Anda di halaman 1dari 5

Nama: Made Adira Zalika

NIM: 0401128227163
Kelas: Delta
Laporan Learning Issue
Tetanus
Tetanus merupakan suatu penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh bakteri gram
positif Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan neurotoksin yang akan menghambat
pelepasan neurotransmiter di susunan saraf pusat. Tetanus ditandai dengan gejala spasme otot
berat dan periodik.
Spora C. tetani banyak ditemukan di tanah terutama yang sudah mengandung kotoran dan
organisme ini biasa ditemukan di saluran intestinal bagianbawah pada manusia dan hewan. Spora
dapat masuk ke dalam luka yang terkontaminasi dengan tanah atau benda asing. Luka biasanya
cukup kecil seperti terkena tusukan atau serpihan. Tetanus juga dapat terjadi pada bayi yang baru
lahir akibat dari pemotongan tali pusar dengan alat yang tidak steril. Setelah diinokulasi, C.
tetani berubah menjadi bakteri vegetatif yang kemudian berjalan ke sumsum tulang belakang dan
batang otak melalui neuron motorik. Ini kemudian menghasilkan neurotoxin tetanospasmin, yang
mengganggu neurotransmiter penghambat sistem saraf. C. tetani juga memproduksi tetanolysin,
yang memiliki sifat hemolitik dan menyebabkan kerusakan membran
Tetanus dibagi empat macam menurut jenisnya yaitu tetanus local, tetanus sefalik,
tetanus generalisata, dan tetanus neonatorum. Pada tetanus local timbul gejala berupa spasme dan
kekakuan yang disertai sakit pada otot maupun bagian proksimal dari luka. Pada tetanus sefalik,
gejala muncul terbatas hanya pada wajah berupa trismus, disfagia, risus sardonikus, dan
disfungsi nervus kranial. Gejala yang ditimbulkan pada tetanus generalisata berupa kekakuan
seluruh tubuh terutama pada leher, trismus irritable, kesulitan menelan, opistotonus (kekakuan
pada dada dan perut), rasa sakit dan kecemasan. Sedangkan pada tetanus neonatorum biasanya
timbul gejala berupa ketidakmampuan menghisap ASI, kelemahan, irritable, serta kekakuan dan
spasme otot.
Penatalaksanaan tetanus dilakukan dengan membuang sumber tetanospasmin,
menetralisir toksin yang tidak terikat, dan perawatan penunjang sampai tetanospasmin yang
berikatan dengan jaringan telah habis dimetabolisme. Manajemen luka juga perlu dilakukan, luka
dapat menjadi pintu masuk bagi bakteri C. tetani sehingga pertama-tama harus dibersihkan
maupun dilakukan debridemen. Kemudian pasien perlu ditanyakan mengenai Riwayat imunisasi,
jika pasien mendapat tetanus tosois (TT) kurang dari 10 tahun yang lalu maka perlu diberikan
tetanus immunoglobulin (HTIg). Setelah pemberian tetanus toksoid, sistem kekebalan
dirangsang dan merespons antigen yang ada dalam vaksin. Sel TH2 dan B diaktifkan, yang
kemudian menghasilkan imunoglobin melawan toksoid, memungkinkan perlindungan yang
memadai terhadap infeksi di masa mendatang. Proses ini memerlukan beberapa dosis untuk
mencapai respon imun yang tinggi; namun, perlu disebutkan bahwa tidak ada peluang bagi
toksoid untuk menunjukkan ciri-ciri patogeniknya karena merupakan vaksin yang tidak aktif.
Pemberian TT yang pertama dilakukan bersama dengan pemberian antitoksin dan diberikan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Pengobatan lini pertama termasuk HTIG, yang menghilangkan toksin tetanospasmin yang
dilepaskan. Namun, itu tidak mempengaruhi toksin yang sudah terikat pada sistem saraf
pusat. HTIG juga mempersingkat perjalanan penyakit dan dapat membantu mengurangi
keparahan.
Vaksin tetanus adalah jenis kekebalan aktif buatan. Jenis kekebalan ini menghasilkan
antibodi ketika versi C. tetani yang mati atau lemah diinokulasi. Dengan demikian, ketika ada
paparan yang sebenarnya, sistem kekebalan akan mengenali antigen dan dengan cepat
menghasilkan antibodi. Antibodi berkurang seiring waktu, sehingga vaksin berkala diperlukan
untuk meningkatkan produksi antibodi.
Selain itu, pasien tetanus juga diisolasi dalam ruangan khusus untuk menghindari
rangsangan cahaya, suara, maupun rangsangan lainnya. Perlu dilakukan pemantauan juga untuk
menghindari terjadinya penyumbatan jalan napas. Pasien juga diberikan asupan diet cukup kalori
dan protein serta pengaturan cairan dan elektrolit juga diperlukan. Penatalaksanaan dengan
mengeliminasi bakteri juga dapat dilakukan untuk membuang sumber toksin yang dapat
dilakukan dengan pemberian penisilin.
Analisis Masalah

a. Bagaimana profilaksis yang benar dalam menangani kasus bapak T?

Pencegahan tetanus dapat dilakukan dengan imunisasi, identifikasi mereka yang berisiko,
serta perawatan luka dan cedera traumatis yang tepat.

Pada individu yang tidak diimunisasi dengan luka berisiko rendah, vaksin tetanus
diindikasikan; jika berisiko tinggi, maka baik vaksin maupun human tetanus immune
globulin (HTIG) juga diindikasikan. Pada orang yang diimunisasi dengan luka berisiko
rendah, vaksin tetanus diindikasikan hanya jika dosis terakhir diberikan lebih dari 10
tahun yang lalu. Jika berisiko tinggi, maka pemberian vaksin lebih diindikasikan jika
booster terakhir lebih dari 5 tahun yang lalu.

Semua profilaksis tetanus harus digunakan bersamaan dengan pembersihan tepat waktu
dan debridemen luka. Pasien harus menerima perawatan bedah segera jika
diindikasikan. Luka rawan tetanus dapat dibiarkan terbuka untuk menghindari kondisi
anaerobik.

b. Apa hubungan atara riwaya kejang dan demam dengan luka bapak T?
C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit atau selaput lendir. Begitu berada
di dalam tubuh dan dalam kondisi anaerobik, bakteri melakukan perjalanan ke sumsum
tulang belakang dan batang otak di dalam neuron motorik. Ini kemudian menghasilkan
tetanospasmin neurotoksin yang sangat kuat. Toksin memasuki interneuron penghambat
dan memblokir transmisi saraf di sinapsis. Kemudian ada inaktivasi neurotransmisi
penghambatan yang biasanya memodulasi sel tanduk anterior dan kontraksi
otot. Hilangnya penghambatan sel tanduk anterior akan menyebabkan peningkatan tonus
otot dan kejang yang menyakitkan. Hilangnya penghambatan neuron otonom akan
menyebabkan ketidakstabilan otonom yang meluas, terutama bermanifestasi sebagai
berkeringat, takikardia, dan hipertensi. Ketidakstabilan otonom juga dapat terjadi pada
pasien yang akan menyebabkan demam, disritmia, tekanan darah tidak menentu,
kesulitan pernapasan, ekskresi katekolamin, dan bahkan kematian dini.
c. Mengapa keluhan terjadi di bagian tubuh tersebut (rahang, tangan, punggung, leher)?
Karena toksin Clostridium tetani menyerang sistem saraf pusat di sumsum tulang
belakang, sumsum tulang belakang bercagbang lansung ke saraf servikal (C1 – C8 yang
mengatur persarafan di leher, tangan dan punggung sehingga keluhan muncul di bagian –
bagian tersebut

Tetanospasmin akan terurai di lokasi infeksi dan memasuki terminal presinaptik neuron
motoric mencapai sistem saraf pusat. Di medulla spinalis, tetanospasmin bekerja pada
bagian anterior sel tanduk yang menyumbat penghambatan inhibisi postsinaptik refleks
medulla spinalis sehingga menghasilkan kontraksi spasmodic pada otot protagonist
maupun antagonis. Toksin tetanus akan menyerang saraf motoric yaitu berupa otot
rangka sehingga terjadi keluhan di bagian-bagian tubuh tersebut
Rabadi T, Brady MF. Toksoid Tetanus. [Diperbarui 2023 Mei 1]. Di dalam: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2023 Jan-. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557415/

Dafpus nanti nyusul ya

Anda mungkin juga menyukai