Anda di halaman 1dari 47

Clinical Science Sessions

Perseptor : dr. Asep Saefulloh, Sp.S

TETANUS

Presentan :
 Nada Iyah Hadayna
Rifa Fitriani Dewi
PENDAHULUAN

• Merupakan suatu gangguan neurologis,


dikarakteristikan oleh adanya peningkatan
tonus otot dan spasme otot
• Penyakit yang akut dan seringkali fatal
• Disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani
• Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani
tetanos, yang diambil dari kata teinein yang
berarti teregang
DEFINISI

Tetanus adalah suatu keadaan


intoksikasi dari susunan saraf oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh
basilus tetanus (Clostridium tetani)
dengan manifestasi sebagai kejang
otot paroksismal, diikuti kekakuan
otot seluruh badan.
EPIDEMIOLOGI

• Organisme penyebab ditemukan secara primer


pada tanah dan saluran cerna hewan dan
manusia.
• Transmisi secara primer terjadi melalui luka
yang terkontaminasi.
• Tahun 1992 → 578.000 meninggal karena
tetanus neonatorum.
• Tahun 2000 WHO → 0,5 – 1 juta kasus dan
tetanus neonatorum terhitung sekitar 50% dari
kematian akibat tetanus di negara – negara
berkembang.
• Di Amerika Serikat :
• Perkiraan insidensi tetanus secara global adalah
18 per 100.000 populasi per tahun.
• Laki – laki banding wanita → 3 : 1 atau 4 :1.
• Angka kematian tetanus sekitar 45%.
• 15% pada individu yang tidak divaksin
• Angka kematian tertinggi diketahui pada
penderita dengan usia >60 tahun (18%).
• Departemen kesehatan jawa barat pada tahun
1990 melaporkan terdapat 240 kasus
The Sources Of Tetanus in Department Neurology
Hasan Sadikin Hospital Bandung

1999-2000

wound in arm
13% 4% 20% wound in leg
8%
wound in head
otitis media
17% periodentis infection
38%
no identifiable
FAKTOR RESIKO

• Luka terbuka ataupun riwayat luka sebelumnya.


• Luka yang terkontaminasi oleh tanah (pada
petani).
• Terluka oleh benda berkarat.
ETIOLOGI

Clostridium tetani
• Anaerobic motile gram positive rod.
• Ditemukan → permukaan tanah yang gembur
dan lembab, pada usus halus, feses hewan.
• Spora dewasa (bentuk vegetatif) memiliki
bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di
ujung → drumstick.
• Spora → sulit diwarnai dengan pewarnaan
gram.
• Bentuk vegetatif → mati dengan pemanasan
120o C (15 – 20”) tapi dapat betahan hidup
terhadap antiseptik fenol.
• Organisme ini berukuran 0,5-1,7 mikrometer X
1,8-2,1 mikrometer. Tidak berwarna, oval,
memiliki spora terminal.
• Sifat Spora :
– bertahan selama bertahun-tahun (dilingkungan luar)
– resisten terhadap desinfektan dan perebusan selama
20 menit
– Mati dengan iodin atau hidrogen peroksida.
Clostridium tetani
• 2 macam eksotoksin yang dihasilkan C. tetani
yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
– Tetanolisin → kerusakan jaringan yang
sehat pada luka terinfeksi.
– Tetanospasmin → neurotoksin potensial
yang menyebabkan penyakit.
• Tetanospasmin menghambat pelepasan
neurotransmiter glisin dan GABA pada
terminal inhibisi daerah presinaps
sehingga menyebabkan relaksasi otot
terhambat.
PATOPHYSIOLOGI

• C.tetani memasuki tubuh melalui luka.


• Spora dapat tumbuh pada keadaan yang anaerob.
• Jaringan nekrosis, benda asing, infeksi aktif juga merupakan
tempat yang baik untuk perkembangan spora & perlepasan
toksin.
• Tetanospasmin merupakan sunstansi asam amino rantai
polipeptida yang dilepasi didalam luka.
• Toksin terikat pada ujung terminal motor neuron perifer,
kemudian memasuki akson & ditranspor secara retrograd
melalui intraneural.
• Toksin ini berkerja pada sistem saraf, termasuk motor end
plate perifer, medula spinalis, otak dan sistem saraf otonom.
• Selain itu toksin juga dapat menyebar melalui sistem
peredaran darah & limfatik.
PATOPHYSIOLOGI. Cont

• Tetanoplasmin menghambat perlepasan neuron inhibitor


yang berfungsi mengatur kontraksi otot.
• Otot akan berkontraksi secara tidak terkontrol sehingga
menjadi kaku.
• Neuron yang melepaskan neurotransmitter inhibitor major,
yaitu GABA & glisin akan menjadi sensitif terhadap
tetanoplasmin sehingga terjadi kegagalan inhibisi pada respon
refleks motor pada stimulasi sensorik.
• Penghambatan ini disebabkan kerana pemecahan protein yang
berfungsi pada perlepasan vesikal, yaitu synaptobrevin.
• Hal ini mengurangi fungsi inhibisi & meningkatkan kecepatan
istirahat pada motor neuron serta bertanggungjawab pada
rigiditas otot.
• Sehingga pada saraf perifer terpendek akan menimbulkan
gejala awal berupa distursi wajah, kekakuan punggung &
leher.
PATOPHYSIOLOGI.Cont

• Ia merupakan manifestasi klinis khas yang terjadi ketika


toxin tetanus mengganggu perlepasan neurotransmitter &
menghambat impulse inhibitor.
• Keadaan ini mengakibatkan kontraksi & spasme otot,
juga dapat terjadi kejang & bahkan mengenai sisten saraf
otonom yang disebabkan inhibisi pada neuron
preganglion simpatis di substantia grisea lateral medulla
spinalis sehingga menghasilkan hyperaktifitas simpatis.
• Tetanospasmin dapat menghambat perlepasan
neurotransmitter pada neuromuscular junction yang akan
mengakibatkan kelemahan & paralisis
PATOGENESIS

• Luka yang nekrosis, terkontaminasi oleh tanah, terluka oleh benda berkarat benda
asing

Clostridium tetani masuk

Menghasilkan Toksin Tetanus

Toksin terikat pada ujung terminal motor neuron perifer

Toksin mengikut serabut saraf secara ascending melalui axon

Sampai ke sel bodi alpha motor neuron ke dalam medula spinalis dan batang otak

Toksin tetanus mencapai terminal saraf inhibisi

Toksin terikat pada reseptor membran presinaptik

Inhibisi neurotransmiter GABA dan glycine
PATOGENESIS.Cont

• Kontraksi otot agonis & antagonis secara


bersamaan (seharusnya inhibisi)  Spasme
• ↑ resting firing rate pada alpha motor neuron 
Rigidity
• Efek pregangionik simpatetik neuron 
menyebabkan simpatis hiperaktivity dan ↑
sirkulasi catecholamine
Patogenesis

Luka Spora C.Tetani Berkembang pada


Ada Luka
masuk keadaan an-aerob
Menyebar ke
Pada presinaptik Melepaskan
neuron, darah,
terminal neuron tetanospasmin
limfatik
akan menghambat
sekresi
Neurotransmitter
inhibitor GABA Sumasi Kontraksi
dan Glysine otot

Spame Otot
(Trismus,
opistotonus)
Masa Inkubasi

– Waktu antara terjadinya luka sampai timbul gejala


pertama berupa spasme otot rahang.
– Umumnya antara 7 – 14 hari, dapat berkisar antara 2
hari sampai beberapa minggu
– Makin singkat masa inkubasinya makin berat
penyakitnya.
Periode Onset

Waktu antara timbulnya gejala pertama


sampai timbulnya spasme umum otot.

• Sekitar 2 – 3 hari, dpt berkisar antara 1 – 7


hari.

• Semakin singkat periode onset semakin


berat penyakitnya.
Mechanism of Action of Tetanus Toxin
Gambaran Klinis

• Masa inkubasi bervariasi antara 4 sampai 14


hari, biasanya sekitar 8 hari dengan periode
onset 2-3 hari.
Gejala umum :
• Kekakuan otot (rigiditas)
– Trismus (lockjaw) – kekakuan otot masseter –
biasanya manifestasi pertama.
– Risus sardonicus – kontraksi berterusan dari otot
wajah- grimace/sneer.
– Kekakuan otot-otot leher yang menimbulkan retraksi
kepala.
– Kekakuan otot-otot faring sehingga
timbul disfagia.
– Kekakuan otot-otot dada -gerakan
nafas terbatas- sianosis dan threaten
ventilation.
– Perut papan - kontraksi otot-otot
abdomen.
– Opitotonus - kontraksi otot-otot
punggung.
• Pasien bisa febris
• Spasme (kejang)
– Kejang tonik yang timbul secara episodik,
bisa didapatkan retraksi kepala, opistotonus
yang menghebat dan fleksi dari lengan.
– Timbul spontan atau dipicu oleh rangsangan
berupa rangsangan sentuhan, auditori,
visual, atau emosional.
• Gangguan otonom (sering didapatkan
pada tetanus derajat berat)
– Peningkatan aktivitas simpatis : sinus
takikardi >150x/min, keringat yang
berlebihan, peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik aritmia
supraventrikuler transien.
– Peningkatan aktivitas parasimpatis : salivasi
berlebihan,peningkatan tonus vagal yang
berefek ke sistem kardiovaskuler
Diagnosis

• Hanya melalui anamnesa dan gejala klinis saja,


sedangkan pembuktian kuman seringkali tidak
perlu, karena amat sukar mengisolasi kuman
dari luka pasien.
• Diagnosis banding :
– Status Epileptikus
– Peritonsilar abses
– Dental abses
– Sepsis
Klasifikasi

Secara klinis:
1. Tetanus lokal
2. Tetanus sefalik
3. Tetanus neonatorum
4. Tetanus umum
Tetanus Lokal

• Bentuk tetanus yang paling ringan.


• Gejala awal berupa kekakuan dan nyeri pada
otot sekitar luka diikuti spasme singkat pada
otot yang terkena atau kedutan otot.
• Trismus ringan dapat terjadi pada tetanus lokal
dan gejala ini dapat membantu penegakan
diagnosis tetani.
Tetanus Sefalik

• Luka pada wajah atau daerah kepala.


• Masa inkubasi 1-2 hari.
• Kelumpuhan terbatas pada otot wajah dan
mata.
• Gejala berupa trismus dan blefarospasm.
Tetanus Neonatorum

• Penyebab utama kematian infant pada negara yang sedang berkembang.


• Angka mortalitas sangat tinggi.
• Masa inkubasi bervariasi antara 1 hari sampai 3-4 minggu.
• Infeksi didapatkan :
– Dari kontaminasi pada saat kelahiran.
– Pasangan yang tidak pernah diimunisasi.
• Gejala :
– Irritability
– Poor feeding
– Rigidity with spasm (developed later)
• Prognosis: very low survival rate
• Gejala dini → kesulitan menelan akibat kekakuan pada bibir, otot
rahang serta faring.
• Trismus jelas dengan sisi badan opistotonus berat, fleksi ekstremitas
atas dengan hiperekstensi anggota badan bawah.
• Kematian akibat kegagalan pernafasan, hipoksia dan pneumonia baik
akibat aspirasi maupun infeksi bakteri.
Tetanus Umum

DERAJAT TETANUS
Modifikasi Ablett’s :
• I:
– trismus ringan dan sedang dengan kekakuan umum.
– Tidak disertai dengan kejang.
– gangguan respirasi dengan sedikit atau tanpa
gangguan menelan.
• II :
– trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan
sampai sedang yang berlangsung singkat disertai
disfagia ringan
– takipnea > 30 – 35 x/ menit.
• III
– trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang
spontan yang berlangsung lama.
– Gangguan pernapasan dengan takipnea > 40 x/menit,
kadang apnea,
– disfagia berat dan takikardia > 120x/menit.
– Terdapat peningkatan aktivitas saraf otonom yang
moderat dan menetap.
• IV
– gambaran tingkat III disertai gangguan saraf otonom
berat dimana
– hipertensi berat dengan takikardi berselang dengan
hipotensi relatif dan bradikardia atau hipertensi
diastolik yang berat dan menetap (tekanan diastolik
>110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap
(tekanan sistolik <90 mmHg).
– Dikenal juga dengan autonomic storm.
Patel dan Joag membagi penyakit tetanus ini
dalam tingkatan dengan berdasarkan gejala klinis
yang dibaginya dalam 5 kriteria :
• Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas,
disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang
• Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi
dan derajatnya
• Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
• Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau
kurang
• Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100o F
dan aksila sampai 99o F
Dengan berdasarkan lima kriteria di atas ini, maka dibuatlah
tingkatan penyakit tetanus sebagai berikut:
• Tingkatan penyakit tetanus :
• Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 )
mortalitas o %
• Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2)
dengan masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari
2 hari, mortalitas 10 %
• Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa
inkubasi kurang dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari,
mortalitas 32%
• Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria
dengan mortalitas 60%
• Tingkat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5
kriteria, termasuk di dalamnya adalah tetanus neonatorum
maupun puerpurium.
Terapi Tetanus

Prinsip terapi untuk tetanus :


• Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk
mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih
lanjut
• Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas
dalam sirkulasi (belum terikat dengan sistem
saraf pusat)
• Meminimalisasi gejala yang timbul akibat
ikatan tetanospasmin dengan sistem saraf pusat
• Mengobati spasme otot
Terapi umum untuk tetanus :
• Dirawat di ruangan tenang & dimonitor ketat.
• Cairan infus Dx5% untuk mencegah dehidrasi
dan hipoglikemi
• Debridement luka.
• Berikan hTIG dan terapi antibiotika.
• Oksigenasi
• Diet tinggi kalori tinggi protein
Terapi khusus:
• Antikonvulsan: benzodiazepine
– Pada orang dewasa :
• Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
• Spasme sedang : 5-10 mg i.v
• Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml Dx5%,
infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam
• Antibiotik: metronidazol 500 mg P.O tiap 6 jam
atau 1 gr tiap 12 jam selama 10 – 14 hari.
• Tetanus antitoksin: ATS 10.000 U IM (skin test)
• Nutritional support
Komplikasi

• Kematian (sudden cardiac death)


• Kasus fatal sering pada usia 60 tahun (18%)
• pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%).
• Kematian sering diakibatkan oleh adanya produksi
katekolamin yang berlebihan dan adanya efek
langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada
miokardium.
• Obstruksi jalan napas
laringospasme (spasme pita suara) hingga menyebabkan
obstruksi dan gangguan pada jalan napas
• Hipoksia dan gagal napas.
• hipoksia dengan alkalosis respiratorik oleh karena
hipokapnia
• hipoventilasi alveolar dengan penurunan tajam PaO2
dan hiperkapnia disebut : Gagal napas tipe II
• Fraktur
Fraktur pada tulang vertebra atau tulang
panjang bisa terjadi karena kontraksi yang
berlebih atau kejang yang kuat.
• Hiperaktifitas sistem saraf otonomik
Efek samping yang terjadi pada keadaan ini
adalah dengan meningkatnya tekanan darah
(hipertensi) dan denyut jantung yang tidak
normal.
• Infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di
rumah sakit yang lama.
• Infeksi sekunder
Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat
pemasangan kateter, hospital-acquired pneumonias
dan ulkus dekubitus.
• Hypoxic injury, aspirasi pneumonia dan emboli
paru
Emboli paru adalah masalah yang sering ditemukan
pada pasien lanjut usia dan pasien dengan penggunaan
obat-obatan. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi
lanjut pada tetanus dan sering ditemukan pada 50 -
70% pasien yang diotopsi.
• Ileus paralitik, luka akibat tekanan, retensi
urin dan konstipasi
• Malnutrisi dan stress ulcers
• Koma
• Neuropati
• Kelainan psikis
• Kontraktur otot
• Dislokasi sendi glenohumeral dan
temporomandibular
Prognosis

Prognosis tergantung:
• Interval Inkubasi yang pendek
• Onset kejang yang dini (early onset)
• usia
• gizi yang buruk
• penanganan terhadap komplikasi
• Penanganan yang lambat
• Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang
terkontaminasi
• Tetanus neonatorum
Pencegahan

• Imunisasi aktif
• Diawali saat infancy usia 8 minggu
• Diulang setiap interval 4 – 8 minggu
• Dosis booster pd usia 4 – 6 tahun
• Untuk usia > 7 tahun  3 dosis dengan interval
6 minggu (2 dosis pertama),6 bulan berikutnya
setelah dosis ke-2
• Booster diberikan setiap 10 tahun
ALHAMDULILLAH
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai