Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

Pneumothorax

Oleh:

Gebi Nanda Untari 1940312031

Muhammad Gagaz AP 1940312033

Abdul Khairi Munzi Y 1940312062

Fadhil Alwan 1940312091

PRESEPTOR

dr. Oea Khairsyad, Sp.P(K) FISR, FAPSR

dr. Fenty Aggrainy, Sp.P FAPSR

BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peumothoraks merupakan salah satu penyakit paru yang mampu menyebab
kan gagal napas.1 Pneumothoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam
rongga pleura dari dada antara paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi
secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis (primer), serta mereka
dengan penyakit paru-paru (sekunder) dan banyak kejadian pneumothoraks terjadi
setelah terjadi trauma fisik dada ataupun sebagai komplikasi dari perawatan
medis. 2
Kasus pneumothorax lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
18-28 per 100.000 pada laki laki dan 1,2-6 pada wanita.2 Penelitian oleh Khan
(2009) di Pakistan menyebutkan angka kejadian pneumothoraks pada laki-laki
adalah 64,10% dan pada perempuan adalah 35,90% dengan rerata usia pada 49
tahun.3 Pneumothoraks spontan sekunder merupakan jenis yang paling sering
terjadi. Jenis ini terjadi sebagai bentuk komplikasi dari penyakit seperti
pneumonia, abses paru, PPOK, asma, TB paru, keganasan pada paru dan penyakit
interstisal paru yang menyebabkan pecahnya dinding alveolus. Dinegara
berkembang TB Paru merupakan penyebab utama terjadinya pneumothoraks
spontan sekunder.4
Penelitian tahun 2000-2004 yang dilakukan di RSU Dr. Soetomo
mendapatkan 77% penyebab yerjadinya pneumotoraks disebabkan tuberkulosis
paru.5 Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr M Djamil pada tahun 2011-2013
oleh fath dkk. Melaporkan bahwa penyebab pneumothoraks terbanyak
diakibatkan tuberkulosis paru sebnyak 51,9%.6
Kematian akibat pnemothoraks sangat jarang terjadi terkecuali untuk
kejadian tension pneumothoraks. Laporan dari ingriss mengungkapkan untuk
kematian yang terjadi pertahunnya sebanyak 1,26 juta pertahun untuk pria dan
0,62 untuk wanita disertai dengan penyebab kematian lebih tinggi akibat
penumothoraks sekunder.2

2
1.2 Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang pneumothoraks..
1.3 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang pneumothoraks.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu
pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. I
Umur/tgl lahir : 39 tahun/ 21-08-1980
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pedagang ikan
Nomor RM : 01.06.94.95
Alamat : Hidayat JR. Brastagi Lembah Melintang Pasaman
Barat
Status perkawinan : Kawin
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku Bangsa : Minangkabau
Tanggal masuk : 2 Desember 2019
2.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berumur 39 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 2 Desember 2019 dengan:

Keluhan utama :
Keluar nanah dari selang dada sejak 11 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Keluar nanah dari selang dada sejak 11 hari yang lalu
 Sesak Nafas sejak 2 minggu yang lalu, sesak nafas tidak menciut,
meningkat dengan aktivitas dan batuk
 Pasien telah dirawat di RSUD Pasaman selama 11 hari karena sesaknya,
dilakukan ronsen thorax, pemeriksaan lab, dan dilakukan pemasangan
selang dinding dada kemudian keluar nanah dan udara. Sampai saat ini
nanah masih ada kemudian pasien dirujuk ke Mdjamil untuk penanganan
lebih lanjut.
 Saat ini sesak nafas sudah berkurang

4
 Batuk sejak 2 bulan yang lalu dahak putih encer hilang timbul. Pasien
diperiksa dahak hasil negatif , kemudian pasien diberikan OAT
berdasarkan klinis dan ronsen thorax sejak 28 November 2019 .
 Batuk darah tidak ada, nyeri dada ada ditempat pemasangan selang dari
dada kiri
 Keringat malam ada sejak 2 bulan yang lalu
 Mual tidak ada , muntah tidak ada
 Nyeri ulu hati tidak ada
 Penurunan nafsu makan ada
 Penurunan berat badan ada, tapi tidak tau berapa junlah
 BAB dan BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat TB paru tidak ada.
 Riwayat Hipertensi tidak ada.
 Riwayat Diabetes Mellitus ada sejak 5 bulan yang lalu berobat tidak
teratur.
 Riwayat Keganasan tidak ada
Riwayat Pengobatan Sebelumnya : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat TB Paru tidak ada dalam keluarga.
 Riwayat Hipertensi tidak ada dalam keluarga.
 Riwayat Diabetes Mellitus ada dalam keluarga ibu pasien.
 Riwayat Keganasan tidak ada dalam keluarga.
Riwayat pekerjaan, sosial-ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
 Pasien seorang pedagang ikan
 Pasien seorang perokok merokok sejak umur 15 tahun 2 bungkus sehari,
telah merokok sejak 24 tahun dan baru berhenti satu bulan ini.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum
 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : CMC

5
 Tekanan darah : 110/80mmhg
 Nadi : 112 x/menit
 Suhu : 36.8ºC
 Pernapasan : 22 x/menit
 Tinggi badan : 165 cm
 Berat badan : 48 kg
 IMT : 17,6 kg/m2
Status Generalis
 Kepala :Normocephal, wajah simetris tidak udem, bibir tidak
sianosis
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
 Leher : - Simetris, trakea di tengah, tidak ada deviasi
- Pembesaran KGB tidak ada
- JVP: 5+0 cmH2O

 Thorax
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat di RIC V
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru depan (dada)
Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, venektasi (-), ginekomastia (-)
petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), sikatrik (-),
hiperpigmentasi (-)
 Statis : Simetris, dada kiri dengan dada kanan
 Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri sama dengan
dada kanan
Palpasi : Fremitus dada kiri sama dengan dada kanan
Perkusi : Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi : Kanan : suara napas bronkovesikular, rh (-), wh (-)

6
Kiri : suara napas bronkovesikuler , rh(-),wh (-)
Paru belakang (punggung)

Inspeksi : Statis : Simetris, dada kiri dengan dada kanan


Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri sama dengan dada
kanan
Palpasi : Fremitus dada kiri sama dengan dada kanan
Perkusi : Kanan : sonor
Kiri : Sonor
Auskultasi : Kanan : suara napas bronkovesikular, rh (-), wh (-)
Kiri : suara napas bronkovesikular, rh (-), wh (-)
WSD : Undulasi (+), buble (-), cairan (+)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), sikatrik (-), caput medusa (-), petekie (-),
purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-),
hiperpigmentasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Atas : edema -/-, clubbing finger -/-, sianosis -/-
Bawah : edema -/-, clubbing finger -/-, sianosis -/-
2.4 Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12,9 g/dl
Leukosit : 10.910 /mm3
Trombosit : 790.000 /mm3
Ht : 40 %
PT / APTT : 27,1 / 11,6
GDS : 345 mg/dl
Total protein : 4,7 g/dl
Albumin : 2,5 g/dl
Globulin : 2,2 g/dl
Bil.Total/direct/indrect: 0,17/0,13/0,04 mg/dl

7
SGOT/SGPT : 16 u/l / 12 u/l
Natrium : 135 mmol/L
Kalium : 4,6 mmol/L
Klorida : 104 mmol/L
Kesan : Leukositosis, Trombositosis, albumin menurun, gula darah sewaktu
meningkat, PT meningkat APTT menurun, natrium menurun
2.5 Pemeriksaan Rontgen Toraks

Rontgen thorak pasien laki-laki usia 39 tahun di RSUD Paru Sumatera Barat
tanggal 19 bulan november 219. Foto sentris, Simetris, densitas sedang. Trakea
ditengah. Jantung tidak membesar. Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Tampak perselubungan dan air fluid level dibasal hemithoraks sinistra disertai
dengan hiperlussen avaskular di hemithorax sinistra dan infiltrat pada paru kanan.
Diafragma kanan licin diafragma kiri terselebung. Sudut costofrenikus kanan
lancip dan sudut costofrenikus kiri terselubung
Kesan: Hidropnemothoraks sinistra+ TB paru

8
Rontgen thorak pasien laki-laki usia 39 tahun di RSUD Mdjamil pada tanggal 2
Desember 2019. Foto sentris, asimetris, densitas sedang. Trakea ditengah. Jantung
tidak membesar. Aorta dan mediastinum superior tidak melebar. Tampak infiltrat
di kedua lapang paru dan perselubungan homogen dibasal hemithoraks kiri
setinggi RIC 9. Diafragma kanan licin dan diafragma kiri terselubung. Sudut
costofrenikus kanan lancip dan sudut costofrenikus kiri terselubung.
Kesan : Hidropnemothoraks Sinistra + TB paru

2.6 Diagnosis Kerja


Pneumothorax spontan sekunder sinistra ec susp TB paru terdiagnosis
klinis dalam pengobatan OAT Kategori I terpasang WSD + DM tipe II

2.7 Rencana Pengobatan


- IVFD Nacl 0.9% / 12 jam
- Inj Ampicilin Sulbactam 3 x 3 gr iv
- Inj Levofloxacin 1X 750 mg iv
- Inj metronidazol 3x500 mg iv
- Nasetilsistein 2x200

9
- Isoniazid 1x300
- Rifampisin 1x100
- Etambutol 1x750
- Pirazinamid 1x1250
- Novarapid
2.8 Follow Up
Hari / Tanggal SOAP
2/11/2018 S/ Sesak napas berkurang
Batuk berdahak putih encer
Demam tidak ada
O/ Ku Kes Td Nd Nf T
Sedang CMC 110/80 110x 20x 36,8
Paru: Auskultasi :SN bronkovesikuler, rh (-), wh (-)
WSD: undulasi(+), buble(-). Cairan (+) Pus
Kesan: WSD lancar
A/ Pneumotoraks spontan sekunder sinistra ec Susp TB Paru
terdiagnosis klinis dalam pengobatan OAT Kategori I
terpasang WSD + DM Tipe II tidak terkontrol
P/
- Cek GDP, GD2PP
- Cek TCM sputum
- Cek BTA
- Cek kultur pus cairan pleura
- Spooling 2 kali sehari
- BTA cairan pleura
3/12/2019 S/ Sesak napas berkurang
Batuk ada berdahak putih encer
Demam tidak ada
O/ Ku Kes Td Nd Nf T
Sedang CMC 110/80 108x 20x 36,8
Paru: Auskultasi :SN bronkovesikuler, rh(-), wh(-)
WSD: undulasi(+), buble(-). Cairan (+)
Kesan WSD lancar
A/ Pneumotoraks spontan sekunder sinistra ec Susp TB Paru

10
terdiagnosis klinis terpasang WSD + DM Tipe II tidak
terkontrol+Hipoalbuminemia
P/
- Cek GDP, GD2PP
- Cek TCM
- Cek BTA sputum
- Cek kultur cairan pleura
- Spooling 2 kali sehari
- Cek BTA Cairan Pleura
4/11/2019 S/ Sesak hilang
Batuk tetap
Demam tidak ada
O/ Ku Kes Td Nd Nf T
Sedang CMC 100/70 97x 19x 36,1
Paru: Auskultasi :SN bronkovesikuler, rh(-), wh(-)

WSD: undulasi(+), buble(-). Cairan (+) 500 cc


Kesan WSD : Lancar
A/ -Pneumotoraks spontan sekunder sinistra ec Susp TB Paru
terdiagnosis klinis dalam pengobatan kategori I terpasang
WSD + DM Tipe II tidak terkontrol+ Hipoalbuminemia
P/
- Hasil TCM Sputum
- Hasil BTA I II
- Hasil kultur caira pleura
- Hasil BTA cairan pleura

11
BAB 3
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 39 tahun dirujuk ke bagian Paru dengan
keluhan keluhan keluarnya nanah di selang dada sejak 11 hari yang lalu.
Dipasangkan selang pada pasien karena pasien mengalami sesak sejak 2 minggu
yang lalu selang dipasang ketika pasien di rawat di RSUD Pasaman karena pasien
mengalami sesak. Sesak yang dialami pasien tidak menciut, dan meningkat
dengan aktivitas serta batuk. Setelah dilakukannya pemasangan selang pada
dinding dada keluar nanah dan udara namun nanah sampai saat ini masih terus di
produksi. Kemudian pasien dirujuk ke Mdjamil untuk mendapatkan tatalaksana
lebih lanjut.
Pasien mengalami batuk, batuk timbul sejak 2 bulan yang lalu, dahak putih
encer hilang timbul, pasien diperiksa dahak hasil negatif , namun pasien diberikan
OAT kategori I berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan Ronsen thoraks sejak
tanggal 28 November 2019. Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus
Tipe II yang tidak terkontrol
Nanah yang keluar bersama selang WDS dan mengalami produksi
tersebut, mmungkintimbul karena adanya proses inflamasi di dalam jaringan paru
akibat Microbacterium Tuberculosis, ketiksa bakteri asing masuk dalam tubuh
akan diserang oleh netrofil dan makrofag, kemudian partikel bakteri yang mati
tersebut ada yang akan keluar bersama gerakan silia saluran nafas sekitarnya atau
menetap dijaringan paru dan menimbulkan reaksi radang kembali sampai ke
bagian alveoli reaksi radang tersebut mampu menyebar sampai ke rongga pleura.
Bakteri yang bersarang di jaringan paru disebut dengan sarang pneumoni lama-
lama akan membesar membentuk caseous necrosis sehingga terbentuknya fistula
bronkus-pleura Cairan Nanah yang dihasilkan dalam paru merupakan hasil dari
proses penghancuran jaringan sekitar akibat proses infilamasi yang membentuk
caseous necrosis.2,7,8 Selain itu produksi nanah yang ada juga bisa terjadi karena
komplikasi dari pemasangan WSD yaitu terjadinya infeksi.2 Pasien dikenal
dengan riwayat diabetes mellitus tang tidak terkontrol dengan hasil pemeriksaan
gula darah sewaktu 345 mg/dl. Padao kondisi dengan kadar gula yang tinggi
menyebabkan respon sistem imun akan lambat melawan kuman yang ada didalam

12
tubuh , gula darah yang tinggi juga mampu meningkatkan kemampuan kuman
untuk menyebar lebih cepat dan menghasilkan produk hasil proses inflamasi
berupa nanah yang tak kunjung mengalami penyembuhan.2

Dari keluhan sesak napas tidak menciut, dipastikan bahwa tidak ada
penyempitan saluran nafas. Dapat dimungkinkan pasien mengalami gangguan
pada pengembangan paru akibat bakteri yang telah meluas sampai ke alveolus
sehinnga tidak terjadinya pengembangan paru (kolaps) menyebabkan tidak
terjadinya ventilasi yang adekuat pada paru tersebut, dan penderita akan
mengeluhkan sesak napas. Terjadinya kolaps pada paru dapat disebabkan oleh dua
hal, yaitu adanya akumulasi cairan atau akumulasi udara di dalam rongga pleura.
Akumulasi jumlah cairan di dalam rongga pleura dapat terjadi jika terdapat
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler darah seperti pada gagal jantung, atau jika
terjadi penurunan tekanan osmotik cairan darah seperti pada pasien dengan
hipoalbuminemia. Sedangkan akumulasi udara di dalam rongga pleura
menyebabkan tekanan di dalam rongga pleura tidak lagi negatif (dalam keadaan

normal, tekanannya adalah -5 cmH2O). Paru menjadi kempis, sehingga penderita

akan mengeluhkan sesak napas karena tidak terjadi ventilasi pada paru yang
kolaps.4
Pada pemeriksaan fisik paru pasien ini didapatkan paru simetris kanan dan
kiri (statis), pergerakan dada kanan dan kiri sama (dinamis). Hal ini menandakan
bahwa udara dan cairan dalam paru sudah mulai keluar dan berkurang. Hasil
pemeriksaan taktil fremitus paru kiri sama dengan kana. Perkusi paru kiri sonor,
kanan sonor seluruh lapangan paru. Hal ini mendakan tidak ada udara dalam
paru.10 Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi
rontgen thorax, dan laboratorium. Pada pemeriksaan rontgen thoraks pertama pada
di RSUD Pasaman didapatkan tampak perselubungan dan air fluid level dibasal
hemithoraks sinistra disertai dengan hiperlussen avaskular di hemithorks sinistra
dan infiltrat pada paru kanan. Diafragma kanan licin diafragma kiri terselebung.
Sudut costofrenikus kanan lancip dan sudut costofrenikus kiri terselubung.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks kedua pada di RSUD Pasaman
didapatkan Tampak infiltrat di kedua lapang paru dan perselubungan homogen di

13
basal hemithoraks sinistra setinggi RIC 9. Diafragma kanan licin dan diafragma
kiri terselubung. Sudut costofrenikus kanan lancip dan sudut costofrenikus kiri
terselubung.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan Leukositosis,
Trombositosis, albumin menurun, gula darah sewaktu meningkat, PT meningkat
APTT menurun, natrium menurun. Pasien ini kemungkinan mengalami
Pneumothoraks spontan sekunder sinistra ec susp TB. Hal tersebut berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik pasien dan pemeriksaan penunjang.
Pneumothoraks merupakan kelainan dimana terdapatnya udara pada
rongga pleura yang ditandai dengan nyeri dada tiba-tiba yang disertai dengan
sesak napas.7 Pneumothoraks dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam
pada dada, prosedur medis, atau kerusakan akibat penyakit paru yang sudah ada
sebelumnya. Pneumothoraks spontan adalah pneumothoraks yang terjadi bukan
karena trauma dan selanjutnya diklasifikasikan menjadi pneumothoraks spontan
primer dan pneumothoraks spontan sekunder. Pneumothoraks spontan primer
terjadi pada pasien yang tidak memiliki kelainan pulmonal sebelumnya,
sedangkan pneumothoraks spontan sekunder terjadi akibat adanya kelainan
pulmonal yang mendasari, seperti PPOK, cystic fibrosis, tuberkulosis, kanker
paru, pneumpnitis interstitial, dan HIV-associated pneumonia.8
Penatalaksanaan pneumotoraks pada prinsipnya adalah evakuasi udara dari
rongga pleura. Pemasangan drainase pada pneumotoraks bergantung kepada
gejala dan luasnya pneumotoraks yang terjadi. Pneumotoraks dengan luas kurang
dari 20% dan asimptomatik biasanya tidak dilakukan pemasangan water seal
drainage (WSD), sedangkan pada pneumotoraks yang luas (>20%) atau
menimbulkan gejala harus dilakukan pemasangan WSD.2
Adapun beberapa cara yang bisa digunakan untuk menentukan luasnya
kolaps paru, antara lain:2

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemithorkas


dimana masing-masing volume paru dan hemithorkas diujur sebagai volume
kubus.

14
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal
ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga dan dikalikan sepuluh.

3. Rasio antara selisih luas hemithoraks dan luas paru yang kolpas dengan
luas hemithoraks.

Terapi oksigen merupakan hal pertama dan utama yang bertujuan untuk
memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat mengancam jiwa.
Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2> 90%. Pada
pasien ini diberikan O2 3 liter/menit. Pada pasien diberikan N asetilsistein 2x200
mg untuk mengecerkan dahak yang menghalangi saluran pernapasan. Pada pasien
dilakukan pemasangan WSD dan diberikan injeksi ampicilin sulbactam untuk
mencegah dan mengobati infeksi bakteri, dapat diberikan novarapid untuk
menurukan kadar guloksa dalam darah . Pada pasien juga diberikan IVFD NaCl
0,9% 12 jam/kolf sebagai cairan maintence untuk pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.

2. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jilid II Edisi ke enam.2014. Jakarta : Interna
Publishing

3. Khan N, Jadoon H, Zaman M, Subhani A, Khan AR, Ihsanullah M. Frequency


and management outcome of pneumothorax patients. J Ayub Med Coll
Abbottabad 2009; 21(1):122-4.

4. Yusup Subagio Sutanto, Eddy Surjanto, Suradi. A Farih Raharjo. Tuberkulosis


paru sebagai penyebab tertinggi kasus pneumothoraks di bangsal paru RSUD Dr
Moewardi (RSDM) Surakarta tahun 2009.

5. Lihawa N, Pradjoko I. Seorang Penderita Pneumothoraks Spontan Sekunder


Kiri dengan Single Fistel Bronkopleura. Majalah Kedokteran Respirasi.
2010;1(3):24

6. Fath MA. Profil Pasien Pneumothoraks yang Dirawat di Bangsal Paru RSUP
Dr. M. Djamil Tahun 2011-2013. Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas,
Padang. 2016.

7. Choi WI. Pneumothorax.Tuberc Respir Dis (Seoul). 2014;76 (3): 99-104.

8. Onuki T, Ueda S, Yamako M, et al Primary and secondary Spontaneous


Pneumothraks: Prevalence, clinical Features, and in-Hospital Mortality. Canadian
Respiratory Journal 2017; 2017: 1-8.

16

Anda mungkin juga menyukai