Skenario awal :
Seorang laki-laki 34 tahun , berobat ke poliklinik Saudara dengan keluhan utama sesak nafas .
Skenario 1 :
Seorang laki-laki 34 tahun, berobat ke poliklinik Saudara dengan keluhan utama sesak nafas,
sejak 3 hari yang lalu, sesak timbul mendadak disertai batuk dan demam tinggi, sesak nafas tidak disertai
nafas berbunyi ( mengi ), batuk disertai dahak kecoklatan. Pasien tidak biasa merokok dan juga tidak ada
keluarga pasien yang sakit asma. Pasien sebelumnya tidak pernah kontak dengan ayam mati.
Pada pemeriksaan fisik :
Kesadaran: Komposmentis, tampak sesak
TD: 100/70 mm Hg Nadi: 116 x/m Respirasi: 30 x/m Suhu 38,5 o C
Kepala : PCH (+), sianosis (-)
Leher : JVP 5+2 cmH2O, HJR (-)
Thoraks : Cor : Batas normal, BJ murni, takikardi regular
Pulmo : Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan kanan tertinggal
Palpasi : vocal fremitus kanan meningkat, kiri normal
Perkusi : kanan redup/dull ICS III-V, kiri sonor
Auskultasi : kanan sub bronchial, ronki basah sedang nyaring, wheezing (-)
Kiri VBS, ronki (-), wheezing (-)
Vocal resonance kanan meningkat, kiri normal
Abdomen : Datar, lembut, Hepar /lien tidak teraba
Bising usus (+) normal
Ekstremitas : sianosis (-), clubbing fingers (-)
Skenario 2
Laboratorium:
Hb 12,1 gram%, lekosit 20.000/mm3, Trombosit 258.000/mm3, Dc: -/-/6/75/16/3 LED 15/20
Sputum : Gram (+) coccus, BTA (-)
Foto toraks :
Tugas
Lakukan analisis kasus tersebut dengan menggunakan metode seven jumps dan carilah learning
issues dari kasus tersebut, untuk dapat dipresentasikan pada pertemuan kedua.
PETUNJUK UNTUK TUTOR
Sasaran belajar
Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa mampu :
1. Merumuskan diagnosis berdasarkan, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
dengan menyusun resume kasus ( case overview )
2. Menjelaskan ilmu kedokteran dasar terkait kasus (anatomi paru, histologi septum alveolaris, faal
kapasitas volume paru)
3. Menganalisis patofisiologi kasus terkait dengan gejala dan tanda pada kasus
4. Mampu menentukan diagnosis dan klasifikasi kasus terkait
5. Merencanakan penatalaksanaan sesuai dengan konsep patofisiologi penyakit serta kompetensi
dokter umum
6. Menganalisis komplikasi penyakit sesuai dengan konsep patofisiologi
7. Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi, serta aspek kesehatan
masyarakat pada kasus
Skenario awal :
Seorang laki-laki 34 tahun , berobat ke poliklinik Saudara dengan keluhan utama sesak nafas .
Skenario 1 :
Seorang laki-laki 34 tahun, berobat ke poliklinik Saudara dengan keluhan utama sesak nafas,
sejak 3 hari yang lalu, sesak timbul mendadak disertai batuk dan demam tinggi, sesak nafas tidak disertai
nafas berbunyi ( mengi ), batuk disertai dahak kecoklatan. Pasien tidak biasa merokok dan juga tidak ada
keluarga pasien yang sakit asma. Pasien sebelumnya tidak pernah kontak dengan ayam mati.
Laboratorium:
Hb 12,1 gram% lekosit 20..000/mm3;Trombosit 258.000/mm3, Dc: -/-/6/75/16/3 LED 15/20
Sputum : Gram (+) coccus, BTA (-)
Foto toraks :
Bayangan opak homogen di lobus tengah paru kanan, air bronchogram (+) mahasiswa harus
menginterpretasikan foto sendiri
Tugas
Lakukan analisis kasus tersebut dengan menggunakan metode seven jumps dan carilah learning
issues dari kasus tersebut, untuk dapat dipresentasikan pada pertemuan kedua.
PETUNJUK FASILITATOR
I. Tujuan tutorial : Diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia
II. Pendahuluan
1. Tutor membuka tutorial
2. Tutor menjelaskan tentang tujuan tutorial
3. Tutor mengatur role play
III. Pelaksanaan dan alokasi waktu
1. Pendahuluan 10 menit
- Memperkenalkan diri
- Memilih ketua dan sekretaris
2. Melakukan seven jumps step ( step 1 – 5 ) selama 90 menit
3. Presentasi 30 menit
4. Feedback fasilitator 15 menit
Skenario awal
- Sesak nafas
Skenario 1
- Batuk
- Demam tinggi
- Dahak kecoklatan
- Sonor
- Vocal fremitus
- Vocal resonance
- Wheezing
- Clubbing finger
Skenario 2
- BTA
- Bayangan opak homogeny
- Air bronkogram
Step 3 : Brainstorming
Curah pendapat untuk menjawab masalah yang dirumuskan pada langkah 2
Step 4 :
Menganalisis langkah kedua berdasarka curah pendapat dan diberikan penjelasan,kalau perlu disusun
hipotesis sederhana sebagai jawaban sementara dan memcari hubungan antara butir-butir masalah satu
sama lain yang telah dirumuskan pada langkah kedua.
Laki-laki, 34 tahun (insidensi), gejala klinis 3 hari batuk mendadak, demam tinggi dan sesak nafas tidak
disertai nafas berbunyi (infeksi paru akut bakterial, tidak ada obstruksi sal nafas), sputum kecoklatan
(rusty sputum, khas untuk pneumonia), tidak merokok dan tidak ada keluarga asma (tidak berhubungan
dengan faktor risiko dan faktor keturunan). Pasien tidak pernah kontak dengan ayam mati
(menyingkirkan Flu burung)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasen sesak, demam dan takikardi, PCH (+) (khas untuk pneumonia),
tidak ada sianosis (kasus akut), Paru kanan VF meningkat, sonor memendek, VBS dan VR meningkat
(menunjukkan adanya proses pemadatan di dalam paru), ronki basah sedang nyaring (menunjukkan
bahwa sumber ronki berasal dari bronkiolus karena alveoli memadat).
Pemeriksaan penunjang: lekositosis dengan shift to the left (tanda infeksi bakterial akut). Pemeriksaan
sputum Gram (+) coccus, BTA (-) (bakteri etiologi pneumonia) dan pada foto torak bayangan opak
homogen di lobus tengah paru kanan, air bronkogram (+) (gambaran pneumonia lobaris kanan)
1. Kerangka konsep
Basic sciences:
Anatomi, histologi,
Fisiologi parenkim
paru, Diagnosis banding:
Pnemonia lobaris kanan
Bronkitis
Etiologi,
bakteri, virus Patogenenesis
Pemeriksaan
penunjang
Laboratorium
Sputum Gram,
Klasifikasi : BTA
Didapat : CAP, HAP, Foto toraks
IAP D/ Pnemonia lobaris
Radiologi : Tipikal, kanan
Atipikal BHP
Epidemiologi
Prognosis
Preventif
Terapi : antibiotik
Komplikasi
mukolitik
Prognosis
Gambar 1
Paru-paru terletak dalam cavum thorak berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura viseralis dan pleura
parietalis. Paru-paru terdiri dari dua yaitu paru-paru kanan dan kiri. Paru kanan dibagi oleh dua fisura
yaitu fisura oblique dan fisura horizontal sehingga terbagi menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior. Sementara paru-paru kiri terbagi oleh satu fisura oblique dan terbagi menjadi
dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Setiap paru mempunyai puncak (apek), tiga permukaan,
(facies costalis, facies mediastinum, dan facies diapragma) dan tiga tepi ( margo anterior, margo inferior,
dan margo posterior). Masing- masing paru mempunyai apeks yang tumpul yang menonjol ke kranial (2
sampai 3 cm) melalui apertura thoracis superior dan basis yang konkaf terletak diatas diafragma
(Gambar 2). Sektiar pertengahan pada facies mediastinum terdapat hilus pulmonalis tempat masuknya
bronchus, pembuluh darah , saraf.
Batas paru, pada daerah distal paru kiri berhubungan dengan pleura parietal pada kartilago costalis ke
IV kemudian bergeser ke lateral pada incisura cardiac ke caudal sampai ke cartilage costalis VI.
Sementara paru kanan pada lekukan pleura berlanjut ke bawah dari kartilago costali IV sampai ke VI,
kemudian melintas ke lateral mencapai linea midclavicula setinggi kartilage costalis VIII dan linea
midaksilaris pada costa ke X dan linea midscapularis pada costa ke XII. Fisura oblique kiri dan kanan
melintas setinggi processus spinosus vertebra T2 di dorsal ke kartilago costalsi VI sebelah ventral
sementara fisura horizontalis paru kanan melintas dari fisura oblique ke ventral sejajar dengan costa dan
kartilage costalis IV. (Gambar 3).
Gambar 2
Gambar 3
Masing–masing paru mendapat perdarahan dari satu A.pulmonalis dari trunkus pulmonalis dari ventrikel
kanan. A. bronchialis mengantar darah untuk paru-paru dan pleura viseralis yang merupakan cabang dari
aorta pars thorasica. Vena pulmonalis mengantar darah yang kaya oksigen menuju ke jantung. Berawal
dari kapiler pulmonal dan bersatu membentuk vena pulmonalis. Vena bronchialis dekstra bermuara pada
vena azigos dan vena bronchialis sinistra bermuara pada vene hemiazigos.
Terdapat dua pleksus limfatikus pada paru yaitu pleksus limfatikus superfisialis mengalir ke dalam pleura
viseral dan mengalir ke parenkim paru pleksus ini bermuara ke nodus lymph bronchopulmonar di hillum
dan pleksus limfatikus profunda yang berada di submucosa dari bronchus dan jaringan ikat peribronchial.
Kedua pleksus disalurkan menuju trunchus bronchomediastinalis dekstra dan sinistra bermuraa truncus
limfatikus dekstra bermuara pada duktu limfatikus dekstra dan bronchomediasternalis sinistra yang
bermuara ke dalam truncus thorasicus.
Inervasi pada paru berasal dari pleksus pulmonalis yang berjalan di anterior dan posterior radiks pulmo
Pleksus pulmonalis tersusun atas serabut simpatis yang berasal dari segmen medulla spinalis T1-T4 dan
serabut parasimpatis dari N.vagus.
Septum
Interalveolaris
Jaringan ikat
Zona konduksi/ruang rugi anatomis adalah bagian saluran napas yang berfungsi sebagai tempat aliran
udara dari luar ke dalam paru, di mulai dari trakea sampai bronkiolus terminalis.
Zona respirasi : bagian saluran napas yang berfungsi untuk proses pertukaran gas (difusi), mulai dari
bronkus respiratori sampai alveolus.
Kelainan respirasi
1. Kelainan ventilasi, dijumpai pada gangguan lumen bronkus
2. Kelainan difusi. Untuk terjadinya difusi maka oksigen harus melewati :
o dinding alveolus
o jaringan interstitial
o endotel kapiler
o Plasma
o dinding eritrosit
Kalau terjadi kelainan pada salah satu atau lebih sekat pemisah tersebut maka proses difusi
terhambat.
3. Kelainan perfusi : aliran darah di paru terganggu apabila ada sumbatan pada pembuluh darah, misal
pada emboli paru atau ada perlambatan aliran darah seperti pada decompensasi kordis.
2. Obstruksi adalah gangguan saluran napas baik struktural (anatomis) /fungsional yang
menimbulkan perlambatan arus respirasi. Kelainan ini dapat diketahui dengan:
- Pemeriksaan fisik (auskultasi dijumpai ekspirasi memanjang />3 detik
- Spirometri (VEP1<75%)
- Pemeriksaan dengan peak flow meter rendah
- Pengukuran volume static paru (VR, KPT, KRF semuanya meninggi)
Pada kasus ini gangguan faal paru yang terjadi adalah gangguan restriksi.
Patogenesis dan Patofisiologi
Pneumonia merupakan hasil dari ploriferasi mikroba pathogen pada tingkat alveoli dan
respon dari tubuh yang terserang oleh kuman pathogen. Meningkatnya mikroba masuk ke dalam
saluran nafas bawah melalui berbagai jalan. Paling sering melalui aspirasi dari orofaring. Sejumlah
kecil dari aspirat sering terjadi saat tidur (terutama pada orang tua), dan pada orang dengan penurunan
kesadaran. Banyak kuman patogen dihisap sebagai droplets yang terkontaminasi. Walaupun jarang,
pneumonia dapat terjadi melalui hematogen (mis. Endokarditis tricuspid) atau penyebaran dari infeksi
rongga pleura atau mediastinum.
Sistem pertahanan tubuh mekanis sangat penting. Rambut dan turbinasi hidung menangkap
partikel besar yang dihisap sebelum masuk ke saluran nafas bawah. Arsitektur percabangan dari cabang-
cabang bronki menangkap partikel yang terbawa udara, dimana pembersihan mukosilier dan factor anti
bakteri local, membersihkan bahkan membunuh bakteri patogen. Reflek batuk merupakan pertahanan
yang penting pada keadaan aspirasi. Bila sistem pertahanan ini atau jika jumlah kumam patogen yang
terhisap sedikit, maka makrofage alveoli sangat efisien untuk membersihkan dan membunuh patogen.
Makrofag dibantu oleh protein local (mis.,surfactant proteins A dan D), mempunyai alat
opsonisasi atau aktivitas anti bakteri atau anti viral. Kondisi dimana kuman pathogen tidak mati oleh
makrofag, dapat dibuang melalui system mukosilier atau limfatik. Hanya bila kuman terlalu banyak yang
harus dimakan makrofag atau dibunuh, baru akan manifest pneumonia.
Pada situasi seperti ini, makrofag akan mulai dengan respon inflamasi untuk meningkatkan
pertahanan saluran nafas bawah. Respon inflamasi tubuh, tidak hanya proliferasi mikroorganisme, tapi
juga memicu gejala klinik pneumonia. Pengeluaran mediator inflamasi, seperti IL-1 dan tumor
necrosis factor (TNF) menimbulkan demam. Chemokines, seperti IL-8 dan granulocyte colony-
stimulating factor, merangsang pengeluaran netrofil yang bekerja pada paru, memproduksi
lekositosis perifer dan meningkatkan sekresi purulen yang mengisi alveoli dan menyebabkan
sesak nafas dan batuk.
Mediator inflamasi dikeluarkan oleh makrofag, dan netrofil yang baru, menimbulkan
kelemahan pada keseimbangan kapiler alveoli seperti yang terjadi pada acute respiratory distress
syndrome (ARDS), meskipun pada pneumonia kelemahan ini terlokalisir. Bahkan eritrosit dapat
melewati membran kapiler-alveolus, yang menyebabkan hemoptisis. Kelemahan kapiler ini akan
memberikan gambaran inlfiltrat pada foto torak dan dapat terdengar ronki pada auskultasi dan
hipoksemia akibat pengisian alveoli.
.
Patologi
Pada pneumonia klasik (typical pneumonia), didapatkan rangkaian perubahan patologis. Fase
awal atau fase infiltrasi adalah edema, dengan adanya proteinaceous exudates dan kadang bakteri di
alveoli, fase ini secara klinis maupun PA jarang ditemukan karena akan cepat menjadi fase hepatisasi
merah (fase kedua) dengan adanya eritrosit dalam eksudat intraalveolar seluler, tapi masuknya netrofil
lebih penting untuk pertahanan tubuh. Pada fase ini bakteri dapat ditemukan dalam kumpulan bahan
pemeriksaan. Dalam fase ketiga, hepatisasi kelabu tidak ditemukan eritrosit baru, karena mengalami
lisis atau degradasi. Netrofil merupakan sel yang dominan, deposit fibrin dan bakteri sudah menghilang.
Pada fase ini tubuh berhasil menangani infeksi dan memperbaiki pertukaran gas. Pada fase terakhir,
resolusi, makrofag terlihat lagi sebagai sel yang dominan pada rongga alveoli, dan debris netrofil, bakteri
serta fibrin sudah dibersihkan.
Pola ini paling baik didapatkan pada pneumonia lobaris karena pneumococcal pneumonia, dan
mungkin tidak didapatkan pada pneumonia lain, terutama karena virus atau Pneumocystitis. Pada
ventilator acquired pneumonia, bronkiolitis mungkin ditemukan gambaran infiltrat pada radiologi. Karena
mekanisme mikroaspirasi, gambaran bronkopneumonia lebih sering ditemukan pada pneumonia
nosokomial (atypical pneumonia)
Etiologi
Kuman Penyebab infeksi sangat bervariasi tergantung kepada tipe dari pneumonia, dan perolehan
kuman.
Penyebab pneumonia klasik, Pneumococcus pneumonia, Hamophyllus influenzae.
Pneumonia atipik , Legionella spp., Mycopplasma pneumonia dan Chlamydophylla pneumonia.
Penyebab Community acquired pneumonia (CAP) :
• Streptococcus pneumoniae 16-60%
• Haemophilus influenzae 3-38%
• Legionella spp 2-30%
• Mycoplasma pneumoniae 1-20%
• Other aerobic Gram-neg 7-18%
• Chlamydophila pneumoniae 6-12%
• Staphylococcus aureus 2-5%
Penyebab Hospital acquired pneumonia (HAP) yang timbulnya cepat :
• Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus 29-35%
• Haemophilus influenzae 23-33%
• Enterobacteriaceae 5-25%
• Streptococcus pneumoniae 7-23%
Penyebab HAP yang timbulnya lambat :
• Pseudomonas aeruginosa 39-64%
• Acinetobacter spp. 6-26
• \Enterobacteriaceae 16-31%
• Methicillin-resistant S. aureus 0-2%
Pneumonia lain yang sering didapat adalah akibat infeksi virus, yaitu :
Flu burung atau Avian influenza – virus influenza H5 N1
Flu babi atau Swine Flu – virus influenza A H1N1, H1N2, H2N3, H3N1 dan H3N2
Severe acute respiratory syndrome (SARS) – Corona virus
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia tergantung ringan beratnya penyakit, terutama kasus CAP,
dapat rawat jalan, rawat inap atau bila perlu rawat inap di ICU. Pada prinsipnya pemberian
antibiotik dipilih secara empiris, artinya tergantung bakteri yang paling banyak untuk tiap tipe
kasus. Khusus untuk kasus rawat inap sebaiknya diberikan terapi empiris, yaitu antibiotik
spektrum luas, dan diganti dengan antibiotik yang paling sensitive berdasarkan hasil kultur dan
tes sensitivitas.
Indikasi rawat inap
Indikasi rawat inap setelah diagnosis ditegakkan, perlu diperhatikan :
Perlu diperhatikan factor risiko yang menyebabkan yang dapat menyebabkan kematian
Usia > 65 tahun
Komorbid yang dapat memperburuk pneumonia : CKD, IHD, CHD dan COPD berat
Adanya keganasan
Post splenektomi
Gangguan status mental
Alkoholisme
Terapi immunosupresif
Respirasi > 30 x/menit
TD distolik < 60 mmHg, TD sistolik < 90 mmHg
Hipotermia
Kreatinine > 150 mm/L atau BUN > 7 mm/L
Leukopenia < 3,000/ul atau lekositosis > 30,000/ul
O2 < 60 mmHg atau Pco2 > 48 mmHg while breathing room air
Albumin < 30 gm/l
Hemoglobin < 9 gm/l
Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus sebagai penyebab Pneumonia
Pneumonia bakteremia
Multilobe involvement on chest radiograph
Progresifitas radiologis pneumonia yang cepat, adanya peningkatan ukuran kepadatan
pneumonia > 50% dalam 36 jam.
Pada kasus ini, pasien dengan kondisi sesak, suhu 38,5 kemungkinan bisa sepsis, sebaiknya
dirawat inap (puskesmas dengan tempat perawatan atau dirujuk)
Diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Antibiotik : sefalosporin i.v 1 x 2 gram, diberikan 3 hari dengan monitoring keadaan klinis bila
membaik, antibiotik i.v dapat diganti dengan antibiotik oral pasien dapat rawat jalan.
Mukolitik diberikan bila dibutuhkan.
Epidemiologi
• Penyakit yg sering ditemukan
• DI Amerika
o 12 kasus per 1000
o Urutan ke 6 penyebab kematian
o 3.3 – 4 juta kasus / tahun
o 600000 – 1000000 dirawat
o Kematian : 1% - 50%
• Di Indonesia :
o Penyebab kematian no 2
2. Komplikasi
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) tergantung luas paru yang terkena. Biasanya
sering terjadi pada atipikal pneumonia.
Sepsis dan syok septic
Kerusakan multi organ
Prognosis
Prognosis ditentukan oleh kecepatan diagnosis dan pemberian antibiotik yang tepat.
Pada kasus ini :
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
BENEFICENCE
Dokter mendiagnosa Pneumonia didasarkan atas keluhan batuk mendadak, demam tinggi, napas sesak
tidak disertai mengi, sputum kecoklatan, tidak ada riwayat astma, pasien tidak kontak dengan ayam mati;
pemeriksaan fisik terdapat demam, takikardi, PCH, paru kanan VF meningkat, sonor memendek, VBS
dan VR meningkat, ronki basah sedang nyaring; laboratorium lekositosis dan shift to the left, sputum
gram (+) coccus, BTA (-); rontgen bayangan opak homogen di lobus tengah paru kanan. (Golden Rule
Principle)
Dokter sesuai level kompetensi 4 mengobati pasien Pneumonia sampai tuntas dengan melakukan
penatalaksanaan sesuai standar American Thoracic Society 1993 untuk Community Acquired Pneumonia
(CAP). (Meminimalisasi akibat buruk)
NON MALEFICENCE
Standar penatalaksanaan Community Acquired Pneumonia dipilih dan disesuaikan dengan berat
ringannya penyakit. Pada kasus ini yang dipilih Group I. Bila terjadi komplikasi, maka dilakukan tindakan
rujukan. (Mengobati secara proporsional)
AUTONOMI
Penjelasan dan edukasi dari dokter tentang penyakit Pneumonia dilakukan langsung kepada pasien
karena pasien di sini sudah kompeten karena dalam keadaan sadar dan dewasa. (Melaksanakan
informed consent dan membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri)
JUSTICE
Penatalaksanaan Pneuonia dengan mendiagnosis cepat dan pemberian antibiotik yang tepat sesuai
standar CAP dapat menentukan prognosis yang baik. (Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan
kerugian)
PRIMAFACIE
Pada kasus ini tidak terdapat issue etik dan dilema etik, sehingga tidak terdapat primafacienya.