Anda di halaman 1dari 16

BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

No. ID dan Nama Peserta: dr. Andi Nuzul Jumhari


No. ID dan Nama Wahana: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Topik: Pneumothoraks
Tanggal Kasus : 27-7-2021
Nama Pasien: Tn. Fajar No. RM: 697395
Tanggal Presentasi: 11 November 2021 Pendamping: dr. Wildani Darwis
Tempat Presentasi: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Objek Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Pasien laki-laki usia 19 tahun datang dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kiri (+)
disertai sesak (+) yang dialami sejak 30 menit yang lalu . Awalnya pasien terkena busur pada
dada kiri ketika mengendarai motor lalu pasien mencabut busur tersebut saat dirumah, sesaat
setelah itu pasien merasakan sesak. mual (-), muntah (-), batuk (-), flu (-), demam (-), BAB
dan BAK kesan normal.
Tujuan: Menegakkan diagnosis kasus dan memberikan terapi sesuai kompetensi serta
melakukan rujukan yang tepat.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan e-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien : Nama : Tn. F No.Register : 697395


Nama Klinik : Rs. TK II Pelamonia Makassar
Data utama untuk Bahan diskusi :
Pasien laki-laki usia 19 tahun datang dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kiri
(+) disertai sesak (+) yang dialami sejak 30 menit yang lalu . Awalnya pasien terkena busur
pada dada kiri ketika mengendarai motor lalu pasien mencabut sendiri busur tersebut saat
dirumah, sesaat setelah itu pasien merasakan sesak. mual (-), muntah (-), batuk (-), flu (-),
demam (-), BAB dan BAK kesan normal.
Riwayat pengobatan : -
Riwayat Kesehatan/Penyakit: -
Riwayat Keluarga: -
Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan: -

Daftar Pustaka:
1. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063
2. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothoraks, Tension and Traumatic. Updated: 2010
May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551

1
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :


Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
4. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothoraks (Collapsed
Lung).Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothoraks/article.html

5. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia


Press; 2007. p. 56

Hasil Pembelajaran:
1. Mengetahui pengertian, etiologi, serta manifestasi klinis Pneumothoraks
2. Memberikan penanganan awal pada pasien Pneumothoraks
3. Melakukan konsul ke dokter spesialis bedah untuk penanganan lebih lanjut.

2
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif
Pasien laki-laki usia 19 tahun datang dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kiri (+)
disertai sesak (+) yang dialami sejak 30 menit yang lalu . Awalnya pasien terkena busur pada
dada kiri ketika mengendarai motor lalu pasien mencabut busur tersebut saat dirumah, sesaat
setelah itu pasien merasakan sesak. mual (-), muntah (-), batuk (-), flu (-), demam (-), BAB
dan BAK kesan normal.

Objektif
 Primary Survey :
- Airway : Clear
- Breathing : RR: 28 x/menit
- Circulation :TD 129/100 mmHg, HR 107 x/menit
- Disability : Kesadaran composmentis, pupil isokor, refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+)
- Exposure : T: 36,3 o C

 Secondary Survey
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 ( E4M5V6)
Keadaan gizi : Gizi cukup
Tanda-tanda vital : 1. Tekanan darah : 129/100 mmHg
2. Nadi : 107 x/ menit
3. Suhu : 36,3 o C
4. Pernapasan : 28x / menit
5. SpO2 : 96 % Room air
Status Generalis
 Kepala : normocephali, tidak ditemukan adanya jejas
Mata : tidak ada hematoma, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
isokor, ukuran 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+)
THT : Deformitas (-), septum deviasi (-/-), sekret (-/-), tonsil T1-T1 tenang
Mulut : Oral hygene baik
 Leher

3
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Inspeksi : Tidak tampak adanya jejas, deformitas,dan hematom


Palpasi : KGB dan Tiroid tidak teraba massa, emfisema subkutan(-),nyeri tekan
(-)
 Thorax
Inspeksi : gerak napas thorax sinistra tertinggal saat respirasi, retraksi sela iga
(-/-), iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Vocal fremitus menghilang pada thorax sinistra, iktus kordis teraba
Perkusi : Thorax kanan sonor dan Thorax kiri hipersonor, batas jantung normal
Auskultasi : Paru : suara napas menghilang pada thorax sinistra, rhonki
(-/-),wheezing (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
Inspeksi : tidak tampak adanya jejas
Auskultasi : bising usus (+) peristaltic normal
Palpasi : nyeri tekan (-), defens muscular (-), Hepar : tidak teraba membesar,
lien : tidak teraba membesar, ginjal : balontement (-/-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
 Ekstremitas
Atas : Akral hangat +/+, udem -/-, deformitas -/-, CRT < 2detik
Bawah : Akral hangat +/+, udem -/-, deformitas -/-, CRT < 2 detik

 Pemeriksaan radiologis: Foto thorak

Hasil baca:
- Tampak lusen pada thoraks sinistra.

4
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

- Tamapk deviasi trakead kearah dextra


Kesan : pneumothoraks

Hasil Laboratorium:
 WBC: 6,86 x 103/uL
 RBC: 5,96 x 106/uL
 HGB: 12,9 g/dl
 HCT: 48,6 %
 PLT: 503 x 103/uL
 Neut: 63.0 %
 Lymp: 13,8 %
 Mono: 22.44 %
 LED: 80 MM
 CT: 7’00’’
 BT: 2’30’’
 NAAT Isothermal : Negatif

Diagnosis : Pneumothoraks traumatic

Assessment
A. Defenisi pneumothoraks
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan
terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (1).
B. Epidemilogi
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar
40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (1).

5
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

C. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1), (2) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum
era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke


dalam tiga jenis, yaitu (3) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothoraks)
6
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothoraks),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (3).
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif (3). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound) (1).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothoraks)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar (3). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas (1).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (3) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru
(< 50% volume paru).

7
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).

D. Patofisologis
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang yang
menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang
kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan
ekspirasi . Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan
berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur pada
tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest
atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada
organ viseral pernapasan seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di
abdominal bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapang
atau gunshot. (1)
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan dapat
masuk ke dalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada

8
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

kapiler pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh
darah ke rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-
36cmH2O) yang sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan
masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada
dan merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya
bula pada subpleura yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura(1)
D. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (1), (3), (4) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan
mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada
jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (1):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada
tidaknya jalan napas.
Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita
mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.
E. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (2), (3):
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
9
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

F. Pemeriksaan penunjang
- Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain (5):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut (2):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
10
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju


daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara
yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah


merupakan bagian paru yang kolaps

- Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
- CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

11
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka
udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan
meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan
(1)
foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan
untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (3).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya
>15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan
membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (1) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (1), (3).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol (3).
2) Jarum abbocath

12
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum


dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik
infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (3).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau
pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di
garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter
toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (2), (3).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih
dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum
bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal (1).

13
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat
bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (3)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang
menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat
fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura
dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

H. Pengobatan tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan
obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (3).

14
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (3).


3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan,
untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (2).

I. Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara
tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
napas(3).

Planning
- Diagnosis : Dyspneu ec Open Pneumothoraks traumatic
- Terapi:
 IVFD RL 18 tpm
 Inj. Dexketoprofen 1amp/8jam/iv
 Konsul dokter spesialis Bedah – Rencana pemasangan Chest Tube dan disambungkan
WSD

- Konsultasi : Konsultasi ke dokter spesialis Bedah untuk tindakan selanjutnya

- Edukasi pada Keluarga Pasien :


Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit ini merupan akibat masuknya
udara kedalam rongga paru-paru, sehingga akan dilakukan pemeriksaan dan
memerlukan tindakan segera oleh dokter spesialis bedah.
- Prognosis:
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad bonam

15
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Makassar, 28 Desember 2021

Peserta, Pendamping,

dr. Andi Nuzul Jumhari dr. Wildani Darwis

16

Anda mungkin juga menyukai