Pemeriksaan Fisik:
Vital Sign
BP (Blood Pressure) : 150/100mmHg
HR (Heart Rate) : 102x/menit
RR (Respiration Rate): 28x/menit
T (Temperature) : 36,8°C
Status General
KU : Tampak sesak
Kesadaran : E4V5M6
Warna Kulit : Normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil (+/+) isokor
THT : Telinga Normoauric (+/+), bibir sianosis (-), lidah kotor (+) minimal, tonsil T1/T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher: : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB regional (-), distensi vena jugularis (-)
Thorax : Simetris statis dan dinamis, retraksi (+/+), sonor (+/+)
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vocal fremitus (↑/↑), vesikuler (↓/↓), wheezing -/-, rhonki halus (+/+)
Abd : BU(+)N, distensi (-), nyeri tekan (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba,
Ext : Akral hangat +/+, CRT (Capillary Refill Time) < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
-EKG
SNR (Sinus Normal Rhytm)
-Saturasi O2
98%
-Darah Lengkap
Haemoglobin : 15,5 g/dl
Haematokrit : 47,1 %
Platelet : 327.000/uL
White Blood Cell : 22.500/uL
-R.O. Thoraks AP
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak infiltrate di suprahilar kiri. Kedua lapang paru tampak hiperaerated. Corakan bronkhovaskuler normal.
Sinus Phrenicocostalis kanan kiri tajam
Diafragma kanan kiri normal
Tulang-tulang : Tak tampak kelainan
- Kesan : Pneumoni
Hiperaerated lung
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.
3. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD RSCM.
4. Price, Sylvia A., Wilson, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, Buku II. Edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
5. Wibisono, Jusuf M. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Balai penerbit FK UNAIR, Surabaya.
Hasil Pembelajaran
1. Klasifikasi Pneumonia
2. Diagnosis Pneumonia
3. Tatalaksana Pneumonia
SUBYEKTIF :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak. Sesak awal nya dirasakan sejak 1 minggu lalu disertai batuk berdahak. Pasien
menyangkal adanya nyeri dada. Pasien jg mengeluh merasa demam naik-turun sejak 4 hari terakhir. Harus diwaspadai penyebab sesak non
kardiak pada kasus ini seperti pneumonia, copd, efusi pleura, tb, asma (pulmonal), gagal ginjal (metabolik), dan psikosomatis. Namun, dari
gejala klinis dan adanya riwayat penyakit copd pada pasien dapat meningkatkan kecurigaan kita pada etiologi yang berasal dari kelainan
organ pulmonal.
OBYEKTIF
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis yang mengarah ke etiologi penyakit pada organ pulmonal semakin diperkuat dengan
adanya temuan-temuan objektif berikut:
BP (Blood Pressure) : 150/100mmHg
HR (Heart Rate) : 102x/menit
RR (Respiration Rate): 28x/menit
T (Temperature) : 36,8°C (sudah minum obat Paracetamol 1 tablet sekitar 2 jam sblm masuk RS)
Thorax : Simetris statis dan dinamis, retraksi (+/+), sonor (+/+)
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vocal fremitus (↑/↑), vesikuler (↓/↓), wheezing -/-, rhonki halus (+/+)
Abd : BU(+)N, distensi (-), nyeri tekan (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba
Ext : Akral hangat +/+, CRT (Capillary Refill Time) < 2 detik
EKG : SNR (Sinus Normal Rhytm)
Saturasi O2 : 98%
White Blood Cell : 22.500/uL
R.O. Thoraks AP Kesan : - Pneumoni
- Hiperaerated lung
ASSESSMENT
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan, pasien didiagnosis mengalami gangguan difusi O2 karena Pneumonia.
Kondisi ini secara klinis kita temukan pada pasien ini sebagai sesak, batuk berdahak, dan demam, dari pemeriksaan fisik paru didapatkan
retraksi intercostae, peningkatan vocal fremitus, menurunnya suara nafas vesikuler, dan ronkhi basah halus, dari pemeriksaan penunjang
foto thoraks tampak kesan pneumonia serta dari hasil laboratorium darah menunjukkan leukositosis. Pneumonia menyebabkan
menurunnya fungsi difusi O2 di alveoli paru yang berimplikasi pada respon cepat dari siklus pernafasan untuk mempertahankan perfusi O2
di jaringan.
Jika diklasifikasikan berdasar penyakit bawaan pada kasus ini, pasien menderita pneumonia sekunder dengan penyebab utama riwayat
penyakit Congestive Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang dideritanya, dimana COPD menyebabkan menurunnya fungsi
mekanisme pertahanan paru sehingga mikroorganisme dapat dengan mudah masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Namun
jika diklasifikasikan berdasar tempat asal terjadinya infeksi, Community Acquired Pneumonia (CAP) merupakan penyebab utama penyakit
yang diderita pasien ini. CAP merupakan pneumonia yang didapat dari lingkungan tempat tinggal. Penyebab CAP tersering di Indonesia
adalah bakteri gram negatif, yang justru berkebalikan dengan penyebab tersering CAP di luar negeri.
Tujuan utama penanganan CAP adalah mengembalikan secara optimal fungsi difusi O2 di alveoli serta meningkatkan imunitas di parenkim
paru dan menjaga stabilitas perfusi O2 di jaringan.
PLAN
Diagnosis
Untuk diagnosis banding yang mirip dengan dengan pneumonia yaitu TB paru, hanya saja yang membedakan pada TB paru klinis biasanya
batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,
keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.serta pada foto thoraks tampak cavitas. Mikroorganisme penyebab
CAP pada kasus ini masih belum dapat ditentukan secara spesifik, namun dari pemeriksaan penunjang berupa lab darah menunjukkan
leukositosis yang berarti bakteri merupakan etiologi dari penyakit CAP yang diderita pasien ini. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari
beberapa pusat paru di Indonesia dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda penyebab terbanyak
awitan akut kasus pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae. Namun, untuk lebih yakin dalam mengeksklusi kemungkinan etiologi
tersebut, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan, yaitu:
- Spesimen dahak : Untuk mengidentifikasi jenis mikroorganisme penyebab infeksi
- Kultur darah : Untuk mengidentifikasi jenis mikroorganisme penyebab infeksi dan untuk mengetahui respon sensitivitas
mikroorganisme terhadap antibiotic
Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan CAP terdiri atas pemberian antibiotik dan pengobatan suportif.
Kronologi penanganan pasien sebagai berikut:
- Oksigenasi 4 liter permenit dgn pemakaian nasal canul
- Pemasangan infuse berupa RL 20tpm (makro) untuk menjaga stabilitas hemodinamik serta nutrisi bagi pasien dan sekaligus jalur
pemberian obat parenteral
- Cefotaxim (sefalosporin generasi ketiga) 1gram/12 jam i.v. sebagai antibiotik kausatif yang digunakan secara empiris khususnya
pada infeksi bakteri penyebab pneumoni
- Ranitidin 50mg/12 jam i.v. untuk menjaga kondisi gaster pasien selama masa bedrest maupun selama stress saat menderita CAP ini
- Ambroxol syr 30mg/12 jam p.o sebagai ekspektoran untuk membantu mobilisasi dahak pasien
- Paracetamol tab 500mg/8 jam p.o sebagai antipiretik dan anti inflamasi ringan pada pasien
- Valsartan tab 80mg/24 jam p.o sebagai antihipertensi guna menjaga kestabilan tekanan darah perifer pasien
- Cetirizine tab 10mg/24 jam p.o sebagai antihistamin sistemik guna membantu mengurangi lepasnya mediator kimiawi pada daerah
radang diparenkim paru dengan harapan refleks sedikit berkurang
- Neurodex tab/24 jam p.o sebagai neurotropik bagi pasien yg sudah lanjut usia guna membantu meningkatkan respon imunitas tubuh
- Diit TKTP guna menjaga keseimbagan gizi pasien untuk membantu meningkatkan imunitas
- Rawat inap di ruangan, guna memantau kondisi pasien agar tidak jatuh pada komplikasi
Untuk selanjutnya, pasien ini harus dilihat kemajuan respon terapi kausatif nya untuk mencegah resistensi terhadap antibiotik yang
digunakan.
Pendidikan
Keluarga pasien perlu diinformasikan mengenai kondisi pasien saat ini, rencana penatalaksanaan dan perawatan pasien selanjutnya, serta
faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi maupun risiko yang dapat terjadi terkait dengan kondisi pasien.
Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis penyakit paru untuk penanganan dan evaluasi pasien ini selanjutnya cukup diperlukan khususnya pada kondisi-
kondisi berikut: (1) Pasien memiliki penyakit paru primer lainnya yang mendasari penyakit sekarang; (2) Pasien tetap memiliki gejala
walaupun telah diterapi secara farmakologis atau tidak dapat mentoleransi terapi farmakologis; (3) Pasien memenuhi indikasi tindakan
thorakosintesis maupun operatif seperti lobektomi jika telah jatuh pada kondisi komplikasi yang berat.
Rujukan
Pasien sementara dapat dirawat diruang rawat inap RS Kertha Usada - Singaraja. Rujukan diperlukan hanya apabila kondisi pasien
memerlukan penanganan khusus, seperti tindakan operatif thorakotomi.
Kontrol
Kontrol dan monitoring pasien dilakukan di ruang rawat inap, meliputi tanda-tanda vital, pemberian obat-obatan dan respons terhadap obat
tersebut, asupan nutrisi serta balance cairan.