Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO

Topik: TB PARU
Tanggal (kasus) : 10 Desember Presenter : dr. Afdal
2018
Tangal presentasi : Pembimbing: dr. Jerry Jim Hutagalung
dr. Linda S
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan

√ □ Keterampilan √ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
Tn. K, 30 tahun, batuk berdarah, TBC dengan hemoptoe, cavitas berdinding tebal pada apex
paru kanan
□ Tujuan: mengobati pasien dengan TBC

Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit


Cara membahas: √ Diskusi □Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos

Data pasien: Nama: Tn. K No registrasi:


Nama RS: RSUD H. Hanafie Muara Usia: 30 tahun Terdaftar sejak: 20
Bungo Desember 2018
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Tn. K usia 30 tahun datang ke RSUD HANAFIE dengan Keluhan batuk berdarah sejak 3
hari smrs, disertai dengan sesak napas. Tidak ada bunyi ngiik saat sesak. Dua bulan smrs,
pasien mengaku sudah sering batuk-batuk walaupun tidak disertai dengan darah. Demam juga
dikeluhkan pasien selama 2 bulan ini, demam tidak tinggi. pasien merasa berat badannya
semakin menurun semenjak keluhan batuknya muncul, penurunan nafsu makan +
2. Riwayat Pengobatan: -
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: -
4. Riwayat keluarga :
Pasien tinggal di rantau ikil bersama dengan orang tuanya dan saudara-saudara nya.

1
Sehari- harinya pasien tidak bekerja. Pasien mengatakan tidak tahu apakah dilingkungan
tempat tinggalnya ada yang mengalami keluhan seperti yang dirasakan pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : wiraswasta
6. Lain-lain : -
Daftar Pustaka:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

Hasil pembelajaran:
1. TB PARU
2. Penegakan Diagnosis
3. Tatalaksana TB paru

RANGKUMAN

Subyektif
Keluhan Utama:

Tn. K usia 30 tahun datang ke RSUD HANAFIE dengan Keluhan batuk berdarah
sejak 3 hari smrs, disertai dengan sesak napas. Tidak ada bunyi ngiik saat sesak. Dua bulan
smrs, pasien mengaku sudah sering batuk-batuk walaupun tidak disertai dengan darah.
Demam juga dikeluhkan pasien selama 2 bulan ini, demam tidak tinggi. pasien merasa berat
badannya semakin menurun semenjak keluhan batuknya muncul, penurunan nafsu makan +,
mual dan muntah -.

Obyektif

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda vital: TD: 100/70 mmHg N: 80x/m RR: 20x/m S: 36,50C
Mata : sklera ikterik -/- conjungtiva anemis -/-
Thoraks :
Cor dalam batas normal
Pulmo , inspeksi = simetris kanan dan kiri

2
Palpasi = vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi = sonor kanan dan kiri
Auskultasi = suara napas vesikuler +/+ , rh +/+ wh -/-
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 13 gr% Leukosit : 8.660/uL ; LED :80mm/jam ; Trombosit : 310.000/uL
Bilirubin total : 0,5 mg/dl ; Bil.direct: 0,2 mg/dl ; Bil.indirect: 0,3 mg/dl
SGOT : 19 u/L SGPT : 25 u/L
BTA = +++/ positif III
Rontgen Thoraks PA
Tampak cavitas berdinding tebal pada apeks paru kanan

“Assessment”
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks vermiformis,
penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti hiperplasia jaringan
limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid tissue (GALT), tumor,
parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur barium dari pemeriksaan
radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam perjalanan penyakit
appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman yang ada dalam lumen
apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti kuman E.coli, Klebsiella,
Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll.

Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup
yang disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan
pada saat bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang
mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini
mengakibatkan bendungan aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses
peradangan ini akan mengenai seluruh dinding appendiks.

“Plan”
pasien ditegakkan diagnosis klinis Tuberkulosis Paru dengan hemoptoe
TERAPI
a. Rawat bangsal paru
b. Drug :
- IVFD D5%:NaCl 0,9% 1:1

3
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Injeksi Vitamin K 1 ampul/ 8 jam
- Injeksi Asam Tranec 1 ampul/ 8 jam
- Ambroxol 3x1 tablet
- OAT FDC (IxIII)
- B6 1x1 tablet
- Proliva 3x1 tablet
Dan lain-lain: setelah menjalani 2 hari perawatan, pasien menunjukkan perbaikan.
Pasien tidak lagi mengeluh batuk disertai darah.

TINJAUAN PUSTAKA

4
DEFINISI

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia
melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran
napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi
pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.

ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk


batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan
Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif
kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.

PATOFISIOLOGI

Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan


dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara
(airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel,
kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam tetesan droplet yang terhirup dan
mencapai alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya dan berproliferasinya kuman tersebut
dan adanya interaksi dari tuan rumah, misalnya basil tidak virulen yang di suntikan contoh
BCG hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal.
Resistensi dan hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.

Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe imuniitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi
lambat.

Pembentukan dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresifnya


terutama ditentukan oleh:

1. Jumlah kuman yang masuk dan perkembangbiakan selanjutnya.

5
2. Resistensi dan hipersensivitas dari hospes.

Saat masuk ke tubuh manusia kuman mycobacterium tuberculosis akan membentuk


dua tipe lesi utama:

1. Tipe eksudatif, ini terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan
kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,
dimana lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan
resolusi sehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif
dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes
tuberculin positif.

2. Tipe produktif, bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu granuloma
menahun yang terdiri dari 3 daerah:

 Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang mengandung
basil tuberkel.

 Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.

 Derah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian terbentuk
jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan membentuk
kaverne, selanjutnya lesi ini sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.

Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar ke
seluruh organ, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan oksigen
yang tinggi oleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi seperti ini disebut dengan nekrosis kaseosa.

Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Ini dapat dilihat pada
orang sehat yang selalu menjalani pemeriksaan radiologi.

Cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis:

1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei (partikel
kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi. Setiap

6
kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif (memiliki
kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas selama 1-2
jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.

2. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas bagian atas
dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan membentuk sarang
primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut komplek primer.

3. Komplek primer selanjutnya mengalami perjalanan penyakit tergantung virulensi, jumlah


kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat,
sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan menyebar
baik secara hematogen atau limfatogen.

Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut. Pada
orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat tetapi
kuman tersebut akan jadi aktif bila:

 Kekurangan gizi

 Kondisi fisik yang lemah

 Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus

 Pecandu obat-obat terlarang

 Menggunakan hormon steroid

 Perokok berat

Kuman-kuman akan mulai berkembang-biak dan menimbulkan penyakit TBC.


Timbulnya penyakit bisa langsung terjadi setelah terinfeksi atau butuh waktu tahunan untuk
berkembang.

7
Gambar1. Penyebaran bakteri tuberkulosis

Gambar2. Mycobacterium tuberculosis

MANIFESTASI KLINIS

Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk


berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri
dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita
bahkan kematian.

Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1. Gejala Respiratorik
 Batuk lebih dari 3 minggu
 Dahak (sputum)
 Batuk darah
 Sesak nafas
 Nyeri dada
 Wheezing

2. Gejala Sistemik
 Demam dan menggigil
 Penurunan berat badan
 Rasa lelah dan lemah (Malaise)

8
 Berkeringat banyak terutama di malam hari
 Tidak ada nafsu makan (Anoreksia)
 Sakit-sakit pada otot (Mialgia)

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :

1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru

2) Bakteriologi ; hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif

3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat

4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah


1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:


1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh
dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.

a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum


a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :

9
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis
aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Myccobacterium tuberculosis positif

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
10
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default
maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik,
bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

TB paru juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1) TB Paru BTA (+) yaitu:

 Dengan atau tanpa gejala.

 Gambaran radiology sesuai dengan TB paru.

2) TB paru BTA (-)

 Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB paru.

 BTA (-).

3) Bekas TB paru

 BTA (-).

 Gejala klinik tidak ada, ada gejala sisa akibat kelainan paru yang di
tinggalkan.

 Radiolgi menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih gambaran serial


menunjukan foto yang sama

 Riwayat pengobatan TB (+)

Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:

11
1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat
seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis
dengan gangguan neurologik dan lain-lain.

2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).

3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB
diluar paru selain kategori I.

4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:

a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).

b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

c. Secret di saluran nafas dan ronkhi.

d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronchus.

2. Laboratorium
a. Kultur sputum.
b. Mantoux Test/Tuberkulin Test.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru.

3. Radiologis

12
Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB
yaitu:

a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.

b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).

c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.

d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.

e. Adanya kalsifikasi.

f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

g. Bayangan milier.

Gambar3: Uji Tuberkulin

PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan Pengobatan

13
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.

Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


• Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
• Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
• Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan

14
• Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
• Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

 Kategori Anak: 2HRZ/4HR


Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.

 Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya.

15
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

16
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi yang jelas

17
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu
dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Pemantauan Hasil Kemajuan Pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan


pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena
tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak
dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen
tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan
ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
an.

18

Anda mungkin juga menyukai