Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia.


Penyakit ini dibawa oleh bakteri gram positif Clostridium tetani. Bakteri ini menginfeksi
kedalam tubuh melalui luka. Luka pemicu masuknya bakteri tetanus bisa melalui luka tusuk,
luka gores, luka bakar, dekubitus, abses, luka infeksi, gigitan serangga, bahkan penggunaan
alat medis yang tidak adekuat.
Tetanus lebih tinggi kasusnya pada negara-negara dengan program imunisasi yang tidak
komprehensif. Diperkirakan angka kejadian pertahunya sekitar satu juta kasus dengan tingkat
mortalitas yang berkisar dari 6%-60%. Selama 30 tahun terakhir hanya terdapat Sembilan
penelitian RCT (randomized controlled trials) mengenai pencegahan dan tata laksana
tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO.
Kasus tetanus paling tinggi adalah tetanus neonatum, yakni tetanus yang menyerang
pada bayi pasca lahir. Pada tahun 1988, WHO memperkirakan bahwa sebanyak 787,000
bayi baru lahir meninggal akibat tetatus neonatorum (TN). Sehingga pada akhir tahun 1980-
an perkiraan angka kematian tahunan global TN adalah sekitar 6,7 kematian per 1000
kelahiran hidup, jelas ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting.
Tetanus dapat dicegah dengan pemberian vaksin antitoksin tetanus. Upaya sistematis
untuk menghilangkan TN dimulai dengan imunisasi TT ibu hamil dan calon pengantin
dengan melalui Program Pengembangan Imunisasi (EPI), yang diperkenalkan pada tahun
1979. Kemudian tahun 1984 imunisasi tetanus dalam bentuk vaksin DT dan vaksin TT mulai
diberikan pada anak sekolah dasar sebagai bentuk strategi jangka panjang pengendalian TN.
Tahun 1998 imunisasi pada anak sekolah dasar ini kemudian dikembangkan menjadi Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

 Apakah penyakit tetanus itu?


 Bagaimana etiologi dari penyakit tetanus?
 Bagaimana patofisiologi penyakit tetanus?
 Bagaimana manifestasi klinis penyakit tetanus?
 Bagaimana pathway tetanus?
 Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang pada penyakit tetanus?
 Bagaimana penatalaksanaan penyakit tetanus?

1.3 TUJUAN

 Mengetahui definisi tetanus.


 Mengetahui etiologi tetanus.
 Mengetahui patofisiologi tetanus.
 Mengetahui manifestasi klinis penyakit tetanus.
 Mengetahui pathway tetanus.
 Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang penyakit tetanus.
 Mengetahui penatalaksanaan penyakit tetanus.

2
BAB II
PEMBAHSAN

2.1 DEFINISI
Tetanus adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh adanya kontaminasi luka
dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang bernama Clostridium tetani, yaitu bakteri yang
hidup bertahun-tahun di tanah dalam bentuk spora (Davis: 2009)
Tetanus adalah penyakit akut yang mengenai system saraf, yang disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Ditandai dengan kekakuan dan kejang otot
rangka, kekakuan otot biasanya melibatkan rahang (lockjaw), leher dan kemudian menjadi
seluruh tubuh. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja eksotosin pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulag belakang, sambungan neuromuscular dan saraf
otonom. (KKBIPS-FKUT: 2016)
Tetanus neonatorum (TN) adalah infeksi pada bayi berusia < 28 hari, karena bakteri
Clostridium tetani yang masuk ke tubuh melalui luka. (Selvy: 2017)
Dapat disimpulkan bahwa tetanus merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh toksin yang dihasilkan bakteri Clostridium tetani dengan gejala utama adalah kejang
otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan tanpa disertai adanya gangguan
kesadaran. Dan dapat menyerang segala usia dengan infeksi melalui luka.
Clostridium tetani bisa bertahan hidup diluar tubuh dalam bentuk spora untuk waktu
yang sangat lama. Misalnya dalam debu, tanah, serta kotoran hewan maupun manusia. Spora
Clostridium tetani umumnya masuk ke tubuh melalui luka yang kotor. Contohnya luka
akibat cedera, digigit hewan, paku berkarat, atau luka bakar.

2.2 ETIOLOGI

Kata tetanus berasal dari bahasa yunani ‘tetanos’ yang berarti kencang atau tegang.
Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastic paralysis yang
disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan Clostridium tetani.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,
diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang

3
diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi
derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan
Kitasato 1890 )
Clostridium tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan
kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan
gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Clostridium tetani merupakan bakteri yang motil
karena memiliki flagella, dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain
dan memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan
terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora clostridium
tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan
autoclave pada suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Bakteri Clostridium tetani ditemukan di seluruh dunia, di tanah, pada benda mati, di
kotoran hewan, dan terkadang dalam kotoran manusia. Tempat masuknya kuman penyakit
ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya
benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka
geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

2.3 PATOFISIOLOGI

Clostridium tetani biasanya memasuki tubuh melalui luka,


masuk ke dalam tubuh manusia dalam bentuk spora. Dalam keadaan anaerob (oksigen
rendah), spora berkecambah menjadi bentuk vegetatif dan menghasilkan racun
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang
masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang
memungkinkan multiplikasi bakteri. Klinis khas tetanus disebabkan ketika toksin
tetanospasmin yang mengganggu pelepasan neurotransmiter, menghambat impuls
inhibitor yang mengakibatkan kontraksi otot yang kuat dan spasme otot.

4
Racun yang diproduksi dan disebarkan melalui darah dan limfatik. Racun bertindak di
beberapa tempat dalam sistem saraf pusat, termasuk motor endplate, sumsum tulang
belakang, dan otak, dan di saraf simpatis. Transport terjadi pertama kali di saraf motorik,
lalu ke saraf sensorik dan saraf autonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, ia akan
berdifusi keluar dan akan masuk dan mempengaruhi ke neuron di dekatnya. Apabila
interneuron inhibitor spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul. Transpor
interneuron retrogard lebih jauh terjadi dengan menyebarnya toksin ke batang otak
dan otak tengah. Penyebaran ini meliputi transfer melewati celah sinaps dengan
mekanisme yang tidak jelas.
Toksin ini mempunyai efek dominan pada neuron inhibitori, dimana setelah
toksin menyebrangi sinaps untuk mencapai presinaps, ia akan memblokade pelepasan
neurotransmitter inhibitori yaitu glisin dan asam aminobutirat. Interneuron yang
menghambat neuron motorik alfa yang pertama kali dipengaruhi, sehingga neuron
motorik ini kehilangan fungsi inhibisinya. Lalu karena jalur yang lebih panjang, neuron
simpatetik preganglion pada ujung lateral dan pusat parasimpatik juga dipengaruhi.
Neuron motorik juga dipengaruhi dengan cara yang sama, dan pelepasan asetilkolin ke
dalam celah neuromuskular dikurangi. Dengan hilangnya inhibisi sentral, terjadi
hiperaktif otonom serta kontraksi otot yang tidak terkontrol (kejang) dalam menanggapi
rangsangan yang normal seperti suara atau lampu. Spasme otot rahang, wajah dan kepala
sering terlihat pertama kali karena jalur aksonalnaya lebih pendek. Tubuh dan anggota
tubuh mengikuti, sedangkan otot-otot perifer tangan dan kaki relatif jarang terlibat.
Setelah toksin menetap di neuron, toksin tidak dapat lagi dinetralkan dengan
antitoksin. Pemulihan fungsi saraf dari racun tetanus membutuhkan tumbuhnya terminal
saraf baru dan pembentukan sinapsis baru.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu : tetanus local ,generalized tetanus,
cephalic tetanus, dan tetanus neonatal.

5
a) Local tetanus
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten,
pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator).
Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut
biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan
biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut
menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang
menimbulkan kematian.
b) Generalized tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan
komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala
timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering
dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku
kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Rhisus Sardonicus
(Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot
punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia.
Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan
didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi
begitupun bisa mencapai 40⁰C.
c) Cephalic tetanus
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila
luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, otitis media
kronis dan jarang akibat tonsilektomi. Cephalic Tetanus dapat berkembang
menjadi generalized tetanus. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic
tetanus jelek
d) Neonatum tetanus
Biasanya disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui
tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk
disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh

6
penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora Clostridium tetani,
maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah
terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan
obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam
terjadinya neonatal tetanus.

Ada beberapa macam manifestasi secara umum dari tetanus sesuai dengan
derajatnya:

 Derajat I (tetanus ringan)


 Trismus ringan sampai sedang
 Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
 Tidak dijumpai disfagia atau ringan
 Tidak dijumpai kejang
 Tidak dijumpai gangguan respirasi
 Derajat II (tetanus sedang)
 Trismus sedang
 Kekakuan jelas
 Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
 Takipneu
 Disfagia ringan
 Derajat III (tetanus berat)
 Trismus berat
 Otot spastis, kejang spontan
 Takipne, takikardia
 Serangan apne (apneic spell)
 Disfagia berat
 Aktivitas sistem autonom meningkat
 Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan
 Gangguan autonom berat
 Hipertensi berat dan takikardi, atau

7
 Hipotensi dan bradikardi
 Hipertensi berat atau hipotensi berat

2.5 PATHWAY

LUKA Luka: bakar, tusuk, tembak, kotor (terinfeksi alkes yang tidak steril)

Clostridium tetani
Pada bayi ketika pemotongan
umbilical tidak sterile, bisa
Infeksi exotoxin
menyebabkan neonatum tetanus

tetanospasmin
tetanolysin

Diedarkan melalui darah


Merusak jaringan yang dan system limfatik
masih sehat dan
melisiskan sel darah
merah di area luka Saraf perifer

Medulla spinalis

Saraf autonom Saraf motorik

Menginhibisi sinaps
neuromuscular

Menghambat neurotransmitter
Termoregulasi Hemodinamika Gangguan
terganggu terganggu jantung
Kontraksi meninggkat
demam -Hipertensi -Takikardi
-hipotensi -bradikardi KEJANG

8
KEJANG

Laringospasm Trismus Ophisotonus Spinchter Spasme otot pernafasan


(kekakuan otot (kejang otot (kaku otot spasme
menelan) masetter) punggung)
Control urine Peningkatan dan
Immobilitas terganggu penumpukan secret
Akumulasi saliva Kekakuan pada
ekstremitas
pada daerah rahang
mulut Retensi urine O2 menurun

Gangguan -dekubitus
komunikasi -ADL
terganggu -Sianosis
Intake Gg verbal,
-fraktur -asfiksia
cairan menelan
-Takipneu
tidak
adekuat
Deficit
nutrisi

2.6 PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


a. Anamnesa
 Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang terbuka, luka
dengan nanah atau gigitan binatang?
 Apakah pernah keluar nanah dari telinga?
 Apakah sedang menderita gigi berlubang?
 Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan melakukan imunisasi
yang terakhir?
 Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal)
dengan kejang yang pertama.

b. Pemeriksaan fisik
 Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar membuka
mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan mulut mencucut seperti mulut

9
ikan, sehingga bayi tidak dapat menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan
kesembuhan, lebar membuka mulut diukur setiap hari.
 Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga
tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan ke
bawah
 Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot
punggung,otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat
dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur
 Perut papan
 Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang, misalnya dicubit, digerakkan secara kasar atau terkena
sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang semakin pendek sehingga
anak jatuh dalam status konvulsivus.

2.7 PENATALAKSANAAN DAN PERAN PERAWAT

a. Penatalaksanaan Umum
1. Pemberian anti toksin tetanus
Perawat berkolaborasi dengan dokter dalam netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin
(TAT). Dengan cara :
a. Hiperimun globulin
Dosis : 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh : 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf, tidak dapat menembus
barrier darah otak
b. Penberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan sebanyak 1500 IU – 4500 IU ATS IU ATS, terapi
sebanyak >1000 IU. Pemberian ATS dilakukan 3 cara yaitu :
- Disuntik sekitar luka 10.000 UI (1 ampul)
- IV 200.000 UI (10 ampul lengan kanan dandan 10 ampul lengan kiri )
- IM di region gluteal 10.000 UI

10
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas
Perawat menjaga melakukan tindakan dengan cara :
a. Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker)
b. Pada kasus berat dilakukan trakeostomi
3. Perawatan luka
Perawat berkolaborasi dengan dokter dengan cara :
a. Bersihkan, kalau perlu dibedridemen,buang benda asing, biarkan terbuka ( jaringan
nekrosis atau pus membuat kondisi baik C. Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicilin G 100.000 U/KG BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10
hari
c. Alternatif
Tetraksilin 25-50 kg mg/kg BB /hari (max 2gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan
dengan membasmi kuman tersebut.
4. Berantas kejang
Perawat berkolaborasi dengan dokter dengan cara :
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana terang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan penotiazim
- Sekobarbital /pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenang setengah tidur terapi berespon segera bila
dirangsang
- Clorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1 -0,2 mg/kg BB 3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB /24 jam :
mungkin 2-6 minggu
5. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
Perawat melakukan tindakan dengan cara :
a. Pada hari pertama pemberian cairan secara intravena sekaligus obat-obatan
b. Pada hari ketiga infus belum dapat dilepas dan dipertimbangkan pemberian nutrisi
secara parental

11
c. Jika kejang mereda dapat dipasang sonde lambung dan obat-obatan dengan perhatian
khusus pada kemungkinan aspirasi
6. Perawatan penunjang
Perawat memberikan terapi suportif dengan cara :
a. Hindari rangsang suara , cahaya , manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum , oksigen
c. Bebas jalan nafas dari lender , bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi,
selama pasase usus baik, nutrisi internal merupakan pilihan, selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan kulit,mulut, hindari opstipasi, retensi urin.
7. Edukasi pasien dan keluarga
a. Edukasi kejang
b. Mengedukasi keluarga mengenai pemberian nutrisi melalui NGT
c. Mengedukasi teknik mika-miki

b. Pencegahan
 Perawatan luka.
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka
yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama perawatan luka guna mencegah
timbulnya jaringan anaerob.
 ATS profilaksis.
Hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) memberikan kekebalan pasif, sehingga
dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus
gejalanya ringan. Umumnya 1500 U im dengan didahului uji kulit dan mata. Harus
segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
 Imunisasi aktif
Vaksin gabungan toksoid difteri, tetanus dan pertusis (DTP) pada usia 2,4 dan 6 bulan,
dengan booster pada usia 4-6 tahun dan pada interval 10 tahun sesudahnya sampai
dewasa dengan toksoid tetanus-difteri (Td). Toksoid Tetanus (TT) diberikan pada setiap
wanita usia subur, gadis mulai umur 12 tahun dan ibu hamil.

12
BAB III
PENUTUP

2.3 KESIMPULAN

Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan adanya kontaminasi lukadari toksin
yang dihasilkan oleh toksin dari bakteri Clostridium tetani, Gejala utama yang ditimbulkan
yaitu kejang otot secara proksimal dengan diikuti kekakuan seluruh badan tanpa adanya
gangguan tingkat kesadaran seseorang. Secara klinis tetanus dibagi menjadi 3 macamyaitu
tetanus umum, tetanus lokal, dan tetanus chepalic. Penatalaksaan umum penyakit tetanus
yaitu penderita harus ditempatkan ditempat teduh dan tenang selain itu dapat menggunakan
imuno terapi, pemberian obat antibiotic, control kejang, control disfungsi otonom, control
pernafasan, dan cairan yang memadai dan gizi harus disediakan. Peran perawat dalam
menyembuhkan penyakit tetanus yaitu perawatan luka, Pemberian ATS dan tetanus toksoid
pada luka imunisasi aktif.

2.4 SARAN

Dalam pembuatan makalahini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan dan menerima segala kritik ataupun
saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini.
Kamiberharap makalah ini dapat dijadikan tambahan wawasan yang bermanfaat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Nur Fitri. 2016. Pendahuluan Tetanus Dan Asuhan Keperawatan Tetanus. Malang: FK
UB.

Davis, Charles. 2009. Tetanus. e-medicinehealth : Diakses tanggal 30 maret pukul 19.00WIB

DEPKES RI. 2008. Penatalaksanaan Tetanus Pada Anak. DEPKESRI: diakses pada 10 maret
2019.

M, Martinus.2010.Penggunaan Anti Tetanus Serum Dan Human Tetanus Immunoglobulin Pada


Tetanus Anak. Jakarta: Sari Pediatri.

Sari, Selvy Novita. 2017. Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus Neonatorum

Di Provinsi Jawa Timur.Surabaya. Jurnal Berkala Epidemilogi UNAIR : diakses pada 1 april

2019 pukul 19:00 WIB.

WHO. 2017. Tetanus vaccines. WHO diakses pada 28 maret 2019 pukul 16.30 WIB.

14

Anda mungkin juga menyukai