TETANUS
Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)
SMF Saraf
Disusun oleh:
Robby Ashar
12100115023
Deo Valendra
12100115130
12100115078
Preseptor:
Asep S, dr., SpS
Waya N, dr., SpS
TETANUS
I. PENDAHULUAN
1
Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini
disebabkan oleh eksotoksin yuang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kata tetanus
berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein yang berarti
teregang. Tetanus dikarakteristikan dengan kekakuan umum dan kejang kompulsif
pada otot-otot rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada rahang ( lockjaw ) dan
leher dan kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan penyakit yang serius
namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia.
II. DEFINISI
Penyakit yang timbul karena sistem saraf pusat terintoksikasi oleh Clostridium
tetani, suatu kuman basil gram positif yang memproduksi neurotoksin spesifik.
III. EPIDEMIOLOGI
Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia namun paling sering pada daerah
dengan populasi padat, pada iklim hangat dan lembab. Organisme penyebab
ditemukan secara primer pada tanah dan saluran cerna hewan dan manusia. Transmisi
secara primer terjadi melalui luka yang terkontaminasi. Luka dapat berukuran besar
atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini, tatanus sering terjadi melalui luka- luka yang
kecil. Tetanus juga dapat menyertai setelah luka operasi elektif, luka bakar, luka tusuk
yang dalam, luka robek, otitis media, infeksi gigi, gigitan binatang, aborsi dan
kehamilan.
Di Amerika Serikat, insidensi tetanus telah berhasil diturunkan sejak
pertengahan tahun 1940, sejalan degan penggunaan imunisasi tetanus secara luas.
Pelaporan kasus pada tahun 1981 1991 oleh CDC di Amerika menunjukkan bahwa
angka kematian pasien dengan tetanus hanya sekitar 40%. Dari tahun 1991 -1994
telah dilaporkan bahwa 60% pasien berusia 20 -59 tahun dan 35% >60tahun.
Secara internasional pada tahun 1992 terhitung sekitar 578.000 bayi
mengalami kematian karena tetanus neonatorum. Pada tahun 2000, dengan data dari
WHO menghitung insidensi secara global kejadian tetanus di dunia secara kasar
berkisar antara 0,5 1 juta kasus dan tetanus neonatorum terhitung sekitar 50% dari
kematian akibat tetanus di negara negara berkembang. Perkiraan insidensi tetanus
secara global adalah 18 per 100.000 populasi per tahun. Di negara berkembang,
tetanus lebih sering mengenai laki laki dibanding perempuan dengan perbandingan
3 : 1 atau 4 :1
2
per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk manusia dengan berat badan 75
kg.
V. PATOGENESIS
C.tetani biasa memasuki tubuh melalui luka. Pada keadaan yang anaerobik,
spora dapat tumbuh. Jaringan nekrosis, benda asing atau infeksi aktif juga merupakan
tempat yang baik untuk perkembangan spora dan pelepasan toksin. Tetanospasmin
merupakan suatu zinc metalloprotease, suatu substansi amino acid polyperptide chain
yang dilepaskan di dalam luka. Toksin kemudian dapat menyebar melalui otot yang
terkena kepada otot di sekitarnya, dan terikat pada ujung terminal motor neuron
perifer, kemudian memasuki akson dan ditransport secara retrograd mealui
intraneuronal. Toksin ini bekerja pada sistem saraf simpatis. Selain itu toksin juga
dapat menyebar melalui sistem predaran darah dan limfatik.
Toksin tetanus ini memblokade pelepasan neurotransmitter dengan membelah
permukaan protein dari vesikel sinaps, hal ini mencegah eksositosis normal dari
neurotransmiter. Toksin ini menginterfensi fungsi arkus refleks dengan memblokade
transmiter inhibisi, terutama GABA, pada daerah presinaps pada medula spinalis dan
brainstem. Elisitasi dari gerakan rahang, secara normal akan diikuti dengan supresi
dari aktivitas motor neuron, manifestasi pada elektromiogram sebagai silent period.
Pada pasien dengan tetanus, terdapat kegagalan dari mekanisme inhibisi, yang
menghasilkan peningkatan pada aktivasi saraf-saraf yang menginervasi muskulus
maseter (trismus or lockjaw). Dari semua sistem neuromuskular, persarafan maseter
merupakan yang paling sensitif terhadap toksin. Stiulus yang berbeda ini bukan hanya
menghasilkan efek yang berlebihan, tetapi juga menghilangkan inervasi resiprokal;
kontraksi agonis dan antagonis, meningkatkan spasme muskular. Selain terjadi efek
generalisata pada saraf-saraf motorik di medula spinalis dan brainstem, toksin ini juga
beraksi langsung pada otot skeletal pada titik akson membentuk end plate (muingkin
terjadi pada tetanus terlokalisasi) dan pada korteks serebral dan sistem saraf simpatis,
pada hipotalamus.
dalam,
untuk
mkemudian
bergabung
dna
melepaskan
transmiter.
tajam dengan tanah, pupuk atau besi yang berkarat dapat menyebabkan tetanus.
Penyakit ini juga dapat sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus, gangren, gigitan
ular yang telah nekrotik, infeksi telinga tengah, aborsi, kelahiran, injeksi
intramuskular dan pembedahan.
Ada trias gejala yaitu rigiditas atau kekauan, spasme dari otot, jika parah maka
bisa disfungsi otonom. Kekakuan otot leher, nyeri tenggorokan,
membuka mulut
dan kesulitan
menyebabkan trismus atau lockjaw. Spasme yang prosesif meluas dari otot muka
menyebabkan ekspresi khusus yang disebut Risus Sardonicus dan pada otot
menelan menyebabkan disfagia. Kekakuan dari otot leher menyebabkan retraksi
kepala. Kekauan otot-otot rangka tubuh menyebabkan opisthotonus dan kesulitan
bernafas dengan complience dinding dada yang menurun.
Untuk meningkatkan tonus otot, ada episode spasme otot. Kontraksi tonik ini
seperti konvulsi yang mempengaruhi agonis dan antagonis dari sekelompok otot. Bisa
5
spontan atau dipengaruhi oleh sentuhan, visual, suara, atau emosi. Spasme bervariasi
untuk kekuatannya dan frekuensi tapi cukup kuat menyebabkan patah tulang dan
robeknya suatu jaringan (avulsi). Spasme bisa terjadi terus-menerus yang bisa
mengakibatkan gagal nafas. Spasme faring sering diikuti spasme laring dan
berhubungan dengan aspirasi dan obstruksi jalan nafas.
Masa inkubasi bervariasi antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari.
Pada umumnya tergantung pada lokasi dan jarak antara luka dengan system saraf
pusat, sehingga lokasi luka yang jauh dapat menyebabkan masa inkubasi yang lebih
lama. Masa inkubasi yang pendek mempunyai angka kematian yang cukup tinggi.
Pada tetanus neonatorum gejala biasanya muncul antara 4 sampai 14 hari setelah lahir
dengan rata-rata 7 hari.
Karakteristik Dari Tetanus:
1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama , dan menetap selama 5-7
hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya.
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan
leher.
5. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus / lockjaw) karena
spasme otot masseter.
6. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( nuchal rigidity)
7. Risus Sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat.
8. Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.
9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).
Berdasarkan pada temuan klinis terdapat 4 bentuk tetanus yang telah
dideskripsikan yaitu:
1. Tetanus lokal, merupakan bentuk yang tidak umum dimana pasien mengalami
kontraksi otot yang persisten pada daerah luka yang terjadi ( agonis, antagonis,
dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot
6
biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan
biasanya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus
umum namun dalam bentuk yang relatif lebih ringan dan jarang menimbulkan
kematian.. Prognosis pada pasien dengan tetanus lokal ini sangat baik, hanya
berkisar 1% dari kasus yang mengalami kematian.
2. Tetanus sefalik, merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi, bisanya terjadi
menyertai otitis media dimana C. tetani ditemukan sebagai flora pada telinga
tengah atau menyertai trauma kepala. Tetanus bentuk ini dapat mengenai
nervus kranialis, khususnya pada daerah wajah. Bentuk tetanus ini merupakan
bentuk yang tidak biasa dengan masa inkubasi 1-2 hari.
3. Tetanus Umum, merupakan bentuk yang paling sering terjadi (sekitar 80%).
Penyakit ini biasanya muncul dalam bentuk descending. Gejala pertama yang
muncul adalah trismus dan lockjaw, kemudian diikuti dengan kekakuan leher,
kesulitan menelan, dan rigiditas abdomen.
sianose
asfiksia. Gejala lainnya adalah suhu tubuh yang meningkat 2-4 C di atas
suhu normal, berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung yang
cepat secara episodik. Spasme dapat terjadi secara berkala selama beberapa
menit. Spasme dapat berkelanjutan selama 3-4 minggu. Penyembuhan secara
komplit dapat memakan waktu selama beberapa bulan.
4. Tetanus neonatorum, merupakan bentuk tetanus umum yang terjadi pada bayi
baru lahir. Tetanus neonatorum terjadi pada bayi yang tidak mendapatkan
perlindungan imunisasi pasif, karena ibu yang tidak diimunisasi.
Infeksi
biasanya terjadi melalui umbilikus yang dipotong dengan perangkat yang tidak
steril.
(terhitung sekitar lebih dari 215.000 kematian di dunia pada tahun 1998),
namun sangat jarang terjadi di Amerika Serikat.
VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
-
Pertanyaan seputar luka sangat penting, terutama waktu terkena luka serta
waktu dari luka sampai munculnya gejala. Selain itu tanyakan lokasi luka,
jenis luka (kotor atau bersih).
7
Port the entry lain seperti penggunaan jarum suntik, adaya otitis media
Pemeriksaan Fisik
-
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda dan gejala tetanus seperti :
o Hipertotonus otot
o Spasme
o Trismus
o Kaku di leher, bahu, serta ekstremitas
o Abdomen seperti papan
o Risus sardonicus (kontraksi pada otot wajah, otot bibir mengalami
retraksi, mata tertutup parsial karena kontraksi M. orbicularis oculi.
Alis terelevasi karena spasme otot frontalis)
o Spasme pada otot-otot pernapasan
o Pada tetanus lokal terjadi pada salah satu bagian organ saja berupa
rasa kaku, kencang, dan nyeri otot di sekitar luka.
o Pada tetanus sefalik biasanya terjadi kelemahan dan paralisis otototot wajah. Spasme dapat melibatkan lidah dan tenggorokan
sehingga bisa terjadi disartria, disfonia, dan disfagia.
dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik dan tidak tergantung pada konfirmasi bakteriologis.
C. Tetani hanya ditemukan pada 30% pada luka pasien dengan kasus tetanus, dan
dapat diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejala tetanus.
IX. KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran klinis yang telah dideskripsikan, maka tingkatan
penyakit tetanus dapat dibuat dalam suatu kriteria/derajat berat ringannya penyakit.
Menurut abletts, kriteria tetanus ini dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
I.
II.
IIIa.
IIIb
: trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan sampai sedang yang
Tingkat II
Tingkat III
: Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang dari 7 hari dan
onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Tingkat IV
Tingat V
bakteri
dalam
tubuh
untuk
mencegah
pengeluaran
IT iv/im, dengan kadar puncak dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai
pengobatan secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di
Indonesia umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk juga di
RSHS. Serum ATS yang dianjurkan 10.000 U i.v satu kali. Sebelum
pemberian harus dilakukan skin tes. Untuk imunisasi aktif dipakai TT. Apabila
luka kecil, tidak terinfeksi, tetapi riwayat imunisasi tidak jelas, diberikan dosis
TT 0,5 ml. Dosis yang sama mutlak diberikan apabila luka besar, terinfeksi,
dan riwayat imunisasi terakhir lewat 5 tahun
2. Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin
DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14
hari, aktif menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.
3. Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena
bersifat GABA enhancer.
DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan
relaksasi otot. Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme otot.
Pada orang dewasa :
Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
Spasme sedang : 5-10 mg i.v
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan
kecepatan 10-15 mg/jam
Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking
agents (vecuronium)
4. Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang dibentuknya antibodi
terhadap eksotoksin bakteri. Td ini merupakan suatu eksotoksin yang telah
didetoksikasi dengan formaldehid dan diabsorbsi ke dalam garam aluminium.
Antigen ini akan menginduksi produksi antibody yang melawan eksotoksin.
5. -adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v
setelah dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas
simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi
6. Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV)
untuk atasi gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien
yang memerlukan intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga
direkomendasikan setelah onset kejang umum yang pertama.
11
Interpretasi skor :
-
<9
10-16
>17
PENCEGAHAN
Imunisasi aktif :
o Imunisasi aktif ini perlu diberikan pada ank-anak sejak dini dan juga
pada ibu hamil. Sejak bayi sebaiknya sudah diberikan imunisasi
dengan jadwal seperti pada tabel 1. Namun jika belum diimunisasi,
anak-anak 7 tahun dapat pula diimunisasi dengan interval seperti
pada tabel 2.
12
TABEL 1:
Imunisasi
Primer 1
Primer 2
Primer 3
Primer 4
Booster
Booster
Tambahan
TABEL 2:
Imunisasi
Primer 1
Primer 2
Primer 3
Booster
Interal Pemberian
4 minggu
6-12 minggu
Setiap 10 tahun setelah booster terakhir
Produk
DPT
DPT
DPT
DPT
DPT
Td
Produk
Td
Td
Td
Td
Pada ibu hamil dapat diberikan 2 kali injeksi Td toxoid pada trimester ke-2 atau
ke-3.
terjadinya tetanus neonatorum. Selain itu persalinan yang bersih juga berperan
penting dalam pencegahan tetanus neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA
1. CDC (Center for Disease Control an Prevention) Tetanus. In : Epidemiology
and Prevention of Vaccine-Preventable Disease The Pink book Course
Textbook. 8th Edition, Departemen of Health and Human Services Public
Health Foundation. 2004 : 65-73
2. Mylonakis E, Rutecki GW, Talavera F. Tetanus, In Tetanus Excerpt. Last
Updated In March 26. 2002. eMedicine.comCopyright 2003 : 1-6
15
16