader kesehatan mengalami
penurunan namun penyakit diare ini masih sering menimbulkan KLB yang cukup
banyak bahkan menimbulkan kematian. Di Indonesia, hasil survei yang dilakukan
oleh program, diperoleh angka kesakitan Diare untuk tahun 2000 sebesar 301
per 1.000 penduduk, angka ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survei
yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 per 1.000 penduduk. Sedangkan
berdasarkan laporan kabupaten/ kota pada tahun 2008 diperoleh angka
kesakitan diare sebesar 27,97 per 1000 penduduk. Sedangkan angka kesakitan
diare pada tahun 2009 sebesar 27,25 per 1000 penduduk.
Penyakit diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan
frekuensi lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lender
dalam tinja. Berdasarkan ilmu pengetahuan pada saat ini dimana teknologi
untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan tetapi permasalahan tentang
penyakit diare dalam masyarakat, sampai saat ini masih merupakan masalah
yang relative besar, sehingga dapat disimpulakn bahwa untuk mengatasi
penyakit diare tidak cukup hanya dengan menguasai teknologi pengobatan
maupun pencegahannya saja.
Faktor hygiene dan sanitasi merupakan masalah penyebab terjadinya diare
yaitu pengadaan sumber air bersih, jamban keluarga, serta perilaku cuci tangan
dengan sabun. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare secara
langsung adalah perilaku cuci tangan ibu balita, hygiene, dan sanitasi, serta
keadaan status gizi balita. Perilaku ini semestinya ditempatkan pada jajaran
paling atas sebagai program kesehatan masyarakat di puskesmas, dimana fungsi
puskesmas sebagai layanan kesehatan formal yang paling dekat dengan
masyarakat perlu mendapatkan peran lebih besar, untuk dapat menjangkau
masyarakat guna memberikan informasi dan mengubah perilaku bersih.
Permasalahan Jumlah penderita penyakit diare masih cukup tinggi diwilayah kerja puskesmas
Makkasau. Penderita diare bervariasi mulai dari usia bayi hingga lansia. Dan
hingga kini penyakit diare masih banyak menyerang penduduk di wilayah kerja
puskesmas Makkasau
Intervensi Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami bermaksud
mengadakan edukasi kesehatan dengan materi "Bahaya Penyakit Diare". Pada
edukasi ini akan disampaikan mengenai pengertian diare, tanda-tanda penyakit
diare, penyebab munculnya diare, tindakan pertama yang dapat dilakukan di
rumah ketika anak diare, penatalaksaan diare, pencegahan diare, dan lain
sebagainya.
Pelaksanaan Edukasi kesehatan mengenai Bahaya Penyakit Diare ini dilaksanakan pada saat
dilakukan kunjungan kesehatan kerja pada masyarakat Puskesmas Makkasau.
Edukasi ini diikuti oleh 16 orang anggota masyarakat. Edukasi ini dibawakan
dengan metode ceramah dan tanya jawab. Selama edukasi, pemateri
menyampaikan informasi mengenai pengertian diare, tanda-tanda penyakit
diare, penyebab munculnya diare, tindakan pertama yang dapat dilakukan di
rumah ketika anak diare, penatalaksaan diare, pencegahan diare, dan lain
sebagainya. Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi kesempatan kepada
peserta edukasi untuk bertanya seputar penyakit diare.
Monitoring Edukasi mengenai penyakit diare berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Edukasi ini diikuti oleh 16 orang anggota masyarakat di kelurahan tersebut.
Semua peserta mengikuti edukasi hingga selesai dan berpartisipasi aktif
memberikan pertanyaan tentang diare dan penyakit lainnya. Setelah pemberian
materi dan sesi tanya jawab, pemateri kemudian memberikan beberapa
pertanyaan sederhana tentang diare untuk mengetahui seberapa jauh para
peserta memahami materi yang baru disampaikan. Hampir seluruh peserta aktif
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

F2 Latar belakang Dengue adalah penyakit yang paling tersering yang disebabkan oleh arthropod-
done borne viral (arboviral). Secara global, sekitar 2.5 - 3 milyar individu yang hidup di
sekitar 112 negara yang terkena transmisi dengue dan sekitar 50 - 100 juta yang
terinfeksi. Dengue di transmisikan oleh nyamuk genus Aedes, yang tersebar di
daerah subtropis dan tropis. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi penyakit
meningkat tiga puluh kali dan menyebar secara geografis ke negara yang
sebelumnya belum terjangkit. Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini
masih merupakan masalah kesehatan baik bagi tenaga kesehatan khususnya,
maupun masyarakat luas pada umumnya. Hal ini dikarenakan penyakit ini dapat
menimbulkan wabah yang apabila penanganannya tidak tepat dapat
mengakibatkan kematian. Masyarakat di Asia Tenggara memiliki resiko yang
sangat besar terhadap penularan virus dengue. Dari 2,5 miliar orang yang
beresiko tertular, sekitar 1,8 miliar tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan
regio Pasifik Barat. Negara yang memiliki kerentanan terhadap serangan
endemis dengue antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand dan Timor Leste. Hal
ini disebabkan karena cuaca yang tropis dan masih merupakan area equatorial
dimana Aedes aegepty menyebar di seluruh daerah tersebut.
Permasalahan Insiden tertinggi yakni anak-anak. Sanitasi lingkungan yang tidak memadai dan
daya tahan tubuh yang rendah saat musim hujan terutama pada anak-anak
masih menjadi salah satu penyebab tingginya kunjungan pasien DBD di wilayah
kerja Puskesmas Makkasau
Intervensi Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan kegiatan
intervensi DBD dengan melakukan pembagian bubuk abate pada beberapa
kelurahan di Lingkungan wilayah kerjaPKM Makkasau
Pelaksanaan Pembagian bubuk abate ini di rangkaikan dengan edukasi penyakit DBD di
beberapa kelurahan di daerah lingkup kerja Puskesmas Makkasau
Monitoring Evaluasi Struktur
Dokter dan petugas kesehatan datang tepat waktu di setiap kelurahan yang
telah di tunjuk.
o Evaluasi Proses
Pada upaya kesehatan lingkungan ini, pembagian bubuk abate di berikan
kepada kepala lingkungan masing-masing kelurahan sebanyak 100 bungkus tiap
lingkungan dimana disertai dengan cara penggunaan bubuk abate. Pembagian
ini dilakukan setelah upaya edukasi mengenai DBD.
o Evaluasi Hasil
Para peserta mengerti tentang cara pengunaan bubuk abate, terbukti sekitar
90% peserta dapat menjawab pertanyaan lisan yang diberikan.

F2 Latar belakang Perilaku yang salah atau menyimpang merupakan salah satu faktor penyebab
done terbesar dalam masalah kesehatan. Perilaku dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan, sikap, dan faktor lingkungan. Sehingga apabila makin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang di bidang kesehatan maka sikap dan perilaku yang
ditunjukkan akan mencerminkan tingkat kesehatannya.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Sepuluh indikator
PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, asi eksklusif, menimbang bayi dan balita, ketersediaan air bersih, cuci
tangan pakai sabun, penggunaan jamban sehat, pemberantasan jentik, makan
buah dan sayur tiap hari, aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok di dalam
rumah.
Permasalahan Berdasarkan pendataan yang kami amati, masih banyak anak- anak dan orang
dewasa yang jarang berperilaku hidup sehat dimulai dari masih ada ibu-ibu yang
tidak membawa anaknya ke poli untuk ditimbang, tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, pemberantasan jentik nyamuk , tidak
diwujudkannya makan makanan sehat yang bergizi serta berimbang, masih
banyak anak-anak tidak makan sayur dan masih banyak anak-anak yang
tergolong gizi kurang. Akibat dari perilaku tersebut banyak anak-anak yang
tergolong gizi kurang atau kurus, terjangkit demam berdarah serta diare pada
anak maupun orang dewasa.
Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan edukasi
tentang perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan daerah kelurahan
wilayah kerja PKM Makkasau
Intervensi Metode edukasi yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk
memberikan edukasi tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat untuk
mencegah berbagai penyakit dan memberikan contoh bagaimana cara
mewujudkannya di tengah-tengah masyarakat.
Pelaksanaan Penyajian edukasi sesuai dengan materi edukasi yaitu perilaku hidup bersih dan
sehat di poli umum PKM Makkasau
Monitoring Evaluasi Struktur
Dokter memberikan edukasi yang menarik kepada masyarakat
Evaluasi Proses
Pasien yang diberikan edukasi kurang lebih 20 orang. Pelaksanaan edukasi
berjalan sebagaimana yang diharapkan dimana peserta antusias menjawab
pertanyaan yang diajukan
Evaluasi Hasil
antusias masyarakat terhadap kegiatan ini cukup besar. Hal ini dibuktikan
dengan banyakanya feedback berupa pertanyaan kepada dokter dari
masyarakat yang diberikan edukasi.

F2 Latar belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial
done kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan
dalam kesejahteraan penduduk. Di mana lingkungan yang sehat sangat
dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan
belajar.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 tentang proporsi
pemakaian air per orang per hari dalam rumah tangga di Provinsi Sulsel,
diketahui bahwa sekitar 5% masyarakat Sulsel memiliki akses yang kurang
terhadap pemakaian air per orang per hari dalam rumah tangga, sekitar 20%
masyarakat Sulsel memiliki akses dasar terhadap pemakaian air per orang per
hari dalam rumah tangga, sekitar 40% masyarakat Sulsel memiliki akses
menengah terhadap pemakaian air per orang per hari dalam rumah tangga, dan
hanya sekitar 38% masyarakat Sulsel memiliki akses optimal terhadap
pemakaian air per orang per hari dalam rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan
resiko kesehatan masyarakat di Provinsi Sulsel, dimana semakin sedikit akses air
bersih dapat meningkatkan resiko kesehatan masyarakat.
Masalah tingginya penyakit diare sebagai akibat kondisi lingkungan yang tidak
terpenuhinya kebutuhan air bersih, pemanfaatan jamban yang masih rendah,
tercemarnya tanah, air dan udara karena limbah rumah tangga, limbah industri,
limbah pertanian dan sarana transportasi serta kondisi lingkungan fsik yang
memungkinkan berkembang biaknya vektor. Kualitas air utama pada sarana
penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat juga merupakan masalah
utama yang perlu mendapat perhatian dan banyak dijumpai di masyarakat dan
sebagai faktor risiko terjadinya penyakit diare.
Permasalahan Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kebersihan lingkungan,
terkhusus mengenai manfaat penggunaan air bersih dalam kehidupan sehari-
hari. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan,
terkhusus mengenai penggunaan air bersih dalam kehidupan sehari-hari.
Intervensi Melakukan edukasi kesehatan tentang akibat pencemaran air dan resiko
kesehatan yang dapat muncul, serta manfaat menjaga kebersihan lingkungan,
terkhusus tentang penggunaan air bersih dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan Pada tanggal 7 September 2021 dilakukan edukasi kesehatan lingkungan dalam
pemyediaan air bersih pada pasien datang berobat ataupun mengantarkan
keluarganya berobat ke PKM Makkasau dengan peserta hadir 15 orang yang
berasal dari masyarakat di sekitar PKM Makkasau.
Monitoring Tingkat pengetahun peserta masih kurang mengenai materi edukasi sebelum
diadakannya edukasi. Hampir sebagian besar masyarakat yang hadir masih
memiliki pengetahuan yang minim berkaitan dengan materi edukasi yang akan
disampaikan. Kegiatan ini berlangsung sebagaimana yang diharapkan.

F2 Latar belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
done termasuk di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kondisi lingkungan
dan budaya yang ada di Indonesia sangat mempengaruhi tingginya kejadian
infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang paling tinggi kejadiannya di masyarakat
adalah Tuberkulosis. Di Indonesia penyakit Tuberkulosis masih menempati
urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap tahun
terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di
Indonesia tuberculosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular
dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakiy jantung dan
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.Penyakit Tuberkulosis ditularkan
dari orang ke orang terutama melalui saluran nafas dengan cara menghisap atau
menelan tetes ludah/droplet yang mengandung basil dan dibatukkan oleh
penderita.
Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan
tubuh pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh
terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir,makanan,debu,asap dan
sebagainya.
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara
tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu
membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan
mikroba. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari
trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan
paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka
dengan jalan mencegah masuknya benda asing ke saluran nafasdan
mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.
Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam
itu seringkali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan
kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit. Penularan penyakit batuk
melalui udara (air borneinfection). Penyebabnya beragam dan pengenalan
patofisiologi batuk akan sangat membantudalam menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan batuk. (Yunus, F. 2007). Batuk adalah suatu refleks pertahanan
tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran napas. Batuk juga
membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda asing dari
saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran
napas mulai dari tenggorokan, trakhea, bronkhus, bronkhioli sampai ke jaringan
paru.
Cara batuk yang benar dapat mencegah penyebaran suatu penyakit secara luas
yang disebarkan memalui udara bebas (Droplets) dan membuat kenyaman pada
orang disekitarnya. Droplets yang keluar dari batuk tersebut dapat mengandung
kuman infeksius yang berpotensi menular ke orang lain disekitarnya melaui
udara pernafasan. Etika batuk hanya memiliki satu tujuan, yaitu untuk
mengendalikan penyebaran infeksi yang terjadi saat batuk. Tidak hanya di
fasilitas kesehatan, tetapi juga dikantor, sekolah, pusat keramaian maupun di
rumah.
Permasalahan Angka kejadian dari penyakit tuberculosis (TB) di Indonesia masih tinggi yaitu
sekitar 800.000-900.000 kasus, dengan kasus baru mencapai 460.000 per
tahunnya. Sepertiga populasi di dunia terdapat bakteri penyebab TB di dalah
tubuhnya. Hanya saja, bakteri TB dalam tubuh mereka bersifat tidak aktif atau
melakukan dormansi. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya penularan
tuberkulosis di masyarakat. Salah satu contohnya adalah perilaku masyarakat itu
sendiri. Kekurangan pengatuhan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai
penularan ini menyebabkan kunjungan penyakit TB ke Puskesmas Makkasau
tinggi. Hal ini diperparah dengan kondisi kepadatan rumah di wilayah kerja
puskesmas dan kurangnya ventilasi yang memadai. Sehingga apabila penderita
TB batuk, dahaknya dapat dengan mudah menyebar ke orang-orang sekitarnya.
Maka dari itu, dirasakan perlu untuk diadakan edukasi mengenai etika batuk
agar masyarakat dapat lebih peduli terhadap lingkungan dan orang disekitarnya
apabila sedang batuk untuk mencegah penyakit tuberkulosis.
Intervensi Oleh karena, permasalahan yang terjadi diatas, maka kami bermaksud
mengadakan edukasi kesehatan edukasi mengenai etika batuk untuk
mengajarkan masyarakat cara batuk yang benar agar mencegah penyebaran
penyakit yang ditimbulkan oleh batuk seperti tuberkulosis. Edukasi ini
menjelaskan mengenai pengetian, gejala, penularan, pencegahan mencakup
etika batuk, dan pengobatan secara dini terhadap tuberkulosis.
Pelaksanaan Hari, tanggal : Jumat, 4 September 2020
Waktu : 09.00 WITA
Tempat : Puskesmas Makkasau
Durasi : 30 menit
Monitoring Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang yang berasal dari masyarakat di sekitar
PKM Makkasau yang datang berobat ataupun mengantarkan keluarganya
berobat ke PKM Makkasau. Sebagian masyarakat yang hadir masih memiliki
pengetahuan yang belum memadai berkaitan materi yang disampaikan. Setelah
dilakukan demonstrasi etika batuk, peserta diminta untuk memperagakan ulang
agar dapat diperaktekkan dan membiasakan etika batuk yang benar. Peserta
menunjukkan antusias yang baik dan semangat berkaitan dengan edukasi yang
dibawakan. Hal ini membuktikan bahwa pasien sadar akan pentingnya
mencegah penyebaran penyakit tuberculosis melalui batuk.
F2 Latar belakang Permasalahan yang dialami Indonesia terkait dengan masalah air minum,
done higiene, dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) pada tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat
masih berperilaku buang air besar di sungai, sawah, kebun, dan tempat terbuka.
Hanya 37% penduduk pedesaan mempunyai akses ke sanitasi yang aman
menurut laporan Joint Monitoring Program.
Menurut World Bank Water And Sanitation Program pada tahun 2005,
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak
dibawah 3 tahun yaitu sebesar 19% hatau sekitar 100.000 anak meninggal
karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3%
dari Produk Domestik Bruto. Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui
intervensi terpadu melalu pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui
hasil WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan
akses masyarakat terhadap sanitasi dasar.
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya
dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang
tempat, khususnya ke air yang digunakan untuk mencuci, mandi, dan kebutuhan
higienis lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi nasional sanitasi total
berbasis masyarakat untuk menambah perilaku higienis dan peningkatan akses
sanitasi. Hal ini sejalan dengan komitme pemerintah dalam mencapai target
Millenium Development Goal's (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses
air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari
proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.
Jamban sehat adalah pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit. Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap
lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.
Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan bila memenuhi persyaratan
sebagai berikut : tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut,
tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh
serangga terutama kecoa dan lalat, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan
dan dipelihara, sederhana desainnya, murah, dan dapat diterima pemakainya.
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu
berbeda dengan di perkotaan, oleh karena itu, teknologi jamban di daerah
pedesaan harus memenuhi persyaratan jamban sehat seperti yang tersebut
diatas. Terdapat dua jenis jamban yang sering kita temui di masyarakat
pedesaan, yaitu jenis cemplung dan leher angsa. Disebut cemplung karena
kotoran yang masuk langsung menuju ke tempat penampungan kotoran tanpa
melewati penghalang dari udara luar, hal itu memungkinkan hewan seperti lalat
dan kecoa dan keluar masuk dari penampungan kotoran. Jenis leher angsa
merupakan jenis yang paling direkomendasikan, karena pada jenis ini terdapat
genangan air yang berfungsi untuk mencegah hewan masuk dan keluar dan
penampungan kotoran.
Permasalahan Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja
merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat
terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran
serta masyarakat yang biasanya erat kaitannya dengan perilku, tingkat ekonomi,
kebudayaan, dan pendidikan. Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian
khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan
masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti
diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan, dan gatal-gatal.
Di Indonesia, penduduk yang menggunakan jamban sehat (WC) hanya 54%. Hal
ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di
sembarang tempat, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jamban
sehat, serta kurangnya kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat.
Intervensi Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud
mengadakan edukasi dengan judul "Fungsi Jamban Sehat Dalam Rumah
Tangga". Adapun materi yang disampaikan pada edukasi ini diantaranya
pengertian, manfaat, kriteria, dan cara pembuatan jamban sehat. Diharapkan
setelah proses edukasi, keluarga dapat menerapkan tindakan jamban sehat
dalam keluarga dan juga masyarakat.
Pelaksanaan Edukasi "Fungsi Jamban Sehat Dalam Rumah Tangga" dilaksanakan pada hari
Rabu, 2 September 2020 di Poli umum. Edukasi ini dibawakan dengan
menggunakan metode ceramah. Selama edukasi, pemateri menyampaikan
informasi mengenai pengertian jamban sehat, manfaat penggunaan jamban
sehat, kriteria jamban sehat dan cara pembuatan jamban sehat
Monitoring Peserta yang hadir 18 orang. Secara keseluruhan, edukasi berjalan lancar dan
tanpa hambatan. Tidak ada gangguan teknis yang terjadi selama edukasi
berlangsung. Peserta edukasi menunjukan antusias yang tinggi untuk
menerapkan jamban sehat. Peserta edukasi sebagian besar sudah mengerti
tentang pentingnya jamban sehat.
Sanitasi lingkungan khususnya jamban sehat memegang peran penting dalam
kehidupan bermasyarakat, jika tidak diperhatikan secara serius dapat berakibat
menyebabkan penyakit seperti diare. Pemerintah melalui Puskesmas Makkasau
telah menempuh berbagai upaya dalam hal meningkatkan jumlah penduduk
Makkasau yang memiliki jamban sehat. Pegawai puskesmas diharapkan dapat
melakukan koordinasi dengan pejabat setempat guna mendata jumlah warga
yang belum mempunyai jamban sehat.
Di wilayah kerja Puskesmas Makkasau masih banyak masyarakat yang memiliki
jamban yang belum memenuhi kriteria sebagai jamban sehat. Dibutuhkan peran
aktif tenaga medis, pemerintah setempat, dan juga warga sekitar guna
mencapai target Indonesia sehat melalui MDGs 2016.

F3 Latar belakang Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka
done Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi baru lahir (AKB) pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategis "Empat Pilar Safe Motherhood" yaitu
meliputi Keluarga Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan
Obstetri Essensial.
ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental
dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Pemeriksaan
kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental
serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas,
sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi
juga mental.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan antenatal ialah untuk mencegah
adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi
dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Pelayanan ANC disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, melainkan setiap kontak tenaga kesehatan
baik di poli, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil
merupakan bentuk dari pelayanan ANC.
Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal terintegrasi
meliputi :
a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
i. Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN). (Depkes RI,
2009)
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam
jiwanya. Oleh karena itu, wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali
kunjungan selama periode antenatal:
1) Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 - 28).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 - 36 dan
sesudah minggu ke 36).
Wanita hamil juga harus memeriksakan dirinya bila terdapat keluhan-keluhan
khusus.
Menurut Departemen Kesehatan RI, pemeriksaan antenatal dilakukan dengan
standar pelayanan antenatal dimulai dengan :
a. Anamnese : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan
sebelumnya dan kehamilan sekarang.
b. Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus
kebidanan.
c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa
d. Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi (Fe)
e. Edukasi tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari-
hari, perawatan payudara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko, pentingnya
pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga
terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan pemeriksaan
kehamilan ulang
Permasalahan Indonesia merupakan Negara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi.Hal ini dibuktikan dengan tingginya AKI ( Angka Kematian Ibu) yaitu 307
per 100.000 kelahiran hidup dan kematian bayi baru lahir 35 per 1000 ( SDKI
2002 / 2003 ). Berdasarkan beberapa data yang diperoleh, penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan 30,5%, infeksi 22,5%, gestosis 17,5%, dan
anestesia 2,0%. Tingginya mortalitas dan morbiditas terhadap ibu dan bayi baru
lahir ini menjadikan negara kita tertinggal dari standar kesehatan dunia.
Beberapa faktor yang melatarbelakangi resiko kematian terhadap ibu dan
bayinya adalah kurangnya partisipasi ibu yang disebabkan tingkat pendidikan ibu
rendah, kemampuan ekonomi keluarga rendah, serta kedudukan sosial budaya
yang tidak mendukung.
Pelayanan antenatal dengan standar pemeriksaan berulang (K1-K4) merupakan
komponen pelayanan kesehatan ibu hamil yang penting karena bila timbul
gangguan kesehatan dini, mungkin dapat dikenali sehingga dilakukan perawatan
yang cepat dan tepat.
Untuk itu sangatlah dibutuhkan peningkatan pengetahuan, kesadaran dan
kerjasama baik dari tenaga kesehatan, ibu hamil serta keluarga untuk pelayanan
antenatal care guna meningkatkan mutu kesehatan di Indonesia.
Intervensi Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka diadakan pelayanan
antenatal care pada puskesmas Makkasau, yang bertujuan untuk mengawasi
kesehatan wanita hamil sampai akhir kehamilan, mendeteksi adanya kelainan
fisik atau psikologik sedini mungkin dan mengobatinya, serta mengupayakan
wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan dalam kondisi sehat
pula.
Pelaksanaan Pelayanan antenatal care pada Puskesmas Makkasau dilakukan pada hari Senin-
Sabtu setiap minggunya, selama 3 bulan yakni pada bulan Juni - Juli 2021 pada
pukul 08.00 WITA - selesai. Pelayanan antenatal care yang dilakukan mencakup
7 T yakni: Timbang Berat Badan, Ukur Tekanan Darah, Ukur (Tinggi) Fundus
uteri, Pemberian Imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap, Pemberian tablet besi
minimal 90 tablet selama kehamilan, Temu wicara dalam rangka persiapan
rujukan.
Monitoring Setelah melakukan pelayanan antenatal care selama bulan Juni 2021- Juli 2021
didapatkan kesimpulan bahwa para ibu hamil memiliki cukup kesadaran dan
semangat dalam mengikuti pelayanan antenatal care yang dilakukan, terutama
pada kunjungan I dan IV. Namun masih banyak dijumpai ibu hamil yang tidak
melakukan kunjungan secara lengkap yaitu pada kunjungan II dan III
dikarenakan ketidaktahuan atau kurangnya kepercayaan terhadap tenaga
kesehatan.
Sebaiknya pada saat melakukan pelayanan ANC dilakukan juga edukasi
mengenai ANC tersebut sehingga ibu-ibu hamil dapat sepenuhnya paham
mengenai pentingnya pelaksanaan ANC bagi diri mereka sendiri dan bagi
kesehatan bayi dalam kandungannya. Diperlukan peran aktif dari seluruh tenaga
kesehatan dan kader dalam mempromosikan pemeriksaan ANC kepada seluruh
masyarakat luas.

F3 Latar belakang Berbagai penyakit infeksi pada anak antara lain poliomelitis, campak, diptheri,
done pertusis tetanus dan Tubercolusis atau TBC dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi pada bayi. Pemberian imunisasi pada anak sangat penting untuk
mengurangi mortalitas dan morbiditas terdapat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (Depkes RI, 1987).
Agar imunisasi dapat menjangkau semua lapisan masyarakat maka sasaran yang
ditujukan ialah orang tua. Khususnya pada ibu atau calon ibu untuk diberikan
edukasi tentang pentingnya imunisasi bagi anak, menganjurkan agar ibu
membawa anaknya ke Poli. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi hal
tersebut yakni faktor pendidikan (pengetahuan), usia, dan edukasi oleh bidan
dan perawat setempat. Semua orang tua, tentu berkeinginan supaya anak-
anaknya tetap sehat. Jangankan sakit berat, sakit ringanpun kalau mungkin
jangan sampai diderita anaknya. Salah satu upaya agar anak-anak jangan sampai
menderita suatu penyakit adalah dengan jalan memberi imunisasi.
Pada saat ini imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat ini terbukti
dengan menurunya angka kesakitan dan angka kematian bayi. Angka kesakitan
bayi menurun 10% dari angka sebelumnya, sedangkan angka kematian bayi
menurun 5% dari angka sebelumnya menjadi 1,7 juta kematian setiap tahunnya
di Indonesia.(Depkes RI/2009 ).
Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun
menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa
didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga
diberikan di poli yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas
kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud
program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di
poli telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi
pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1
kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak
mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit,
misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu,
imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara
lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.
Keberhasilan dalan suatu program imunisasi tidak lepas dari peran serta
petugas kesehatan baik di poli maupun puskesmas. Peran orangtua tentunya
memegang peranan utama dalam terlaksananya program imunisasi dasar.
Permasalahan Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak
terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi,
pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan. Dalam lingkup pelayanan
kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi adalah salah
satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan
angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal mutlak yang perlu
diberikan pada bayi. Walaupun demikian, masih terdapat kelompok masyarakat
yang masih tidak mengetahui atau meragukan manfaat pemberian imunisasi
kepada anaknya. Oleh karena itu upaya-upaya promosi kesehatan mengenai
imunisasi juga harus selalu digalakkan demi tercapainya program imunisasi yang
ideal.
Intervensi Oleh karena permasalah yang biasa terjadi diatas pada anak-anak, maka
dianggap perlu untuk memberikan edukasi mengenai Imunisasi, dimana didalam
edukasi tersebut diberitahukan mengenai pengertian imunisasi, kandungan
serta manfaat imunisasi
Pelaksanaan Edukasi Imunisasi dilaksanakan di Poli Palem 4, Kel. Makkasau pada tanggal 31
agustus 2021 pukul 09.00 WITA. Edukasi dirangkaikan dengan senam, diskusi
dan tanya jawab antar pemateri dengan peserta edukasi
Monitoring 1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan edukasi dilakukan satu minggu sebelumnya dengan
mempersiapkan peralatan dan bahan edukasi.
2. Evaluasi Proses
Peserta yang hadir kurang lebih 30 orang. Edukasi berjalan sebagaimana yang
diharapkan walaupun masih ada beberapa peserta yang tidak memperhatikan
dengan seksama. Peserta edukasi dirasa cukup antusias mengikuti kegiatan
edukasi dan sebagian besar peserta aktif dalam kegiatan ini dengan memberikan
pertanyaan.
3. Evaluasi Hasil
Peserta edukasi yang hadir mampu memberikan umpan balik kepada pemateri
mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada peserta khususnya ibu
hamil yang segera akan memiliki bayi. Hal ini membuktikan bahwa peserta
edukasi tertarik dan memperhatikan edukasi yang telah diberikan.

F3 Latar belakang ASI eksklusif menurut World Health Organization adalah memberikan hanya ASI
done saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir
sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan berarti setelah
pemberian ASI eksklusif pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan
tetapi tetap diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahUN.
Untuk mendapatkan gizi yang baik pada bayi yang baru lahir maka ibu harus
sesegera mungkin menyusui bayinya karena ASI memberikan peranan penting
dalam menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi. Oleh
karena itu, bayi yang berumur kurang dari enam bulan dianjurkan hanya diberi
ASI tanpa makanan pendamping. Makanan pendamping hanya diberikan pada
bayi yang berumur enam bulan ke atas.
Berdasarkan hal tersebut, edukasi tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif
tentang tujuan dan manfaat dari ASI eksklusif, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan ibu mengenai ASI, sehingga ibu mempunyai
kesadaran untuk memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif dan
dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun
Permasalahan Pentingnya manfaat ASI pada bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi,
serta memberikan keuntungan baik bagi ibu, bagi bayi, juga bagi keluarga dan
masyarakat. Namun, ironisnya cakupan praktek menyusui dan memberikan ASI
eksklusif masih sangat rendah di masyarakat. Faktor Yang Berperan Dalam
kegagalan Praktik Pemberian Asi Eksklusif menyimpulkan kurangnya
pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, kurangnya edukasi atau pengarahan
tentang ASI Eksklusif, serta kurangnya pengarahan dari bidan seputar menyusui
saat memeriksakan kehamilan. Faktor gagalnya ibu memberikan ASI ekslusif
juga dapat dipengaruhi oleh kekawatiran ibu bahwa produksi ASI tidak
mencukupi, ibu yang terpengaruh oleh adanya iklan susu formula yang
menjadikan pemberian susu formula dianggap lebih praktis.
Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa belum semua ibu dapat
memberikan ASI ekslusif kepada bayinya secara baik dan benar. Maka dari itu,
dirasakan perlu untuk dilakukan edukasi mengenai pentingnya pemberian ASI
ekslusif pada bayi untuk mendapatkan gizi yang baik dalam tumbuh
kembangnya
Intervensi Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan kegiatan edukasi
megenai pentingnya pemberian ASI ekslusif agar ibmemiliki pengetahuan dalam
memberikan ASI yang baik dan benar dan untuk mencegah terjadinya gizi buruk
dan tumbuh kembang yang terganggu.
Pelaksanaan Pada tanggal 10 Juli 2021 dilakukan Edukasi Tentang Pentingnya Pemberian ASI
ekslusif pada kelas ibu hamil sebanyak 15 orang. Setelah dilakukan edukasi,
para peserta dapat melakukan tanya jawab dengan narasumber. ibu - ibu
diharapkan dapat lebih mudah dan lebih mengerti tentang pentingnya Pemberin
ASI ekslusif.
Monitoring Setiap ibu yang mengikuti edukasi menunjukkan antusias dan dengan semangat
mendapatkan edukasi tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif. hal ini
membuktikan bahwa ibu sadar akan pentingan ASI ekslusif dalam masa tumbuh
kembang anak

F3 Latar belakang Sepuluh juta orang di dunia terdiagnosis mengidap kanker setiap tahunnya dan
done diperkirakan angka ini akan meningkat menjadi 15 juta di tahun 2020. Terkhusus
pada wanita, terdapat lima jenis kanker yang paling banyak ditemukan yaitu
kanker payudara, kanker serviks (kanker leher rahim), kanker ovarium (kanker
indung telur), kanker endometrium (kanker badan rahim), dan penyakit
trofoblast ganas.
Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker dengan angka kejadian
terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 34% dengan 15.000 pasien baru tiap
tahunnya. Sebanyak 70% didiagnosis pada stadium lanjut (> stage IIB) akibat
cakupan skrining yang rendah < 5% (idealnya ~ 80%) dan sebanyak 8000
diantaranya mengalami kematian (diperkirakan setiap jam ada 1 perempuan
Indonesia yang meninggal karena kanker serviks). Usia rata-rata kejadian kanker
serviks adalah 52 tahun dengan distribusi kasus mencapai puncak sebanyak 2
kali, yaitu pada usia 35-39 tahun dan 60-64 tahun.
Kanker serviks sebenarnya dapat dicegah dan diketahui lebih awal karena
memiliki masa preinvasif (sebelum menjadi keganasan) yang lama, pemeriksaan
sitologi untuk mendeteksi dini kanker serviks sudah tersedia di fasilitas
kesehatan tingkat 1, dan terapi lesi preinvasif cukup efektif hasilnya
Permasalahan 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat, khususnya wanita, tentang gejala awal
kanker serviks.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat, khususnya wanita, tentang
pemeriksaan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan ketersedian pemeriksaan
tersebut di fasilitas kesehatan terdekat.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan dirinya segera setelah
ditemukannya gejala awal kanker serviks pada dirinya.
Intervensi Mengadakan edukasi kesehatan tentang bahaya kanker serviks, gejala awal
kanker serviks, dan pemeriksaan untuk mendeteksi dini kanker serviks serta
ketersediaan pemeriksaan tersebut di fasilitas kesehatan terdekat.
Pelaksanaan Waktu dan Tempat :
Hari, tanggal : Kamis, 27 agustus 2021
Waktu : 08.00
Tempat : poli KIA
Durasi : 30 menit
Monitoring Peserta yang hadir 30 orang yang berasal dari masyarakat di sekitar PKM
Makkasau yang datang berobat ataupun mengantarkan keluarganya berobat ke
PKM Makkasau. Sebagian masyarakat yang hadir masih memiliki pengetahuan
yang belum memadai berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.
Evaluasi Struktur
o Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
o Tempat, media dan alat sesuai rencana
Evaluasi Proses
o Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
o Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
o Peserta aktif dalam kegiatan edukasi
Evaluasi Hasil
Peserta mampu:
o Menyebutkan gejala awal kanker serviks dan tindakan yang harus dilakukan
ketika ditemukan tanda awal kanker serviks
o Menyebutkan faktor resiko kanker serviks

F3 Latar belakang Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals -MDGs) ke-5
done adalah meningkatkan kesehatan ibu dengan target menurunkan Angka Kematian
lbu (AKI) sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015, serta mewujudkan
akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015. Dua target ini
berkaitan erat karena kematian ibu sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan
reproduksinya sejak sebelum masa kehamilan, saat masa kehamilan dan proses
persalinan, hingga pasca persalinan.

Penyebab langsung kematian ibu biasanya terkait dengan kondisi kesehatan ibu
selama masa kehamilan, proses persalinan hingga pasca persalinan, sementara
penyebab tidak langsung lebih terkait dengan kondisi sosial, ekonomi, geografi,
serta perilaku budaya masyarakat. Hal ini terangkum menjadi "4 Terlalu dan 3
Terlambat. Yang dimaksud dengan "4 Terlalu", yaitu terlalu tua usia, terlalu
muda usia, terlalu banyak melahirkan, dan terlalu sering/rapat jarak kehamilan,
sedangkan "3 Terlambat", yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat
membawa, dan terlambat mendapatkan pelayanan.

Terdapat hubungan yang erat antara KB dan kematian ibu. Semakin tinggi angka
prevalensi KB di suatu negara maka semakin rendah proporsi kematian ibu di
negara tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, terjadi juga hubungan yang erat
antara KB dengan angka fertilitas total (total fertility rate/TFR). TFR yaitu jumlah
rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan pada akhir masa
reproduksinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa KB merupakan hal yang
berpengaruh terhadap TFR. Semakin tinggi angka prevalensi KB maka semakin
rendah TFR suatu negara. Dengan demikian KB merupakan hal utama dalam
upaya menurunkan angka kematian ibu di dunia termasuk juga di Indonesia.

Profil Kesehatan Indonesia 2018 menunjukkan bahwa tren penggunaan


kontrasepsi pada wanita kawin sejak tahun 1991 sampai 2017. Terlihat adanya
peningkatan prevalensi kontrasepsi dari 50% pada tahun 1991 menjadi 64%
pada tahun 2017. Namun, ada perlambatan peningkatan sejak tahun 2002-2003
di mana selama lima belas tahun terakhir penggunaan kontrasepsi modern
cenderung stagnan.

Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi penggunaan


alat kontrasepsi setelah persalinan pada perempuan umur 10-54 tahun jenis
kontrasepsi yang paling diminati masyarakat adalah suntikan 3 bulan yaitu
sebesar 42,4%.

Menurut BKKBN, KB aktif di antara PUS tahun 2018 sebesar 63,27%, hampir
sama dengan tahun sebelumnya yang sebesar 63,22%. Sementara target RPJMN
yang ingin dicapai tahun 2019 sebesar 66%. Hasil SDKI tahun 2017 juga
menunjukan angka yang sama pada KB aktif yaitu sebesar 63,6%. Oleh karena itu
pemerintah menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan
kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat,
termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana
dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk
membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. Pasangan Usia Subur bisa
mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat-tempat yang melayani program
KB.
Permasalahan Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 31 Tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal periksa : 4 Juni 2021

Anamnesis
Anamnesis : Autoanamnesis (pada pasien)
Keluhan Utama : Suntik KB
Anamnesis Terpimpin : Pasien (P1A0) datang ke PKM untuk melanjutkan
suntikan KB 12 minggu (3 bulan). Riwayat alergi (-), asma (-), DM (-), hipertensi
(-), keputihan (-).
 Riwayat Menstruasi
- Menarche : usia 15 tahun
- Lama haid : 5-7 hari
- Siklus haid : 28-30 hari
 Riwayat Obstetri
1. 2018/Pr/3200/PPN/aterm/bidan

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik/Gizi Cukup/Compos Mentis
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 155 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 85 x/m
Pernapasan : 24 x/m
Suhu : 36,7 OC

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
Intervensi Perencanaan dan pemilihan intervensi dilakukan dengan cara menegakkan
diagnosis pada pasien dan melakukan penatalaksanaan kontrasepsi hormonal.
Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis melalui penilaian dokter dengan
anamnesis. Pasien dengan riwayat obstetri P1A0 datang ke PKM untuk
melanjutkan suntikan KB 12 minggu (3 bulan). Dilakukan penatalaksanaan
dengan injeksi kontrasepsi hormonal berisi progestin. Tersedia 2 jenis
kontrasepsi suntik yang mengandung progestin, yaitu:
1. Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo-provera), mengandung 150 mg
DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik I.M
2. Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat) mengandung 200 mg
Noretisteron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara I.M

Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal progestin:


- Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan
releasing factor dari hipotalamus
- Lendir serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma
melalui serviks uteri
 Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi
 Kecepatan transport ovum melalui tubah berubah
Pelaksanaan - Diagnosis: Berdasarkan anamnesis dapat ditegakkan diagnosis
P1A0 + Akseptor KB injeksi 12 minggu
- Penatalaksanaan: Penatalaksanaan yang dilakukan adalah injeksi kontrasepsi
hormonal progestin (setiap 12 minggu).
Inj. Medroxyprogesterone Acetate 150mg/IM (M. Gluteus)
Monitoring Ibu diingatkan untuk datang kembali 12 minggu berikutnya dan diberikan
edukasi mengenai efek samping KB suntik 3 bulan.
Sering ditemukan gangguan haid seperti:
- Siklus haid yang memendek atau memanjang
- Perdarahan yang banyak atau sedikit
- Perdarahan teratur atau perdarahan bercak (spotting)
- Tidak haid sama sekali
- Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut
- Permasalan berat badan merupakan efek samping tersering
- Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual,
hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV
- Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
- Terlambatnya kembali keseburan bukan karena terjadinya kerusakan/kelainan
pada organ genatalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat
suntikan dari Deponya (Tempat suntikan)
- Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
- Pada pengguanaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan
tulang (densitas)
- Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina,
menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat.

F4 Latar belakang Kata Gizi terjemahan dari bahasa inggris "Nutrition" dan "Nutrition science".
done Kata Inggris "Nutrition" dalam bahasa Arab disebut "Ghizai", dan dalam bahasa
Sanksekerta "Svastaharena". Keduanya artinya sama, makanan yang
menyehatkan. Makanan bergizi adalah makanan yang dimakan secara beraneka
ragam, makanan beragam makin tinggi gizinya, cara menyusun hidangan yaitu
dengan menggunakan pedoman.
Gizi seimbang adalah keseimbangan antara zat-zat penting yang terkandung di
dalam makanan maupun minuman yang dikonsumsi oleh seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap orang harus makan makanan dan minum minuman
yang mengandung tiga zat gizi utama yang cukup jumlahnya, baik zat tenaga, zat
pembangun maupun zat pengatur. Tidak seimbang ataupun kurang asupan gizi
akan dapat mempengaruhi tubuh seseorang.
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.
Dapat disimpulkan bahwa Gizi Seimbang adalah keseimbangan antara zat-zat
penting yang terkandung di dalam makanan maupun minuman yang dikonsumsi
oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari, mengandung zat-zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan
prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan
berat badan (BB) ideal.
Permasalahan Berdasarkan pengamatan yang kami amati, masih banyak ibu-ibu yang tidak
memberikan makanan yang bergizi,seimbang,dan beragam di kehidupan sehari-
hari dan masih banyak sekali ibu-ibu yang kurang memahami makna gizi
seimbang itu sendiri yang merupakan aneka ragam bahan pangan yang
mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas
(fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya). Perilaku tersebut mengakibatkan
tingginya kejadian malnutrisi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk edukasi tentang
peningkatan pemahaman masyarakat tentang gizi seimbang melalui pola makan
sehat, bergizi,beragam,untuk mencegah berbagai penyakit, salah satunya yaitu
dengan cara menyajikan makanan sehat,bergizi,berimbang baik dan benar.
Intervensi Metode edukasi yang kami pilih adalah terjun langsung melalui poli umum dan
hari imunisasi bayi serta hari pemeriksaan KIA untuk memberikan edukasi
tentang peningkatan pemahaman masyarakat tentang gizi seimbang melalui
pola makan sehat, bergizi,beragam dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah berbagai penyakit dan memberikan contoh makanan sehat ,bergizi
seperti 4 sehat 5 sempurna dan dapat memahami pedoman umum gizi
seimbang (PUGS).
Kami memilih pasien ataupun klien terutama bagi ibu rumah tangga sebagai
prioritas edukasi kami dengan alasan agar setiap ibu menyajikan makanan sehat,
bergizi dan serimabang yang terdiri dari makanan pokok seperti nasi, lauk pauk,
buah-buahan dan sayur-sayuran.ini penting untuk gizi keluarga dan anak balita
bahwa hidup sehat dengan makan ,makanan bergizi harus diterapkan
dikehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan a. Topik : Gizi Seimbang melalui pola makan bergizi,berimbang,beragam
b. Sasaran dan Target :
Sasaran : Pasien Poli Umum Puskesmas Makkasau
Target : Pasien Poli Umum Puskesmas Makkasau
c. Metode :
edukasi dan diskusi
Monitoring 1. Evaluasi Struktur
o Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
o Peserta menghadiri edukasi
o Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses
o Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
o Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
o Peserta aktif dalam kegiatan edukasi
o Peserta menerima dengan senang hati dan menyatakan kesediaannya untuk
menjaga kesehatannya

F4 Latar belakang Proses penuaan berlangsung sejak pembuahan sampai kematian, tanda-tanda
done munculnya penuaan bisa terlihat sejak usia 30 tahun, terutama akan terlihat
pada orang-orang yang hidup dengan kemiskinan, kurangnya akses terhadap
kesehatan sehingga penampilan akan terlihat lebih tua dibandingkan dengan
usia pada orang-orang yang menjaga kesehatanannya. Di Indonesia, lanjut usia
dimulai sejak usia 60 tahun sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang
no: 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Di Amerika, usia 65 tahun digunakan
sebagai benchmarck dalam mengelompokkan penduduk berusia lanjut. WHO
membagi umur tua sebagai berikut: usia 60 - 74 tahun disebut umur lanjut
(elderly), usia 75 - 90 tahun disebut umur tua (old) dan usia di atas 90 tahun
disebut umur sangat tua (very-old). Sedangkan Neugarten (1975)
mengelompokkan umur : Young old : 55 - 75 tahun, Old - old : > 75 tahun dan
Oldest - old : >85 tahun.
Walaupun ada beberapa perbedaan dalam batasan umur ada yang menyatakan
bahwa usia di atas 55 tahun adalah memasuki usia tua terutama di Indonesia
pada usia tersebut seseorang untuk pegawai negeri sipil adalah merupakan
masa pensiun. Burnside, 1979 mengelompokkan usia lanjut dengan katagorisasi
adalah sebagai berikut : Young-Old (60-69 th) adalah Masa Transisi, pendapatan
dan keadaan fisik menurun, Middle-Old (70-79 th) adalah : Periode kehilangan,
kesehatan menurun, patisipasi formal menurun, rasa gelisah, mudah marah,
aktivitas seks menurun, Old-old (80-89 th) yaitu : Sulit beradaptasi, sangat
tergantung pada orang lain, Very Old-Old (>90th) yaitu Benar-benar sangat
tergantung, kesehatan semakin menurun. Jumlah Lansia pada tahun 2020
diperkirakan mencapai 1milyar orang dan sebanyak 70% berasal dari negara
berkembang. Di Indonesia tahun 1997 berdasarkan data BPS jumlah Lansia
sebanyak 8 juta. Tahun 2020 diperkirakan akan berjumlah 28 juta jiwa. Apabila
jumlah lansia tidak ditangani dengan baik maka akan menjadi masalah yang
serius baik untuk keluarga, masyarakat maunpun Negara.
Usia Harapan Hidup penduduk Indonesia berdasarkan proyeksi penduduk
Indonesia tahun 2000-2025 antara BPS, BAPENAS dan UNFPA, mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, satu sisi menunjukkan bahwa makin banyak
orang Indonesia yang hidup lebih panjang umur, tetapi disisi lain menjadi akan
menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara apabila kenaikan jumlah Lansia
tersebut tidak diimbangi dengan program penanggulangan Lansia baik dari segi
fisik, mental maupun financial. Jumlah Penduduk Lansia Indosesia 2006 UHH
66,2 tahun, jumlahnya 19 juta, 2010 diperkirakan UHH 67,4 tahun jumlahnya
23,9 juta dan tahun 2020 diperkirakan UHH 71,1 tahun jumlahnya 28,8 juta.
(Deputi I Menkokesra, 2007) Angka UHH Manusia Indonesia : Tahun 1997=65
tahun, (WHO, 1998) dan tahun 2025 = 73 tahun (Wirakusumah, 2000). UHH
meningkat selama 20 tahun terjadi di Indonesia, UHH perempuan tahun 1994 :
83 tahun di Jepang 70 tahun, di Singapura 74 tahun, Malaysia 72 tahun, Thailand
69 tahun, dan 65 tahun di Indonesia. Di Indonesia selama dalam 37 tahun
meningkat menjadi 6 kalinya. Cepatnya pertumbuhan usia lanjut berdampak
pada meningkatkan proporsi penduduk di kelompok tersebut dengan demikian
meningkatkan biaya perawatan kesehatan, apabila jumlah usia lanjut tersebut
tidak ditangani dengan baik.
Permasalahan Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses adaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya, selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian
sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Apabila seseorang berhasil
mencapai usia lanjut, maka salah satu upaya utama adalah mempertahankan
atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimum agar
kualitas hidupan yang bersangkutan tetap baik. Perubahan ststua gizi pada
lansia disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Perubahan
ini akan makin nyata pada kurun usia dekade 70-an. Faktor lingkungan antara
lain meliputi perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi akibat memasuki
masa pensiun dan isolasi sosial berupa hidup sendiri setelah pasangannya
meninggal. Faktor kesehatan yang berperan dalan perubahan status gizi antara
lain adalah naiknya insidensi penyakit degenerasi maupun non-degenerasi yang
berakibat dengan perubahan dalam asupan makanan, perubahan dalam
absorpsi dan utilisasi zat-zat gizi di tingkat jaringan, dan beberapa kasusu dapat
disebabkan oleh obat-obat tertentu yang harus diminim para lansia oleh karena
penyakit yang sedang dideritanya. Oleh karena itu, harus terus diupayakan
konsumsi makanan penuh gizi
Intervensi Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas maka dilakukan edukasi
mengenai "Gizi pada lansia". Pada edukasi tersebut diuraikan mulai dari
perubahan status gizi pada lansia, gangguan gizi, metabolism energi, kecukupan
zat-zat gizi, serta bagaimana keadaan gizi pada lansia. Dengan meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran lansia diharapkan agar lansia dapat memperhatikan
gizi dari makanan dan minuman yang mereka konsumsi.
Pelaksanaan Edukasi kesehatan gizi pada lansia ini diadakan di Posbindu Lansia, pada hari
Senin tanggal 28 Agustus 2021 pukul 09.00 WITA. Edukasi ini dirangkaikan
dengan diskusi tanya jawab antara pemateri dengan audiens. Audiens terdiri
dari lansia yang ingin berobat.
Pemateri menyampaikan informasi mengenai perubahan status gizi pada lansia,
gangguan gizi, metabolism energi, kecukupan zat-zat gizi, serta bagaimana
keadaan gizi pada lansia. Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi kesempatan
kepada peserta untuk bertanya seputar gizi pada lansia.
Monitoring Pelaksanaan edukasi berjalan lancar seperti yang telah direncanakan. Peserta
cukup antusias mengikuti edukasi, hal itu terlihat dari adanya respon yang baik
dengan menyimak saat materi dipaparkan. Pada saat sesi tanya-jawab, peserta
aktif untuk bertanya.

F4 Latar belakang Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant
done and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting
yang perlu dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air
susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi
berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)
sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan
pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah menurunkan angka
kematian bayi dan balita menjadi 2/3 dalam kurun waktu 1990-2015. Sebanyak
lebih dari 50% kematian balita di Indonesia didasari oleh kondisi kurang gizi.
Adapun salah satu cara intervensi yang efektif dalam menurunkan Angka
Kematian Bayi (AKB) adalah pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan
diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI
(MP ASI).
Pada tahun 2007 delapan belas persen ibu di Indonesia memberi ASI eksklusif
selama empat hingga enam bulan. Persentase itu jauh dari target nasional yaitu
80%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif ditengarai karena para ibu belum
mengetahui manfaat ASI bagi kesehatan anak, bagi ibu, dan mengurangi
pengeluaran keluarga untuk belanja susu formula, dukungan dari ayah juga
memengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan.
Keputusan ibu untuk menyusui dipengaruhi informasi anggota keluarga tentang
manfaat menyusui, serta konsultan laktasi.
Pemberian ASI secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari tiga puluh ribu
balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif
terus menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi
susu formula. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997
hingga 2002, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif
menurun dari 7,9% menjadi 7,8%. Sementara itu, hasil SDKI 2007 menunjukkan
penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2% dan jumlah
bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada
2002 menjadi 27,9% pada 2007
Pada bayi cukup bulan yang telah berusia 6 bulan, kandungan nutrisi ASI tidak
cukup lagi memasok semua kebutuhan gizi bayi (bukan berarti bahwa tidak ada
nilai gizi dalam ASI setelah bayi berusia enam bulan sebagaimana pendapat
awam). Bayi cukup bulan akan mulai membutuhkan zat besi dari sumber lain
pada usia 6 sampai 9 bulan.
Beberapa bayi usia 8 sampai 9 bulan mungkin tidak lagi mendapat kalori yang
ukup dari ASI, meskipun ada juga yang dapat terus tumbuh dengan baik hanya
dengan ASI hingga usia satu tahun. Apabila bayi telah menunjukkan
kesiapannya, tidak ada alasan untuk menunda pengenalan makanan padat.
Berikut penjelasan mengenai isyarat bayi siap untuk makan.
Ada sedikit perbedaan dalam mengenalkan jenis makanan atau urutan
pemberiannya ketika bayi mulai makan makanan padat sekitar usia enam bulan.
Alangkah bijaksana menghindari makanan yang sangat berbumbu atau sering
menimbulkan alergi (misalnya putih telur dan stroberi) pada awal pemberian
MP-ASI. Selalu pastikan suhu makanan tidak terlalu panas lalu biarkan ia
memegangnya. Tidak ada urutan tertentu dan tidak perlu memberikan hanya
satu jenis makanan untuk jangka waktu tertentu. Hal-hal lain yang perlu
diperhatikan adalah tekstur, bentuk dan porsi makanan yang diberikan.
Permasalahan Sebagai salah satu negara yang turut serta berperan aktif dalam meningkatkan
kesehatan global dan nasional, Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut
serta dalam MDGs 2015, dimana tujuan keempat dalam MDGs adalah
menurunkan angka kematian anak. Tujuan keempat ini memiliki target
menurunkan dua per tiga angka kematian anak ,antara tahun 1990 dan 2015,
untuk angka kematian anak dibawah lima tahun (balita), dengan tiga indikator
spesifik, yaitu: (1) Angka kematian anak dibawah lima tahun, (2) Angka kematian
bayi, (3) Proporsi anak usia 1 tahun yang telah diimunisasi campak. Pada tahun
1990, angka kematian anak dibawah lima tahun (balita) di Indonesia adalah 97
per 1.000 kelahiran hidup, sehingga berdasarkan MDGs 2015, pada tahun 2015
ditargetkan turun mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada
tahun 2007 angka kematian anak balita di Indonesia mencapai 44 per 1.000
kelahiran hidup. Berdasarkan data tersebut Indonesia tergolong cukup berhasil
dalam menekan angka kematian anak balita. Dengan kecenderungan laju yang
ada, target sesuai MDGs dapat tercapai. Di samping angka kematian anak balita,
perlu juga dilihat angka kematian bayi (AKB). Laju AKB juga menurun seiring
angka kematian balita, namun cenderung melambat bila dibandingkan angka
kematian anak balita. Pada tahun 1990, 70% kematian terjadi pada bayi, namun
pada tahun 2005 proporsinya meningkat hingga 77%.
Adapun permasalahan yang umum ditemui adalah tingkat pemberian ASI
eksklusif yang rendah di masyarakat, adanya kasus gizi buruk pada bayi, serta
kasus-kasus infeksi pada bayi dan anak, hal ini diduga diakibatkan karena
kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat atas keuntungan ASI
eksklusif serta pentingnya pemberian Makanan Pendamping ASI yang tepat
untuk bayi.
Intervensi Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud
mengadakan edukasi kesehatan dengan materi ASI Eksklusif dan Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Adapun materi yang disampaikan pada
edukasi ini, meliputi Pengertian ASI Eksklusif, pentingnya ASI Eksklusif,
keuntungan pemberian ASI Eksklusif, pentingnya pemberian makanan
pendamping ASI, kapan waktu yang tepat untuk memberikan MP-ASI, serta hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan makanan pendamping ASI.
Pelaksanaan Edukasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), dilaksanakan pada hari
Rabu, tanggal 22 September 2021 di poli imunisasi anak. Edukasi ini diikuti oleh
ibu-ibu yang akan melaksanakan senam hamil. Edukasi ini dibawakan dengan
metode bincang-bincang disertai tanya jawab kepada peserta edukasi. Warga
terlihat antusias selama edukasi dan sesi diskusi dilakukan.
Monitoring 1. Kesimpulan
Edukasi tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada ibu-ibu di
kelas ibu hamil. telah berjalan dengan lancar, hal ini terlihat dari antusiasme
warga saat mengikuti edukasi, dengan demikian diharapkan melalui edukasi ini
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemberian
ASI eksklusif dan MP-ASI sehingga dapat menurunkan angka gizi buruk pada bayi
dan kasus-kasus infeksi pada bayi dan anak.
2. Saran
Mengingat tingginya angka Gizi buruk pada bayi serta banyaknya kasus-kasus
infeksi pada bayi dan anak, maka kegiatan edukasi mengenai ASI eksklusif dan
MP-ASI harus dilaksanakan secara berkesinambungan agar pemahaman
masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI semakin
luas sehingga dapat menurunkan angka gizi buruk pada bayi dan kasus-kasus
infeksi pada bayi dan anak.

F4 Latar belakang Anemia merupakan keadaan dimana eritrosit dan hemoglobin yang beredar
done tidak mampu memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai
negara, termasuk di Indonesia.
Kelompok yang memiliki prevalensi anemia tinggi adalah ibu hamil dan usia
lanjut, bayi dan anak usia kurang dari 2 tahu, anak sekolah, wanita usia subur
tidak hamil, dan anak-anak prasekolah. Wanita usia subur (WUS) merupakan
salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Wanita muda memiliki
risiko tinggi mengalami anemia dibandingkan dengan laki-laki muda karena
wanita mengalami perdarahan melalui menstruasi, sehingga membutuhkan
asupan zat besi yang banyak.
Anemia defisiensi besi masih menjadi masalah utama di Indonesia dengan
prevalensi pada kelompok balita sebesar 28,1%, anak-anak sebesar 29%, ibu
hamil sebesar 37,1%, serta remaja putri dan wanita usia subur sebesar 22,7%.
Prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita di Jawa Tengah sebesar 22,8%.
World health organization (WHO) menetapkan kategori status anemia di suatu
wilayah, yaitu 5-19,9% dikategorikan prevalensi rendah; 20-39,9% dikategorikan
prevalensi sedang; dan ≥ 40% dikategorikan prevalensi tinggi. Berdasarkan
kategori tersebut, prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita di Jawa Tengah
termasuk dalam kategori sedang.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa
persentase anemia di Indonesia pada WUS tidak hamil (≥ 15 tahun) di perkotaan
sebesar 19,7 persen. Selanjutnya hasil Riskesdas 2013 menunjukkan persentase
anemia pada WUS umur 15-44 tahun sebesar 35,3 persen. Hal ini mengalami
peningkatan menjadi 48,9 persen di tahun 2018.
Status gizi wanita merupakan salah satu hal yang harus menjadi fokus perhatian.
Rendahnya status gizi dapat mengakibatkan kualitas fisik yang rendah dan
berpengaruh pada eifisiensi reproduksi. Status gizi wanita, terutama pada usia
subur, merupakan elemen pokok dari kesehatan reproduksi sebelum dan selama
hamil yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin yang
dikandungnya, yang pada akhirnya berdampak terhadap masa dewasanya. Bila
status gizi ibu normal sebelum dan elama masa kehamilan, maka kemungkinan
besar akan melahirkan bayi sehat, cukup bulan dengan berat badan normal,
karena keadaan janin di dalam kandungan merupakan hasil interaksi antara
potensi genetik dan lingkungan intrauterin.
Salah satu penyebab tidak langsung terjadinya anemia adalah pengetahuan.
Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan latar belakang pendidikan
dan tingkat pengetahuan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap informasi yang diperoleh. Pengetahuan tentang ilmu gizi secara
umum sangat bermanfaat dalam sikap dan perilaku memilih bahan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi harian seseorang.
Permasalahan Menurut DepKes (2000), penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi atau
Fe dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama wanita
kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme
Iron yang daya serapnya >15%. Ada beberapa bahan makanan nabati yang
memiliki kandungan Fe tinggi (non heme Iron), tetapi hanya hanya bisa diserap
tubuh <3% sehingga diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi
kebutuhan Fe dalam tubuh, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi.
Salah satu penyebab tidak langsung terjadinya anemia adalah pengetahuan.
Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan latar belakang pendidikan
dan tingkat pengetahuan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap informasi yang diperoleh. Pengetahuan tentang ilmu gizi secara
umum sangat bermanfaat dalam sikap dan perilaku memilih bahan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi harian seseorang.
Intervensi Metode edukasi
Metode edukasi dilakukan secara langsung dengan pendekatan individu yaitu
penyampaian pesan dilakukan langsung kepada warga.
Intervensi
Intervensi dilakukan melalui pemeriksaan langsung dengang melihat tanda-
tanda anemia, dan segera di antar ke puskesmas.
Pelaksanaan Diskusi langsung mengenai anemia ini dilaksanakan di Desa . Diskusi ini biasanya
diikuti oleh warga Desa
Diskusi langsung ini dibawakan secara lisan. Selama diskusi, pemateri
menyampaikan informasi mengenai pengertian anemia, tanda-tanda penyakit
anemia, penyebab munculnya anemia, tindakan pertama yang dapat dilakukan
di rumah ketika anemia, penatalaksaan anemia, pencegahan anemia, dan lain
sebagainya.
Monitoring Kesimpulan
Diskusi mengenai penyakit anemia berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Diskusi ini diikuti oleh pasien dan keluarga pasien. Semua peserta mengikuti
diskusi hingga selesai.
Saran
Edukasi mengenai penyakit anemia di wilayah kerja Puskesmas Makkasau perlu
dilakukan secara berperiodik agar dapat terus mengingatkan masyarakat
tentang bahaya maupun pencegahan penyakit tersebut. Selain itu, dengan
memberikan edukasi secara berkala, pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan dapat meningkat guna menjaga kesehatan masyarakat pada
umumnya. Petugas kesehatan juga perlu terus dibina agar dapat membagi
informasi dari edukasi ini kepada masyarakat yang lain yang belum sempat
mengikuti edukasi ini. Selain di Puskesmas, edukasi seperti ini juga dapat
dilaksanakan di tempat lain agar masyarakat umum lainnya juga mendapatkan
informasi dan hal lain terkait penyakit anemia.

F4 Latar belakang Kata Gizi terjemahan dari bahasa inggris "Nutrition" dan "Nutrition science".
done Kata Inggris "Nutrition" dalam bahasa Arab disebut "Ghizai", dan dalam bahasa
Sanksekerta "Svastaharena". Keduanya artinya sama, makanan yang
menyehatkan. Makanan bergizi adalah makanan yang dimakan secara beraneka
ragam, makanan beragam makin tinggi gizinya, cara menyusun hidangan yaitu
dengan menggunakan pedoman.
Gizi seimbang adalah keseimbangan antara zat-zat penting yang terkandung di
dalam makanan maupun minuman yang dikonsumsi oleh seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap orang harus makan makanan dan minum minuman
yang mengandung tiga zat gizi utama yang cukup jumlahnya, baik zat tenaga, zat
pembangun maupun zat pengatur. Tidak seimbang ataupun kurang asupan gizi
akan dapat mempengaruhi tubuh seseorang.
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.
Dapat disimpulkan bahwa Gizi Seimbang adalah keseimbangan antara zat-zat
penting yang terkandung di dalam makanan maupun minuman yang dikonsumsi
oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari, mengandung zat-zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan
prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan
berat badan (BB) ideal.
Permasalahan Berdasarkan pengamatan yang kami amati, masih banyak ibu-ibu yang tidak
memberikan makanan yang bergizi,seimbang,dan beragam di kehidupan sehari-
hari dan masih banyak sekali ibu-ibu yang kurang memahami makna gizi
seimbang itu sendiri yang merupakan aneka ragam bahan pangan yang
mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas
(fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya). Perilaku tersebut mengakibatkan
tingginya kejadian malnutrisi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan edukasi
tentang peningkatan pemahaman masyarakat tentang gizi seimbang melalui
pola makan sehat, bergizi,beragam,untuk mencegah berbagai penyakit, salah
satunya yaitu dengan cara menyajikan makanan sehat,bergizi,berimbang baik
dan benar.
Intervensi Metode edukasi yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk
memberikan edukasi tentang peningkatan pemahaman masyarakat tentang gizi
seimbang melalui pola makan sehat, bergizi,beragam dalam kehidupan sehari-
hari untuk mencegah berbagai penyakit dan memberikan contoh makanan sehat
,bergizi seperti 4 sehat 5 sempurna dan dapat memahami pedoman umum gizi
seimbang (PUGS).
Kami memilih masyarakat terutama bagi ibu rumah tangga sebagai prioritas
edukasi kami dengan alasan agar setiap ibu menyajikan makanan sehat, bergizi
dan serimabang yang terdiri dari makanan pokok seperti nasi, lauk pauk, buah-
buahan dan sayur-sayuran.ini penting untuk gizi keluarga dan anak balita bahwa
hidup sehat dengan makan ,makanan bergizi harus diterapkan dikehidupan
sehari-hari.
Pelaksanaan a. Topik : Gizi Seimbang melalui pola makan bergizi,berimbang,beragam
b. Sasaran dan Target :
Sasaran : Pasien Poli Umum Puskesmas Makkasau
Target : Pasien Poli Umum Puskesmas Makkasau
c. Metode :
Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.
Monitoring 1. Evaluasi Struktur
o Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
o Peserta menghadiri edukasi
o Tempat, media dan alat sesuai rencana
2. Evaluasi Proses
o Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
o Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
o Peserta aktif dalam kegiatan edukasi
o Peserta menerima dengan senang hati dan menyatakan kesediaannya untuk
menjaga kesehatannya

F5 Latar belakang Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang
done berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor genetik, ras, regional. sosiobudaya yang
juga menyangkut gaya hidup yang juga berbeda. Hipertensi akan makin
rneningkat bersama dengan bartambahnya umur. Makin tinggi tekanan darah
makin besar risikonya.
Hipertensi atau secara awam disebut dengan tekanan darah tinggi adalah
masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia karena prevalensinya tinggi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan
sebesar 29,0%, lebih rendah dari angka nasional. Sedangkan prevalensi
hipertensi di Sulawesi Selatan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar
5,7%, juga lebih rendah dari angka nasional (7,2%), untuk kota Makassar
prevalensinya sebesar 4,1%.
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
kinerja berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu factor resiko penting
terhadap terjadinya penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung
dan stroke. Apabila tidak ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak
kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut sebagai silent killer karena dapat
menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala yang khas.
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat
umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan. Sampai saat ini,
hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer
namun dengan pengontrolan yang belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia.
Permasalahan Angka kejadiannya menempatkan hipertensi sebagai penyakit tertinggi pada
lansia dalam data puskesmas tahun 2018. Peyebab utama dari hipertensi
esensial masih tidak diketahui namun ada beberapa faktor resiko yang berperan
penting dalam hipertensi diantaranya pola hidup pasien yakni diet, olahraga,
psikososial, merokok konsumsi alcohol, obesitas, dan penyebab sekunder
didasari oleh penyakit lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi,
namun bila dianalisa dari hasil pemeriksaan setiap pasien hipertensi utamanya
saat anamnesis faktor tersering ialah diet makanan sehari-hari, dimana hal ini
menjadi salah satu penyebab tingginya kunjungan pasien hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Makkasau. Masalah lain yang terjadi adalah kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang gejala, bahaya, pencegahan,
dan penanganan pada penyakit hipertensi.
Intervensi Oleh karena permasalahan yang terjadi, maka kami mengadakan edukasi
kesehatan dengan topic "HIpertensi". Metode yang digunakan adalah metode
edukasi ceramah dan tanya jawab. Dalam proses edukasi ada proses interaksi
atau feed back antara pemeteri dan sasaran yang berguna bagi masyarakat
dalam memperjelas tujuan penyampaian isi materi edukasi.
Pelaksanaan Pelaksanaan edukasi kesehatan :
Tema : Mengenali Penyakit Hipertensi Sebagai Penyakit Tidak Menular
Yang Sering Ditemui
Metode : Ceramah dan diskusi di depan masyarakat
Waktu : 21 Juni 2021-25 juni 2021
Tempat : Poli umum
Peserta : Total peserta berjumlah 29 orang.
Monitoring Masyarakat yang mengikuti edukasi menunjukkan perhatian dan antusias yang
baik tentang penyakit hipertensi. Secara umum, setelah dilakukan evaluasi
materi saat diskusi tanya jawab seusai edukasi, ternyata masih banyak
masyarakat yang sebenarnya belum paham dengan sebaik-baiknya mengenai
penyakit hipertensi. Banyak yang tahu apa yang dimaksud penyakit hipertensi
namun tidak mengerti mengenai faktor resiko, komplikasi, diet serta seberapa
besar pentingnya kepatuhan berobat bagi penderita hipertensi. Pengetahuan
masyarakat masih kurang dan perlu ditingkatkan.
Saran : diharapkan kedepannya sering dilakukan edukasi, evaluasi, dan followup
terhadap masyarakat-masyarakat dengan resiko hipertensi atau pasien yang
sudah memiliki penyakit hipertensi agar dipastikan kepatuhan berobatnya untuk
menghindari komplikasi-komplikasi hipertensi yang dapat terjadi.

F5 Latar belakang Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah mengalami peningkatan yang
done memberikan gejala berlanjut pada suatu organ target di tubuh. Hal ini dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan
menyebabkan kematian yang cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
kerusakan pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada
otot jantung). Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal,
penyakit pembuluh lain dan penyakit lainnya (Syahrini et al., 2012).
Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada orang yang sudah berusia lebih dari
40 tahun. Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada
stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan
penderitanya (Gunawan, 2012). Hal ini serupa seperti yang dikemukakan oleh
Yogiantoro (2006), hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering
tidak disadari oleh penderitanya.
Di dunia diperkirakan 7,5 juta kematian disebabkan oleh tekanan darah tinggi.
Pada tahun 1980 jumlah orang dengan hipertensi ditemukan sebanyak 600 juta
dan mengalami peningkatan menjadi hampir 1 milyar pada tahun 2008 (WHO,
2013). Hasil riset WHO pada tahun 2007 menetapkan hipertensi pada peringkat
tiga sebagai faktor resiko penyebab kematian dunia. Hipertensi telah
menyebabkan 62% kasus stroke, 49% serangan jantung setiap tahunnya.
Permasalahan Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu,
akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi,
merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan
gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti
gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara
tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan
keluhan lain.
Intervensi Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan edukasi dengan
materi "Pencegahan Penyakit hipertensi". Pada edukasi tersebut, diuraikan
tentang definisi, faktor penyebab, tanda gejala, bahaya hipertensi, Upaya
pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi.
Pelaksanaan Edukasi Hipertensi diadakan di Puskesmas Makkasau pada tanggal 28 juni 2021-
3 juli 2021 Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab antara pemateri
dengan audiens.
Monitoring a. Evaluasi Struktur
Dokter dan petugas puskesmas lainnya datang tepat waktu dimana yang akan
mengikuti kegiatan edukasi sudah berkumpul.
b. Evaluasi Proses
Pada edukasi ini, jumlah peserta yang hadir sebanyak 18 orang. Pelaksanaan
edukasi berjalan sebagaimana yang diharapkan dimana peserta antusias
memberikan pertanyaan kepada pemateri, dan para peserta menjawab
pertanyaan yang diajukan pemateri. Hampir sebagian besar peserta menjadi
lebih memahami bagaimana definisi, faktor penyebab, tanda gejala, bahaya
hipertensi, Upaya pencegahan penyalahgunaan dan penatalaksanaan awal
hipertensi.
c. Evaluasi Hasil
Pada edukasi ini, lebih dari 70% dari peserta yang hadir mampu menjawab
pertanyaan dari Dokter tentang materi yang disampaikan. Hal ini membuktikan
bahwa peserta memperhatikan materi yang disampaikan.

F5 Latar belakang Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di
done daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak
saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Telah dilaporkan
terdapat peningkatan jumlah kasus demam dengue dan demam berdarah
dengue di Indonesia yaitu 58.065 kasus pada tahun 2011 menjadi 74.062 kasus
pada tahun 2012.
Demam Dengue disebabkan oleh virus yang termasuk dalam genus Flavivirus,
famili Flaviviradae. Virus dengue ini disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penularan
terjadi jika manusia tergigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus dengue. Terdapat
4 jenis serotipe virus yang dulunya dikenal sebagai kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirosis), yaitu DEN1, DEN2, DEN3, DEN4. mungkin asimptomatis, DD, atau
DBD dengan plasma keluar yang mungkin menuju ke syok hipovelemia atau
dengue shock syndrome (DSS)
Gejala-gejala klasik demam dengue adalah demam, sakit kepala, nyeri
punggung, nyeri belakang bola mata, fotofobia, dan nyeri otot/sendi/tulang.
Demam Berdarah Dengue ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut: uji
tourniquet positif, Peteki, ekimosis atau purpura , perdarahan dari mukosa
(misalnya epistaksis atau perdarahan dari gusi), hematemesis atau melena,
Trombositopenia (platelets ≤ 100.000/mm3). Adanya tanda kebocoran plasma
karena peningkatan permeabilitas kapiler. Kenaikan permeabilitas kapiler yang
ditandai dengan peningkatan >20% pada Hct sesuai dengan jenis kelamin dan
umur, penurunan >20% dari Hct bila diterapi dengan cairan, tanda dari
kebocoran plasma (efusi pleura, asites, hipoproteinemia).
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan komplikasi yang ditakutkan, dengan
gejala semua kriteria dari DBD yang sudah disebutkan diatas dengan disertai
tanda kegagalan sirkulasi yang termanifestasi dalam bentuk nadi yang cepat dan
lemah, jarak sistol-diastol yang menyempit (< 20 mmhg), hipotensi pada usia
lanjut, turgor yang turun, dan susah istirahat atau rewel pada anak.
Permasalahan Dengue Fever atau Dengue Hemorrhagic Fever atau lebih dikenal masyarakat
dengan demam berdarah masih menjadi ancaman bagi masyarakat. Tingkat
pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap dbd masih kurang. Ditemukan
pasien di wilayah kerja Puskesmas Makkasau dengan demam dengue, sehingga
dilakukan edukasi yang diharapkan dapat mencegah dan menurunkan angka
mortalitas akibat Demam Berdarah Dengue.
Intervensi Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud
mengadakan edukasi kesehatan dengan materi "Demam Berdarah Dengue".
Adapun materi yang disampaikan pada edukasi ini diantaranya pengertian,
penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, cara pertolongan, serta
pencegahan dbd.
Pelaksanaan Edukasi kesehatan mengenai Demam Berdarah Dengue ini dilaksanakan pada
hari Rabu, tanggal 13 sampai dengan sabtu 17 Juli 2021, bertempat di PKM
Makkasau. Edukasi ini diikuti oleh masyarakat sekitar. Edukasi ini dibawakan
dengan menggunakan metode ceramah edukasi. Selama edukasi, pemateri
menyampaikan informasi mengenai cara penularan, tanda dan gejala, cara
pertolongan, serta pencegahan dbd. Dalam pertemuan ini, juga dilakukan diskusi
dan tanya jawab. Dari penyampaian materi, ternyata banyak pertanyaan yang
mengemuka, seperti apa yang membedakan demam berdarah dengan penyakit
demam lainnya, bagaimana gejala kritis demam berdarah,bagaimana
memberantas penularannya yang efektif dan sebagainya.
Monitoring Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Secara keseluruhan, edukasi berjalan
lancar dan tanpa hambatan. Tidak ada gangguan teknis yang terjadi selama
edukasi berlangsung. masyarakat yang hadir juga merespon dengan baik,
ditandai dengan tingginya angka pertanyaan dan tanggapan yang diberikan pada
sesi tanya jawab.
Penanganan demam berdarah secara medis dan non-medis yang dilakukan
berupa edukasi bahaya demam berdarah atau pemberantasan sarang nyamuk,
atau usaha usaha yang dilakukan oleh Puskesmas Makkasau secara keseluruhan
diharapkan dapat membantu mengurangi angka kejadian DBD di Puskesmas
Makkasau.
Kegiatan edukasi DBD harus dilaksanakan secara kontinyu agar dapat
meningkatkan pemahaman, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk
mencegah DBD. Perlu dilakukan monitoring atau follow up untuk memastikan
bahwa masyarakat telah berperan aktif dalam melaksanakan pencegahan DBD

F5 Latar belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu
done penyakit yang diakibatkan karena penimbunan Kristal monosodium urat didalam
tubuh (persendian, ginjal, dan jaringan ikat lain) sebagai akibat hiperurisemia
yang telah berlangsung kronik.. Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir
dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel
tubuh. Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dapat menyebabkan
gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di daerah persendian.
Tanpa penanganan yang efektif kondisi ini dapat berkembang menjadi gout
kronik, terbentuknya tofus, dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
ginjal berat, serta penurunan kualitas hidup.
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat
serum >6,8mg/dL yang berarti telah melewati batas normal solubilitasnya di
serum. Periode ini dapat berlangsung lama dan sebagian dapat berubah menjadi
arthritis gout. Hiperusemia bisa timbul akibat produksi asam urat yang
berlebihan dan pembuangan asam urat yang berkurang. Kadar asam urat tubuh
ditentukan oleh keseimbangan produksi dan eksresi. Produksi asam urat
tergantung dari diet, berlebihan mengkonsumsi makanan berkadar purin tinggi,
gangguan metabolism purin, serta proses internal tubuh seperti pembentukan
cadangan asam urat. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi
kandungan nukleotida purinnya seperti sarden, kangkung, jeroan dan bayam
akan meningkatkan produksi asam urat. Asam urat yang terakumulasi dalam
jumlah besar di dalam darah akan memicu pembentukan Kristal berbentuk
jarum. Kristal- Kristal biasanya terkonsentrasi pada sendi, terutama sendi perifer
(jempol kaki atau tangan). Sebaliknya, mengurangi konsumsi makanan dengan
kandungan nukleotida purin tinggi dan mempervanyak konsumsi makanan
dengan kandungan nukleotida purin rendah akan dapat mengurangi resiko
hiperurisemia atau gout arthritis. Salah upaya untuk mengurangi penumpukan
protein adalah terapi diet asam urat yang baik dan benar.
Permasalahan Penyakit asam urat atau disebut dengan gout arthritis terjadi terutama pada
laki-laki, mulai dari usia pubertas hingga mencapai puncak usia 40-50 tahun,
sedangkan pada perempuan presentase asam urat mulai didapati setelah
memasuki masa menopause. Kejadian tingginya asam urat baik di Negara maju
maupun Negara berkembang semakin meningkat terutama pada usia 40-50
tahun. Kadar asam urat pada pria meningkat sejalan dengan peningkatan usia
seseorang. Gout mengenai 1-2% populasi dewasa dan merupakan kasus
arthritis inflamasi terbanyak pada pria. Prevalensi penyakit gout diperkirakan
antara 13,6 per 1000 pria dan 6,4 per 1000 wanita.
Kejadian gout arthritis dapat mengakibatkan kesulitan atau gangguan
dalam bergerak, beraktivitas dan menurunkan kualitas hidup. Pengelolaan
penyakit gout arthritis sering sulit dilakukan karena berhubungan dengan
kepatuhan perubahan gaya hidup. Saat ini masih banyak masyarakat yang tidak
mengatur atau menjaga pola makanan sehari-hari. Padahal, kebiasaan adalah
hal yang memainkan peran penting karena mempengaruhi respon seseorang
terhadap penyakit. Tanpa adanya kebiasaan yang baik, modifikasi pola hidup
dalam pengelolaan penyakit akan sulit tercapai.
Intervensi Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka dilaksanakan kegiatan
edukasi mengenai penyakit rematik akibat peningkatan asam urat (Gout
Arthritis), pengobatan, diet yang tepat, serta cara pencegahannya agar
ketepatan pengelolaan penyakit gout dapat tercapai untuk tetap terjaganya
kualitas hidup.
Pelaksanaan Pelaksanaan edukasi kesehatan :
Tema : Pengenalan Penyakit Gout Arthritis (Penyakit Asam Urat) dan
Pengelolaannya
Metode : Ceramah dan diskusi didepan masyarakat
Waktu : 5 Juli 2021
Tempat : Puskesmas Makkasau Poli Umum
Peserta : Total peserta berjumlah 12 orang.
Monitoring Proses pelaksanaan edukasi berjalan dengan baik. Peserta edukasi didominasi
oleh Lansia. Peserta edukasi memberikan antusias yang baik selama materi
berlangsung hingga diskusi Tanya jawab dibuka.
Dari hasil evaluasi, setelah penyampaian materi dan diskusi tanya jawab,
dapat disimpulkan bahwa banyak peserta yang menderita penyakit rematik gout
arthritis atau asam urat, banyak yang mengetahui penyakit tersebut namun
beberapa diantaranya tidak menanggapi dengan baik penyakitnya karena
keluhan dirasakan hilang timbul atau tidak terus menerus dan tidak mengganggu
aktivitas sehingga masih banyak penderita yang tidak menjaga pola hidup
ataupun diet yang tepat terhadap penyakitnya serta tidak menjalankan terapi
dan kontrol kesehatan secara rutin.
Aktifnya diskusi Tanya jawab menunjukkan masyarakat telah paham
mengenai penyakit rematik gout arthritis, penanganan dan diet yang tepat, serta
bagaimana pencegahannya.
F5 Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang
done selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di berbagai negara di
seluruh dunia dan merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat baik secara global, regional, nasional,
maupun lokal.
Data International Diabetes Federation (IDF) menggambarkan bahwa tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan
diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus)
dengan rentang usia penderita DM, yaitu 40-59 tahun.
Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Berdasarkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan
Riskesdas, prevalensi DM naik dari 6,9% (2013) menjadi 8,5% (2018). Riskesdas
2018 juga melaporkan bahwa penderita DM berdasarkan diagnosis dokter di
provinsi Sulawesi Selatan berada di urutan ke-16 tertinggi dari 34 provinsi di
Indonesia. Prevalensi DM menurut KONSENSUS PERKENI 2011 sebesar 8.5 % dan
meningkat menjadi sebesar 10.9 % pada KONSENSUS PERKENI 2015. Tingginya
angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien DM
terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China.
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat
penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati
maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga
pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai
diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan
dimengerti.( Waspadji S 2006).
Selama menjalankan ibadah puasa terdapat penurunan asupan makanan yang
dapat menyebabkan pasien dengan diabetes berada pada resiko yang lebih
tinggi untuk mengalami komplikasi. Tingginya resiko yang terjadi dapat
dipengaruhi oleh lamanya waktu berpuasa. Resiko komplikasi yang mungkin
dapat terjadi, yaitu hipoglikemia, hiperglikemia, dehidrasi, serta trombosis.
Pencegahan komplikasi tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pola
hidup yang direkomendasikan atau dengan melaksanakan pendidikan pra-
Ramadhan.
Permasalahan 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang faktor resiko, tanda dan gejala,
serta resiko kesehatan apa saja yang dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit
Diabetes Mellitus (DM).
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengaturan gaya hidup dan
pengobatan penderita Diabetes Mellitus (DM).
3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat sebagai
langkah pencegahan timbulnya penyakit Diabetes Mellitus (DM).
Intervensi Mengadakan edukasi kesehatan tentang faktor resiko, tanda dan gejala,
pengobatan, komplikasi, serta pencegahan penyakit DM.
Pelaksanaan Hari, tanggal : 18 Juli 2021
Waktu : 09.00 WITA
Durasi : 30 menit
Tempat : Puskesmas Makkasau, Poli Umum
Monitoring Peserta yang hadir 25 orang yang berasal dari masyarakat di sekitar PKM
Makkasau yang datang berobat ataupun mengantarkan keluarganya berobat ke
PKM Makkasau. Sebagian masyarakat yang hadir masih memiliki pengetahuan
yang belum memadai berkaitan dengan materi yang akan disampaikan. Kegiatan
ini berlangsung sebagaimana yang diharapkan.
Evaluasi Struktur
oLaporan telah dikoordinasi sesuai rencana
oTempat, media dan alat sesuai rencana
Evaluasi Proses
oPeran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan
oWaktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
oPeserta aktif dalam kegiatan edukasi
Evaluasi Hasil
Peserta mampu:
oMenyebutkan minimal 3 faktor resiko Diabetes Mellitus (DM)
oMenyebutkan tanda dan gejala Diabetes Mellitus (DM)
Menyebutkan minimal 3 komplikasi Diabetes Mellitus (DM)

F6 Latar belakang Osteoarthritis menurut American College of Rheumatology merupakan


done sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.
Osteoarthritis merupakan penyakit degenerative dan progresif yang mengenai
dua per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5%
pada pria dan 70,5% pada wanita. Seiring bertambahnya jumlah kelahiran yang
mencapai usia per-tengahan dan obesitas serta peningkatannya dalam populasi
masyarakat osteoarthritis akan berdampak lebih buruk di kemudian hari. Karena
sifatnya yang kronik progresif, osteoarthritis berdampak sosio ekonomik yang
besar di Negara maju dan di Negara berkembang.
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi
yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif
lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi
tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran
sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan,
khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas.
Permasalahan Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 69 tahun

Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada lutut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Posbindu Makkasau
dengan keluhan nyeri pada lutut kiri sejak ± 6 bulan yang lalu. nyeri terasa
seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri biasanya timbul pada
saat naik turun tangga, saat perpindahan posisi dari duduk lalu berdiri ataupun
sebaliknya, dan saat olahraga. Nyeri hilang jika istirahat beberapa saat. Selain
nyeri pasien mengeluh kaku pada lutut kiri, biasanya sehabis bangun tidur. Nyeri
dirasakan tidak menjalar dan terasa panas pada lutut kirinya. Keluhan nyeri pada
sendi lain disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma disangkal, riwayat HT dan DM
disangkal..
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak diketahui

Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5 C

Status Lokalis :
Ekstremitas Inferior regio artikulasio genu sinistra.
Look : perubahan gaya berjalan / tampak pincang (-), edema (+) minimal,
hiperemis (-)
Feel : hangat (-), penebalan dan penonjolan tulang (-), penebalan sinovial (+),
nyeri lokal (+)
Move : fleksi dan ekstensi dalam batas normal, krepitasi (-)

Diagnosis : Osteoarthritis artikulasio genu sinistra


Intervensi Intervensi yang diberikan yaitu pasien dirawat jalan dengan pemberian terapi
secara farmakologis dan non farmakologis.
Pelaksanaan Non Farmakologi :
- Melakukan olahraga yang tidak memberikan beban pada sendi lutut
seperti berenang dan bersepeda
- Menghindari aktivitas fisik yang berat seperti naik turun tangga,
mengangkat beban yang berat, dan sebagainya dan dapat diselingi dengan
istirahat
- Menghindari trauma pada lutut dan sendi lainnya
Farmakologi
- Natrium diclofenac 25 mg 2 x 1 tab
- Metil prednisolon 4 mg 3 x 1 tab
- Vit. C 50 mg 1 x 1
Monitoring Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dokter memberikan terapi serta memberikan edukasi ke pasien terkait
Osteoarthritis.

F6 Latar belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg secara
done kronis. Ia dapat dibagi menjadi hipertensi primer, esensial, atau idiopatik
dimana penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder dimana ia
berasosiasi dengan penyakit lain. Hipertensi merupakan penyakit genetik
yang kompleks karena dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada target
organ seperti sistem saraf pusat, ginjal, jantung, dan mata. Jika hipertensi
disuspek pada individu, haruslah dilakukan pengukuran tekanan darah
sekurang-kurangnya 2 kali di waktu yang berlainan. Terdapat beberapa
klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health Organization
(WHO), International Society of Hypertension (INH), European Society
of Hypertension (ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian
Hypertension Education Program (CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC
VII. Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥
18 tahun. Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih
pengukuran, dalam keadaan duduk, pada dua kunjungan atau lebih.

Permasalahan Keadaan umum : sakit sedang/gizi baik/composmentis


TD : 166/ 102 mmHg
Nadi : 80 x/Menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36.6 C

Anamnesis : pasien datang dengan keluhan lemas dan tegang pada leher
sejak 2 hari yang lalu. Keluhan yang sama pernah dialami 1 bulan sebelum
masuk Puskesmas. Keluhan utama disertai dengan kurang nafsu makan. Pasien
memiliki riwayat hipertensi dan telah meminum obat rutin dari dokter spesialis.
Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, BAB dan BAK dalam batas normal.

Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik dalam batas normal

Intervensi Intervensi yang diberikan yaitu pasien dirawat inap dengan pemberian terapi
secara farmakologis dan non farmakologis.
Pelaksanaan Farmakologi : amlodipin 5 mg 1x1 pada malam hari
vitamin B Kompleks 1x1
KIE : pasien harus olahraga rutin minimal 3 kali dalam seminggu. Mengurangi
konsumsi makan-makanan yang berlemak, santan dan bergaram. Perbanyak
makan buah-buahan.
Obat harus rutin diminum tidak boleh putus dan tidak boleh mengurangi dosis
obatnya tanpa anjuran dari dokter.

Monitoring Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik


dokter memberikan terapi serta memberikan edukasi ke pasien terkait
Hipertensi.

F6 Latar belakang Sindroma dispepsia mulai sering dikemukakan sejak 1980. Sindroma ini
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak
nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas (epigastrium) dan
disertai rasa mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh atau
begah, sendawa dan rasa panas yang menjalar di dada.
Menurut data Profil Kesehatan Indonesia 2007, dispepsia menempati peringkat
ke-10 untuk kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun
2006 dengan jumlah pasien 34.029 atau sekitar 1,59%. Sindroma dispepsia
dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu sindroma dispepsia akibat
kelainan organik dan sindroma dispesia fungsional (non-organik). Berdasarkan
survei epidemiologi kasus sindroma dispepsia akibat kelainan organik sebanyak
40 % dan fungsional sebanyak 60%.
Banyak faktor yang memicu timbulnya keluhan sindroma dispepsia, diantaranya
sekresi asam lambung, kebiasaan makan, Infeksi bakteri Helicobacter pylori,
tukak peptikum dan psikologis. Konsumsi kebiasaan makanan beresiko seperti
makanan pedas, asam, bergaram tinggi dan minuman seperti kopi, alkohol
merupakan faktor pemicu timbulnya gejala dispepsia.
World Health Organization (WHO) menetapkan batasan usia remaja yaitu 10-19
tahun. Kategori usia remaja ini, cendrung ditemui pada seorang pelajar ataupun
mahasiswa yang tentunya memiliki rutinitas sangat banyak, mulai dari kegiatan
akademik seperti mengikuti jadwal aktivitas perkuliahan, mengerjakan tugas-
tugas kuliah, diskusi kelompok dan kegiatan non-akademik lainnya seperti
mengikuti kegiatan organisasi. Pola aktivitas yang padat membuat seseorang
sering mengabaikan atau menunda waktu makan.
Permasalahan Identitas Pasien
Nama : Nn. N
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Puskesling dengan
keluhan nyeri ulu hati yang dialami sejak 1 minggu yang lalu, tidak terus
menerus, nyeri di rasakan memberat jika terlambat makan, perut terasa
kembung dan sering merasa mual. Pasien sering makan tidak teratur. BAB :
Biasa. BAK : Biasa.

Riwayat Pengobatan : Tidak ada


Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang/composmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5 C
BB : 40 kg
TB : 150 cm
Status gizi : BMI = 17,77 kg/m2 Kesan : Underweight
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium, massa (-), H/L pembesaran (-)

Diagnosis : Dyspepsia Fungsional


Intervensi Intervensi yang diberikan yaitu pasien dirawat jalan dengan pemberian terapi
secara farmakologis dan non farmakologis.
Pelaksanaan Non Farmakologi :
- Tidak menunda makan, mengatur pola makan dengan makan secara
teratur dan sebaiknya mengkonsumsi makanan berserat tinggi, bergizi, serta
per- banyak minum air putih.
- Kurangi mengkonsumsi makanan pedas, kecut, banyak mengandung gas
yang dapat menimbulkan gas di lambung (kubis, kol, kentang, semangka, melon)
dan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung.
- Menghindari konsumsi obat -obat yang dapat mengiritasi lambung
seperti obat anti inflamasi, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin dan
keto- profen. Sebaiknya di ganti dengan Acetaminophen karena tidak mengaki-
batkan iritasi pada lambung.
- Menghindari stress
Farmakologi
- Antasida Doen 2dd1ac (Dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan)
- Paracetamol 500 mg 3dd1
Monitoring Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dokter memberikan terapi serta memberikan edukasi ke pasien terkait Dypepsia
fungsional.

F6 Latar belakang Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes mellitus
done merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.Diabetes mellitus adalah suatu
penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena
defeksekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan
sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang,
diantara penyakit degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak
menular yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat
perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlahpengidap diabetes di atasumur 20
tahunberjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,
pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang.
Dalam jangka waktu 30 tahun, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan
naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien DM yang jauh lebih besar
yaitu 86-138% yang disebabkan oleh karena :
a) Factor demografi
b) Gaya hidup yang kebarat-baratan
c) Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d) Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin
panjang

Penanganan yang terbaik dari penyakit DM adalah pencegahan.Pencegahan


terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer yaitu
mencegah terjadinya penyakit DM dengan gaya hidup yang sehat dan aktifitas
fisik secara rutin. Pencegahan sekunder adalah suatu upaya skrining kesehatan
sehingga dapat dilakukan penegakan diagnosis sejak dini dan pemberian terapi
yang tepat dan adekuat. Mengingat penyakit DM adalah penyakit yang dapat
menyebabkan komplikasi dan kemungkinan kecacatan yang besar, maka juga
perlu dilakukan pencegahan tersierya itu berupa pencegahan terjadinya
kecacatan dan upaya rehabilitasi guna mengembalikan kondisifisik/ medis,
mental, dan sosial.
Permasalahan Pada tanggal 27 Agustus 2021, Ny. A (65 tahun), datang berobat ke Puskesmas
Makkasau dengan keluhan sering kencing pada malam hari dan badan terasa
cepat letih. Ny. A juga mengeluhkan kesemutan pada jari-jari kaki dan tangan.
Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan terakhir. Tiga bulan yang lalu pasien pernah
memeriksakan diri kedokter praktek umum dengan keluhan serupadisertai
dengan rasa haus terus menerus dan nafsu makan yang meningkat namun berat
badan menurun. Sejak saat itu pasien mengonsumsi obat DM yang yang
diberikan oleh dokter (Glibenklamid) namun diminum tidak secara teratur.
Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga DM pada orang tua pasien.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 130/ 90, gula
darah sewaktu 325 mg/dl. Dengan adanya trias hiperglikemia (poliuria,
polidipsia, dan polifagia) dan pada pemeriksaan guladarah sewaktu>200mg/dl,
maka Ny. A didiagnosis dengan diabetes mellitus.
Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih rendah. Oleh
karena itu, selain pemberian terapi obat-obatan perlu dilakukan tatalaksana non
medika mentosa berupa edukasi mengenai penyakit, dan yang paling utama
adalah membiasakan gaya hidup sehat.
Intervensi Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang apabila tidak
terkontrol akan menyebabkan munculnya komplikasi yang memperburuk
prognosis.
Intervensi medikamentosa dan non medika mentosa diperlukan bagi pasien
diabetes mellitus dalam kasus ini pada Ny. A Intervensi tersebut merupakan
tatalaksana kuratif sekaligus preventif untuk mencegah timbulnya komplikasi
akibat diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Selain itu pasien juga perlu
dikonsultasikan dengan bagian gizi Puskesmas Bungi untuk edukasi mengenai
menu diet pada penderita DM.
Hal-hal yang perlu diketahui pasien mengenai penyakit DM adalah antara lain :
1. Apa penyebab dan factor risiko penyakit DM
2. Penyakit DM tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan gaya
hidup sehat dan minum obat teratur
3. Pengaturan makanan (Diet)
4. Olahraga yang baik bagi penderita DM
5. Komplikasi pada penyakit DM
6. Perawatan diri dan higien tubuh.
Pelaksanaan Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Ny. A memerlukan tatalaksana
medika mentosa dan nonmedikamentosa untuk mengontrol
penyakitnyatersebut.
Tatalaksana medikamentosa yang kita berikanadalah:
1. Metformin 500 mg 3x1 pc
2. Glibenclamid 5 mg 1x1 (1-0-0) ac
3. Vit B.Com 1x1
Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di antaranya:
1. Pasien diminta untuk secara rutin mengontrolkan gula darah maupun
tekanan darahnya. Untuk jadwal kontrol pertama dilakukan setelah obat dari
kunjungan pertama habis. Jadwal kontrol selanjutnya menyesuaikan hasil
pemeriksaan saat kontrol pertama.
2. Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola makan. Olahraga
ringan minimal 2 kali dalam satu minggu. Makan sedikit-sedikit tapi sering lebih
baik dari pada makan banyak dalam sekali tempo. Konsumsi makanan berkalori
dan kolesterol tinggi sebaiknya dihindari.
Monitoring Untuk monitoring dan evaluasi, pasien diminta kembali mengontrolkan tekanan
darah dan gula darahnya secara rutin ke fasilitas kesehatan. Hal ini diperlukan
supaya tidak terjadi overdose ataupun lowerdose, sehingga tujuan pengobatan
tercapai, yaitu untuk mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi dari diabetes
mellitus.

F6 Latar belakang Pembangunan kesehatan mempunyai visi "Indonesia sehat", diantaranya


dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit.
Selama ini pemerintah telah membangun puskesmas dan jaringannya di seluruh
Indonesia rata-rata setiap kecamatan mempunyai 2 puskesmas, setiap 3 desa
mempunyai 1 puskesmas pembantu. Puskesmas telah melaksanakan kegiatan
dengan hasil yang nyata, status kesehatan masyarakat makin meningkat,
ditandai dengan makin menurunnya angka kematian bayi, ibu, makin
meningkatnya status gizi masyarakat dan umur harapan hidup (Kepmenkes,
2004).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu
atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas berperan di dalam
menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat
dengan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan, keinginan,
dan kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Permasalahan Puskesmas sebagai upaya pelayanan kesehatan strata pertama
meliputipelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatanmasyarakat
dan kegiatan yang dilakukan puskesmas, selain dari intern sendiri tetapi juga
perlu peran serta masyarakat dalam pengembangan kesehatan terutama
dilingkungan masyarakat yang sangat mendasar, sehingga pelayanan kesehatan
dapat lebih berkembang.
Upaya kesehatan wajib dalam puskesmas berupa upaya pengobatan dasar yang
ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis kelamin dan
golongan umur. Salah satu bentuk pengobatan dasar yang dilakukan dalam
pelayanan puskesmas yaitu berupa usaha kesehatan masyarakat dan salah satu
diantaranya adalah poli lansia. Kegiatan poli lansia merupakan salah satu upaya
pengobatan dasar bagi pasien yang berumur diatas 55 tahun. Pada poli lansia
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemudian dari hasil pemeriksaan
ditegakkan diagnosis dan diberikan terapi yang sesuai dengan obat-obatan pada
poli lansia. Pada pasien yang tidak termasuk dalam kategori dapat diberikan
obat di poli maka dokter menyarankan untuk periksa lebih lanjut ke puskesmas
Makkasau atau di tempat fasilitas kesehatan tingkat 1 pasien berada.
Intervensi Oleh karena latar belakang diatas, maka diperlukan suatu upaya anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara menyeluruh dan teliti pada setiap pasien yang datang
ke poli lansia.
Pelaksanaan Telah dilakukan kegiatan poli lansia pada bulan Agustus 2021. Pemeriksaan
meliputi anamnesis tentang gejala utama seperti batuk, nyeri kepala, nyeri lutut,
demam, mual muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, nafsu makan, gatal, serta
keluhan penyerta. Kemudian dilakukan anamnesis tentang riwayat penyakit,
faktor risiko, riwayat keluarga, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Setelah
anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis berupa inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Setelah diketahui diagnosis pasien maka diberi terapi
sesuai dengan ketersediaan obat pada poli lansia. Dan jika diperlukan,
disarankan dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium
Monitoring Pada anamnesis, didapatkan keluhan terbanyak pasien yang datang berobat ke
poli lansia yaitu nyeri lutut, susah tidur, dan nyeri kepala.
o Pasien yang tidak ditangani di poli lansia karena membutuhkan pemeriksaan
lanjut berupa pemeriksaan laboratorium dan membutuhkan obat yang tidak
tersedia di poli lansia diharapkan untuk datang ke puskesmas Makkasau

Anda mungkin juga menyukai