Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

Efusi Pleura

Oleh :

Preseptor:
dr. Sabrina Ermayanti , Sp.P (K)

Dr. Dessy mizarti, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN.......................................................................................... i
DAFTARISI .........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1
2.TUJUAN PENELITIAN .................................................................................................. 2
3.BATASAN MASALAH .................................................................................................... 2
4.METODE PENELITIAN ................................................................................................ 2
BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................................. 3
BAB 3 DISKUSI .................................................................................................................. 12
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 18


ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga
pleura.Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang
berfungsimempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan
melebihivolum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura
parietalyang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darahmikropleura viseral.1

Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk tersebut dapat
menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara terganggu. Banyak penyakit
yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun2010-2011,
efusi pleura kebanyakan disebabkan oleh keganasan (42,8%) dan tuberkulosis(42%).2 Penyakit
lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia, empiema toraks,
gagal jantung kongestif, sirosis hepatis.1

Umumnya pasien datang dengan ge!ala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan demam.'ada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup pada perkusi, penurunan
fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru bila cairanefusi sudah
melebihi 300 ml. Foto toraks dapat digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinyaefusi pleura.2

Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya yangsegera
pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura dalam makalah ini. agar kami dapat
mempelajari bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan kasus yang umumnya merupakan
keadaan akut dari penyakit paru seperti tuberkulosis.

2. Tujuan Penulisan

1
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
Efusi pleura
3. Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang tuberkulosis dengan Efusi pleura
4. Metode Penulisan
Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode diskusi yang merajuk dari
berbagai literatur.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
1. Nama : Ny. SM
2. Umur/tgl lahir : 54 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Nomor RM : 01. 03.95.32
6. Alamat : Tanah Datar
7. Agama : Islam
8. Status perkawinan : Menikah
9. Negeri Asal : Indonesia
10. Tanggal Masuk : 6 Februari 2019

3.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Batuk berdahak meningkat sejak 4 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


• Batuk berdahak meningkat sejak 4 hari yang laluwarna kekuningan sukar dikeluarkan.
Batuk telah dirasakan sejak 5bulan yang lalu bersifat hilang timbul. Karena bar=tuknya
pasin berobat ke poli paru RS Siti Rahmah. Dilakukan Rontgent thorak kemudian dirujuk
ke RSUP Dr. M. Djamil Padang yuntuk tatalaksana selanjutnya.
• Sesak napas (+) tijdvak menriut, meningkat dennen aktifitas, sesak dirasakan kuran lebin
satu bulan bersifat hilang timbul
• Batuk darah (-), riwayat batuk adraah (-)
• Nyeri dada (-)
• Demam (-) rwayat derma kurang lebih 1 minggu yang lalu tidak menggigil

3
• Sesak napas (-), sesak dirasakan jika batuk, tidak meciut
• Keringat malam (-)
• Mual (-), muntah (-), nier ulu hati (-)
• Penurunan naffs makan (-)
• Penurunan berat badan (+) 3kg dlaam bulan ini
• BAB & BAK tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Riwayat DM (-)
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat TB (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


• Riwayat hipertensi (-)
• Riwayat DM (-)
• Riwayat keganasan (-)

Riwayat pekerjaan, sosial-ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :


Pasein bekerja di administrais TK Rahma Abadi Lubeg, tidak merokok tetapi suami adalh
seorang perokok 30 batang/ hari sejak 30 tahun yang lalu (Indeks Brikmann = Berat)

Pemeriksaan umum :
• Keadaan umum : Sedang
• Kesadaran : CMC
• Tekanan darah : 110/70
• Nadi : 92x/menit
• Suhu : 37 ºC
• Pernapasan : 25x/menit

4
• Keadaan gizi : baik
• Tinggi badan : 150 cm
• Berat badan : 39 kg
• Edema : (-)
• Anemis : (-)
• Ikterus : (-)
Kulit : tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening : pembesaran KGB (-)
Kepala : tidak ada kelainan, rambut tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher
• JVP : 5 - 1 cmH2O
• Deviasi trakea : (-)
Jantung
• Inspeksi : iktus kordis terlihat di LMCS RIC V
• Palpasi : iktus kordis teraba di LMCS RIC V
• Perkusi : Batas Atas : RIC II
Batas Kanan : LSD
Batas Kiri : LMCS RIC V
• Auskultasi : S1S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru depan
• Inspeksi : stasis : asimetris : dada kanan tampak cembung dibanding kiri,
dinamis : paru kanan tertinggal dibanding paru kiri
• Palpasi : Fremitus kanan < kiri
• Perkusi : kanan : atas -RIC IV sonor, RIC V - bawah redup
kiri : sonor
• Auskultasi : kanan : atas - RIC IV SN bronkovesikuler, RIC IV - bawah
melemah

5
kiri : SN bronkovesikuler, rh (+), wh (-)
Paru belakang
• Inspeksi : stasis : asimetris : dada kanan tampak cembung dibanding kiri,
dinamis : paru kanan tertinggal dibanding paru kiri
• Palpasi : Fremitus kanan < kiri
• Perkusi : kanan : atas -RIC IV sonor, RIC V - bawah redup
kiri : sonor
• Auskultasi : kanan : atas - RIC IV SN bronkovesikuler, RIC IV - bawah
melemah
kiri : SN bronkovesikuler, rh (+), wh (-)
Perut
• Inspeksi : tampak buncit
• Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
• Perkusi : timpani
• Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : edema -/-, clubbing finger -/-, motorik ekstremitas atas 555/555,
motorik ekstremitas bawah 5000/5000

3.3 Pemeriksaan Laboratorium


Hb : 11,2 gr/dL Total Protein : 6,4 gr/dl
Leukosit : 9180/mm3 Albumin : 3,3 gr/dl
Ht : 4,2 juta Globulin : 3,1 gr/dl
Trombosit : 858.000 / mm3 Bilirubin total : 0,4 mg/dl
Hematokrit : 34 Bilirubin direk : -
PT / APTT / INR : 12,3 / 37,6 / 1,1 Bilirubin indirek : -
Ureum : 17 mg/dl SGOT/SGPT : 74/59 u/l
Kreatinin : 0,7 mg/dl Na / K / Cl : 132 / 3,4 / 37

6
Kesan Labor : trombositosis, natrium menurun, total protein menurun, albumin menurun,
SGPT meningkat, SGOT meningkat

3.4 Pemeriksaan Foto Thorak

!
Pembacaan rontgen thoraks:
- Pasien perempuan di ambil foto di RSUP Dr. M. Djamil pada tanggal 6 februari 2019 foto
sentris dan simetris
- Densitas foto sedang
- Tampak gambaran infiltrat di seluruh lapangan paru kanan dan paru kiri
Kesan rontgen thoraks : TB paru milier

3.5 Diagnosis Kerja


Efusi pleura (D) e.c. susp. TB Paru + Community Acquired Pneumonia

6. Diagnosis Banding
DD/ Ca. Bronkogenik jenis sel belum diketahui TxNxM1a (efusi pleura) stage IV p.s 70-80

7
7. Rencana Pengobatan
- Cek Analisis cairan pleura
- Ces sitologi cairan pleura
- Cek BTA cairan pleura, cek TCM
- Kultur sputum
- USG toraks guiding pungsi cairan pleura
- CT Scan thoraks pika cairn pleura minimal
- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
- Paracetamol 4x500 mg
- N-acetyl sistein 2×200
- Injeksi ceftriakson 1x2gr

3.8 Follow-up

1. -02-2019 pukul 05:00


S/ sesak ada
Batuk ada
Sesak napas (+)
O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 100x/i
RR : 22x/i
Paru : Auskultasi : kanan : atas - RIC VI SN bronkovesikuler Rh+, wh -, RIC VI - bawah SN
melemah
kiri : SN bronkovesikuler, Rh- , wh-
A/ Efusi pleura (D) e.c susp. TB Paru
P/ IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
N. Asetilsistein 2x200 mg

8
Cefriakson IV 1x2 gr
Azitromisin 1x500mg
Pungsi cairan pleura
Cek analisa cairan pleura
Cek sitologi cairan pleura
Sputum BTA, sensitivities TB drug I, II dan TCM
kultur sputum da sensitivity test
Cek ADA caitran pleura

26 / 02 /2019
Telah dilakukan USG toraks
Paru kiri : -
Paru kanan : efusi plera minimal
Skip : teak dilkukan pungsi , tunggu hasil TCM

25 / 02 / 2019
Telah dilkukan prof dan pungsi cait=ran pleura di LAP RIC VIII (D). Keluar cairan 500cc
serous, pungsi dihentikan
………………………………………………………………………………………………………
…………………….

9
10
: sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 96
Frekuensi Nafas : 21
Suhu : 45C
Paru : Inspeksi : simetris kanan dan kiri (statis)
Pergerakan kanan sama dengan kiri (dinamis)
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, rhonki ( +/- ), wheezing
( -/)
A/
- TB paru kasus baru terdiagnosis klinis dengan rontgen positif dalam pengobatan OAT
Kategori I fase intensif H2
- Paraparese inferior tipe UMN ec Susp. Spondilitis TB
- Hiponatremia (on correction)

P/
- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
- Sanmol infus
- Paracetamol 4x500 mg
- N-acetyl sistein 2×1
- OAT Kategori I 4FDC 1×3 tab
- Koreksi NaCl 32 lfl habis dalam 12 jam ( on koreksi )

2. 9-2-2019 pukul 08.00

S/
Sesak nafas (+) berkurang

11
Batuk (+) berdahak sukar dikeluarkan
Demam (-)
Kedua kaki tidak dapat digerakkan
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 100/70
Nadi : 90x
Frekuensi Nafas : 21x
Suhu : 36,8C
Paru : Inspeksi : Simetris kanan dan kiri
Pergerakan kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
A/
- TB paru tekonfirmasi klinis dalam pengobatan OAT kategori I hari ke 5
- Paraparese tipe UMN ec Spondilitis TB
- Hiponatrem post koreksi
P/
- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
- Sanmol 4x50
- N-acetyl sistein 2×200mg (PO)
- OAT Kategori I 4FDC 1×3 tab
- Sucralfat 3x1
- Metylprednisolon 4x125mg
- Follow up hasil BTA I, II, TCM
- Follow up hasil rapid test
- Test faal hepar (10/2/2019)

12
3. 10-2-2019 pukul 08.00

S/
Sesak nafas (+) berkurang
Batuk (+) berdahak sukar dikeluarkan
Demam (-)
Kedua kaki tidak dapat digerakkan
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 100/70
Nadi : 90x
Frekuensi Nafas : 20x
Suhu : 37C
Paru : Inspeksi : Simetris kanan dan kiri
Pergerakan kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
A/
- TB paru tekonfirmasi klinis dalam pengobatan OAT kategori I hari ke 6
- Paraparese tipe UMN ec Spondilitis TB
- Hiponatremi

P/
- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf
- Sanmol 4x50
- N-acetyl sistein 2×200mg (PO)
- OAT Kategori I 4FDC 1×3 tab
- Sucralfat 3x1
- Metylprednisolon 4x125mg

13
- Lactulac
- Ranitidin injeksi 2x1 ampul

14
BAB III

DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 27 tahun datang ke RSUP Dr, M Djamil Padang dengan
keluhan batuk-batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak putih dan encer. Batuk darah
tidak ada, riwayat batuk darah sebelumnya tidak ada. Batuk merupakan refleks pertahanan yang
timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan
mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Rangsangan yang
biasanya menyebabkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Proses
peradangan batuk ini dicetuskan oleh adanya benda asing oleh tubuh. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Pada
pasien didapatkan dahak berwarna putih. Dahak atau sputum adalah sekret mukus yang
dihasilkan dari trachea, bronkus dan paru-paru atau bahan yang berasal dari saluran pernapasan
bagian bawah. Dahak dengan warna putih menandakan adanya proses infeksi oleh bakteri.7

Pasien mengeluhkan sesak napas yang dirasakan saat batuk. Sesak napas tidak menciut,
dan tidak dipengaruhi oleh makanan dan cuaca. Riwayat sesak napas sebelumnya tidak ada serta
nyeri daada tidak ada. Sesak napas terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara perintah untuk
ventilasi yang dikirim oleh batang otak dan umpan balik sensorik dari dada. Sesak napas bisa
disebabkan oleh banyak hal. Penyebab penting sesak napas diantaranya berasal dari obstruksi
jalan napas atas (inhalasi benda asing, anafilaksis, epiglottitis), penyakit saluran napas bawah
(bronkitis akut, asma, PPOK eksaserbasi akut, bronkiektasis), penyakit parenkim paru
(pneumonia, kolaps lobus paru, ARDS), penyebab pernapasan lain (pneumothoraks, efusi pleura,
emboli paru), penyebab kardiovaskular (Acute Lung Oedema, sindroma koroner akut, tamponade
jantung, aritmia, penyakit katup jantung), dan penyebab lainnya (asidosis metabolik).6,7

Pasien juga mengeluhkan demam tinggi bersifat hilang timbul sejak 2 bulan terakhir.
Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Demam timbul sebagai akibat respon sinyal kimia yang
bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke temperatur yang

15
lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang
berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Untuk lebih jelasnya berikut adalah fase demam.
Pertama yaitu fase inisiasi di mana vasokonstriksi kutaneus akan menyebabkan retensi panas dan
menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Ketika set point baru tercapai maka menggigil
akan berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi normal, vasodilatasi kutaneus
menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat.7
Pasien mengeluhkan adanya keringat malam sejak 2 bulan yang lalu. Keringat malam
adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang diakibatkan oleh irama
temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal manusia memiliki irama
sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu 36.1°C dan meningkat
menjadi 37.4 °C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00 sehingga kejadian demam
atau keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini. Variasi antara suhu tubuh
terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-beda tetapi konsisten pada setiap orang. Belum
diketahui dengan jelas mengapa tuberkulosis menyebabkan demam pada malam hari. Ada
pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul
sinyal peptida yaitu tumor necrosis factor alpha (TNF-α ) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem
imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). Monosit yang
merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan kuman
M.tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi. Walaupun makrofag ini tidak dapat
mengeradikasi bakteri secara keseluruhan, tetapi pada orang imunokompeten makrofag dan sel-
sel sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks bakteri tersebut untuk mencegah penyebaran
bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya. TNF-α yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai
respon imun ini akan menyebabkan demam, keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat
badan di mana semua ini merupakan karakteristik dari tuberkulosis.2,6
Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan sebanyak 6 kg
dalam 2 bulan terakhir. Penurunan berat badan pada tuberkulosis dapat disebabkan oleh produksi
mediator inflamasi. Dalam hubungan kompleks antara tuberkulosis, status gizi dan respon imun
pejamu, mediator yang mungkin berperan adalah leptin.2

16
Pasien mengeluhkan kedua kaki tidak dapat digerakkan sejak 1 hari yang lalu saat dirawat
di rumah sakit Yarsi Padang Panjang. Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena
penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur
limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang.
Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi
yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Sejumlah
mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada pasien dengan spondilitis
tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau
dalam canalis spinalis (karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan
dari tulang (seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis). Salah
satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal dengan nama
Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya
penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis.8

Dari pemeriksaan fisik paru didapatkan dada kiri simetris kanan dan kiri secara statis dan
secara dinamis pergerakan dada kiri sama dengan dada kanan. Ketika di palpasi, fremitus kiri
sama dengan kanan, perkusi sonor kanan dan kiri. Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara nafas
dada kiri dan kanan bronkovesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada.
Hasil pemeriksaan labor kesan Natrium menurun, total protein menurun, albumin menurun ,
globulin meningkat, bilirubin total meningkat. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan
kesan rontgen thoraks TB paru milier
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosa
kerja pasien yaitu TB paru kasus baru terdiagnosis klinis dengan rontgen positif dalam
pengobatan OAT Kategori I fase intensif H2 dengan paraparese inferior tipe UMN ec Susp.
Spondilitis TB. Pada pasien direncanakan untuk cek TCm sputum, BTA I/II, cek Rapid test, dan
MRI torakolumbal.

Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit kronik dan lambat berkembang dengan gejala
yang telah berlangsung lama. Riwayat penyakit dan gejala klinis pasien adalah hal yang penting,
namun tidak selalu dapat diandalkan untuk diagnosis dini. Nyeri adalah gejala utama yang paling

17
sering. Gejala sistemik muncul seiring dengan perkembangan penyakit. Nyeri punggung
persisten dan lokal, keterbatasan mobilitas tulang belakang, demam dan komplikasi neurologis
dapat muncul saat destruksi berlanjut. Gejala lainnya menggambarkan penyakit kronis,
mencakup malaise, penurunan berat badan dan fatigue. Diagnosis biasanya tidak dicurigai pada
pasien tanpa bukti tuberkulosa ekstraspinal. 9

Tuberkulosa tulang dan sendi merupakan 35% dari seluruh kasus tuberkulosa
ekstrapulmonal dan paling sering melibatkan tulang belakang, yaitu sekitar 50% dari seluruh
kasus tuberkulosa tulang. Keterlibatan spinal biasanya merupakan akibat dari penyebaran
hematogen dari lesi pulmonal ataupun dari infeksi pada sistem genitourinarius.3,4

Pasien diberikan pengobatan TB sesuai pedoman nasional. Pengobatan TB yang adekuat


menggunakan OAT harus mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi. Obat harus diberikan dengan dosis yang tepat, ditelan dalam dosis yang teratur, di
awasi langsung oleh Pengawas Makan Obat (PMO). Pengobatan TB dibagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Panduan OAT menurut program nasional
penanggulangan TB di Indonesia: kategori 1 dan kategori 2. Pada pasien ini diberikan OAT
kategori I FDC 1 x 3 tablet. Obat ini diberikan karena pasien baru. OAT di sediakan dalam 2
bentuk yaitu, Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan Kombipak. Pada OAT KDT terdapat 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet yang disesuaikan dengan BB pasien. Pada OAT kombipak, terdiri
atas obat leas isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. OAT kombipak digunakan pada pasien yang terbukti mengalami efek samping pada OAT
KDT sebelumnya.6

Tatalaksana pada spondilitis TB berupa pengobatan non-operatif dengan menggunakan


kombinasi paling tidak 4 jenis obat anti tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan
informasi kepekaan kuman terhadap obat. Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan
selama seluruh pengobatan. Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan
pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih kontroversial. Meskipun beberapa
penelitian mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan, pengobatan rutin yang
dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan biasanya berdasarkan dari

18
perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien. Pengobatan non operatif dari paraplegia
stadium awal akan menunjukkan hasil yang meningkat pada setengah jumlah pasien dan pada
stadium akhir terjadi pada seperempat jumlah pasien pasien. Jika terjadi Pott’s paraplegia maka
pembedahan harus dilakukan.10

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi
yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu komplikasi dini dan
komplikasi stadium lanjut.Komplikasi dini yang dapat terjadi antara lain pleuritis, efusi pleura,
empiema, laryngitis, usus. Komplikasi pada stadium lanjut yaitu hemoptisis masif (pendarahan
dari saluran nafas bawah), kolaps lobus akibat sumbatan duktus, bronkietaksis (pelebaran
bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru, pnemotoraks spontan (kolaps spontan karena bula/blep yang pecah), dan penyebaran
infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya.2,6

Komplikasi yang dapat terjadi pada spondilitis TB adalah kifosis berat. Hal ini terjadi oleh
karena kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang mengalami destruksi
sangat besar. 10

Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang terjadi.


Prognosis yang buruk berhubungan dengan TB milier, dan meningitis TB, dapat terjadi sekuele
antara lain tuli, buta, paraplegi, retardasi mental, gangguan bergerak dan lain-lain. Prognosis
bertambah baik bila pengobatan lebih cepat dilakukan. Mortalitas yang tinggi terjadi pada anak
dengan usia kurang dari 5 tahun sampai 30%.10

19
BAB IV

PENUTUP

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Gejala


utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.

Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk tuberkulosa tulang yang paling sering


dijumpai. Spondilitis tuberkulosa cervical berkisar 2-3% kasus spondilitis tuberkulosa.
Keterlibatan spinal biasanya merupakan akibat dari penyebaran hematogen lesi ekstraspinal.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan


penunjang. Penatalaksanaan terdiri dari pemberian obat antituberkulosis dengan atau tanpa
intervensi bedah. Pada pasien saat ini dilakukan pemberian obat anti tuberculosis.

20
DAFTAR PUSTAKA

1.World Health Organization. 2012. Glabal Tuberculosis Report 2012. Switzerland.

2.Asti, Retno Werdhani, 2005. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis.


Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga. FKUI. Diakses dari http://
staff.ui.ac.id/internal/0107050183/material/PATO_DIAG_KLAS.pdf

3.Fitri, Irfani. F. Spondilitis Tuberkulosa Servikalis. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/


handle/123456789/28161

4.Moesbar N, Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Diakses dari http://


repository.usu.ac.id

5.Fang D, Leong J.C, Harry S. Y. Fang. Tuberculosis Of The Upper Cervical Spine.
Department of Orthopaedic Surgery, University of Hong Kong.

6.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis


di Indonesia. Jakarta: PDPI. 2014.

7.Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008.

8.Vitriana (2002). Spondilitis Tuberkulosa. Di akses dari www.pustaka.unpad.ac.id/wp-


content/uploads/2009/05/spondilitis_tuberkulosa.pdf

9.WHO Communicable Diseases Cluster. Fixed dose combination tablets for treatment of
tuberculosis. Report of an informal meeting held in Geneve; April 27, 1999

10.Saputra RE, Munandar I. Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Jurnal Kedokteran Andalas.


2015;(4)2

21

Anda mungkin juga menyukai