Anda di halaman 1dari 36

Tutorial Kasus

Tetanus
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gangguan sistem saraf yang ditandai dengan keadaan
hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan
nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme
otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat
riwayat luka atau kecelakaan sebelumnya.

Disebabkan oleh Clostridium tetani


Epidemiologi
Negara
Negara maju
berkembang

0,1 kasus/1juta
1 juta kasus/tahun
penduduk

Laju fatalitas 13,2% Laju fatalitas 43%


Etiologi

Tetanospasmi
Clostridium tetani
n
Patogenesis
• germinasi dan produksi toksin pada luka
• Imunitas adekuat, luka penetrasi dalam, koinfeksi bakteri lain, atau
Kontamnasi luka
dengan spora iskemia lokal

• Tetanolysin
Produksi toksin
• Tetanospasmin

• Menghambat neurotransmitter inhibitorik


-
• GABA, glysin
Manifestasi Klinis

Tetanus lokal
Masa inkubasi:
Tetanus generalisata
3-21 hari

(rata-rata 8 hari)
Tetanus sefali

Tetanus neonatoru
Tetanus Generalisata
Trismus / lockjaw
Ganggua hipersimpatis
n otonom
Risus sardonicus demam tinggi tanpa gangguan
kesadaran
hipotensi
Disfagia
takikardi
aritmia
Ophistotonus
hiperhidrosis
peningkatan sekresi trakeal
Rigiditas otot perut
peningkatan kadar adrenalin
Rigiditas otot proksimal
ekstremitas
Beberapa pasien timbul spasme generalisata
yang paroksismal, kasar, dan sangat nyeri yang
bisa menyebabkan sianosis hingga gangguan
napas (apnea, larnygospasme). Bisa terjadi
berulang, spontan atau dipicu stimulasi ringan
seperti cahaya, suara, atau sentuhan.
Saat spasme generalisata, biasanya pasien akan
mencengkram, timbul ophistotonus, lengan fleksi
dan abduksi, dan kaki ekstensi.
Komplikasi: sudden cardiac arrest, pnemunia
aspirasi, fraktur, ruptur otot, DVT, emboli paru,
ulkus dekubitus, dan rhambomyolisis.
Tetanus Lokalisata Tetanus Sefalik
Sangat jarang terjadi • Salah satu bentuk tetanus lokalisata dan
manifestasi tetanus paling jarang
Timbul sebagai kontraksi tonik
• Timbul apabila port de entree ada pada
dan spastik otot biasanya sesuai daerah kepala  infeksi SSP lebih dini terjadi
letak port de entrée (hanya dan umumnya hanya melibatkan nervus
cranialis
sebatas daerah terdapat luka). • Masa inkubasi hanya sekitar 1-2 hari
Diagnosis lebih sulit dari tetanus • Gejala muncul sebagai spasme yang
generalisata melibatkan lidah dan tenggorokan sehingga
terjadi disartria, disfonia, dan disfagia
Bisa berkembang menjadi • Dapat berkembang menjadi tetanus
tetanus generalisata generalisata, tetanus ophthalmologic,
supranuclear oculomotor palsy serta Sindrom
Horner
Tetanus Neonatorum
Biasanya muncul akibat perawatan tali pusar yang buruk pada
nenoatus dengan ibu yang belum imun.
Progresi gejala lebih cepat karena panjang saraf yang relatif lebih
pendek dari orang dewasa
Gejala yang tampak serupa dengan tetanus generalisata
Anak yang awalnya mampu menyusu dan menangis dengan normal
pada 2 hari pertama kehidupannya, namun kehilangan kemampuan
ini pada hari ke 3-28 serta menjadi kaku dan spasme
Diagnosis
ANAMNESIS:

Pertanyaan seputar waktu terkena luka hingga onset muncul gejala untuk
menentukan derajat keparahan
Lokasi dan kebersihan luka untuk menentukan faktor resiko
Riwayat imunisasi untuk menentukan status imunitas
Berdasarkan WHO, adanya trismus atau risus sardonicus atau spasme otot yang
nyeri serta didahului oleh riwayat trauma sudah mampu menegakkan diagnosis
PEMERIKSAAN FISIK:

Trismus (lockjaw): perasaan kaku pada rahang dan


leher, menyebabkan penderita kesulitan membuka
mulut, kesulitan mengunyah dan menelan akibat
kontraksi dari M. masseter. Penderita dapat diminta
untuk memasukkan 3 jari secara vertikal ke rongga
mulut, normalnya rongga mulut dapat terbuka
maksimal, maka apabila ada restriksi dapat dikatakan
sebagai trismus

Risus sardonicus: kontraksi pada otot wajah (otot bibir


mengalami retraksi, mata tertutup parsial karena
kontraksi M. orbicularis oculi, dan alis terelevasi karena
spasme otot frontalis), membuat wajah memiliki
tampakan menyeringai
PEMERIKSAAN FISIK:

Opisthotonus: hiperekstensi akibat spasme pada otot leher, punggung


hingga kaki sehingga menyebabkan perubahan bentuk badan menjadi
melengkung. Sehingga pada saat kejang, maka posisi badan penderita akan
melengkung dan bila ditelentangkan hanya bagian kepala dan bagian tarsa
kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring

Masseter spasm reflux: Pada pasien tetanus, apabila faring posterior


disentuh dengan spatula lidah, dapat timbul spasme refleks dari M.
masseter daripada refleks muntah. Manuver ini memiliki sensitivitas 94% dan
spesifitas 100%, namun sulit dilakukan pada pasien dengan trismus berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Gold standard: kultur dari jaringan luka. Namun bakteri Clostridium tetani
bisa dikultur dari luka apapun tanpa bermanifestasi menjadi tetanus dan
sering tidak ditemukan pada luka pasien dengan manifestasi tetanus.
Darah rutin (leukositosis)
EMG (discharge kontinu dari motor unit dan pemendekan/hilangnya
periode tenang setiap potensial aksi)
Serum antitoksin (kadar ≥0,1 IU/mL dikatakan protektif dan kemungkinan
tetanus lebih rendah).
Derajat Keparahan dan Durasi Penyakit
Derajat keparahan bergantung dari banyaknya toksin yang mencapai
SSP, masa inkubasi, periode dari onset penyakit hingga munculnya
spasme, dan derajat imunitas.
Durasi penyakit tergantung derajat kerusakan saraf karena pemulihan
bergantung dari kecepatan pertumbuhan axon neuron yang baru.
Durasi umumnya adalah 4-6 minggu.
Tanda dan gejala bisa berkembang hingga 2 minggu setelah onset.
Ablett Grading
Tetanus Severity Score
Prediksi mortalitas. Nilai ≥8: high-risk
mortality
Sensitivitas 65% Spesifitas 91%
Dakar Score

Prediksi mortalitas. Interpretasi:


0-1 : ringan, mortalitas 10%
2-3 : sedang, mortalitas 10-20%
4 : berat, mortalitas 40%
Sensitivitas 25% Spesifitas 96%
Phillip Score
Interpretasi:
<9 : ringan, dapat rawat jalan
10-16 : sedang, rawat ruangan biasa
≥17 : berat, rawat ruang intensif
≥14 : high mortalitiy rate

Sensitivitas 80% Spesifitas 51%


Diagnosis Banding
Drug-induced dystonia: lebih nampak pada deviasi bola mata,
gerakan berulang pada kepala-leher, dan tidak ada kontraksi tonik
otot di antara periode spasme.
Trismus akibat infeksi rongga mulut: tampak lesi pada gigi atau abses
peritonsilar, tidak ada progresi gejala
Keracunan strychnine: curiga pada pasien dengan riwayat self-harm
Malignant Neuroleptic Syndrome: pada pasien dengan pengobatan
antipsikotik
Tatalaksana
Tujuan terapi tetanus adalah:
Menghentikan produksi toksin
Netralisasi toksin bebas
Manajemen jalan napas
Kontrol spasme otot
Manajemen gangguan otonom
Manajemen suportif umum
A. Menghentikan Produksi Toksin
1. Manajemen luka
Luka dibersihkan dari jaringan mati dan kotoran
2. Antibiotik
IV Metronidazole 500 mg (setiap 6-8 jam) ATAU IV Penicilin G
aqueous 2-4 juta unit (setiap 4-6 jam) ATAU IM Penicilin G
Prokain/Benzathin 1,2 juta/hari ATAU IV Doxycycline 100 mg/12 jam
ATAU IV Tetracyclin 2 g/24 jam selama 7-10 hari.
Apabila ada infeksi tambahan ganti IV Cefazolin 1-2 gram/8 jam
ATAU IV Cefuroxime 2 g/6 jam ATAU IV Ceftriaxone 1-2 gram/24 jam
B. Netralisasi Toksin
Menggunakan IM HTIG (human tetanus immunoglobulin) 3000-6000
U dalam dosis terbagi dengan beberapa dosis diinjeksikan dekat luka.
Injeksi secara intrathecal baru dipertimbangkan sebagai terapi
eksperimental.
Imunisasi Aktif Tetanus
Tetanus tidak memberikan proteksi imunitas jangka panjang,
sehingga tetap diperlukan imunisasi aktif Tetanus Toxoid (Tdap atau
Td) dengan seri lengkap (3 dosis untuk anak >7 thaun dan dewasa)
Dosis I: segera setelah diagnosis
Dosis II: jarak 4-8 minggu dari dosis I
Dosis III: jarak 6-12 bulan dari dosis II
Diinjeksikan pada tempat yang berbeda dari injeksi HTIG.
C. Kontrol Spasme Otot
1. Ruang Isolasi kedap cahaya dan sauara
2. Terapi Farmakologi
A. Golongan benzodiazepin: efektif mengendalikan rigiditas, spasme, dan memberi efek
sedasi. Pasien tetanus lebih toleransi terhadap efek sedasi dan depresi benzodiazepin
sehingga perlu mendapatkan dosis lebih tinggi.
First line: IV Diazepam 10-30 mg/1-4 jam (maks 500 mg/hari) ATAU IV Midazolam bila perlu
diazepam dosis tinggi.
Second line: IV Inf Propofol ATAU IV Barbiturat ATAU IV Chlorpromazine ATAU IV
Phenothiazine. Tapi lebih direkomendasikan mengganti ke agen neuromuscular blocking.
B. Agen Neuromuscular Blocking: bila sedasi saja tidak cukup. Gunakan IV Inf Vecuronium
(short-acting) ATAU IV Pancuronium (long-acting, tapi menghambat reuptake catecholamine
 memperburuk instabilitas otonom). Hanya gunakan bila support ventilasi bisa diberikan.
C. Baclofen: GABA-B receptor agonist. Intrathecal bolus 1000 mcg ATAU IV Inf 20 mcg/jam.
D. Manajemen Instabilitas Otonom
1. Magnesium Sulfat: presynaptic neuromuscular blocker,
menghambat pelepasan catecholamine dari saraf simpatis, dan
menurunkan sensitivitas reseptor catecholamine. Dosis loading 40-80
mg/kg selama 30 menit lalu infus kontinu 2 gram/jam (berat >45 kg
atau usia <60 tahun) atau 1,5 gram/jam (berat ≤ 45 kg atau usia ≥60
tahun).
2. Beta Blocker: IV Labetalol 0,25 – 1,0 mg/min
3. Morfin: infus kontinu 0,5 – 1.0 mg/kg/jam. Selain mengkontrol gejala
otonom dapat menginduksi sedasi
4. Obat lain: IV Atropine ATAU IV Clonidine ATAU Epidural Bupicavaine
E. Manajemen Jalan Napas
Karena kebutuhan imobilitas jangka panjang di ICU selama beberapa
minggu  kebutuhan ventilasi mekanik
Intubasi hanya diperbolehkan selama beberapa minggu awal 
meningkatkan risiko infeksi nosokomial, trauma laring dan trakea,
stenosis trakea
Diperlukan early tracheostomy  lebih mudah untuk pembersihan
trakea dan pulmonary toilet
F. Manajemen Suportif
A. Nutrisi
Kebutuhan energi tetanus amat tinggi karena spasme otot dan
hipersimpatis  early nutritional support
Enteral feeding dipertimbangkan pertama apabila kebutuhan kalori
masih bisa dicukupi dengan cara ini
Dapat dilakukan pemasangan pipa PEG (percutaneus endoscopic
gastrotomy) untuk mengurangi kejadian refluks gastroesofageal
B. Stress Ulcer dan pendarahan
Profilaksis dengan sucralfat atau agen antisekretori (H2RA atau PPI)
C. Thromboembolisme
Imobilisasi lama predisposisi untuk DVT  IV heparin/UFH ATAU IV
LMWH ATAU antikoagulan lainnya
D. Ulcus Decubitus
Beri bantalan pada titik-titik tulang keras seperti dibawah tumit, tulang
ekor, bahu, dan siku. Hindari memposisikan kepala lebih dari 30 derajat.
Profilaksis Tetanus
Semua luka, kecuali luka minor yang bersih, rentan terhadap infeksi
Clostridium tetani.
Standar imunisasi tetanus saat ini adalah 3 seri utama (usia 2-4-6 bulan)
+ 2 booster 10 tahunan
Dosis TIG: IM HTIG 250 IU bila < 24 jam dan 500 IU bila ≥24 jam. Berikan
lambat dengan jarun 23G.
LUKA BERSIH LUKA KOTOR

Tetanus
DATA VAKSINASI Tetanus Toksoid Antitoksin Tetanus Toksoid Tetanus Antitoksin

Tidak pernah mendapat vaksinasi atau tidak


diketahui Ya Tidak Ya Ya

Satu kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya

Dua kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya

Tiga kali mendapat vaksinasi tetanus Tidak/Ya Tidak Tidak/Ya Tidak/Ya


Prognosis
Semakin cepat progresi gejala dan semakin singkat masa inkubasi
tetanus, semakin buruk prognosis.
Secara umum, mortalitas mencapai 8-50% pada negara berkembang
Faktor Prognosis Buruk
TERIMA KASIH
Daftar Pustaka
Sexton, D.J. 2018. Tetanus. Diakses dari http://uptodate.com
[Diperbaharui Januari 2019]
Kasper, D.L, dan Fauci, A.S. 2010. Harrison’s Infectious Disease. 1st
ed. New York: Mc-Graw Hill.
Murray, P.R., Rosenthal, K.S., dan Pfaller, M.A. 2016. Medical
Microbiology. 8th ed. Philadelphia: Elsevier.
Rodrigo, C., Fernando, D., dan Rajapakse, S. 2014. Pharmacological
manajement of tetanus: an evidence-based review. Critical Care
18: 217.

Anda mungkin juga menyukai