Anda di halaman 1dari 20

TUTORIAL SKENARIO III

BLOK GANGGUAN RESPIRASI

Dosen Pembimbing:

dr. Luis Yulia, MKKK

Disusun Oleh:

SYFA SALSABILLAH SUDARMA

61120103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERISTAS BATAM

2022
Blok Gangguan Respirasi

TAHUN AJARAN 2021/2022

SKENARIO 3

“AKIBAT MEROKOK”

Penderita laki-laki 30 tahun, pekerjaan wiraswasta, datang ke poliklinik RS dengan


keluhan batuk lebih 2 bulan, dahak kehijauan disertai sedikit bercak darah. Kadang-kadang
merasa demam dan agak sesak napas. Penderita juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kanan.
Pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/70, nadi 100 kali/menit, pernapasan 22
kali/menit, suhu 37,8OC.
Pemeriksaan toraks didapatkan bunyi perkusi redup apeks paru kanan, auskultasi terdapat ronki
basah sedang pada daerah redup. Riwayat merokok sejak 10 tahun lalu, rata-rata habis sebungkus
dalam sehari. Penderita baru berhenti merokok 2 minggu terakhir.

TERMINOLOGI ASING

 Darah : Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme dan
juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri
 Batuk : suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk,
saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya
tidak terpenuhi.
 Sesak napas : Dipsnea atau sesak napas adalah gejala yang umum terlihat sebagai
perasaan nyeri karena kesulitan bernapas, napas menjadi pendek (sesak napas) dan pasien
merasa tercekik pada saat bernapas
 Apeks : bagian atas atau puncak paru.
 Dahak : lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru, bronkus, dan trakea yang
mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau ditelan.Kata “sputum” yang dipinjam
langsung dari bahasa Latin “meludah.”Disebut juga dahak
 Ronki : bunyi kontinyu seperti mengorok pada tenggorokan atau tabung bronkial, terjadi
karena obstruksi parsial (Dorland edisi 30 hal 657)
 Bunyi perkusi : perbuatan mengetuk sesuatu dengan ketukan pendek dan tajam sebagai
cara untuk mengetahui keadaan yang ada dibaliknya berdasarkan suara ketukan yang
terdengar
 Tekanan darah : tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah di pompa
oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.
 Nadi : tiap saluran yang menghantarkan energi vital ke seluruh tubuh (dorland edisi 30
hal 505)
 Auskultasi : mendengarkan suara di dalam tubuh, terutama untuk memastikan kondisi
organ dalam thoraks atau abdomen serta untuk mendeteksi kehamilan; dapat dilakukan
dengan telinga dengan alat bantu (direct atau immediate a.) atau dengan stetoskop
(mediate a.). (Dorland edisi 30 hal 81)

RUMUSAN MASALAH

1. Kenapa pasien mengeluh nyeri dada sebelah kanan?


2. Kenapa dahak pasien berwarna kehijauan disertai bercak darah?
3. Apa yang mungkin menyebabkan penderita mengalami batuk lebih dari 2 bulan?
4. Apa hubungan riwayat merokok dengan gejala yang dialami pasien?

HIPOTESA

1. Sakit dada saat batuk bisa terjadi akibat pleuritis. Pleuritis adalah kondisi ketika pleura,
dua lapisan besar jaringan tipis yang memisahkan paru-paru dari dinding dada, meradang.
Pleuritis menyebabkan nyeri, bahkan saat pengidap bernapas.
2. Warna dahak hijau atau kuning berasal dari sel darah putih yang sedang melawan
penyebab infeksi. Kemungkinan disebabkan karena Radang tenggorokan karena asam
lambung yang meningkat, iritasi karena debu, polusi, atau makanan pedas, asam atau
berminyak, Pneumonia, radang paru bisa infeksi bakteri atau virus, TB paru, Batuk
berkepanjangan.

3. Batuk lebih dari 2 bulan disebut juga batuk kronis yang terjadi akibat sering merokok,
dan bisa juga karena adanya infeksi virus atau bakteri, asma, upper airway cough
syndrome, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), dan penyebab lainnya.

4. Hubungan riwayat merokok pasien dengan gejala yang dialaminya adalah rokok akan
menyempitkan diameter saluran napas kemudian akan mengicu peningkatan produksi
mucus, bronkokonstriksi kemudian terjadi hambatan aliran udara yang mengakibatkan
sulitnya bernafas.
SKEMA

Pasien

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 30 tahun

Anamnesa Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan penunjang
Keluhan utama : Status vitalis :
-
Batuk lebih dari 2 bulan 1. Tekanana darah
110/70mmhg
Keluhan tambahan : 2. Pernafasan : 22 /menit
1. Dahak kehijauan disertai bercak 3. Suhu 37,8oC
darah 4. Nadi : 100 x/menit
2. Demam
3. Sesak napas Status lokalis :
4. Nyeri dada sebelah kanan Regio thorax :
1. Perkusi : bunyi redup
Riwayat penyakit : apeks kanan
2. Auskultasi : ronki
- basah sedang pada
daerah redup
Riwayat merokok :

1. Perokok sejak 10 tahun lalu


2. pasien menghabiskan 1
bungkus rokok dalam sehari

Riwayat pekerjaan :

Wiraswasta

Diagnose Kerja :

Neoplasma paru

Diagnosa Banding:

Tuberculosis
LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis Neoplasma pada paru dan saluran
napas
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Neoplasma pada paru dan
saluran napas
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor risiko Neoplasma pada
paru dan saluran napas
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Neoplasma pada paru dan
saluran napas
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Neoplasma pada paru dan
saluran napas
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pendekatan diagnostik dan diagnostik
banding Neoplasma paru dan saluran napas
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Neoplasma pada paru dan
saluran napas secara holistik
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dan prognosis Neoplasma pada
paru dan saluran napas
9. Mahassiwa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Neoplasma pada paru dan saluran
napas

PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis Neoplasma pada paru dan
saluran napas
Secara umum, kanker paru dibagi ke dalam dua jenis, yaitu NSCLC dan SCLC.
Perbedaan di antara keduanya adalah SCLC memiliki agresivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan NSCLC. Secara epidemiologi, NSCLC lebih sering dijumpai, yakni
sekitar 85% dari total kasus kanker paru. Menurut klasifikasi WHO, kanker paru terdiri dari 4
tipe major sel, yaitu:

1) SCLC (small cell lung cancer), adalah karsinoma neuroendokrin derajat tinggi yang timbul
terutama pada perokok atau mantan perokok dan memiliki prognosis yang sangat buruk.
SCLC membuat sekitar 15% dari kasus kanker paru-paru. Pasien dengan SCLC biasanya
datang dengan gejala pernapasan, termasuk batuk, dyspnea (kesulitan bernapas) atau
hemoptisis (batuk darah), dengan pencitraan mengungkapkan massa paru yang terletak di
pusat dan sering melibatkan kelenjar getah bening dada besar; dua pertiga pasien memiliki
penyakit metastasis jauh pada diagnosis awal. Situs yang paling umum dari metastasis
termasuk paru-paru kontralateral, otak, hati, kelenjar adrenal dan tulang.
2) NSCLC (non-small cell lung cancer), termasuk karsinoma skuamosa dan adenokarsinoma,
adalah jenis kanker paru-paru yang paling umum. Seperti semua kanker, NSCLC dimulai
pada tingkat sel dan menyebabkan sel-sel abnormal di paru-paru berkembang biak dengan
cepat dan tidak terkendali. NSCLC adalah karsinoma, yang merupakan kanker sel yang
melapisi permukaan saluran udara paru-paru. Termasuk bronkus, bronkiolus, dan alveoli.
3) SCC (squamous cell carcinoma) adalah salah satu bentuk paling umum dari kanker kulit.
Dapat berkembang pada bagian tubuh yang mendapat banyak sinar matahari, seperti
kepala, leher, wajah, tangan dan lengan. Karsinoma sel skuamosa tidak berbahaya seperti
melanoma, tetapi dapat menyebar ke bagian tubuh lain jika tidak diobati. Setiap tahun,
beberapa orang di Australia meninggal karena SCC yang agresif.
4) LCC (large cell carcinoma), Terkadang disebut juga undifferentiated carcinomas,
merupakan jenis NSCLC yang paling jarang terjadi, terhitung 10%-15% dari seluruh kasus
kanker paru-paru. Jenis ini memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menyebar ke limfe
(kelenjar getah bening) dan daerah yang jauh dari paru-paru.
Secara histologi, tumor dapat terbentuk berupa tipe tunggal maupun campuran.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Neoplasma pada paru


dan saluran napas
Kanker paru merupakan kanker terbanyak secara insidensi dan mortalitas. Di seluruh

dunia terdapat 1,1 juta kasus baru per tahun dan 0,95 juta kematian pada penderita laki - laki.

Dan 0,51 juta kasus baru per tahun dan 0,43 juta kematian pada penderita wanita.

Diperkirakan 226.160 kasus baru kanker paru di tahun 2012, terhitung sekitar 14%
dari diagnosa kanker. Tingkat kejadian telah menurun pada pria selama dua terakhir dekade,
dari tingginya 102 ( kasus per 100.000 orang ) pada tahun 1984 dan 72 ( kasus per 100.000
orang ) pada tahun 2008. Pada wanita, terjadi penurunan setelah dalam jangka panjang
meningkat secara bertahap. Dari tahun 2004 hingga 2008, kejadian kanker paru mengalami
penurunan sebesar 1,9% per tahun pada pria dan 0,3% per tahun pada perempuan.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor risiko Neoplasma
pada paru dan saluran napas
Secara umum penyebab kanker paru belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa

kepustakaan menyebutkan etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan frekuensi

kebiasaan merokok. Asap rokok mengandung sekitar 60 jenis karsinogen dapat menyebabkan

terjadinya mutasi DNA.

Etiologi kanker paru dapat dibedakan dua jenis, yaitu : faktor resiko yang dapat
dimodifikasi anatra lain polusi udara, asap rokok lingkungan, makanan, karsinogen di
lingkungan pekerjaan dan beberapa jenis penyakit paru juga sangat berpengaruh terhadap
dengan meningkatnya risiko berkembangnya kanker paru. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain faktor genetika, jenis kelamin.
A. Faktor Genetika
Menurut penelitian adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, makan anaknya

memiliki resiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang bukan perokok

namun memiliki memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru, maka resiko menderita
kanker paru lebih besar, apabila dibandingkan dengan orang perokok tetapi tidak memiliki

riwayat dalam keluarga kanker paru.

B. Jenis Kelamin
Laki - laki memiliki resiko lebih besar daripada perempuan karena laki-laki memiliki
kebiasaan merokok dengan jumlah lebih besar. Setiap tahun lebih banyak orang yang
didiagnosis dengan kanker paru-paru, tetapi banyak perempuan yang hidup dengan penyakit
ini. Tingkat kasus baru pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pria mengembangkan kanker
paru-paru lebih sering daripada wanita (64,8 dan 48,6 per 100.000 masing-masing).
C. Merokok
Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok namun hanya sekitar 20% dari
perokok yang berkembang menjadi kanker paru. Asap rokok yang di hirup secara langsung
maupun perokok pasif, mengandung zat kimia dan zat karsinogen, yang dapat merangsang
perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostatis alveolar normal dan sel-sel
bronkial.
Hubungan antara merokok dengan kanker paru pada penelitian epidemiologi adalah :
jumlah rokok yang dihisap perhari, usia pada saat mulai merokok, jumlah dan lamanya tahun
merokok, jenis hisapan/kedalaman hispan rokok, kandungan tar dan nikotin dalam rokok.
D. Polusi Udara
Polusi udara yang berada di luar maupun di luar ruangan, gas buangan kendaraan

bermotor / bermobil juga mengandung unsur-unsur karsinogenik. Belakangan terakhir ini,

bahan dekorasi ruangan seperti formaldehid dan gas radon, mungkin juga beresiko

menimbulkan kanker paru.

E. Paparan Pekerjaan
Sekitar 3% sampai 17% kanker paru disebabkan oleh paparan unsur-unsur
karsinogenik yang terdapat pada lingkungan pekerjaan. Misalnya : asebstos, kromium,
hidrokarbon polisiklik. Dari unsur tersebut yang paling sering adalah asebestos. Gas radon
yang ditemukan secara alami dalam batu, air tanah dan tanah juga dapat meningkatkan
kanker paru.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Neoplasma pada paru
dan saluran napas
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor.
Onkogen merupakan gen yang diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker.
Proto-onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang spesifik. Pada proto-
onkogen mutasi yang terjadi yaitu K-ras menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%.
Epidermal growth factor reseptor (EFGR) mengatur proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis,
serta invasi tumor. Berkembangnya EFGR serta mutasi sering dijumpai pada kanker paru
non-small sel sehingga menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR.
Kerusakan kromosom menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot,
menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p ini
paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor supresor berada
dikromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus.
Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen polimorfik
yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai pencetus apoptosis serta
XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu yang terdapat gen polimorfik seperti ini lebih
sering terkena kanker paru apabila terpapar zat karsinogenik.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Neoplasma pada


paru dan saluran napas
Tanda dan Gejala Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan adanya kanker paru:
 Batuk pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%-75%.
 Hemoptisis pada pasien kanker paru-paru sekitar 6%-35%, dan sekitar 20-30%
pada pasien akan mengembangkan hemoptisis, dengan 3% mengalami hemoptisis
yang fatal.
 Sesak nafas pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%. Penyebab sesak napas
pada kanekr paru-paru termasuk paru-paru parenkim utama, efusi pleura,
pneumonia, dan komplikasi dari kemoterapi atau terapi radiasi, seperti
pneumonitis.
 Nyeri dinding dada pada pasien kanker paru-paru sekitar 50%. Nyeri dada dapat
terjadi karena penyebaran langsung dari tumor ke permukaan pleura.
 Suara serak pada pasien kanker paru-paru sekitar 18%.
 Kehilangan berat badan, nyeri tulang, sakit kepala, kelelahan, anoreksia.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pendekatan diagnostik dan diagnostik


banding Neoplasma paru dan saluran napas
A. Penegakkan Diagnosis
Kanker paru ditegakkanberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik.
B. Anamnesis
Batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri
menelan yang tidak merespon dengan pengobatan atau penurunan berat badan dalam
waktu singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul, sakit kepala, nyeri di
tulang atau parese, dan pembengkakan atau ditemukannya benjolan di leher, aksila atau
dinding dada.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita yang
menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara napas yang
abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda pembesaran
hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang.
D. Pemeriksaan Patologi
Anatomi Pemeriksaan patologi anatomi mencakup pemeriksaan sitologi dan
histopatologi, pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis tumor (mis. TTF-1
dan lain-lain), dan pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi EFGR, yang
dilakukan apabila fasilitasnya tersedia.
E. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati, dan
fungsi ginjal.
F. Pemeriksaan Pencitraan
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan
kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi dan
tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan penanganan dapat
ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai keganasan,
maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.
CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru yang
terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal untuk
menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut. CT scan kepala/MRI kepala
dengan kontras diindikasikan bila penderita mengeluh nyeri kepala hebat untuk menilai
kemungkinan adanya metastasis ke otak.
Pemeriksaan lainnya seperti USG abdomen dilakukan kecuali pada stadium IV,
bone scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang, bone survey
dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada, dan PET Scan dilakukan untuk
mengevaluasi hasil pengobatan.
G. Pemeriksaan Khusus
Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru. Prosedur
ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal
dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi, sehingga
diagnosis dan stadium kanker paru dapat ditentukan. Salah satu metode terkini adalah
bronkoskopi fleksibel yang dapat menilai paru hingga sebagian besar bronkus derajat
ke-empat, dan kadang hingga derajat ke-enam. Spesimen untuk menghasilkan
pemeriksaan sitologi dan histologi didapat melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan
biopsi bronkus. Prosedur ini dapat memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru
dengan tepat, terutama kanker paru dengan lesi pada regio sentral. Kontraindikasi
prosedur bronkoskopi ini yaitu hipertensi pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular,
hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat
berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumotoraks
dan perdarahan.
Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat dilakukan
untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus, intrapulmoner juga
untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta mendapatkan jaringan sitologi
dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang terlihat pada CT scan toraks maupun
PET CT scan.
Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy/TTB) merupakan tindakan biopsi paru
transtorakal yang dapat dilakukan tanpa tuntunan radiologic (blinded TTB) maupun
dengan tuntunan USG (USG-guided TTB) atau CT scan toraks (CT-guided TTB) untuk
mendapatkan sitologi atau histopatologi kanker paru.
Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk pembesaran
kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila diperlukan.
H. Pemeriksaan Lainnya
Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan
spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura yang dapat
merubah stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil sitologi tidak
menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT scan toraks dianjurkan.
Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk mendapatkan spesimen,
terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal, dan torakotomi eksplorasi
dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan semua modalitas lainnya tidak
ditemukan sel ganas.
I. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari kanker paru antara lain tumor mediastinum,
metastasis tumor di paru, dan tuberculoma.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Neoplasma pada


paru dan saluran napas secara holistik
A. Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari beberapa jenis, yaitu
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma sel besar (KSB), dan jenis
lain yang jarang ditemukan.
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
Pendekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin.
 Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama untuk sebagian besar KPKBSK, terutama
stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang
menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien
dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah,
dilakukan pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru. Kini,
reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan VATS. Intervensi
menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama
untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat
keganasan dengan saluran bronkial sehat dan parenkim distal dari stenosis
yang berfungsi dengan baik. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan
permeabilitas saluran bronkhial distal dari stenosis dapat dilakukan
menggunakan bronkoskopi fleksibel. Fungsi permeabilitas dapat dinilai
menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode bronkoskopi intervensi yang
paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi kaku (rigid
bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk massa
proksimal intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah
perdarahan. Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi
laser. Pada prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan
untuk menimbulkan koagulasi dan merusak tumor intralumen. Komplikasi
yang sering terjadi adalah perforasi, perdarahan dan fistula bronkovaskuler.
Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan krioterapi untuk merusak
jaringan maligna. Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan suhu yang
sangat rendah menggunakan expansi dari cairan gar kriogenik yang
menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel, apoptosis, dan iskemia jaringan.
Metode yang terakhir ini dianjurkan sebagai penanganan paliatif stenosis
proksimal non-obstruktif tanpa gangguan pernapasan akut. Kadang, aspirasi
bronkial harus dilakukan setelah 1-2 hari untuk mengeluarkan sisa jaringan
tumor. Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan
dapat dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).
 Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
paru. Dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK), radioterapi
dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif,
kuratif neoajuvan, ajuvan maupun paliatif.

 Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvan pada stadium dini,
atau sebagai adjuvan pasca pembedahan. Terapi adjuvan dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut,
kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan -25-
umum pasien baik (Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi
terbesar adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut. Ada
beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan
kepada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi
sebelumnya (chemo naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi
berbasisplatinum dan yang tidak mengandung platinum (obat generasi baru).
Pilihan utama obat berbasis-platinum adalah sisplatin, pilihan lainnya dengan
karboplatin. Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah
toksisitas gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan
sisplatin, dapat diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan
lebih baik oleh pasien usia lanjut atau dengan komorbiditas berat. Untuk
karboplatin, efek samping yang paling sering berupa hematotoksisitas. Obat
kemoterapi lini pertama tidak berbasis-platinum yang dapat diberikan adalah
etoposid, gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin. Kombinasi sisplatin dengan
gemsitabin memberikan angka kehidupan paling tinggi, namun respon paling
baik adalah terhadap regimen sisplatin dengan paklitaksel. Komplikasi yang
paling sering ditemukan adalah demam neutropenia atau perdarahan akibat
supresi sumsum tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal,
dan neuropati perifer. Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang
pernah mendapat kemoterapi lini pertama namun tidak memberikan respon
setelah 2 siklus, atau KPKBSK yang menjadi lebih progresif setelah
kemoterapi selesai. Obatobat kemoterapi lini kedua adalah dosetaksel dan
pemetreksed. Selain itu, dapat diberikan juga kombinasi dari dua obat tidak-
berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan seterusnya sangat tergantung
pada riwayat pengobatan sebelumnya.

B. Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)


Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, Stadium
terbatas (limited stage disease = LD), dan stadium lanjut (extensive stage disease = ED).
Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon yang baik
terhadap terapi target.
 Stadium Terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling
banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika
diberikan lebih dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan
hasil paling baik adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai
dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan
tampilan umum yang buruk (>2), dapat diberikan kemoterapi sisplatin,
sedangkan pasien dengan tampilan umum baik (0-1) dapat diberikan
kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani
iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation/PCI). Regimen
kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP, sisplatin/karboplatin
dengan etoposid (pilihan utama), dan sisplatin/karboplatin dengan irinotecan.
Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvan atau kombinasi
kemoterapi dan radiasi terapi adjuvan pada TNM stadium dini, dengan/tanpa
pembesaran kelenjar getah bening.
 Stadium Lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama) atau
sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif
pada lesi primer dan lesi metastasis.

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dan prognosis Neoplasma


pada paru dan saluran napas
Anemia merupakan komplikasi yang sering pada penderita kanker paru dengan
prevalensi 63%. Anemia berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien kanker.
Anemia mengganggu respon pengobatan radiasi, karena anemia mengurangi kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen sehingga jaringan kekurangan oksigen. Anemia
menyebabkan hipoksia tumor sehingga tumor solid resisten terhadap ionisasi radiasi dan
beberapa bentuk kemoterapi. 32 Penelitian retrospektif oleh Hirarki A dan Maeda T, di
Jepang terhadap 611 pasien kanker paru menunjukan bahwa kadar hemoglobin <13 gr/dl
pada laki-laki dan <12 gr/dl pada perempuan berhubungan dengan menurunnya median lama
hidup secara signifikan.
Dengan menggunakan cut of point kadar hemoglobin yang sama untuk anemia,
didapatkan hasil yang tidak berbeda pada penelitian ini. Ketahanan hidup 1 tahun penderita
kanker paru tanpa anemia lebih baik, yaitu sebesar 33,3% dengan median lama hidup 206
hari. Sedangkan penderita dengan anemia ketahanan hidup 1 tahun hanya 13,1% dengan
median lama hidup 122 hari. Meskipun demikian, ketahanan hidup 1 tahun tidak berbeda
makna. Sebagian besar penderita kanker paru (79%) mempunyai kadar albumin <3,5g/dl.
Ketahanan hidup 1 tahun penderita kanker paru dengan kadar albumin >3,5 g/dl lebih baik
dibandingkan kadar albumin <3,5 g/dl.
Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis histologi, tetapi
penyebab yang sering adenokarsinoma. Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh
inflitrasi sel kanker pada pleura parietal dan atau visceral, invasi langsung tumir yang
berdekatan dengan pleura dan obstruksi pada kelenjar limfe. Terdapatnay efusi pleura ganas
pada kanker paru menggambarkan kondisi terminal (end stage) penyakit keganasan dengan
prognosis buruk.
Kompilkasi lain dapat terjadi karena adanya metastasis seperti metastasis kelenjar getah
bening sekitar 80%, hati 40%, otak 27%, pleura 21%, tulang 20%, ginjal 18%, perikardium
17%, pankreas 9%, kerongkongan 7%, tiroid dan dinding dada 5%. Dengan berbagai
komplikasi seperti diatas maka pasien memiliki resiko untuk meninggal.

9. Mahassiwa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Neoplasma pada paru dan
saluran napas
Secara keseluruhan prognosis kanker paru buruk. Angka harapan hidup sampai 5 tahun
pasien kanker paru jenis karsinoma sel kecil dengan tahap batasan sekitar 20%, sedangkan
yang tahap ekstensif sangat buruk < 1%.
Angka harapan hidup sampai 5 tahun pasien kanker paru jenis sel karsinoma bukan sel
kecil bervariasi berdasarkan stadium, 60%-70% pasien dengan stadium I, dan < 1% pada
pasien dengan stadium IV. Rata-rata pasien kanker paru jenis sel karsinoma bukan sel kecil
yang telah bermetastase jika tidak diterapi angka harapan hidupnya 6 bulan. Saat ini harapan
hidup pasien kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil stadium dini maupun lanjut
meningkat, dari yang didapat harapan hidup pasien dengan stadium dini apabila diberikan
regimen platinum-based setelah dilakukan reseksi. Terapi target juga meningkatkan harapan
hidup pasien dengan stadium IV. Namun pada penyakit yang telah bermetastase hasilnya
masih mengecewakan.
DAFTAR PUSTAKA

Huether, Sue E. McCance, Kathryn L. Buku Ajar Patofisilogi Edisi 6 Volume 2. Indonesia:
Elsevier Inc; 2017.

Buku Respirology Edisi 3 Penerbit EGC dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP Tahun 2020.

Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 tahun 2018.

Malhotra J, Malyezzi M, Negri E, La Vecchia C, and Boffetta P. Risk factors for lung cancer
worldwide. European Respiratory. 2016; 48: 889-902.

Hirsch FR, Scagliotti GV, Mulshine JL, Kwon R, Curran WJ Jr, Wu YL, Paz-Ares L. Lung
cancer: current therapies and new targeted treatments. Lancet. 2017 Jan 21;389(10066):299-311

Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer Statistics, 2017. CA Cancer J Clin. 2017 Jan;67(1):7-30.

Miller KD, Siegel RL, Lin CC, Mariotto AB, Kramer JL, Rowland JH, Stein KD, Alteri R, Jemal
A. Cancer treatment and survivorship statistics, 2016. CA Cancer J Clin. 2016 Jul;66(4):271-89.
Barta JA, Powell CA, Wisnivesky JP. Global Epidemiology of Lung Cancer. Ann Glob Health.
2019 Jan 22;85(1).

Anda mungkin juga menyukai