Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) TETANUS

 NUZULUL ZULKARNAIN HAQ


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh
kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman
closteridium tetani.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan
imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran
ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium
tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja
manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang
tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai
sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari
bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua.
Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui rata-rata usia pasien
tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
Berdasar tingkat kejadian ( epidemiologi ) tersebut maka kelompok tertarik untuk membahas
tentang ASKEP pada tetanus .
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dapat dirumuskan masalah dari makalah ini
adalah:
1.2.1        Apakah definisi dari tetanus?
1.2.2        Bagaimana klasifikasi tetanus?
1.2.3        Apakah etiologi dari tetanus?
1.2.4        Bagaimanakah patofisiologi dari tetanus?
1.2.5        Bagaimanakah manifestasi klinis dari klien dengan tetanus?
1.2.6        Bagaimanakah WOC dari tetanus?
1.2.7        Bagaimanakah penatalaksanaan dari tetanus?
1.2.8        Apa saja pemeriksaan penunjang untuk klien dengan tetanus?
1.2.9        Apa saja komplikasi dari tetanus?
1.2.10    Bagaimana proses keperawatan untuk klien dengan tetanus?
1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan tetanus.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.3.2.1  Memahami definisi dari tetanus.
1.3.2.2  Mengetahui klasifikasi dari tetanus.
1.3.2.3  Mengetahui etiologi dari tetanus.
1.3.2.4  Memahami patofisiologi dari tetanus.
1.3.2.5  Mengetahui manifestasi kinis dari klien dengan tetanus.
1.3.2.6  Mengetahui WOC dari tetanus.
1.3.2.7  Mengetahui penatalaksanaan yang harus diberikan pada kien dengan tetanus.
1.3.2.8  Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus.
1.3.2.9  Mengetahui komplikasi dari tetanus.
1.3.2.10 Memahami proses keperawatan pada klien dengan tetanus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang
diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala kekakuan dan
kejang otot.(Ritharwan,2004)
2.2 Klasifikasi
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme
pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan
menghilang.
2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul mendadak
dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung daan sakit kepala merupakan
manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot somatic meluas. Timbul kejang
tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
 
2.3 Etiologi
            Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat masuk
melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak dirawat dan tidak
dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan penjahitan luka
robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum
terimunisasi.
 
2.4 Patofisiologi
Tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang masuk melalui luka tusuk,
gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tida dirawat dan tidak dibersihkan dengan baik,
caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan penjahitan luka robek yang tidak steril
yang lebih beresiko bagi orang-orang yang belum terimunisasi.
Toksin kuman C. tetani berbentuk spora. Clostridium menghasilkan 2 toksin:
 Toksin tetanolisinàmampu secara local merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi
sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multifikasi bakteri, akan
tetapi reaksi radang non-spesifik.
 Toksin tetanospasminà bersifat neurotoxic yang dapat mengakibatkan kejang.
Ada 2 cara tetanospasmin mencapai saraf:
 Secara local: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung-ujung saraf perifer atau
motorik melalui axis silindrik ke corno anterior susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.
 Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu kesirkulasi darah untuk seterusnya susunann
saraf pusat.
Toksin dalam darah sangat mudah dinetralisasi, tetapi jika terdapat di saraf maka bersifat
ireversibel.

2.5 Manifestasi Klinis


a. Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
 Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus)
 Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
× Otot leher
× Otot dada
× Merambat ke otot perut
× Otot lengan dan paha
× Otot punggung, seringnya epistotonus
 Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
 Iritabilitas
 Demam

b. Gejala penyerta lainnya:


 Keringat berlebihan
 Sakit menelan
 Spasme tangan dan kaki
 Produksi air liur
 BAB dan BAK tidak terkontrol
 Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

2.6 Penatalaksanaan Tetanus


a. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
 Hiperimun globulin (paling baik)
× Dosis: 3.000-6.000 unit IM
× Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
× Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak
 Antitoksin kuda
× Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih beredtes
× Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah
dilakukan skin test

b. Perawatan luka
 Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis
atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)
 Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
 Alternatif
 × Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
 × Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
 × Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.

c. Berantas kejang
 Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
 Preparat anti kejang
 Barbiturat dan Phenotiazim
 × Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
 × Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
 × Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu

d. Terapi suportif
 Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
 Perawatan umum, oksigen
 Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
 Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama
pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi
saluran cerna.
 Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
 
 
2.7  Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi:
1. Darah
Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
 
BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat
dari pemberian obat.
 
Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang kalium (normal
3,80-5,00 meq/dl).
 
1. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
2. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.
 
 
2.8 Komplikasi pada klien Tetanus
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut.
Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia.
3. Atelektasis karena obstruksi secret.
 
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga
dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi: pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta
perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah
kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien.
Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan
hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara
inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh
data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama),
literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan suratkabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :
A. Datasubyektif

1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan utamakejang
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso,2000)
 Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
 Apakah disertai demam ?
 Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak
antara timbulnya kejang dengan demam..
 Lama serangan
 Pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
 Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik ?
 Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti
epilepsi akinetik ?
 Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
 Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
 Frekuensi serangan
 Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk
pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik
apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang seringtimbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudahserangan

 Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan
kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai
dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
4. Riwayat penyakit sekarang yangmenyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal
ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili danlain-lain.
5. Riwayat PenyakitDahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang
menyembuh
, otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan
endotoksin.
6. Riwayat kesehatankeluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
Riwayatsosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsikesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidupsehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan
kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolonganpertama.
8. Polanutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari
makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali
minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
9. Pola Eliminasi:
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna,
bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya
lunak,keras,cair atau berlendir ?
10. Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan
sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
B. DataObyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal :36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi
dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. PemeriksaanFisik
 Kepala
 Rambut
× Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi
energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus
cranial?
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnyapendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah
keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans?
 Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakahretraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau tachycardia?
 Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit
dan peristaltikusus
? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma?
Bagaimana keadaan turgor kulit ?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana
suhunya pada daerah akral?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi?

DIAGNOSAKEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara lain:
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
 Resiko apirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan menelan
 Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau
membran kapiler
 Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi otot (kejang),
irritabilitas
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
reflek menelan, intake kurang
 Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer, prosedur invasive
 Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan.
 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motor.
 Sindrome defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
 Defisit pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap
sumber informasi.
 Kerusakan komunikasi verval b/d penurunan sirkulasi darah keotak

 
3.4  Diagnosa Keperawatan
1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di system saraf di otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot
pernafasan.
4. Hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).
5. Gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan berbicara.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.
7. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang
daan oliguria.
8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic usus.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot pengunyah.
 
3.5  Intervensi

3.6 Implementasi
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja
aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada
klien Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan
untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif, berdasarkan
rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.
 3.7  Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keberhasilan adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai.

 
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh
kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman
closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan
tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
4.2 Saran
Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami konsep
tentang tatanus karena sangat bermanfaat bagi kita dalam dunia kerja

DAFTAR PUSTAKA

Suharso Darto, 1994,Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta. http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan- tetanus.html

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses- prosesPenyakit. Edisi 4.
: EGC

Brunner dan Suddart, Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, EGC, Jakarta, 2002

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I,II. Jakarta.: BalaiPenerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai