Anda di halaman 1dari 19

Nama Peserta : dr. M.

Nizarwan Islamy
Nama Wahana: RSUD Patut Patuh Patju, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Topik : Pneumotoraks
Tanggal (kasus): 02 Mei 2017
Nama Pasien : Tn. W.D No. RM : 633722
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
dr. Kadek Sulyastuty
Tempat Presentasi : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok barat
Objektif Presentasi: Diagnosis dan Tatalaksana Pneumotoraks

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Tn. W.D No. RM : 633722

Nama Wahana : RSUD Patut Patuh


Patju, Lombok barat, Nusa Tenggara Telp pasien : - Pasien terdaftar sejak :
Barat 02 Mei 2017
Deskripsi:

Pasien Laki-laki, 30 tahun datang ke RSUD Patut Patuh Patju dengan keluhan nyeri dada sebelah
kiri disertai dengan nafas terasa berat (sesak), akibat terjatuh dari pohon setinggi ± 5 meter. Nyeri
dada dirasakan terutama saat bernafas. Pasien mengatakan jatuh dengan posisi tangan kiri
terlebih dahulu menyentuh tanah. Saat kejadian pasien mengeluh tangan dan punggung terasa
nyeri. Keluhan sesak dirasakan pertama kali oleh pasien. Riwayat pingsan saat terjatuh (-), pusing
(-), mual (-), muntah (-).
Tujuan: Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran klinis : Pneumotoraks

2. Riwayat Pengobatan : -

3. Riwayat kesehatan/Penyakit : -

4. Riwayat keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama

5. Riwayat pekerjaan : Swasta

6. Lain-lain : Tidak ada

Daftar Pustaka :

1. Burgener FA, Kormano M. Hyperlucent lung. In: Burgener FA, Kormano M. Differential
Diagnosis in Conventional Radiology. 2nd. New York: Thieme Medical Publishers, Inc;
1991. p. 488.
2. Gaveli G, Napoli G, Bertaccini P, Battista G, Fattori R. Imaging of Thoracic Injuries. In:
Marincek B, Dondelinger RF. Emergency Radiology Imaging and Intervention. 1 st ed.
New York: Springer; 2007. p. 162-3.
3. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal
of Thoracicand Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
4. G u y t o n & H a l l . 2 0 0 7 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . E d i s i
1 1 . E G C : Jakarta.
5. Ralph JK. The pre-operative assessment. In: Hopkins R, Peden C, Gandhi S. Radiology
for anaesteshia & intensive care. 1st ed. San Fransisco: Greenwich Medica Media; 2003.
p. 12.
6. S . W a n e k , J . C . M a y b e r r y . B l u n t t h o r a c i c t r a u m a : f l a i l c h e s t , p u l
m o n a r y contusion, and blast injury Crit Care Clin 20 (2004). Pg. 71–81
7. Sjamsuhidajat, Jong W D. (2005). Buku Ajar ilmu bedah, Edisi
2, penerbitbuku kedokteran EGC. Jakarta.
Hasil Pembelajaran:

1. Pendekatan tatalaksana pasien dengan Pneumotoraks

2. Pendekatan manajemen penanganan pasien dengan Pneumotoraks

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. SUBJEKTIF
Pasien Laki-laki, 30 tahun datang ke RSUD Patut Patuh Patju dengan keluhan nyeri dada
sebelah kiri disertai dengan nafas terasa berat (sesak), akibat terjatuh dari pohon setinggi
± 5 meter. Nyeri dada dirasakan terutama saat bernafas. Pasien mengatakan jatuh dengan
posisi tangan kiri terlebih dahulu menyentuh tanah. Saat kejadian pasien mengeluh tangan
dan punggung terasa nyeri. Keluhan sesak dirasakan pertama kali oleh pasien. Riwayat
pingsan saat terjatuh (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). RPT : (-), RPO : (-)
2. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik :
KU : Compos Mentis
TTV :
 TD : 70/40 mmHg,
 Nadi : 121 x/menit
 RR : 28 x/menit
 SPO2 : 78 % tanpa O2, 98 % dengan O2
 Temp : 36,70C.
Status Generalisata
 Kepala/ Leher: normosefal/ normal, mulut kering (+)
 Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
 THT : otorea (-/-), rinorea (-/-)
 Thoraks :
 Inspeksi : asimetris (+), retraksi (-), deformitas (-), memar (-)
 Palpasi : normal, nyeri tekan (+), krepitasi (-)
 Perkusi : sonor +/ (-) kesan : redup, batas jantung normal
 Paru : vesikuler +/ , ronkhi -/- wheezing -/-
 Jantung : S1S2 reguler dan tunggal, irama teratur, bising (-)
 Abdomen
 Inspeksi : distensi (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani (+)
 Palpasi : supel, nyeri tekan(-), hepar lien tidak teraba
 Ekstremitas : akral hangat +/+, oedema -/-, CRT< 2”
 Status Lokalis : Regio anterior thoraks sinistra
 Look : Pergerakan dinding dada tertinggal (asimetris) (+), jejas (-),
deformitas (-), memar (-)
 Feel : Nyeri tekan (+) pada hemithoraks anterior sinistra, krepitasi (-)

Pemeriksaa Penunjang : (Radiologi Thoraks AP)

Kesan : Ventil pneumotoraks kiri, disertai pendesakan jantung ke kanan


Pemeriksaan Darah Lengkap :
 Hb 12,9 g/dL
 Leukosit 13,88 /mm3
 Pemeriksaan GDS : 204 mg/dL

Terapi di IGD :
- O2 10 lpm Sungkup/Masker
- IVFD Loading Flash I - III
- Inj. Ranitidine 1 x 30 mg
- Inj. Ketorolac 1 x 50 mg
- Inj. Ondansentron 1 x 4 mg (k/p)
- Pasang urine kateter
- Obeservasi keluhan dan TTV
3. ASSESMENT
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan didapatkan kasus pneumotoraks, ventil sinistra
PEMBAHASAN
Pneumotoraks
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak terisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Saat pneumotoraks terjadi, tekanan
negatif yang normalnya terdapat dirongga pleura menjadi lebih positif dari tekanan
intra alveolar dan paru menjadi kolaps. Pelura parietal tetap berhubungan dengan
permukaan dalam dari dinding dada, namun pleura viseral mengalami retraksi ke
arah hilum seiring dengan kolapsnya paru.

Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi


pneumothoraks berdasarkan mekanisme kejadian adalah sebagai berikut :
1. Pneumothoraks Spontan
Adalah pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab
trauma atau iatrogenik, ada 2 jenis yaitu :
a. Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)
Suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit
paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat,
dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat
tetapi justru pada saat istirahat dan sampai sekarang belum
diketahui penyebabnya.
Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah
ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat
di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai
kelainan klinis dan radiologis. Riwayat keluarga dengan kejadian
serupa dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya
pneumotoraks ini.
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme
PSP adalah terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat
porositasnya. Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran
udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-
paru. Hubungan tinggi badan dengan peningkatan resiko terjadinya
PSP adalah karena gradien tekanan pleura meningkat dari dasar ke
apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru orang
bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat
mendahului proses pembentukan kista subpleura.
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh
penderitanya karena tidak adanya penyakit paru-paru yang
mendasari.5 Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan berkurang
atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam.

b. Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)


Penumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang
mendasari. PSS paling sering disebabkan ruptur kista subpleura
apeks, bleb, atau bulla, dan paling sering terjadi pada pria usia 30-
40. Hal ini mungkin merupakan komplikasi dari tuberkulosis,
asma, granuloma eosinofilik, fibrosis interstisial pulmonar, atau
pneumonia stafilokokus. Kronik pneumotoraks mengindikasikan
adanya fistula bronkopleural.

2. Pneumothoraks Traumatik
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik
Suatu pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan
medis. Pneumothoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu : a)
Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Aksidental yaitu penumothoraks
yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan
medis tersebut, b) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial yaitu
pneumothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke
dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.

2. Pneumothoraks Traumatik bukan Iatrogenik


Penumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya
jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup.
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam
yang merusak pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka
menyebabkan udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding
toraks atau menuju pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial.
Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer
menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80%
lesi di dada akibat benda tajam.
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis
terobek oleh fraktur atau dislokasi costae. Kompresi dada tiba-tiba
menyebabkan peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian
terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel
dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum.
Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau
mediastinum dan udara masuk ke rongga pleura.
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik juga dapat terjadi akibat
barotrauma. Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik
dengan tekanannya, sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050
m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat
daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan
tersebut, udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan
menyebabkan pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat
terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke
paru-paru harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan
barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat
sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat menyebabkan
pneumotoraks.

Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistula


1. Pneumothoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia
luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis
dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk kavum pleura
karena tekanan kavum pleura negative.
2. Pneumothoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

Gambar Pneumothoraks Terbuka

Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat


hubungan antara rongga pleura dengan bronkus karena terdapat luka
terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada
saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat
ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
3. Pneumothoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Gambar Pneumothoraks Ventil

Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan


intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena
ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil atau satu arah. Pada waktu
inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu
ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Tension
pneumotoraks merupakan salah satu komplikasi yang mengancam jiwa
dari trauma dada, dan merupakan kegawatdaruratan. Tension
pneumotoraks dapat didiagnosis secara klinis, namun penatalaksanaannya
membutuhkan evaluasi radiografi.
Diagnosis

Anamnesis

a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat
bernafas dalam atau batuk.
b) Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian
paru yang kolaps sudah mengembang kembali
c) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
d) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis).
Gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi. Derajat
gangguannya bisa mulai dari asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan
sampai berat.

Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : dapat terjadi pergeseran trakea, pencembungan dan pada waktu
pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit.
b) Palpasi : Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah sampai
menghilang.
c) Perkusi : Suara ketok hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke
thoraks yang sehat.
d) Auskultasi : suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik
apabila ada fistel yang cukup besar.

Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologis :
 Garis pleura viseralis tampak putih lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara
kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan udara
dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut (gambar 4).
 Pleura viseral berbentuk konveks terhadap dinding dada (gambar 5).
 Perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil ke arah
yang sehat
 Adanya tanda “deep sulcus sign” di sudut kostofrenikus pada posisi
supinasi
 Adanya gambaran hipodens antara paru dengan dinding dada pada
pemeriksaan CT scan (gambar 6)
Pada saat pasien posisi supinasi, udara terkumpul di daerah anterior. Saat
pasien dalam posisi tegak, udara terkumpul di apeks10.
b) Blood Gas Arteri: untuk melihat kadar oksigen dalam darah.

Gambar 4
Pleural visceral line

Gambar 5
Kontur konveks pleura
viseral terhadap dinding
dada
Gambar 6
Gambaran pneumotoraks pada
CT scan

Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari


rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah adalah sama seperti penanganan trauma, yaitu
dengan melakukan tindakan ABCDE, yang kemudian diikuti tindakan sebagai berikut :

1. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara
:
 Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian
infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
 Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.
Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di ICS 2 mid-klavikularis
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol.
 Pipa water sealed drainage (WSD)
WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan
cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan
negatif yg normal dalam cavum pleura, sehingga akan dapat mengembalikan
dan atau mempertahankan pengembangan paru.

Gambar 7
Water Sealed Drainage

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan


perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit (Kelly forceps).
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid
klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga


pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih
tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada
dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung
pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut .

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif.


Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm
H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa
dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal .

Gambar 8 Pencabutan WSD

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil
2. Torakoskopi
Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila :
 Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
 Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi
 Terjadinya fistula bronkopleura
 Timbulnya kembali pneumothoraks setelah tindakan pleurodesis

3. Torakotomi
Tindakan torakotomi dilakukan bila :
 Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /
fistel Bronkhopleura).
 Pneumotoraks berulang.
 Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
 Pneumotoraks bilateral.

Komplikasi

1. Pneumomediastinum
Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke
apeks.
2. Emfisema subkutan
Biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya
terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi,
yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus
udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan belakang.
3. Piopneumothorax
Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan pada
satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik
Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap
membuka.

5. Hidro-pneumothorax
Ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa,
serosanguinea atau kemerahan (berdarah).
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal ..................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :


Nama Peserta : dr. M. Nizarwan Islamy
Dengan judul/topik : Pneumotoraks
Nama Pendamping : dr. Kadek Sulyastuty
Nama Wahana : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.

Pendamping

(dr. Kadek Sulyastuty)

Anda mungkin juga menyukai