Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

HEMATOTHORAX
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
di RS PKU Muhammadiyah Temanggung

Pembimbing :
dr. Ahmad Aryono, Sp.B, FINACS

Disusun oleh :
Astrid Avidita A
H2A010007

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3
% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena
multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan.
Trauma thorax merupakan trauma yang sering kita dapatkan sehari-hari
setelah trauma tulang. Insidensi trauma thorax adalah 1 dari 4 kasus trauma. Salah
satu trauma yang terjadi pada rongga dada adalah hematothoraks. Hematothoraks
adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru (rongga
pleura). Jika hematothoraks terjadi massif, maka pasien dapat hipoksia sampai shock
hipovolemia, bahkan dapat berujung kematian. Oleh karena itu,penting bagi kita
untuk mengetahui dan memahami tentang penyebab, penegakan diagnosis, serta
penatalaksanaan pasien hematothorax

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. K

Usia

: 48 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Garung 14/05 Butuh Kalijajar, Wonosobo

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 22 Desember 2014

No RM

: 135686

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 November
2014 jam 09.40 WIB
Keluhan utama : Dada kiri nyeri saat bernafas
Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS pasien jatuh dari atap ke tanah saat akan membetulkan atap
yang bocor. Tinggi dari atap sampai tanah kira-kira 2 meter. Pasien jatuh
dengan posisi terduduk dan bagian dada kiri menimpa balok pada tanah.
Pasien mengaku tidak pingsan, muntah, maupun pusing setelah terjatuh.
Sebelumnya pasien telah berobat ke sangkalputung, namun pada HMRS
pasien merasa nyeri semakin bertambah berat, terutama saat digunakan
untuk bernafas dan batuk.
Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat asma (+) sejak 4 tahun, riwayat sakit darah tinggi (-), alergi (-),
riwayat batuk lama & batuk darah (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
riwayat asma (-), alergi (-), batuk lama & batuk darah (-), riwayat kencing
manis (-), riwayat darah tinggi (-).
Riwayat Pribadi
3

Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak kecil. Konsumsi rokok 1


bungkus per hari, jenis rokok non filter dan membuat sendiri.
Riwayat sosial
Pasien bekerja sebagai petani. Biaya pengobatan ditanggung oleh pasien
sendiri.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Desember 2014 jam 9.50
WIB
Primary survey
Airway

: bebas

Breathing

: breathing spontan, asimetris dengan sisi kiri tertinggal,


laju nafas 26 x/mnt, retraksi iga (-), deviasi trachea (-),
SpO2 91%

Circulation

: TD 160/70 mmHg
Nadi 84x/menit isi dan tegangan cukup
Akral hangat
Capillary refill time <2

Disability

: GCS E4V5M6

Exposure

: jejas pada thorax (-)

Secondary survey
Status generalis
Keadaan umum : tampak sesak nafas dan kesakitan
Kesadaran
Tanda Vital

: Compos Mentis (GCS : E4V5M6)


: Tekanan Darah 160/70 mmHg
Nadi
84 x/menit, isi dan tegangan cukup
RR

26 x/menit

Kepala

Suhu
36,6C (axilla)
Berat badan 70 kg
Tinggi badan 172 cm
: Mesocephal, rambut merata, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/),


pupil isokor (3mm/3mm)

Telinga

: Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung

: Simetris, deviasi septum(-), sekret (-/-), darah


(-/-) ,napas cuping hidung (-),

Mulut

: sianosis (-), mukosa normal, gusi berdarah (-),


tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-)

Leher

: Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), nyeri tekan

Thorax

(-), JVP tidak meningkat


: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
: konfigurasi jantung dalam batas normal
: Bunyi Jantung I-II normal, regular, bising (-)

Pulmo
Dextra

Sinistra

Pulmo anterior
Inspeksi

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Diameter : lateral >antero


posterior
asimetris
Retraksi iga (-)
Stem fremitus normal
Nyeri tekan (-)
Sonor
Suara dasar paru vesikuler
Wheezing (+)

Diameter : lateral >antero


posterior
asimetris, gerak dada kiri
tertinggal
Retraksi iga (-)
Stem fremitus melemah
Nyeri tekan (+)
Redup mulai di ICS 3
Suara dasar paru
vesikuler, melemah
Wheezing (+) minimal

Pulmo posterior
Inspeksi

Asimetris

asimetris, gerak dada kiri


tertinggal

Palpasi

Stem fremitus normal


Nyeri tekan (-)
Sonor

Stem fremitus melemah


Nyeri tekan (+)
Redup mulai di ICS 3

Perkusi

Auskultasi

Suara dasar paru vesikuler,


Wheezing (+)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

Suara dasar paru


vesikuler, melemah
Wheezing (+)

: permukaan datar, distensi (-), massa (-), luka


bekas operasi (-)
: bising usus (+) normal
: timpani seluruh lapang abdomen
: Supel, hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas
Ekstremitas superior
Ekstremitas inferior
IV.

: akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)


: akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)

RESUME
Dari anamnesis didapatkan adanya nyeri pada dada sebelah kiri
dan bertambah saat bernafas dan batuk sejak pagi SMRS. Pasien mengaku
terjatuh dari atap ke tanah satu hari sebelumnya. Pusing (-), muntah (-)
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sesak, hemitorak
asimetris, tampak gerak dada kiri tertinggal, stem fremitus hemitorak
sinistra melemah, perkusi torak sinistra redup mulai ICS 3, auskultasi
hemitorak sinistra suara dasar vesikuler dan melemah, terdapat suara
tambahan wheezing di hemitorak dextra dan sinistra.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Tanggal 22 desember 2014 jam 11.39 WIB
Pemeriksaan
darah rutin
RBC
MCV
RDW%
RDWa
HCT
PLT
MPV
PDW
PCT

Hasil

Nilai Rujukan

4,68 106/mm3
87,5 fl
15,0 %
73,3 fl
41,0 %
217 103/mm3
8,2 fl
12,4 fl
0,18 %

3,5 - 5.5 106/mm3


75 - 100 fl
11 - 16 %
30 - 150 fl
35 - 55 %
150 - 400 103/mm3
8 - 11 fl
0,1 - 99,9 fl
0,01 - 9,99 %

LPCR

16,6 %

0,1 - 99,9 %

WBC
HGB
MCH
MCHC
LYM
GRAN

12,0 103/mm3
15,1 g/dl
32,3 pg
36,9 g/dl
1,6 103/mm3
10 103/mm3

3,5 - 10 103/mm3
12 - 18 g/dl
25 - 35 pg
31 - 38 g/dl
0,5 - 5 103/mm3
1,2 - 8 103/mm3

MID

0,4 103/mm3

0,1 - 1,5 103/mm3

LYM%

13,5 %

15 - 50 %

GRA%

83,0 %

35 - 80 %

MID%
Kimia Klinik
Glukosa

3,5 %

2,6 - 15 %

120 mg/dL

70 - 105 mg/dL

Ureum

37 mg/dL

13 - 43 mg/dL

Creatinin

1,23 mg/dL

0,70 1,30 mg/dL

Radiologi X foto thorax PA


Tanggal 22 desember 2014

Kesan :
o hematothorax sinistra
o fraktur costa 2, 3, 4, 5, 6 posterior sinistra
VI.

ASSESSMENT
hematothorax sinistra
Closed fracture costa 2, 3, 4, 5, 6 posterior sinistra

VII.

INISIAL PLAN
1. Ip. Tx
:
a. O2 nasal kanul 4 Liter per menit
b. Infus RL 20 tpm
c. Pemasangan water seal drainage
2. Ip. Mx
:
a. KU/TV
b. Tanda distress pernafasan
c. Monitoring produk WSD setiap 24 jam
3. Ip. Edukasi
a. Menjelaskan jenis penyakit dan penyebab penyakit
b. Edukasi agar posisi pasien setengah duduk
c. Edukasi untuk latihan mengambil nafas panjang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I.

PLEURA
A. ANATOMI

Dinding
thorax
terdiri atas kulit, fascia, saraf, pembuluh darah, otot, dan tulang. Fungsi
dinding thorax yaitu melindungi organ interna thorax dan abdomen;
mempertahankan tekanan negative internal yang dihasilkan oleh gerakan
inspirasi dan elastic recoil dari paru; menyokong beban dari tungkai atas;
dan menyokong banyak otot dari tungkai atas, leher, abdomen, punggung,
serta otot respirasi.
Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian
belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka
rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh
sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung
pada tepi bawah sternum

10

Otot inspirasi utama yaitu m.intercostalis externus, yang berfungsi


mengangkat iga (fungsi elevasi). otot pernafasan yang paling penting
adalah diafragma, berfungsi melebarkan rongga dada serta menyebabkan
elevasi

iga

bagian

bawah.

Otot

inspirasi

tambahan

yaitu

m.sternocleidomastoideus mengangkat sternum ke depan atas, n. scalenus


anterior, medius, dan posterior berfungsi elevasi serta memfiksir iga
bagian atas. Otot ekspirasi dalam yaitu m.intercostais internus, menekan
iga kearah dalam. Otot abdomen m.rectus abdominis, m. obliqus externus,
m, obliqus internus, m. tranversus abdominis menekan iga bagian bawah
dan kompresi isi perut.

11

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim


paru, mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral
dan pleura parietal. Pleura visceralis /pulmonis, yaitu pleura yang
langsung melekat pada permukaan pulmo dan Pleura parietalis, yaitu
bagian pleura yang beratasan dengan dinding thorax. Kedua lapisan ini
saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamentum pulmonale
(pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat sebuah
rongga yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura
yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses
pernafasan.
Pleura parietal bedasarkan letaknya terbagi atas :

12

13

a. Cupula pleura (pleura cervicalis)


Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun
tidak melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak
b.

setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os.clavicula.


Pleura parietalis pars diafraghmatica
Pleura yang menghadap ke diafraghma permukaan thoracal yang

dipisahkan oleh fascia endothoracica.


c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis)
Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial
dan membentuk bagian lateral dari mediastinum
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a.mammaria,
a.musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada system vena
dinding thorax. Sedangkan pleura visceralisnya mendapatkan vskularisasi
dari Aa. Bronchiales.
Innervasi Pleura
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis
b. Pleura paritalis pars diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh
Nn. Intercostales, sedangkan bagian central oleh n.phrenicus
c. Pleura visceralis diinervasi oleh seraut afferent otonom dari plexus
pulmonalis.1,2
B. FISIOLOGI
Tekanan pleura secara fisiologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan
cairan pleura dan tekanan permukaan pleura.4 Tekanan cairan pleura
mencerminkan dinamik aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar
-10 cmH2O. Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik
recoil dinding dada ke arah luar dengan elastic rekoil paru ke arah dalam.
Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih
negatif di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding
dada dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura
secara vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan
apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata di seluruh
jaringan paru normal. sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura

14

berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan di apeks lebih


besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di
apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan. Gradien ini juga
menyebabkan variasi distribusi ventilasi.
Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul
fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili
mesotel sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi.
Proses tersebut bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan
oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara
pleura viseral dan parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 m. Proses
respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir
melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang
mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru
(tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan
antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut
tekanan transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan
paru sehingga memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi.3
II.

HEMATOTHORAX
1. Definisi
Hematothorax adalah akumulasi darah di rongga pleura. Sumber darah
mungkin dari dinding dada, parenkim paruparu, jantung atau pembuluh
darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau
tajam.
2. Etiologi
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal. Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai
berikut :
a. Traumatis
Trauma tumpul.

15

Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).


b. Non traumatic atau spontan
Neoplasia (primer atau metastasis).
Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
Emboli paru dengan infark.
Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
Bullous emfisema.
Tuberkulosis.
Paru atriovenosa fistula.
Nekrosis akibat infeksi.
Telangiektasia hemoragik herediter.
Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner
Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang
merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru
3. Patofisiologi
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus
paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga
pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Darah pada hemathorax dapat berasal dari :

Robeknya paru
Pecahnya pembuluh darah interkosta
Pecahnya a. mamaria interna
Pecahnya pembuluh darah dalam mediastinum
Dari jantung
Organ abdomen seperti lien, hepar, melalui diafragma

16

Perdarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2
area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan

hemodinamik

bervariasi

tergantung

pada

jumlah

perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750


mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan
hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang
sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih
liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura
dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma,
kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan
dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah
menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan
klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala
pada individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk
organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang
mendasari.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paruparu, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa
derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.

17

Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein


cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam
rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala
dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya
dari hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari
kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak
ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan
sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam
hemothorax yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan
pleura viseral.

Proses adhesive ini menyebkan paru-paru

tetap

posisinya dan mencegah dari berkembang

pada

sepenuhnya.
4. Diagnosis
Klasifikasi
hematotorak
Ukuran

Besarnya
Bayangan foto

Penanganan
Pemeriksaan

Kecil

rontgen
0-15%

fisik
Perkusi
pekak Gerakan

Sedang

15-35%

sampai iga IX
(fisioterapi)
Perkusi
pekak Aspirasi
dan

Berat

>35%

sampai iga VI
tranfusi
Perkusi
pekak Penyalir sekat air
sampai
iga IV

a. Klinis

18

cranial di

ruang

iga, tranfusi

aktif

antar

Jika cairan pada cavum pleura kurang dari 300 cc, tidak memberikan
tanda-tanda yang nyata. Bila lebih dari 500 cc akan memberikan kelainan
pada pemeriksaan fisik seperti penurunan pergerakan hemitoraks yang
saki, fremitus suara dan suara nafas melemah. Cairan pleura yang lebih
dari 1000 cc dapat menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan
syarat cairan tidak memenuhi seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih
dari 2000 cc, akan memberikan tanda suara nafas melemah atau menurun,
mungkin menghilang sama sekali dan mediastinum terdorong ke paru
yang sehat.
b. Radiologis
Cairan yang kurang dari 300 cc, pada fluoroskopi maupun foto torak PA
tidak tampak. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpulan
sinus kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan
pleura lebih dari 300 cc, sinus kostofrenikus tidak tampak tumpul tetapi
diafragma terlihat meninggi. Untuk memastikan dapat dilakukan foto
lateral sisi yang sakit.2,4
5. Diagnosis banding4
Etiologi
Cedera/tindak bedah

Kunci diagnosis
A : cedera tumpul atau tajam, tindak

Keganasan

bedah
G/T : nyeri dada atau punggung
D: mediastinum melebar, angiogram
G/T: nyeri dada, syok
P: adhesi robek, bula paru pecah
D: torakoskopi
D: sel maligna di cairan aspirasi,

Infark paru
TBC paru

biopsy (torkoskopi)
A: nyeri dada pada pernafasan
D: batang tahan asam di cairan atau

Aneurisma aorta yang pecah


Hemotoraks spontan

sputum
Periarteritis nodosa
P: penyakit sistemik
D: biopsy pleura, torakoskopi
A=anamnesis, G/T=gejala/tanda, D=diagnosis, P=patologi

19

6. Penatalaksanaan
Hemotoraks kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari 15%
pada foto rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus.
Hemotoraks sedang, artinya tampak bayangan menutup 15-30% pada foto
rontgen dipungsi dan penderita diberi tranfusi. Pada pungsi sedapat mungkin
dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata terjadi kekambuhan, dipasang
penyalir sekat air
water seal drainage
Indikasi :
Pneumothorax
-

tidak semua pneumotorak membutuhkan pemasangan chest drain.


Pneumotorak spontan primer (usia dibawah 50 tahun tanpa penyakit
paru yang mendasari) biasanya ditangani dengan aspirasi sederhana.
Pasien dengan penyakit paru dan pneumotorak traumatic biasanya

membutuhkan chest drain.


pneumotorak persisten atau rekuren setelah aspirasi sederhana
tension pneumothorax harus selalu ditangani dengan chest drain setelah

dekompresi dengan needle atau canula


pneumotorak spontan sekunder yang besar pada pasien diatas usia 50
tahun
Pleural fluid

efusi pleura maligna


efusi pleura simple
Empyema
Traumatic pneumothorax or haemopneumothorax
Peri-operative eg. thoracotomy, oesophageal surgery, cardiothoracic
Surgery

20

21

Thoracotomy
merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika
hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat
mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk
menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang
segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber
perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.
diindikasikan apabila :

Perdarahan >500 cc dalam 2 jam berturut-turut


Perdarahan yang timbul 200-300 cc per jam
Dengan tranfusi darah 2000 cc tidak ada perbaikan

Trombolitik agent
trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest
tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi
hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan
perlu tindakan operasi segera.4
7. Komplikasi
Komplikasi dapat berupa :

Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan


meninggal).

22

Fibrosis atau skar pada membran pleura.

Pneumothorax.

Pneumonia.

Septisemia.

Syok.

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma


(otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan
kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa
kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada
risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kematian

23

DAFTAR PUSTAKA
1

Mulholland, M. W, Lillemoe, K.D, Doherty, G.M, et al. 2006 Greenfields

Surgery scientific principle & practice, 4th ed. Lippincott Williams & wilkins
2 Alsagaff, H, Mukty, A. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
3

Airlangga University Press


Pratomo, I.P. 2013. Anatomi dan fisiologi Pleura. Cermin dunia kedokteran

205/ vol. 40 no. 6


De Jong, Wim dan Sjamsyuhidayat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

24

Anda mungkin juga menyukai