Anda di halaman 1dari 64

RESPONSI TETANUS

Surya Iman M 150070200011177


Novita Qurrota A 150070200011208
Oky Cahyanto 160070201111009

Pembimbing:
dr. Niniek Budiarti Sp.PD-KPTI
Merupakan penyakit yang akut, sering fatal, yang
disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh
bakteri Clostridium tetani.

Tetanus yang tidak tertangani dengan baik >>


komplikasi >> laringospasme, sedasi yang
mengarah pada koma, aspirasi atau apnea, atau k
>> pneumonia berkaitan dengan ventilator >>
terjadinya apnea dan mengancam jiwa >>
kematian
Di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi
50% dengan perkiraan jumlah kematian 800.000-
1.000.000 orang per tahun, sebagian besar pada
Mortalitas neonatus. Kematian tetanus neonatus diperkirakan
sebesar 248.000 kematian per tahun
dunia

Di bagian Neurologi RS Hasan Sadikin Bandung,


dilaporkan 156 kasus tetanus pada tahun 1999-2000
dengan mortalitas 35,2%. Pada sebuah penelitian
retrospektif tahun 2003- Oktober 2004 di RS Sanglah
Di Indonesia didapatkan 54 kasus tetanus dengan mortalitas 47%
Apa definisi, epidemiologi, dan faktor resiko
dari tetanus?
Bagaimana patofisiologi dari tetanus?
Bagaimana manifestasi klinis, cara diagnosis
dan diagnosis banding dari tetanus?
Bagaimana tatalaksana dan komplikasi dari
tetanus?
Mengetahui definisi, epidemiologi, dan faktor
resiko tetanus.
Mengetahui patofisiologi tetanus.
Mengetahui manifestasi klinis, cara
mendiagnosis dan diagnosis banding tetanus.
Mengetahui tatalaksana dan komplikasi
tetanus.
Tetanus adalah penyakit infeksi akut
disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, ditandai dengan
peningkatan kekakuan umum dan kejang
kejang otot rangka (Mahadewa,2009).
Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan
dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan
angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40
kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30%
Angka kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan
Kejadian sisanya pada bayi

Secara keseluruhan, 72% penduduk Amerika Serikat di


atas 6 tahun terlindungi terhadap tetanus. Sedangkan
pada anak antara 6-11 tahun sebesar 91%, persentase
ini menurun dengan bertambahnya usia; hanya 30%
Tingkat individu berusia di atas 70 tahun (pria 45%, wanita 21%)
Antibodi yang mempunyai tingkat antibodi yang adekuat
1. Basil Gram-positif dengan spora pada ujungnya
sehingga berbentuk seperti pemukul gendering
2. Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila
berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat
bergerak dengan menggunakan flagella
3. Menghasilkan eksotoksin yang kuat
4. Mampu membentuk spora (terminal spore) yang
mampu bertahan dalam suhu tinggi, kekeringan
dan desinfektan
Menghasilkan dua eksotoksin yaitu tetanolisin dan
tetanospasmin

Tetanospasmin
Fungsi merupakan
tetanolisin neurotoksin yang
tidak diketahui menyebabkan
manifestasi klinis
secara pasti tetanus
Banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan serta di
daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan tidak dapat bertahan
dalam lingkungan yang terdapat oksigen
Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama
bertahun-tahun dalam lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam
autoklaf pada suhu 249,8 F (121C) selama 10-15 menit. Spora juga relatif
Karakteristik resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Spora dapat menyebar kemana-
mana, mencemari lingkungan secara fisik dan biologic

Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka. Adanya


lukamungkin dapat tidak disadari, dan seringkali tidak dilakukan
pengobatan. Tetanus juga dapat terjadi akibat beberapa komplikasi
kronik seperti ulkus dekubitus, abses dan gangren
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya
Port de Entry benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal
dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan
Bentuk spora C.tetani masuk kedalam (kecil / besar dan dalam) luka

Germinasi dari spora bentuk vegetatif memproduksi toksin


(toksin akan mencapai susunan saraf pusat, tetapi bakteri tidak menyebar
dari tempat infeksi dan tidak menimbulkan peradangan)

Toxin awalnya berikatan dengan membran prasinaps dari motor


neuron menuju korda spinalis dan batang otak

Toksin berdifusi menuju ujung terminal dari sel inhibitor batang otak

Pelepasan substrat inhibitor (glycine dan -aminobutyric acid) dihambat

Neuron motorik tidak dihambat terjadi spasma otot & paralisis spasma
Otot wajah terkena paling awal karena jalur axonalnya
pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis terkena paling
akhir, mungkin akibat aksi toksin di batang otak

Pada tetanus berat, gagalnya penghambatan aktivitas


otonom menyebabkan hilangnya kontrol otonom, aktivitas
simpatis yang berlebihan dan peningkatan kadar
katekolamin. Ikatan neuronal toksin sifatnya irreversibel,
pemulihan membutuhkan tumbuhnya terminal saraf yang
baru, sehingga memanjangkan durasi penyakit ini
Ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot, dan
ketidakstabilan otonom
Kekakuan otot, lebih dahulu pada kelompok
otot dengan jalur neuronal pendek
Risus sardonikus
Sakit tenggorokan
Disfagia
Opistotonus yang tidak simetris
Opistotonus akibat spasme otot punggung pada
tetanus generalisata (Davis & Stoppler, 2015).
Tetanus Tetanus
Generalisata Neonatorum

Tetanus Tetanus
Lokal Sefalik
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan
apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri
tenggorokan, dan kesulitan untuk membuka mulut, sering
merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot masseter
menyebabkan trismus atau rahang terkunci. Spasme secara
progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan
ekspresi wajah yang khas, risus sardonicus dan meluas ke
otot-otot untuk menelan dan menyebabkan disfagia.
Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal
dapat berlangsung secara beberapa menit dan dirasakan
nyeri

Otot-otot di kepala dan leher yang biasanya pertama kali


terpengaruh dengan penyebaran kaudal yang progresif
untuk mempengaruhi seluruh tubuh
Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang
dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi secara
adekuat, terutama setelah perawatan setelah
potongan tali pusat, kebersihan lingkungan dan
kebersihan saat mengikat dan memotong
umbilikus
Onset biasanya dalam 2 minggu pertama
kehidupan. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas
dan spasme merupakan gambaran khas tetanus
neonatorum
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang
dimana manifestasi klinisnya terbatas hanya
pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot
dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat
yang berhubungan neuromuskuler. Gejala-
gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan
sampai berbulan-bulan. Progresi ke tetanus
generalisata dapat terjadi. Namun demikian
secara umum prognosismya baik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang
dari tetanus lokal, yang terjadi setelah trauma
kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya
1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu
atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah
saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot
ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya
tinggi
Bukti luka baik luka tusuk; kecelakaan; luka nanah; gigitan binatang,
keluar nanah dari telinga, gigi berlumbang, imunisasi DT atau TT
terakhir, onset antara gejala trismus dengan spasma pertama kali
Anamnesis

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan


menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan
ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi
rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refl
eks muntah
Pemeriksaan Terdapat trismus, risus sardonikus, opistotonus, otot dinding perut
Fisik kaku, status konvulsivus
Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus
tersangka tetanus. Namun demikian, kuman C. tetani dapat
ditemukan di luka orang yang tidak mengalami tetanus, dan
seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus
Nilai hitung leukosit dapat tinggi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil
yang normal.
Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih,
dianggap sebagai imunisasi dan bukan tetanus.
Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah
dapat meningkat.
EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang
terus menerus dan pemendekan atau tidak adanya interval
tenang yang normal yang diamati setelah potensial aksi.
Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG
Meningitis bakterial
Poliomielitis
Rabies
Keracunan strichnine
Tetani
Netralisasi Pengobatan
Membuang Sumber
toksin yang suportif
Tetanospasmin tidak terikat

Tetanus
Sefalik
Metronidazole diberikan secara iv dengan dosis inisial 15
mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam
selama 7-10 hari.
Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin procain
Antibiotik 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari

jika hipersensitif terhadap penicillin dapat diberi


tetracycline 50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih
dari 8 tahun). Sampai saat ini, pemberian penicillin G
100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam selama 10 hari
Hipersensitif direkomendasikan pada semua kasus tetanus
Human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan
intramuskuler dengan dosis total 3.000- 10.000 unit, dibagi tiga
dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak
ada konsensus dosis tepat HTIG. Rekomendasi British National

HTIG Formulary adalah 5.000- 10.000 unit intravena. Untuk bayi,


dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal

Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-


200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuskular dan 50.000
unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan
40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan

ATS ketiga.1,4,5 Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah


sakit harus diberi immunisasi aktif dengan toksoid
Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali
dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis yang
direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral
dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam
Setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan
Diazepam dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Dosis maksimal adalah 40
mg/kgBB/hari

Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg intravena, dan


diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120
mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap 4-8 jam dengan dosis dari 4-
12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa. Morphine bisa memiliki
efek sama dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi
Adjuvan benzodiazepine
Vaksin DTP
Vaksin DT
PRIMER
Vaksin TT
Vaksin Td

Profilaksis saat terjadi luka SEKUNDER


Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak
umur 2 bulan (DTP tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8
minggu. Jadi DTP-1 diberikan pada umur 2
bulan, DTP-2 pada umur 3 bulan, DTP-3 pada
umur 4 bulan. Ulangan booster DTP
selanjutnya (DTP-4) diberikan 1 tahun setelah
DTP-3 yaitu pada usia 18-24 bulan dan DTP-5
pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
Vaksin DT direkomendasikan untuk anak-anak
dibawah usia 7 tahun, terutama jika terjadi
kontraindikasi terhadap komponen pertusis
pada vaksin DTP. Imunisasi primer terdiri dari
3 dosis 0,5ml disuntikkan secara
intramuskular. Suntikan pertama dan kedua
dengan masa antara 4-6 minggu, suntikan
ketiga 6 bulan berikutnya
Imunisasi TT untuk neonatus terdiri dari 2
dosis primer yang diberikan secara
intramuskuler dengan interval 4-6 minggu,
diikuti dengan dosis ketiga 6 bulan berikutnya
Menurut ACIP, diperlukan 2 dosis vaksin Td
dengan penggunaan dosis difteri pada dewasa
dengan minimum interval 4-8 minggu.
Pemberian dosis ketiga direkomendasikan
paling sedikit 6 bulan setelah dosis ke-2
Nama : Madsudi
Tanggal Lahir : 01-09-1970
Alamat : Ds. Wotgalih Rt 07/01,
Rejoyoso, Bantur
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Jenis Pembayaran : JKN
No. MR : 11343846
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : kaku badan
Anamnesis :
Pasien datang ke IGD RSSA dengan keluhan utama kaku di tubuhnya
sejak 7 hari yang lalu dan memburuk 3 hari ini. Awalnya, ia
merasakan kekakuan dari leher terus menerus sepanjang hari.
Pasien mengatakan bahwa kekakuan leher seperti "keplinger"
memburuk dengan gerakan kepala dan membaik dengan istirahat.
Tiga hari setelah ia mengalami kaku pada leher, ia pun mulai
merasakan kekakuan di punggungnya. Kekakuan membuatnya sulit
duduk dan melakukan aktivitas lain secara normal. Pasien juga
merasakan kekakuan di wajahnya dan sulit membuka mulutnya
bersamaan dengan munculnya kekakuan pada punggung belakang.
Pasien juga mengeluh tentang sulit menelan sejak 3 hari yang lalu
dan hanya bisa makan bubur. Ia juga merasa diikat seperti rasa sakit
pada kekakuan otot. Pasien juga mengeluhkan sakit gigi 10 hari
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan sering menderita radang gigi karena karies
gigi dan rongga sejak 7 tahun yang lalu dan hanya diberi analgesik
dan antibiotik dari perawatan kesehatan primer. Pasien mengatakan
tidak pernah mendapatkan vaksinasi sejak kecil karena tidak ada
bidan atau dokter di daerah rumahnya. Pasien menyangkal bahwa
ia mengalami trauma, luka dan riwayat infeksi di telinga. Riwayat
Keluarga :
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 anak. Belum ada riwayat
anggota keluarga yang menderita gejala yang sama. Riwayat Sosial :
Pasien bekerja sebagai pembuat "gula kelapa". Dia tinggal di
daerah dimana ada banyak hewan ternak dan dia sering
berhubungan dengan binatang tersebut. Tinjauan Sistemik
Pasien mengakatakan buang air kecil dan buang air besar
normal, tidak ada mual, muntah dan demam.
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Berat badan :
Tinggi badan :
BMI :
Kesadaran : compos mentis (GCS: 456)
Tensi : 120/80 mmHg posisi berbaring
Nadi : 74 x/menit reguler
Pernafasan : 20x/ menit kussmaul
Suhu badan : axilla : 36,4 C
Lab Nilai Nilai Rujukan
Hemoglobin 16,4 g/dL 11.4-15.1
Leukosit 10,56 /L 4.7-11.3
Hematokrit 48,00 % 38-42
Trombosit 289.000 /L 142-424.103
MCV 88,40 fL 80-93
MCH 30,20 pg 27-31
MCHC 34,20g/dL 32-36
Hitung Jenis:
Eosinophil 0,8 % 0-4
Basophil 0,9 % 0-1
Neutrophil 60,9 % 51-67
Limfosit 28,6 % 25-33
Monosit 8,8 % 2-5

Faal Hati:
Albumin 4,5 g/dL 3,5-5,5
GDS 72 mg/dL <200

Faal Ginjal:
Ureum 25,3 mg/dL 16,6-48,5
Kreatinin 0,67 mg/dL <1,2

Natrium 142 mmol/L 136-145

Kalium 4,51 mmol/L 3.5-5.0

Klorida 111 mmol/L 98-106

Kalsium 9,3 mg/dL 7,6-11,0

Phospor 4,0 mg/dL 2,7-4,5


Lab Nilai Nilai Rujukan

pH 7.41 7,35-7,45
pCO2 33 mmHg 35-45
pO2 82,5 mmHg 80-200
Bikarbonat (HCO3) 21 mmol/L 21-28
Kelebihan Basa (BE) -3,9 mmol/L (-3) -(+3)
Saturasi O2 96,3% >95
Suhu 37,0 C

Kesimpulan: Normal
Lab Nilai Nilai Rujukan
Kekeruhan Jernih
Warna Kuning
pH 6,0 4,5 8,0
Berat Jenis >1,030 1,005 1,030
Glukosa Negatif Negatif
Protein +1 Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Negatif Negatif
Darah 2+ Negatif
10x
Epitel 0,8 /LPK 3
Silinder Negatif /LPK
Hialin -/LPK 2
Berbutir -/LPK Negatif
Lain-lain -/LPK
40x
Eritrosit 5 /LPB 3
Eumorfik -%
Dismorfik -%
Lekosit 2,1 /LPB 5
Kristal Ca Oksalat ++/LPB
Bakteri 966 x 103/mL 93 x 103/mL
Lain lain -
Position :AP KV cukup, symmetric
Soft tissue: Normal
Bone : no visible fracture, osteolytic and
osteoblastic lesion,
costae D/S : normal ICS D/S : normal
Trachea: di tengah, tidak ada deviasi
Hilus: D : normal
S : normal
COR: Site : normal
Size : normal, CTR = 50%
Shape :normal
Hemidiaphragm:D: dome shapedS: dome
shaped
Costophrenico angle: D/S tajam
Pulmo : D : fibroinfiltrat pada semua
lapang paru
S :fibroinfiltratpada semua lapang paru
Conclusion : Pneumonia, TB paru
Cue and Clue Problem List Idx PDx PTx PMo

Anamnesis : 1.Tetanus - Bed Rest Subjective


Laki-laki, 40 tahun grade 2 - Liquid diet 900 kcal/day Vital Sign,
- pasien mengeluh kaku pada precipitating - O2 4 lpm Nasal Canule Seizure
leher dan punggung belakang caries - Human Tetanus
- Pasien mengeluh sulit dentist Immunoglobulin (HTIG)
untuk menelan 1x3000 unit im
- pasien mengeluh sulit untuk - Penicilin procain
membuka mulutnya 1x3.000.000 unit iv
-pasien mengatakan tidak - Diazepam 5mg in 500cc D5
pernah mendapatkan vaksinasi 10tpm
apapun
- pasien memiliki riwayat sakit
gigi 10 hari sebelum masuk
-pasien memiliki riwayat carries
dentis

Pemeriksaan fisik :
-GCS : 456
-Trismus +
-Muscle Rigidity +
-Muscle spasm +
-Opistotonus +
Cue and Clue Problem List Idx PDx PTx PMo

Anamnesis 2. Dental Konsul dokter gigi subjective


Laki-laki/ 46 tahun caries &
Anamnesis : cavities

- Sakit gigi sejak 10 hari yang


lalu
- Sejarah sakit gigi sejak 7
tahun yang lalu karena karies
gigi dan gigi berlubang
Pemeriksaan fisik:
Dental caries (+)
Masuknya Bakteri Toksin Tetanus
C.tetani
Bakteri tersebut biasanya Jika organisme ini berada pada
memasuki tubuh setelah lingkungan anaerob yang sesuai
kontaminasi pada abrasi kulit, untuk pertumbuhan sporanya,
luka tusuk minor, atau ujung akan berkembang biak dan
potongan umbilikus pada menghasilkan toksin
neonatus; pada 20% kasus, tetanospasmin dan tetanolysin.
mungkin tidak ditemukan tempat Tetanospasmin adalah neurotoksin
masuknya. Bakteri juga dapat poten yang bertanggungjawab
masuk melalui ulkus kulit, abses, terhadap manifestasi klinis
gangren, luka bakar, infeksi gigi, tetanus, sedangkan tetanolysin
tindik telinga, injeksi atau setelah sedikit memiliki efek klinis
pembedahan abdominal/pelvis,
persalinan dan aborsi
Pasien datang dengan keluhan kaku diseluruh tubuh sejak 7 hari
dan memberat sejak 3 hari SMRS. Terdapat riwayat sakit gigi sejak
7 tahun ini.
Hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa sumber
Port de infeksi yang bisa menyebabkan kejadian tetanus adalah salah
Entry satunya dari infeksi gigi.

Pasien mengeluhkan kaku leher semakin memberat, Setelah 3 hari


kemudian muncul kaku di sekitar punggung dan muncul kaku pada
wajah dan kesulitan membuka mulut. Selain itu pasien juga
mengeluhkan susah untuk menelan
Hal ini sesuai dengan sumber yang mengatakan bahwa tetanus
Gambaran memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme
Klinis otot, dan ketidakstabilan otonom. Menurut klasifikasi Ablett , pasien
ini merupakan pasien tetanus grade 1
Pada penelitian di Indonesia, metronidazole telah menjadi terapi pilihan di
beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazole diberikan secara iv dengan
dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam
selama 7-10 hari. Metronidazole efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani
bentuk vegetatif

Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin procain 50.000-100.000 U/kgBB/hari


selama 7-10 hari, jika hipersensitif terhadap penicillin dapat diberi tetracycline
50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun). Penicillin membunuh
bentuk vegetatif C. tetani. Sampai saat ini, pemberian penicillin G 100.000
U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus
tetanus

Pasien ini diberikan Penicilin procain 1 x 3.000.000 unit IV . Hal ini


sesuai dengan beberapa studi yang menyebutkan bahwa pasien
tetanus harus diberikan antibiotika untuk mengeradikasi bakteri
Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG)
segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total 3.000-
10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga
tempat berbeda. Tidak ada konsensus dosis tepat HTIG.
Pemberian Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000- 10.000
Antitoksin unit intravena

Pada pasien diberikan HTIG 1x3000 Unit


Intramuskular
Pada Pasien
1. Tetanus merupakan infeksi yang disebabkan oleh toksin Clostridium
tetani. Faktor resiko terjadinya tetanus diantaranya luka bakar, luka
tertusuk, luka paska operasi, dan kehamilan.
2. Terjadinya tetanus diawali dari produksi toksin oleh bakteri
Clostridium tetani yang kemudian masuk ke dalam motor neuron
dan menyebabkan terhanbatnya relaksasi otot dengan
menghambat GABA dan glysine.
3. Diagnosis dari tetanus dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Manifestasi klinis yang sering terjadi yakni
trismus, risus sardonicus, dan kontraksi berlebih pada otot.
Diagnosis bandingnya yakni pada meningitis bacterial,
poliomyelitis, dan rabies.
4. Penatalaksanaan awal yang diberikan adalah mengevaluasi
pernapasan, jalan nafas, dan sirkulasi. Kemudian dilakukan
immunoterapi, antibiotik, kontrol spasme otot, dan debridement
pada luka. Komplikasi yang terjadi yakni spasme pada laring dan
otot nafas.

Anda mungkin juga menyukai