TETANUS
Presentan :
Nada Iyah Hadayna
Rifa Fitriani Dewi
PENDAHULUAN
1999-2000
wound in arm
13% 4% 20% wound in leg
8%
wound in head
otitis media
17% periodentis infection
38%
no identifiable
FAKTOR RESIKO
Clostridium tetani
• Anaerobic motile gram positive rod.
• Ditemukan → permukaan tanah yang gembur
dan lembab, pada usus halus, feses hewan.
• Spora dewasa (bentuk vegetatif) memiliki
bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di
ujung → drumstick.
• Spora → sulit diwarnai dengan pewarnaan
gram.
• Bentuk vegetatif → mati dengan pemanasan
120o C (15 – 20”) tapi dapat betahan hidup
terhadap antiseptik fenol.
• Organisme ini berukuran 0,5-1,7 mikrometer X
1,8-2,1 mikrometer. Tidak berwarna, oval,
memiliki spora terminal.
• Sifat Spora :
– bertahan selama bertahun-tahun (dilingkungan luar)
– resisten terhadap desinfektan dan perebusan selama
20 menit
– Mati dengan iodin atau hidrogen peroksida.
Clostridium tetani
• 2 macam eksotoksin yang dihasilkan C. tetani
yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
– Tetanolisin → kerusakan jaringan yang
sehat pada luka terinfeksi.
– Tetanospasmin → neurotoksin potensial
yang menyebabkan penyakit.
• Tetanospasmin menghambat pelepasan
neurotransmiter glisin dan GABA pada
terminal inhibisi daerah presinaps
sehingga menyebabkan relaksasi otot
terhambat.
PATOPHYSIOLOGI
• Luka yang nekrosis, terkontaminasi oleh tanah, terluka oleh benda berkarat benda
asing
↓
Clostridium tetani masuk
↓
Menghasilkan Toksin Tetanus
↓
Toksin terikat pada ujung terminal motor neuron perifer
↓
Toksin mengikut serabut saraf secara ascending melalui axon
↓
Sampai ke sel bodi alpha motor neuron ke dalam medula spinalis dan batang otak
↓
Toksin tetanus mencapai terminal saraf inhibisi
↓
Toksin terikat pada reseptor membran presinaptik
↓
Inhibisi neurotransmiter GABA dan glycine
PATOGENESIS.Cont
Spame Otot
(Trismus,
opistotonus)
Masa Inkubasi
Secara klinis:
1. Tetanus lokal
2. Tetanus sefalik
3. Tetanus neonatorum
4. Tetanus umum
Tetanus Lokal
DERAJAT TETANUS
Modifikasi Ablett’s :
• I:
– trismus ringan dan sedang dengan kekakuan umum.
– Tidak disertai dengan kejang.
– gangguan respirasi dengan sedikit atau tanpa
gangguan menelan.
• II :
– trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan
sampai sedang yang berlangsung singkat disertai
disfagia ringan
– takipnea > 30 – 35 x/ menit.
• III
– trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang
spontan yang berlangsung lama.
– Gangguan pernapasan dengan takipnea > 40 x/menit,
kadang apnea,
– disfagia berat dan takikardia > 120x/menit.
– Terdapat peningkatan aktivitas saraf otonom yang
moderat dan menetap.
• IV
– gambaran tingkat III disertai gangguan saraf otonom
berat dimana
– hipertensi berat dengan takikardi berselang dengan
hipotensi relatif dan bradikardia atau hipertensi
diastolik yang berat dan menetap (tekanan diastolik
>110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap
(tekanan sistolik <90 mmHg).
– Dikenal juga dengan autonomic storm.
Patel dan Joag membagi penyakit tetanus ini
dalam tingkatan dengan berdasarkan gejala klinis
yang dibaginya dalam 5 kriteria :
• Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas,
disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang
• Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi
dan derajatnya
• Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
• Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau
kurang
• Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100o F
dan aksila sampai 99o F
Dengan berdasarkan lima kriteria di atas ini, maka dibuatlah
tingkatan penyakit tetanus sebagai berikut:
• Tingkatan penyakit tetanus :
• Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 )
mortalitas o %
• Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2)
dengan masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari
2 hari, mortalitas 10 %
• Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa
inkubasi kurang dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari,
mortalitas 32%
• Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria
dengan mortalitas 60%
• Tingkat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5
kriteria, termasuk di dalamnya adalah tetanus neonatorum
maupun puerpurium.
Terapi Tetanus
Prognosis tergantung:
• Interval Inkubasi yang pendek
• Onset kejang yang dini (early onset)
• usia
• gizi yang buruk
• penanganan terhadap komplikasi
• Penanganan yang lambat
• Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang
terkontaminasi
• Tetanus neonatorum
Pencegahan
• Imunisasi aktif
• Diawali saat infancy usia 8 minggu
• Diulang setiap interval 4 – 8 minggu
• Dosis booster pd usia 4 – 6 tahun
• Untuk usia > 7 tahun 3 dosis dengan interval
6 minggu (2 dosis pertama),6 bulan berikutnya
setelah dosis ke-2
• Booster diberikan setiap 10 tahun
ALHAMDULILLAH
TERIMA KASIH