Hubungan Riwayat Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) Dengan Kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas Singojuruh Tahun 2019
Disusun Oleh :
Pendamping :
PUSKESMAS SINGOJURUH
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internsip Indonesia 2018
Penyusun :
Pendamping
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini saya laksanakan dalam
rangka menjalankan tugas Miniproject yang dilaksanakan selama menjalankan Program
Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Singojuruh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat ibu hamil kekurangan
energi kronis (KEK) dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di Puskesmas
Singojuruh Tahun 2019
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian penelitian ini kepada:
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga di masa mendatang dapat
ditingkatkan lebih baik lagi.
Penulis
Daftar Isi
2.13.3 Pendidikan............................................................................................... 22
PENDAHULUAN
Di negara berkembang banyak BBLR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria
dan penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil. Berdasarkan
data WHO 2016, diperkirakan 15% sampai 25% dari semua kelahiran di dunia mengalami
berat badan rendah atau sekitar 20 juta bayi dalam setahun, sebanyak 96,5% dari kejadian
BBLR terjadi di negara-negara berkembang. Kejadian BBLR tertinggi terjadi di Asia selatan
sebanyak 27,1% dan terendah di Eropa sebanyak 6,4%. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2%. Di Provinsi NTT pada tahun 2017
menunjukkan angka BBLR sebanyak 5.318 kasus (5,6%) dari 94.433 kelahiran hidup yang
ditimbang. Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2015 sebesar 5.577
kasus (7,7%). Di Kabupaten Manggarai angka kejadian BBLR sebanyak 356 kasus (5,83%)
(Dinkes Manggarai 2018).
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, masih tingginya angka KEK
dan BBLR. Serta adanya penelitian sebelumnya mengenai KEK di Puskesmas Singojuruh
dan belum adanya penelitian mengenai BBLR di Puskesmas Singojuruh, maka peneliti
merasa tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara KEK pada ibu hamil
dengan angka kejadian BBLR di Puskesmas Singojuruh Tahun 2019
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi sebesar 305 per 100.000 kelahiran
hidup.
2. Berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan Singojuruh tahun 2018 terjadi peningkatan
Angka Kematian Ibu pada tahun 2017 sebesar 81.93 per 100.000 kelahiran hidup
menjadi 98.36 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2018.
3. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 masih tingginya angka
proporsi ibu hamil dengan LILA <23,5cm di Indonesia sebanyak 24,2% dan di
Provinsi NTT sebanyak 45,5%.
4. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa masih tingginya prevalensi
BBLR di Indonesia sebesar 10,2% .
5. Masih belum adanya penelitian mengenai ibu hamil dengan KEK dan BBLR di
wilayah kerja puskesmas Singojuruh, Banyuwangi tahun 2019.
6. Belum diketahuinya hubungan antara KEK pada ibu hamil dengan angka kejadian
BBLR di wilayah kerja puskesmas Singojuruh, Banyuwangi tahun 2019.
1.3 Hipotesis
Terdapatnya hubungan antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di
Wilayah Kerja Puskesmas Singojuruh tahun 2019.
1.5.1.1 Menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk merumuskan dan
memecahkan masalah yang ada di masyarakat.
1.5.1.2 Diharapkan penelitian ini akan memberikan wawasan dan pengetahuan baru
mengenai hubungan KEK pada ibu hamil dengan kejadian BBLR.
1.5.1.3 Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang penelitian.
1.5.1.6 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
1.5.2.1 Sebagai salah satu masukan sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan
khususnya dokter puskesmas dan bagian KIA puskesmas.
1.5.2.2 Dengan diketahui hubungan KEK dengan kejadian BBLR akan menjadi informasi
bagi pemberi layanan kebidanan untuk dapat memberikan penyuluhan yang baik di
mulai pada saat hamil hingga pada saat persalinan.
1.5.2.3 Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan
dalam menurunkan angka KEK dan BBLR di puskesmas Singojuruh.
1.5.3. Bagi Masyarakat
1.5.3.2 Sebagai informasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
terutama ibu hamil.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat
kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu, neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram atau sama dengan 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Festy,
2010). Bayi yang lahir dengan berat badan 200-2499 gram berisiko 10 kali lebih tinggi untuk
meninggal daripada bayi yang lahir dengan berat badan 3000-3499 (Pojda et al, 2000).
Menurut Davanzo dalam Mulyawan (1999) terdapat 3 bentuk BBLR yaitu:
1. Bayi prematur: pertumbuhan bayi dalam rahim normal, persalinan terjadi sebelum
masa gestasi berusia 37 minggu.
2. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK): pertumbuhan dalam rahim terhambat yang
disebabkan faktor dari bayi sendiri, plasenta ataupun faktor ibu.
3. Bayi prematur dan KMK: bayi prematur yang mempunyai berat badan rendah untuk
masa kehamilan.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1500 gram
sampai dengan 2500 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir antara 100
gram sampai kurang dari 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 1000 gram.
Menurut Kramer (1987) dalam hasil critical assessment dan meta analysis yang ia
lakukan, terdapat 43 determinan potensial berat badan lahir yaitu:
1. Faktor genetik dan bawaan, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu
hamil, berat badan sebelum hamil, haemodynamics ibu hamil, tinggi dan berat
badan bapak dan faktor genetik lainnya.
2. Faktor demografik dan psikososial, meliputi umur ibu, status sosial ekonomi
(pendidikan, pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor kejiwaan
ibu hamil.
4. Faktor gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi,
kekurangan energi kronis (KEK), pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik,
asupan/status protein, zat besi dan anemia, asam folat dan vitamin B12, mineral
seng dan tembaga, kalsium, fosfor, dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin, dan
mineral lainnya.
5. Faktor morbiditas ibu waktu hamil, meliputi morbiditas umum, dan penyakit
episodik, malaria, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran kelamin.
6. Faktor paparan zat racun meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein dan
kopi, penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat racun
lainnya.
McCarthy dan Maine (1992) dalam buku Kebidanan Komunitas mengemukakan bahwa
ada beberapa peran determinan sebagai landasan yang melatarbelakangi dan menjadi
penyebab langsung dan tidak langsung dari identifikasi kematian ibu dan bayi, kehamilan
remaja, unsafe abortion, BBLR, dan tingkat kesuburan yang ada di komunitas. Faktor
determinan tersebut adalah sebagai berikut.
- Kejadian kehamilan
3. Determinan kontekstual
- Status wanita dalam keluarga dan masyarakat (pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, keberdayaan)
Sedangkan determinan kesehatan tidak hanya bagi ibu hamil (selama masa kehamilan),
tetapi juga sebelum kehamilan. Ada beberapa faktor risiko yang mempunyai hubungan kuat
terhadap kejadian BBLR. Faktor-faktor risiko tersebut diantaranya adalah (Stone et al, 2007;
Shah & Ohlsson, 2002):
- Kesehatan medis: kenaikan berat badan yang kurang selama masa kehamilan,
hipertensi, riwayat BBLR, kurang gizi, infeksi saluran kencing, infeksi HIV,
faktor janin, kelahiran kembar -
- Kesehatan mental dan sosial: suku dan ras, status pendidikan rendah, kehamilan
pertama kali, umur kehamilan, jarak kehamilan kurang dari 18 bulan, stress
kronis, status sosial ekonomi rendah; depresi
Riwayat keluarga: riwayat keluarga yang lahir sebelum waktunya atau premature
Empat faktor sosial yang berhubungan dengan risiko kematian bayi adalah ibu dengan
usia lebih dari 35 tahun, dewasa muda, jarak kelahiran kurang dari 2 tahun dan memiliki 4
atau lebih anak (Judith R & Barbara J, 2003). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang
dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk
hidup di dunia luar (Varney, 2006)
2. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa kali
(Manuaba, 2008)
3. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup
atau mati (Rustam, 2005)
Menurut Depkes (2004), ibu hamil yang telah memiliki anak lebih dari empat orang
perlu diwaspadai, karena semakin banyak anak, rahim ibu pun semakin lemah. Ibu hamil
dengan paritas lebih dari empat kali, umumnya akan mengalami gangguan dan komplikasi
dalam masa kehamilannya. Komplikasi yang terjadi adalah gangguan pada plasenta, yaitu
abruptio plasenta (plasenta tidak seluruhnya melekat pada dinding uterus). Plasenta letak
rendah dan solutio plasenta. Komplikasi ini mempunyai dampak terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin, yang selanjutnya akan menyebabkan kejadian BBLR (Cheng, 1981
dalam Rochman, 2001).
Tiga faktor utama indeks kualitas hidup yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Faktor-faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat yang dapat digambarkan
terutama pada status gizi anak balita dan ibu hamil. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat
dipengaruhi oleh keadaan ibu sebelum dan selama hamil. Jika zat gizi yang diterima dari
ibunya tidak mencukupi maka janin tersebut akan mempunyai konsekuensi yang kurang
menguntungkan dalam kehidupan berikutnya.12,13
Golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah bayi, balita, dan ibu
hamil. Ibu hamil yang menderita KEK dan anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih
besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal.
Akibatnya ibu hamil mempunyai resiko lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR,
kematian saat persalinan, perdarahan, persalinan yang sulit karena lemah dan mudah
mengalami gangguan kesehatan.12
Keadaan KEK terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang
dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara lain:
jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau keduanya. Zat gizi yang
dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh.1,9
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil ibu sudah
mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih tinggi dari ibu yang
tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolism energi,
karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama hamil. Penyebab dari
KEK dapat dibagi menjadi dua, yaitu (12):
a. Penyebab Langsung
Penyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan infeksi.
2.8.1 Pengertian
Pengukuran antropometri status gizi selama kehamilan yang biasa dilakukan adalah
tinggi badan, berat badan sebelum hamil, pertambahan berat badan selama hamil,
pengukuran skinfold, dan lingkar lengan yang menggambarkan status gizi seorang wanita
yang sedang hamil. Selain itu menggambarkan perubahan-perubahan status gizi selama
kehamilan adalah skinfold, lingkar lengan dan pertambahan berat badan selama kehamilan,
karena bisa dihubungkan dengan perubahan status gizi kehamilan.4,9 Dalam pengukuran mid-
upper-arm circumference (MUAC) atau yang lebih dikenal LILA dapat melihat perubahan
secara parallel dalam masa otot sehingga bermanfaat untuk mendiagnosis kekurangan gizi.12
Pengukuran LILA adalah salah satu cara untuk mengetahui KEK pada WUS. Pengukuran
LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA artinya wanita
tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan
dan gangguan perkembangan anak. LILA yang rendah dapat menggambarkan IMT yang
rendah pula. Ibu yang menderita KEK sebelum hamil biasanya berada pada status gizi yang
kurang, sehingga pertambahan berat badan selama hamil harus lebih besar. Makin rendah
IMT pra hamil maka makin rendah berat lahir bayi yang dikandung dan makin tinggi risiko
BBLR. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan oleh siapa saja.4
1) Mengetahui risiko KEK Wanita Usia Subur (WUS) baik itu ibu hamil maupun calon
ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3) Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak.
4) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
5) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran ibu hamil yang
menderita KEK.
2.8.3 Cara Pengukuran LILA4,12
Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-uratan yang telah ditetapkan. Ada 7 urutan
pengukuran LILA, yaitu:
Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan lebih
dari 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran <23,5 cm berarti risiko KEK dan anjuran atau
tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan makan cukup, dengan pedoman umum gizi
seimbang, hidup sehat, tunda kehamilan, bila hamil segera dirujuk sedini mungkin. Apabila
hasil pengukuran >23,5 cm maka anjuran yang diberikan adalah pertahankan kondisi
kesehatan, hidup sehat, bila hamil periksa kehamilan kepada petugas kesehatan. Penilaian
gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 penilaian yaitu: survey konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor-faktor ekologi.4,12
2.9 Kejadian KEK pada Ibu Hamil
Ibu hamil yang beresiko KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar
lengan atas (LILA) kurang dari 23,5 cm. Selain itu adanya masalah gizi timbul karena
adanya perilaku gizi yang salah. Perilaku gizi yang salah adalah ketidakseimbangan antara
konsumsi zat gizi dan kecukupan gizi. Jika seseorang mengkonsumsi zat gizi kurang dari
kebutuhan gizinya, maka orang itu akan mengalami gizi kurang.1.9
Di Indonesia terdapat 45% ibu hamil mengalami masalah gizi, khususnya gizi kurang.
Hal tersebut akan mengakibatkan ibu hamil menderita anemia dan KEK. Prevalensi anemia
pada ibu di Indonesia adalah 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia. KEK
dijumpai pada WUS usia 15-49 tahun yang ditandai dengan proporsi LILA < 23,5 cm. Di
Indonesia angka kejadian KEK pada tahun 2007 menunjukkan 5 daerah dengan prevalensi
terbesar yaitu terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur: 24,6%, Papua : 23,1%, Yogyakarta :
20,2%, Papua Barat 19,6% dan Jawa Tengah 17,2% (Depkes RI, 2007). Hasil Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2013 mendapatkan proporsi ibu hamil umur 15-45 tahun
dengan LILA < 23,5 cm di Indonesia sebanyak 24,2% dan tahun 2018 sebanyak 17,3%.
Provinsi di Indonesia yang proporsi ibu hamil dengan LILA <23,5 cm terendah tahun 2013
di Bali sebanyak 10,1% dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur sebanyak 45,5%. Pada tahun
2018 provinsi di Indonesia yang proporsi ibu hamil dengan LILA <23,5 cm terendah di
Kalimantan Utara sebanyak 1,7 % dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur sebanyak 36,8%.2,3
1) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan
hewani(daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayur berwarna
hijau tua, kacang-kacangan, tempe).
2) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (seperti
daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat
bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus. Menambah
pemasukan zat besi dalam tubuh dengan meminum tablet penambah darah. Guna
mencegah terjadinya resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan (WUS) sudah
harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23.5 cm.
Beberapa kriteria ibu KEK adalah berat badan ibu sebelum hamil <42 kg, tinggi
badan ibu <145 cm, berat badan ibu pada kehamilan trimester III <45 kg, Indeks
Masa Tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu menderita anemia (Hb <11
gr%).1,12
Dampak atau akibat yang dapat ditimbulkan dari ibu dengan KEK, antara lain :
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu,
antara lain: anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan
terkena penyakit infeksi. Sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu.
Kurang gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan
dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan dan lahir dengan BBLR.
2.12 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik (KEK)
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan wanita yang
tidak hamil. Upaya mencapai gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan
penyedian pangan yang cukup. Penyediaan pangan dalam negeri yaitu : upaya pertanian
dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan.
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang
dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan menemukan
faktor diet yang menyebabkan malnutrisi.9,12
Semakin muda dan semakin tua umur seseorang ibu yang sedang hamil akan
berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi yang
banyak karena selain digunakan pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri, juga harus
berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur tua perlu energi yang
besar juga karena fungsi organ yang melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal, maka
memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang
berlangsung. Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35
tahun, dengan diharapkan gizi ibu hamil akan lebih baik.12
3) Beban kerja/Aktifitas
Aktifitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan gerak yang otomatis
memerlukan energi yang lebih besar dari pada mereka yang hanya duduk diam saja. Setiap
aktifitas memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang dilakukan, energi
yang dibutuhkan juga semakin banyak. Namun pada seorang ibu hamil kebutuhan zat gizi
berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain untuk aktifitas/ kerja zat-zat gizi juga
digunakan untuk perkembangan janin yang ada dikandungan ibu hamil tersebut. Kebutuhan
energi rata-rata pada saat hamil dapat ditentukan sebesar 203 sampai 263 kkal/hari, yang
mengasumsikan pertambahan berat badan 10-12 kg dan tidak ada perubahan tingkat
kegiatan.12
4) Penyakit /infeksi
Malnutrisi dapat mempermudah tubuh terkena penyakit infeksi dan juga infeksi akan
mempermudah terjadinya malnutrisi, mekanismenya yaitu :9
a. Penurunan asupan gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan
kebiasaan mengurangi makanan pada waktu sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan perdarahan
yang terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit atau parasit
yang terdapat pada tubuh.
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap
makanan dan praktek/ perilaku pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan.
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif
dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi
menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi
dan praktek nutrisi bartambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang bernilai
nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan
memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.12
6) Pendapatan keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pada
rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60 persen hingga 80 persen dari pendapatan
riilnya dibelanjakan untuk membeli makanan. Artinya pendapatan tersebut 70-80 persen
energi dipenuhi oleh karbohidrat (beras dan penggantinya) dan hanya 20 persen dipenuhi
oleh sumber energy lainnya seperti lemak dan protein. Pendapatan yang meningkat akan
menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk besarnya pengeluaran untuk
pangan.
Dalam memantau status gizi ibu hamil, seorang ibu harus melakukan kunjungan
ketenaga kesehatan. Karena pemeriksaan kenaikan berat badan perlu dilakukan dengan teliti,
jangan sampai wanita hamil terlalu gemuk untuk menghindarkan kesulitan melahirkan dan
bahkan jangan terlalu kurus karena dapat membahayakan keselamatan dirinya dan janin
yang dikandungannya (Sjahmien Moehji, 2003)
2.13.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba Pengetahuan yang
dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termasuk diantaranya adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima
kata kerja untuk mengukur bahwa orang tau apa yang telah dipelajari antara lain,
menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi untuk suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu
materi atau objek Penelitian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
kriteria-kriteria yang telah ada. Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan,
kesadaran , dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting), sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka
tidak akan berlangsung lama
Pengetahuan dan kognitif merupakan hal yang Sangat penting Untuk terbentuknya
tindakan seseorang, meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan
kebiasaan seseorang, pengetahuan jika membentuk kepercayaan seseorang, pengetahuan jika
kepercayaan seseorang serta sikap terhadap sesuatu hal perilaku yang didasari pengetahuan
lebih langsung dari prilaku yang tidak didasari pengetahuan. (16)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indra
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang baik tentang gizi pada seseorang
membuat orang tersebut akan semakin memperhitungkan jumlah dan jenis makan yang
dipilihnya untuk di konsumsi. (16)
Orang yang pengetahuan gizinya rendah akan berperilaku memilah makanan yang
menarik panca indera dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan tersebut.
Sebaliknya mereka yang memiliki pengetahuan gizi tinggi cenderung lebih banyak
menggunakan pertimbangan rasioanl dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan
tersebut.(16,12)
Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap
makanan dan praktek/ perilaku pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan.
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif
dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga.(1,9). Ketersediaan (food
availability) yaitu ketersediaan pangan dalam jum;ah yang cukup aman dan bergizi untuk
semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun
bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi pangan yang
didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.(1)
2.13.2 Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pada
rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60 persen hingga 80 persen dari pendapatan
riilnya dibelanjakan untuk membeli makanan. Artinya pendapatan tersebut 70-80 persen
energi dipenuhi oleh karbohidrat (beras dan penggantinya) dan hanya 20 persen dipenuhi oleh
sumber energy lainnya seperti lemak dan protein. Pendapatan yang meningkat akan
menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk besarnya pengeluaran untuk
pangan.
Ketersediaan pangan artinya pangan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga baik jumlah, mutu, dan keamanannya.
Ketersediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi
standart energy bagi individu agar mampu menjalankan aktifitas sehari-hari.
Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat.
Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin,
merencanakan persalinan di tenaga esehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik.
Namun dengan adanya perencanaan yang baik sejak awal, membuat tabungan persalinan,
kehamilan dan proses persalinan pun dapat berjalan dengan baik. (9)
2.13.3 Pendidikan
a. Pengertian
2.13.4 Umur
Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan
sekarang. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
seseorang. Seseorang yang menjalani hidup secara normal dapat diasumsikan bahwa
semakin lama hidup maka pengalaman semakin banyak, pengetahuan semakin luas,
keahliannya semakin mendalam dan kearifannya semakin baik dalam pengambilan
keputusan tindakannya.
Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan kualitas
janin atau anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Pada ibu yang terlalu
muda (umur kurang dari 20 tahun) dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya
sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan dan adanya perubahan hormonal yang
terjadi selama kehamilan. Usia yang paling baik untuk melahirkan adalah lebih dari 20 tahun
dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh, menunjukkan bahwa mayoritas umur ibu yang
mengalami kehamilan dengan KEK adalah < 20 tahun. Hal ini berhubungan dengan
kematangan sistem reproduksi pada usia tersebut seorang wanita dilarang untuk hamil
karena organ reproduksi yang kurang sempurna juga karena kurangnya kematangan dalam
berfikir. (13)
2.13.5 Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi atau bayi telah
mencapai titik mampu bertahan hidup. Paritas diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup.
b. Skundipara adalah wanita yang pernah hamil dua kali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup.
c. Multipara adalah wanita yang pernah hamil lebih dari dua kali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup.
Kehamilan dengan jarak pendek dengan kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun
atau kehamilan yang terlalu sering dapat menyebabkan gizi kurang karena dapat menguras
cadangan zat gizi tubuh serta organ reproduksi belum kembali sempurna seperti sebelum
masa kehamilan(8). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muliawati (2012),
menunjukkan bahwa pada ibu hamil dengan KEK mayoritas paritas ibu hamil yang sudah
pernah melahirkan 2-4 kali. Hal ini terjadi karena ibu kurang peduli akan nutrisi yang
dikonsumsi ibu yang sudah beberapa kali hamil dan melahirkan, maka kemungkinan banyak
akan ditemui keadaan kesehatan terganggu (anemia, kurang gizi). (13)
Usia Kehamilan
Berat Bayi Lahir Rendah
Kurang Energi Kronis (KEK)
(BBLR)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif analitik dengan pendekatan
cross-sectional terhadap Hubungan Antara KEK pada Ibu Hamil dengan Angka Kejadian
BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Singojuruh, Banyuwangi Periode tahun 2019.
Sumber data terdiri dari data sekunder. Data sekunder diambil dari buku laporan
bulanan ibu hamil yang melakukan ANC dan laporan bulanan ibu bersalin di wilayah kerja
Puskesmas Singojuruh pada tanggal 1 Januari 2019 sampai dengan tanggal 15 Desember
2019.
3.4 Populasi
Semua ibu bersalin yang melakukan antenatal care dalam periode tahun 2019
di wilayah kerja Puskesmas Singojuruh.
3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
a. Ibu bersalin yang melakukan ANC dan memiliki data LILA di Puskesmas
Singojuruh periode Januari-Desember 2019.
b. Semua bayi baru lahir yang tercatat dalam laporan KIA puskesmas Singojuruh
periode Januari – Desember 2019.
b. Tidak tercatat secara lengkap data LILA dan berat lahir periode Januari –
Desember 2019.
c. Pasien dengan data rekam medik sudah tidak tersedia lagi di bagian rekam
medik.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan Total Sampling. Sampel
yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang melakukan kunjungan
ANC di Puskesmas Singojuruh selama tahun 2019 sebanyak 512 orang.
Penulisan Laporan
Penelitian
3.7.2 Alat dan Bahan Pengumpul Data
Data rekam medik, Buku Catatan Kunjungan atau register ANC dan Buku
Catatan Berat Badan Bayi Baru Lahir di Puskesmas Singojuruh tahun 2019.
Variabel independen dalam penelitian ini berupa Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Variabel
Terikat:
1. Bayi yang lahir Timbangan Nominal 0 = BBLR (bila BBL
Berat Bayi Lahirdengan berat lahir Bayi ≤ 2499 gram)
Rendah kurang dari 2500
gram ditimbang 1 1 = Tidak BBLR
jam setelah lahir (bila BBL 2500
tanpa memandang gram)
masa kehamilan.
3.10 Data
3.10.1 Pengolahan Data
Data – data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, verifikasi,
dan coding, kemudian data diolah dengan menggunakan program komputer, yaitu
program SPSS. Pengolahan data untuk penelitian ini diolah dengan menggunakan
aplikasi SPSS yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
Editing
Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data, yang diperoleh atau
editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
Coding
Catatan untuk memberikan kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori.
Entry
Kegiatan memasukkan data yang telah didapat kedalam program komputer
yang telah ditetapkan.
1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
χ2
C= 2 ……………. Rumus 5
Ν+χ
Harga Chi-square dicari dengan
Keterangan:
r k
= menyatakan bahwa kita menjumlahkan semua baris ® dan semua kolom (k).
1) Analisis Multivariat
Analisa multivariat yang dilakukan terhadap lebih dari dua variabel, analisis
multivariat yang dipilih adalah regresi logistik. Regresi Logistik merupakan salah satu metode
regresi yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel respon bersifat kategorik
berskala nominal, ordinal dengan satu atau lebih variabel penjelas kontinu maupun kategorik.
Jika variabel respon berskala nominal digunakan regresi logistik multinomial (Fahmeir dan
Tutz, 1994), sedangkan pada peubah variabel berskala ordinal digunakan regresi logistic
ordinal.
- Variabel independent tidak harus memiliki keragaman yang sama antar kelompok
variabel.
- Kategori dalam variabel independent harus terpisah satu sama lain atau bersifat
eksklusif.
- Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum dibutuhkan hingga 50
sampel data untuk sebuah variabel prediktor (bebas).
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi reponden dan masyarakat umum.
Pada penelitian ini responden hanya diberikan kuisioner pertanyaan dan tidak
diberi perlakuan apapun, sehingga penelitian ini tidak membahayakan responden.
1. Letak Geografis
Batas-batas Desa Singojuruh
a. Sebelah utara : Desa Singolatren
b. Sebelah Timur : Desa Alasmalang
c. Sebelah Selatan : Desa Cantuk dan Desa Gumirih
d. Sebelah Barat : Desa Parijatah Kulon
Luas Wilayah Desa : 503 Ha
Keadaan Geografi
a. Sawah : 306 m2
b. Ladang/tegal : 8.300 m2
c. Pemukiman : 136 m2
2. Demografi
a. Jumlah Kepala Keluarga : 3220 KK
b. Jumlah Penduduk
No Dusun Laki-laki Perempuan Total RTM
1 Krajan Barat 412 459 871 325
2 Krajan Timur 247 257 504 180
3 Krajan Selatan 366 405 771 275
4 Kemiren 258 254 512 186
5 Juruh 364 357 721 254
6 Klatakan 147 179 326 118
7 Pasinan Barat 1001 1036 2037 707
8 Pasinan Timur 640 700 1340 472
9 Kunir 1041 990 2031 729
Total 4474 4637 9112 3220
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Singojuruh Kabupaten Banyuwangi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
BBLR
Kemiri
Singojuruh
Gumirih
Benelan Kidul
Sumberbaru
Alasmalang
Cantuk
Singolatren
Lemahbang
Gambor
Padang
Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 512 subjek penelitian. Berdasarkan tabel
4.1 didapatkan bahwa jumlah BBLR sebanyak 33 orang dan bayi yang tidak BBLR sebanyak
479 orang. Berdasarkan tabel 4.2 terdapat kasus BBLR banyak terjadi di desa Singojuruh
sebanyak 8 orang dari total 86 orang.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam
setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup
bulan. (IDAI, 2016). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas
dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka target
BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran
program perbaikan gizi yakni maksimal 7%. (Pantiawati, 2010). Menurut Kusparlina (2016)
BBLR diklasifikasikan menjadi Prematuritas Murni adalah bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan
untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan
(NKBSMK), serta Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam praterm, aterm atau posterm.
Adapun menurut Proverawati (2010) faktor-faktor yang berhubungan dengan BBLR adalah
faktor ibu (penyakit ibu, sosial ekonomi, sebab lain), faktor janin (kelainan kromosom, infeksi
janin, disautonomia familial, radiasi, kehamilan ganda, aplasia pankreas), faktor plasenta
(berat plasenta berkurang, luas permukaan berkurang, plasentitis virus, infark, tumor, plasenta
yang lepas, sindrom transfusi bayi kembar) dan faktor lingkungan (tempat tinggal di dataran
tinggi, paparan zat beracun, paparan radiasi).
KEK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
KEK
Kemiri
Singojuruh
Gumirih
Benelan Kidul
Sumberbaru
Alasmalang
Cantuk
Singolatren
Lemahbang
Gambor
Padang
Gambar 4.4 Karakteristik sebaran KEK di setiap Desa
Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 512 subjek penelitian. Berdasarkan tabel
4.3 didapatkan bahwa jumlah ibu hamil dengan KEK sebanyak 53 orang dan ibu hamil yang
tidak KEK sebanyak 459 orang. Berdasarkan tabel 4.4 kasus ibu hamil dengan KEK banyak
terjadi di desa Singojuruh sebanyak 9 orang dari total 86 orang.
Hal ini dapat dilihat bahwa masih ada ibu yang memiliki status gizi kurang dilihat dari
masih adanya ibu yang mengalami KEK sebanyak 10,4% orang. Menurut Tang, dkk (2016)
pengukuran antropometri LILA merupakan indikator lemak subkutan dan otot sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui cadangan protein di dalam tubuh. Ukuran LILA dapat
digunakan sebagai indikator Protein Energy Malnutrition (PEM) pada anak-anak serta
mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada wan ita usia subur (Gibson, 2005:
Kamariyah & Musyarofah, 2016).
Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm, hal ini berarti
ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi lahir
dengan BBLR akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan
gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum
kehamilan wanita usia subur sebaiknya sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya saat
pengukuran LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari
angka tersebut, sebaiknya kehamilannya ditunda sampai LILA lebih dari 23,5 cm sehingga
tidak beresiko melahirkan BBLR.
BBL
Variabel Kategori BBLR Tidak Uji Statistik Nilai P Odd Ratio
Hipotesis
BBLR
KEK 5 48 Uji Continuity
KEK Tidak 28 431 Correction 0.410 2,045
Ditolak
KEK Chi-Square
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, sesuai Tabel 4.6 didapatkan hasil ibu
dengan KEK yang melahirkan bayi BBLR sebanyak 5 subjek dan yang tidak melahirkan
BBLR sebanyak 48 subjek. Serta ibu tidak KEK yang melahirkan BBLR sebanyak 28 subjek
dan melahirkan tidak BBLR sebanyak 431 subjek.
Berdasarkan hasil uji Chi Square menunjukkan Pvalue sebesar 0.410, yang berarti
Pvalue > 0.05. sehingga H0 diterima, yang artinya tidak ada hubungan bermakna antara KEK
dengan kejadian BBLR. Hasil Odds Ratio 1.603 yang artinya bila ibu hamil mengalami KEK
selama kehamilan maka akan mengalami resiko 1.6 kali lipat untuk melahirkan BBLR
dibanding yang tidak mengalami KEK. Hasil Confident Interval 0.592 – 4.346 yang artinya
bila ibu hamil mengalami KEK sekurang-kurangnya akan beresiko sebesar 0.592 kali lipat
dan paling besar beresiko sebesar 4.346 kali lipat untuk melahirkan BBLR.
Penelitian ini sesuai dengan Chyntia Putri, dkk (2015) yang mengatakan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara ibu hamil dengan KEK dengan kejadian BBLR. Selain
itu menurut Edwi Saraswati (2003) menunjukkan bahwa KEK pada batas LILA 23,5 cm
belum merupakan risiko melahirkan bayi BBLR walaupun risiko relatifnya yang cukup tinggi.
sedangkan ibu KEK berisiko 1.603 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu tidak KEK.
LILA pada ibu, menggambarkan keadaan konsumsi makanan terutama energi dan protein
dalam jangka panjang. Bila asupan makanan ibu kurang maka dapat berdampak pada janin
dalam kandungan, sehingga dibutuhkan penanganan pemenuhan asupan, akan tetapi KEK
belum tentu menjadi masalah penyebab utama kejadian BBLR.
Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ohlsson (2008) dan
Fajriana (2015) yang mengatakan ibu dengan KEK mempunyai hubungan yang signifikan
dengan terjadinya BBLR. Ibu yang KEK mengalami kekurangan energi dalam waktu yang
lama, bahkan sejak sebelum masa kehamilan. Asupan gizi yang tidak adekuat saat masa
implantasi embrio dapat berakibat fatal bagi perkembangan janin di trimester selanjutnya.
Sehingga jika ibu mengalami kekurangan energi kronis maka asupan gizi yang diberikan
untuk janin juga akan sulit terpenuhi. Akibatnya terjadi hambatan pertumbuhan janin dan
berat bayi lahir rendah. Meskipun KEK dapat dijadikan salah satu faktor untuk terjadinya
BBLR, namun menurut Anggraini, dkk (2014) ibu yang diawal kehamilan tidak mengalami
KEK tetapi tidak diikuti dengan pertambahan berat badan yang seharusnya maka ibu tersebut
juga beresiko untuk mengalami BBLR. Selain itu menurut Assefa, dkk (2012) kekurangan
energi kronis (KEK) maupun akut memiliki hubungan dan pengaruh dengan berat lahir bayi,
namun kekurangan energi akut memiliki efek yang lebih nyata dibandingkan dengan
kekurangan energi kronis.
Tidak adanya hubungan yang signifikan dalam penelitian ini dimungkinkan karena
kurangnya persentase kasus BBLR yang terjadi di Puskesmas Singojuruh sehingga tidak bisa
menggambarkan keadaan sebenernya. Lalu tidak terkontrol nya variabel perancu selain KEK
seperti faktor genetic, faktor demografik, psikososial, faktor obstetrik, aktivitas fisik, faktor
morbiditas ibu waktu hamil, dan faktor paparan zat racun meliputi merokok, minum alkohol.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Riwayat Ibu Hamil Kekurangan Energi
Kronis (KEK) dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas Singojuruh
tahun 2019 dapat ditarik kesimpulan :
1. Hasil proporsi ibu yang KEK yaitu sebanyak 53 orang, sedangkan proporsi ibu tidak
KEK sebanyak 459 dari total sampel 512 orang.
2. Hasil proporsi kejadian kasus BBLR di puskesmas Singojuruh yaitu sebanyak 33
bayi dan proporsi tidak BBLR sebanyak 479 bayi dari total sampel 512 bayi.
3. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara Ibu Hamil KEK dengan Kejadian
BBLR di Puskesmas Singojuruh pada tahun 2019 yang ditunjukkan dari nila P value
0,410 > α (0,05).
4. Ibu hamil KEK mempunyai resiko 1.6 kali lipat untuk melahirkan BBLR hal ini
dapat dilihat dari nilai odds Ratio sebesar 1.603.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan Riwayat Ibu
Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
di Puskesmas Singojuruh tahun 2019, penulis dapat memberikan saran :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan penyuluhan di kelas Ibu hamil
untuk persiapan kehamilan ataupun konseling tentang kebutuhan gizi sebelum dan
selama kehamilanya, sehingga ibu dapat mempersiapkan kehamilanya dengan baik.
2. Melakukan screening pemeriksaan LILA untuk wanita yang sudah menikah dan sedang
merencanakan kehamilan. Bila ditemukan LILA < 23,5 cm, sebaiknya rencana
kehamilannya ditunda hingga LILA mencapai > 23,5 cm.
3. Melakukan screening pemeriksaan LILA terhadap wanita usia subur (WUS) yang sudah
mempunyai pasangan ataupun yang belum punya pasangan.
4. Memberikan penyuluhan mengenai komplikasi yang dapat timbul, edukasi mengenai
makanan apa saja yang perlu di konsumsi, edukasi mengenai daftar bahan makanan
penukar yang disesuaikan dengan bahan makanan lokal serta kemampuan ekonomi nya
dan pemberian makanan tambahan (PMT) pada wanita yang terdeteksi KEK baik yang
sudah ataupun belum mempunyai suami secara berkala, agar ketika hamil nanti status
gizi nya sudah baik.
5. Perbaikan kesehatan dan status gizi sebaiknya dilakukan sejak usia remaja dapat melalui
sekolah atau kelompok lainnya dengan cara penyuluhan atau pemberian suplementasi
dan PMT.
6. Penelitian selanjutnya dapat lebih memperbanyak jumlah variabel yang diteliti agar
dapat diketahui faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi BBLR di Puskesmas
Singojuruh sehingga angka BBLR dapat lebih ditekan.
Daftar Pustaka
LAMPIRAN
Case Processing Summary
Cases
Kurang Energi
Ya Tidak Total
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,42.
Risk Estimate