Anda di halaman 1dari 24

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah, tidak atau kurang

dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali

ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1

2.2. EPIDEMIOLOGI

Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907 kasus (3%) dari

seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit menemukan sekitar 7 dari 430

kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf fasialis yang tidak diketahui penyebabnya

(Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua

kasus merupakan paralysis nervus fasialis unilateral. Insiden pada laki-laki dan perempuan

sama, namun rata-rata muncul pada usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua

umur. Insiden terendah adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70

tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan hal

yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.5

2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS FASIALIS

Gambar 1. Divisi Nervus Fasialis


Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:2,6

1. Nervus fasialis yang sebenarnya: yaitu nervus fasialis yang murni untuk mempersarafi

otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan

stapedius di telinga tengah.

2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang

membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.

Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual

ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke

nukleus traktus solitarius.

- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius

superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus

ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan

diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula

mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan

menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari

sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis, dimana

impuls merangsang salivasi.

- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah

overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat

di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.
Gambar 2. Letak nucleus nervus fasialis dibatang otak dilihat dari dorsal

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian

lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus VII dan

nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam

meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam

kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis,

saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini,serat

motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi

glandula parotis.2,6
Gambar 3. Jaras Motorik Nervus Fasialis

Gambar 4. Jaras Eferen.

Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius

dan nervus VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus

internus. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu

segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir
kanal akustik internus dan ganglion genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter. Segmen

timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan

ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan

stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang

segmen ini kira-kira 12 milimeter.3 Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding

medial dan superior kavum timpani. perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen

mastoid, disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling

posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya

segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid. Panjang segmen ini 15-20

milimeter.3 Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang

mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan

gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit

penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).
Gambar 6. Tempat keluar nervus fasialis.

2.4 ETIOLOGI

Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, tumor,

trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.3,5

1. Kongenital

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible dan terdapat

bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada parese nervus

fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis

dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).

2. Infeksi

Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan

kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini

seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus.3 Infeksi Telinga tengah yang dapat

menimbulkan parese nervus fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang

telah merusak Kanal Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat menyebabkan

terjadinya paresis nervus fasialis. Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan
paralisis nervus fasialis yaitu : 1. Hasil toksin bakteri di daerah tersebut 2. Dari tekanan

langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi. Pada otitis media

akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya pada anak terjadi ketika

kanalis nervus fasialis padatelinga tengah mengalami congenital dehiscent atau saraf

terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan

inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.Pada otitis media kronik bisa

mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat dilibatkan dengan osteitis,

kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis.

Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah, ipsilateral

terhadap telinga yang sakit.3

3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling sering

ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga

dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan

tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari

nervus fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada

kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat

mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.7 Selain itu parese nervus

fasialis juga dapat terjadi pada karsinoma nasofaring, mekanisme tidak langsung dari

pembesaran tumor yakni oklusi tuba eustachius karena letaknya di fossa rosenmuller

berdekatan sehingga mengakibatkan tekanan negatif dalam kavum timpani, yang jika

berlangsung lama dapat terjadi otitis media dan jika tidak tertangani menjadi masoiditis.

Namun, dikatakan bahwa perluasan tumor ini jaranglangsung mengenai dari nucleus

nervus. VII dan VIII karena letaknya yang tinggi.5


4. Trauma

Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur

basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka

tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis

pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal

dan operasi kelenjar parotis.7 Kapasitas kembalinya fungsi dari paralisis nervus karena

manipulasi bedah adalah hal yang sangat penting. Contoh nyata paralisis nervus fasialis

disebabkan oleh pembedahan yang mengakibatkan perpindahan posisi nervus. Sebagai

contoh setelah operasi fossa infratemporal yang memerlukan ekstensi transposisi dari

nervus fasialis ekstratemporal, dalam 4- 6 minggu paralisis fasial sering terlihat. Hal ini

merupakan manifestasi adanya iskemia nervus dan manipulasi nervus secara mekanik.

Penyembuhan yang memerlukan waktu lama dapat disertai dengan asimmetri dan

sinkinesis.5

5. Gangguan Pembuluh Darah

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan parese nervus fasialis diantaranya

thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.

6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak

menyertai penyakit lain.Pada parese Bell terjadi edema nervus fasialis. Karena terjepit

di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang

disebut sebagai Bell’s Palsy.

7. Penyakti-penyakit tertentu

Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,

hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom

Guillian Barre.
2.5 PATOFISIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat

perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral,

sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah

bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di

serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf

yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari

korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat

persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper

motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan

mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya

tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata

(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,

memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih

dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang

involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan

bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space
occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan

pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu.

Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis

pseudobulber.

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi.

a. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan

kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air

mata akan keluar terus menerus.

b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan

lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya

pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan

lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis

fasialis.

c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti (a) dan (b) di tambah dengan hiperakusis.

d. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (a),(b),(c) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam

liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana

timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan

dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster

otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel

(saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan,

pengeluaran air mata dan salivasi.


e. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus.

f. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus

trigeminus, nervus akustikus dan kadang – kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan

nervus hipoglossus.

2.6 DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan

pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat

kelumpuhannya.

a. Pemeriksaan fungsi saraf motorik

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan

ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah

sebagai berikut:

M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.

M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis

M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas

M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat

Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi

M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan sambil

memperlihatkan gigi

M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi

M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiul

M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah


M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )

b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh

(30).

b. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan

mimic/ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan

penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne

mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian

tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan

tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1)

sampai minus dua (2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.

c. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu

cabang nervus fasialis.3 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat

menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian

pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini

dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh

menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisis lidah

lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita
disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk

rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.

Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan

dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.

d. Salivasi

Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual.

Kelenjar parotid merupakan sepasang kelenjar saliva terbesar yang berada di sekitar ramus

mandibula kanan dan kiri. Kelenjar submandibular berada di bawah mandibula dengan ukuran

sedang. Duktusnya dinamakan duktus Wharton yang keluar dari sisi-sisi frenulum lidah.

Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar

submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus

Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut

dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan

dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang

sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf

korda timpani.

e. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada

simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor

setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat

menyebabkan berkurangnya produksi air mata. Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi

lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5

cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang
menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda

kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.

f. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan

cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi

N. stapedius cabang N.VII.

g. Uji audiologik

Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu menjalani pemeriksaan

audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan

reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon

auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi

kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam

telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu

dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis media

akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada

telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang akan

membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah

tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada

tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan

kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.

h. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering kita jumpai.

Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan

otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan
angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi

normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.

b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat

pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan

memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal.

Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.

i. Hemispasme

Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan parese

fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan

bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak

gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat

kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan

hemispasme dinilai dengan angka (-1). Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal

seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan

nilai tersebut dikalikan dua untuk persentasenya.

2.7 DIAGNOSIS BANDING

1) Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt Syndrom)

Ramsay hunt syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam

yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi :

- Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,

saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau

lidah.

- Kelemahan (kelumpuhan) pada sisis yang sama seperti telinga yang terinfeksi

- Kesulitan menutup mata


- Sakit telinga

- Pendengaran berkurang

- Dering di telinga (tinnitus)

- Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)

- Perubahan dalam presepsi rasa

2) Miller Fisher Syndrom

Miller Fisher syndrome adalah varian dari Gullain Barre syndrome yang jarang

dijumpai. Miller fisher syndrome atau acute disseminated

Encephalomyelocardiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa

opthalmoplegi , ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller fisher syndrome

didapatkan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan

kelemahan otot-otot mata. Selain itu kelemahan nervus fascialis menyebabkan

kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus fascialis tipe perifer pada Miller

Fisher syndrome menyerang otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus fascialis tipe

perifer pada Miller fisher syndrome menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa

didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.

3) Bell’s Palsy

Merupakan kelumpuhan fascialis perifer akibat proses non-supuratif, non neoplasmik,

non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus

facsialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang

mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Gambaran klinis dapat

berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang

terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang,

sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak

mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi
menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata

pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar

ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi

bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu

dan angin, sehingga menimbulkan epifora.1,6 Dalam mengembungkan pipi terlihat

bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung.6 Disamping itu makanan cenderung

terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh.1 Selain kelumpuhan seluruh otot

wajah sesisi, tidak didapati

gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s Palsy”6

2.8 KOMPLIKASI

Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom

dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson

baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat

menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik

wajah. 7

Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya didasarkan

oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur

tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada

asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis.7

2.9 TERAPI

Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :3,7,9

1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialis

a. Fisioterapi

1) Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise


Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka

hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang

lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase dilakukan

dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar

listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa

latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat,

mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.6,8

Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.6

2) Electrical Stimulation

Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.5 Tindakan ini bertujuan

untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk

mempertahankan aliran darah serta tonus otot.8

b. Farmakologi

Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain 8:

1) Asam Nikotinik

Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan

yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu

vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.

2) Vasokonstriktor, Antimikroba

Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi

nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan,

pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.

3) Steroid

Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s Palsy.

4) Sodium Kromoglikat
Diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.

5) Antivirus

Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara

simultan.

c. Pengobatan Psikofisikal

Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan dapat membantu

pentembuhan Bell’s Palsy.8

a) Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )

Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain:8

1) Depresi

Pasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka memiliki

penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh darah

otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama

terbukti efektif untuk mengatasi depresi tersebut.

2) Nyeri

Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien dengan Herpes Zooster

Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat

diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari

penggunaan.

3) Perawatan Mata

Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata agar tidak

terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk meengedipkan mata 2

sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat tetes mata.

d. Indikasi Untuk Operasi


Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total, tindakan

operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis transmastoid.3

Pada otitis media akut, operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Hanya perlu

diberikan antibiotic dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan di

kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent, maka perlu dilakukan

miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian antibiotic yang

kebanyakan resolusi parese yang singkat. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan

setelah diukur dengan elektrodiagnostik, baru dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada

otitis media kronik, diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n.

fasialis harus segeradilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.

2.10 REHABILITASI MEDIK

Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s palsy maka akan

dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO adalah

semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta

meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial. Tujuan rehabilitasi

medik adalah :

a. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

b. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

c. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan

apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka

diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis

prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik. Sesuai

dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan
kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk

mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial

serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari.

Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,

psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak

banyak berperan.

a. Program Fisioterapi

1. Pemanasan

a) Pemanasan superfisial dengan infra red.

b) Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy

2. Stimulasi listrik

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk

mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan

memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah

untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan

sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah

Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa

mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut

mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk

perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan

dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan

relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot.


Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter

otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh

darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi

edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan

intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan.

Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua

gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

b. Program Terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan

dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan

secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan

dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup

lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.

c. Program Sosial Medik

Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem

sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat

membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu

dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah

biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga.

Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat

sangat penting untuk kesembuhan penderita.

d. Program Psikologik

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering

menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai
profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog

sangat diperlukan.

e. Program Ortotik – Prostetik

Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak

jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit

yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada

perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah

teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.

2.11 PROGNOSIS

Prognosis pasien tergantung dari tergantung pada kemampuan neuroplastisitas derajat

kedalaman lesi pada saraf tersebut. Neuroplastisitas adalah konsepneurosains yang merujuk

kepada kemampuan otak dan sistem syaraf semua spesies untuk berubah secara struktural dan

fungsional sebagai akibat dari input lingkungan. Plastisitas terjadi dalam berbagai tingkatan,

dari perubahan seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga perubahan bersakal besar yang

terlibat dalam pemetaan ulang kortikalsebagai tanggapan kepada luka. Bentuk plastisitas yang

paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan pemulihan dari luka otak.

Anda mungkin juga menyukai