2.1. DEFINISI
Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah, tidak atau kurang
dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali
2.2. EPIDEMIOLOGI
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus (3%) dari
seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit menemukan sekitar 7 dari 430
kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf fasialis yang tidak diketahui penyebabnya
(Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua
kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilateral. Insiden pada laki-laki dan perempuan
sama, namun rata-rata muncul pada usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua
umur. Insiden terendah adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70
tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan hal
yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.5
1. Nervus fasialis yang sebenarnya: yaitu nervus fasialis yang murni untuk mempersarafi
otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual
ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat
di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.
Gambar 2. Letak nucleus nervus fasialis dibatang otak dilihat dari dorsal
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian
lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus VII dan
nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam
meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam
kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis,
saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini,serat
motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.2,6
Gambar 3. Jaras Motorik Nervus Fasialis
dan nervus VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus
internus. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu
segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir
kanal akustik internus dan ganglion genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter. Segmen
timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan
ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan
stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang
segmen ini kira-kira 12 milimeter.3 Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding
medial dan superior kavum timpani. perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen
mastoid, disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling
posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya
segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid. Panjang segmen ini 15-20
milimeter.3 Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan
gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).
Gambar 6. Tempat keluar nervus fasialis.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, tumor,
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible dan terdapat
bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada parese nervus
fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis
2. Infeksi
seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus.3 Infeksi Telinga tengah yang dapat
menimbulkan parese nervus fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang
telah merusak Kanal Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat menyebabkan
terjadinya paresis nervus fasialis. Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan
paralisis nervus fasialis yaitu : 1. Hasil toksin bakteri di daerah tersebut 2. Dari tekanan
langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi. Pada otitis media
akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya pada anak terjadi ketika
kanalis nervus fasialis padatelinga tengah mengalami congenital dehiscent atau saraf
terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan
inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.Pada otitis media kronik bisa
mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat dilibatkan dengan osteitis,
kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis.
Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah, ipsilateral
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling sering
ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga
dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan
tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari
kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat
mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.7 Selain itu parese nervus
fasialis juga dapat terjadi pada karsinoma nasofaring, mekanisme tidak langsung dari
pembesaran tumor yakni oklusi tuba eustachius karena letaknya di fossa rosenmuller
berdekatan sehingga mengakibatkan tekanan negatif dalam kavum timpani, yang jika
berlangsung lama dapat terjadi otitis media dan jika tidak tertangani menjadi masoiditis.
Namun, dikatakan bahwa perluasan tumor ini jaranglangsung mengenai dari nucleus
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur
basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka
tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis
pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal
dan operasi kelenjar parotis.7 Kapasitas kembalinya fungsi dari paralisis nervus karena
manipulasi bedah adalah hal yang sangat penting. Contoh nyata paralisis nervus fasialis
contoh setelah operasi fossa infratemporal yang memerlukan ekstensi transposisi dari
nervus fasialis ekstratemporal, dalam 4- 6 minggu paralisis fasial sering terlihat. Hal ini
merupakan manifestasi adanya iskemia nervus dan manipulasi nervus secara mekanik.
Penyembuhan yang memerlukan waktu lama dapat disertai dengan asimmetri dan
sinkinesis.5
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan parese nervus fasialis diantaranya
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak
menyertai penyakit lain.Pada parese Bell terjadi edema nervus fasialis. Karena terjepit
7. Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,
hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom
Guillian Barre.
2.5 PATOFISIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral,
sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah
bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf
yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih
dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang
involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan
bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space
occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan
pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu.
Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis
pseudobulber.
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan
kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan
lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya
lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis
fasialis.
Gejala dan tanda klinik seperti (a) dan (b) di tambah dengan hiperakusis.
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (a),(b),(c) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam
liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana
timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan
otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus
trigeminus, nervus akustikus dan kadang – kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan
nervus hipoglossus.
2.6 DIAGNOSA
pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya.
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan
ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah
sebagai berikut:
memperlihatkan gigi
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh
(30).
b. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan
mimic/ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan
penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne
mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian
tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan
tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1)
sampai minus dua (2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.
c. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu
cabang nervus fasialis.3 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat
pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini
dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh
menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisis lidah
lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita
disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk
rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan
dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.
d. Salivasi
Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual.
Kelenjar parotid merupakan sepasang kelenjar saliva terbesar yang berada di sekitar ramus
mandibula kanan dan kiri. Kelenjar submandibular berada di bawah mandibula dengan ukuran
sedang. Duktusnya dinamakan duktus Wharton yang keluar dari sisi-sisi frenulum lidah.
Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut
dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan
dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang
sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf
korda timpani.
simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor
setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat
menyebabkan berkurangnya produksi air mata. Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi
lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5
cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang
menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda
kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.
f. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan
cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi
g. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu menjalani pemeriksaan
audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan
reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon
auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi
kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam
telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis media
akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada
telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang akan
membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah
tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada
tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan
kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.
h. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering kita jumpai.
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan
otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan
angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi
normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat
pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan
memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal.
i. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan parese
fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan
bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak
gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat
kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan
hemispasme dinilai dengan angka (-1). Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal
seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan
Ramsay hunt syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam
yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi :
- Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,
saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau
lidah.
- Kelemahan (kelumpuhan) pada sisis yang sama seperti telinga yang terinfeksi
- Pendengaran berkurang
Miller Fisher syndrome adalah varian dari Gullain Barre syndrome yang jarang
opthalmoplegi , ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller fisher syndrome
kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus fascialis tipe perifer pada Miller
Fisher syndrome menyerang otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus fascialis tipe
perifer pada Miller fisher syndrome menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa
3) Bell’s Palsy
non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus
facsialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Gambaran klinis dapat
berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang
sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak
mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi
menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata
pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar
ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi
bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung.6 Disamping itu makanan cenderung
terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh.1 Selain kelumpuhan seluruh otot
gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s Palsy”6
2.8 KOMPLIKASI
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom
dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson
baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat
menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik
wajah. 7
oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur
tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada
2.9 TERAPI
Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :3,7,9
a. Fisioterapi
hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang
lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase dilakukan
dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar
listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa
latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat,
2) Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.5 Tindakan ini bertujuan
untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk
b. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain 8:
1) Asam Nikotinik
Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan
2) Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi
nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan,
3) Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s Palsy.
4) Sodium Kromoglikat
Diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.
5) Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara
simultan.
c. Pengobatan Psikofisikal
1) Depresi
Pasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka memiliki
penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh darah
otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama
2) Nyeri
Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien dengan Herpes Zooster
Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat
diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari
penggunaan.
3) Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata agar tidak
terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk meengedipkan mata 2
operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis transmastoid.3
Pada otitis media akut, operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Hanya perlu
diberikan antibiotic dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan di
kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent, maka perlu dilakukan
miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian antibiotic yang
kebanyakan resolusi parese yang singkat. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan
setelah diukur dengan elektrodiagnostik, baru dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada
otitis media kronik, diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n.
Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s palsy maka akan
dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO adalah
semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta
medik adalah :
c. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan
Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka
diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis
prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik. Sesuai
dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan
kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk
serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari.
Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,
psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak
banyak berperan.
a. Program Fisioterapi
1. Pemanasan
2. Stimulasi listrik
memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah
untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan
Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk
perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan
otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh
darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi
Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan
dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan
secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan
dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup
Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem
sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat
membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu
dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah
biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga.
Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat
d. Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering
menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai
profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog
sangat diperlukan.
Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak
jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit
yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada
perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
2.11 PROGNOSIS
kedalaman lesi pada saraf tersebut. Neuroplastisitas adalah konsepneurosains yang merujuk
kepada kemampuan otak dan sistem syaraf semua spesies untuk berubah secara struktural dan
fungsional sebagai akibat dari input lingkungan. Plastisitas terjadi dalam berbagai tingkatan,
dari perubahan seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga perubahan bersakal besar yang
terlibat dalam pemetaan ulang kortikalsebagai tanggapan kepada luka. Bentuk plastisitas yang
paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan pemulihan dari luka otak.