Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang
dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5
milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora
dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang
(drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin)
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada
pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin
yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi tetanus ?
2. Bagaimana etiologi terjadinya tetanus ?
3. Bagaimana manifestasi klinis tetanus ?
4. Bagaimana patofisiologi tetanus ?
5. Bagaimana Pemeriksaan penunjang tetanus ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan tetanus ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien tetanus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui bagaimana cara membuat Asuhan
Keperawatan pada pasien Tetanus.
2. Tujuan khusus
a. Memahami definisi tetanus
b. Memahami etiologi terjadinya tetanus
c. Memahami manifestasi klinis tetanus
d. Memahami patofisiologi tetanus
e. Memahami Pemeriksaan penunjang tetanus
f. Memahami Penatalaksanaan tetanus
g. Memahami asuhan keperawatan pada klien tetanus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dasar penyakit


1. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular dan
saraf autonom. (Sumarmo, 2002)
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, dikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi
yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala
kekakuan dan kejang otot.(Ritharwan,2004)

2. Klasifikasi
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)
a. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang.
b. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum.
c. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk,
nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia.
Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit
dan terpisah oleh periode relaksasi.
d. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009):
a. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
b. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat
ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia
ringan.
c. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥
120.
d. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

3. Etiologi
Gangguan neurologis tetanus disebabkan oleh tetanoplasmin yang dihasilkan oleh
Clostrisium tetani. Kuman ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik
(tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk
bakteri gram positif. Bentuk : batang. Terdapat : ditanah, kotoran manusia dan binatang
(khususnya kuda) sebagai spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat
bertahan bertahun-tahun (>40 tahun).

4. Manifestasi klinis
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-
10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan
spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot.
Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai
1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan
waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)
a. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
b. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
c. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
d. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
e. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat.
f. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang
terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia
dan kematian.

5. Patofisiologi
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang
disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor dan pada
bayi dapat melalui tali pusat luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan
mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak
diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah tempat jejas
yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin.Toksin yang dilepas bersama sel bakteri
sel vegetative yang mati dan selanjutnya lisis.Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di
gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan
kemudian diendositosis oleh saraf motoris,sesudah ia mengalami ia mengalami
pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron
dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana
toksi ini menghalangi pelepasan neurotransmitter .toksin tetanus dengan demikian
meblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang
disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi
maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang
anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya
tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang
dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang
memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat
perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel.
Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk
sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah
toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan
kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Lab darah : tidak spesifik, mungkin leukositosis ringan, serum CK agak
meningkat
b. Pada pemeriksaaan bakteriologik ditemukan clostridium tetani.
c. Rekam EMG : hilangnya periode diam pada 50-100 ms setelahkontraksi reflek.

7. Penatalaksanaan
a. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan perdarahan
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai pulih.
1) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka, membuang benda asing dalam luka
serta kompres dengan H2O 2.
2) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila terjadi trimus, makanan dapat
diberikan personde atau parenteral.
3) Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita
4) Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu.
5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Obat – obatan
1) Antibiotika
Diberikan parenteral peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan peniciline dosis 50.000 unit/
KgBB/ 12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Antibiotika ini hanya
bertujuan membunuh bentuk vegetative dari C.tetani, bukan untuk toksin
yang dihasilkan.
2) Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM, tidak
boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung anti
complementary aggregates of globulin, yang mana ini dapat mencetuskan
reaksi alergi yang serius.
3) Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM. Pemberian TT harus
dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
4) Antikonvulsan
5) Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik
yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan
penggunaan obat-obatan sedasi/ muscle relaxans, diharapkan kejang dapat
diatasi. Antikonvulsan yang digunakan :
Jenis obat dosis Efek samping
Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/ stupor, koma.
4jam melalui IM
Meprobamat 300-400 mg/4jam (IM) -
Klorpromasin 25-75 mg/4jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50- 100mg/4jam (IM) Depressi pernafasan
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh.
Data – data yang dikaji berupa :
a. Identitas
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan yang lalu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Pengkajian Bio-Psiko-Sosial-Spritual
1) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya
faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.
2) Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena
ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami
kelemahan otot pernafasan.
3) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4) Pola Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak.
Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme
tubuh dan kebutuhan oksigen.
5) Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
6) Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu
atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi
keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
8) Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9) Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10) Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi.
11) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
g. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
h. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
i. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu
atau beberapa saraf otak.
j. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine output tidak
ada/oliguria)
k. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
l. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan
(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan
meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
m. Pengkajian Fungsi Serebral
1) Status mental : Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah dan aktivitas motorik klien.Pada klien tetanus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami berubahan.
2) Pengkajian saraf Kranial.Pemeriksaan saraf kranial meliputi pemeriksaan saraf
kranial I- XII.
3) Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
4) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
5) Saraf III, IV, VI. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.Respon
kejang umum akibat stimulus merangsang cahaya perlu diperhatikan perawat
guna memberikan intervensi untuk menurunkan stimulasi cahaya tersebut.
6) Saraf V. Reflek maseter meningkatkan.Mulut condong kedepan seperti mulut
ikan ( ini adalah gejala khas dari tetanus).
7) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
8) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
9) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut
(trismus).
10) Saraf XI. Didapatkan kaku kuduk, ketegangan otot rahang dan leher
(mendadak).
11) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi, indra pengecapan.

2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Gangguan eliminasi
c. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
e. Risiko cidera
f. Gangguan rasa nyaman

3. Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan Mandiri
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan a. Bebaskan jalan nafas a. Secara anatomi
Batasan selama …x24 jam, dengan mengatur posisi kepala
karakteristik: diharapkan jalan nafas posisi kepala ekstensi ekstensi
a. Tidak ada batuk pasien kembali efektif, merupakan cara
b. Suara nafas dengan kriteria hasil : b. Pemeriksaan fisik untuk meluruskan
tambahan a. Mendemontrasikan dengan cara auskultasi rongga pernafasan
c. Perubahan irama batuk efektif dan mendengarkan suara sehingga proses
nafas suara nafas yang nafas (adakah suara respiransi tetap
d. Perubahan bersih, tidak ada ronchi) berjalan lancar
frekuensi nafas sianosis dan dengan
c. Bersihkan mulut dan
e. Sianosis dypsneu (mampu menyingkirkan
saluran nafas dari
f. Kesulitan mengeluarkan pembuntuan jalan
sekret dan lendir
berbicara atau sputum, mampu nafas.
dengan melakukan
mengeluarkan bernafas dengan
suction
suara mudah, dan tidak b. Ronchi
g. Penurunan bunyi pulsed lips) menunjukkan
d. Berikan oksigenasi
nafas b. Menunjukkan jalan adanya gangguan
h. Dipsneu nafas yang paten ( e. Observasi tanda- pernafasan akibat
i. Sputum dalam klien tidak merasa tanda vital atas cairan atau
jumlah berlebih tercekik, irama sekretyang
Kolaborasi
j. Batuk yang tidak nafas, frekuensi menutupi
f. Kolaborasi
efektif pernafasan dalam sebagian dari
pemberian terapi
k. Orthopneu rentang normal, saluran pernafasan
l. Gelisah mata tidak ada suara sehingga perlu
terbuka lebar abnormal) dikeluarkan
Faktor yang c. Mampu untuk mengoptim
berhubungan : mengidentifikasi alkan jalan nafas.
a. Lingkungan dan mencegah factor
c. untuk
1) Perokok pasif yang dapat
mengeluarkan
2) Menghisap menghambat jalan
sekret, sehingga
asap nafas
mempermudah
3) merokok
proses respirasi.
b. Obtruksi jalan
nafas
1) Spasme jalan d. Pemberian
nafas oksigen secara
2) Mukus dalam adequat dapat
jumlah mensuplai dan
berlebih memberikan
3) Eksudat dalam cadanganoksigen,
jalan alveoli sehingga
4) Materi asing mencegah
dalam jalan terjadinya
nafas hipoksia.
5) Adanya jalan
e. Mengobservasi
nafas buatan
tanda-tanda
6) Sekresi
vital
bertahan/ sisa
secret
f. Melakukan
7) Sekresi dalam
kolaborasi
bronki
pemberian
c. Fisiologis
terapi
1) Jalan nafas
alergik
2) Asma
3) Penyakit paru
obstruksi
kronik
(PPOK)
4) Hiperplasi
dinding
bronkial
5) Infeksi
6) Disfungsi
neuromuskular
2 Gangguan eliminasi Setelah diberikan Mandiri a. Menganjurkan
urine tindakan keperawatan a. Anjurkan klien/ keluarga untuk
Batasan selama …x24 jam, keluarga untuk merekam
karakteristik : diharapkan tidak ada merekam output outpur urin
a. Disuria gangguan eliminasi urin b. Memantau
b. Sering berkemih dengan kriteria hasil : b. Pantau asupan dan asupan dan
c. Anyang- a. Kandung kemih keluaran keluaran klien
anyangan kosong secara c. Monitor efek dari c. Memonitor
d. Inkontinensia penuh obat efek dari obat
e. Nokturia b. Tidak ada residu d. Sediakan waktu d. Menyediakan
f. Retensi urine >100-200 cc yang cukup untuk waktu untuk
g. Dorongan c. Intake cairan pengosongan pengosongan
Faktor yang dalam rentang kandung kemih e. Memonitor
berhubungan: normal e. Monitor balance balance cairan
a. Obstruksi d. Bebas dari ISK cairan
anatomi e. Tidak ada spasme
b. Penyebab bladder
multiple f. Balance cairan
c. Gangguan seimbang
sensori motorik
d. Infeksi saluran
kemih
3 Kebutuhan nutrisi Setelah diberikan Mandiri a. Untuk
kurang dari tindakan keperawatan a. Kaji adanya alergi memenuhi
kebutuhan tubuh selama …x24 jam, makanan kebutuhan
Batasan diharapkan kebutuhan b. Monitor jumlah nutrisi
karakteristik: nutrisi terpenuhi kalori dan b. Memonitor
d. Kram abdomen dengan kriteria hasil : kandungan kalori jumlah kalori
e. Nyeri abdomen a. Adanya c. Monitor adanya c. Memonitor
f. Menghindari peningkatan BB penurunan BB penurunan BB
makanan sesuai dengan d. Monitor turgor d. Memonitor
g. Berat badan 20% tujuan kulit turgor kulit
atau lebih b. BB iseal sesuai Kolaborasi e. Membantu
dibawah BB ideal dengan tinggi e. Kolaborasi dengan dalam
h. Kerapuhan badan alhi gizi untuk pemenuhan
kapiler c. Mampu menentukan nutrisi
i. Diare mengidentifikasi jumlah kalori dan
j. Kehilangan kebutuhan nutrisi nutrisi yang
rambut berlebih d. Tidak ada tanda- dibutuhkan klien
k. Bising usu tanda malnutrisi
hiperaktif e. Menunjukkan
l. Kurang makanan peningkatan fungsi
m. Kurang informasi pengecap dari
n. Kurang minat menelan
pada makanan f. Tidak terjadi
o. Penurunan BB penurunan BB
dengan asupan yang berarti
makanan adekuat
p. Kesalahan
konsepsi
q. Kesalahan
informasi
r. Membrane
mukosa pucat
s. Ketidakmampuan
memakan
makanan
t. Tonus otot
menurun
u. Mengeluh
gangguan sensasi
rasa
v. Mengeluh asupan
makanan kurang
dari RDA
(recommended
daily allowance)
w. Cepat kenyang
setelah makan
x. Sariawan rongga
mulut
y. Steatorea
z. Kelemahan otot
pengunyah
aa. Kelemahan otot
untuk menelan
Faktor yang
berhubungan :
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi

4 Penurunan kapasitas Setelah diberikan Mandiri a. Memantau


adaptif intrakranial tindakan keperawatan a. Monitor tekanan tekanan perfusi
Batasan selama …x24 jam, perfusi serebral serebral
karakteristik: diharapkan tidak b. Monitor TIK dan b. Memantau TIK
bb. Tekanan terjadi peningkatan respon neurology dan respon
intrakranial (TIK) tekanan intrakranial terhadap penyakit neurology
dasar≥10 mmHg (TIK) dengan kriteria c. Posisiskan klien c. Mengurangi
cc. Peningkatan TIK hasil : semi fowler peningkatan
tidak merata a. Mendemonstrasikan d. Catat respon klien TIK
setelah tejadi status sirkulasi yang terhadap stimulus d. Mengetahui
stimulus ditandai dengan : Kolaborasi respon klien
dd. Kenaikan bentuk 1) Tekanan systole e. Kolaborasi e. Kolaborasi
gelombang P2 dan diastole pemberian terapi pemberian
TIK dalam rentang terapi dengan
ee. Peningkatan TIK normal 120/80 tenaga medis
> 10 mmHg mmHg
secara berulang 2) Tidak ada
selama lebih dari ortostatik
5 menit stelah hipetensi
adanya berbagai 3) Tidak ada
stimulus tanda-tanda
eksternal peningkatan
ff. Uji respon tekanan
tekanan volume intrakranial (
yang beragam tidak lebih dari
(volume, rasio 15 mmHg)
tekanan 2, indeks b. Mendemontrasikan
volume tekanan kemampuan kognitif
<10 ) yang ditandai
gg. Bentuk dengan :
gelombang TIK 1) Berkomunikasi
menunjukkan dengan jelas
amplitude yang dan sesuai
tinggi dengan
Faktor yang kemampuan
berhubungan : 2) Menunjukkan
a. Cedera otak perhatian,
b. Penurunan konsentrasi dan
perfusi serebral orientasi
≤50 60 mmHg 3) Memproses
c. Peningkatan TIK informasi
secara kontinu 10 4) Membuat
15 mmHg keputusan
d. Hipertensi dengan benar
sitemik disertai c. Menunjukkan
hipertensi sensori motorik
intrakranial kranial yang utuh:
1) Tingkat
kesadaran
membaik
2) Tidak ada
gerakan
involunter

5 Risiko cidera Setelah diberikan Mandiri a. Untuk


Factor risiko: tindakan keperawatan a. Identifikasi dan mencegah
hh. Eksternal selama …x24 jam, hindari faktor terjadinya
1) Biologis ( diharapkan cedea pencetus. cedera
tingkat tidak terjadi dengan b. Sediakan b. Memberikan
imunisasi kriteria hasil : lingkungan yang rasa aman pada
komunitas, a. Klien terbebas dari aman untuk klien klien
mikroorganisme cidera c. Hindari klien dari c. Menghindari
) b. Klien mampu lingkungan yang risiko cidera
2) Zat kimia menjelaskan cara berbahaya d. Agar keluarga
(racun, polutan, untuk mencegah d. Berikan penjelasan dan pasien
obat, agenens injury pada klien dan mengetahui
farmasi, c. Klien mampu keluarga mengenai perubahan dan
alcohol, nikotin) menjelaskan factor perubahan status penyebab
3) Manusia (agen risiko dari kesehatan dan penyakit
nosokomial, lingkungan atau penyebab penyakit e. Mengurangi
pola perilaku personal e. Anjurkan keluarga factor risiko
ketegangan, d. Mampu untuk menemani cidera
atau factor memodifikasi gaya klien
kognitif) hidup untuk
4) Cara mencegah injury
pemindahan e. Menggunakan
5) Nutrisi (design, fasilitas kesehatan
struktur dan yang ada
pengaturan f. Mampu mengenali
komunitas) status kesehatan
ii. Internal
1) Profil darah
yang abnormal
(talasemia,
penurunan
haemoglobin,
faktoe
koagulan)
2) Disfungsi
biokimia
3) Usia
perkembangan
4) Disfungsi
efektor
5) Disfungsi imun-
autoimun
6) Malnutrisi

1)
6 Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri a. Mengetahui
nyaman tindakan keperawatan a. Identifikasi tingkat tingkat
Batasan selama …x24 jam, kecemasan kecemasan
karakteristik: diharapkan pasien b. Ajarkan pasien pasien
jj. Ansietas merasa nyaman teknik relaksasi b. Memberikan
kk. Menangis dengan kriteria hasil : c. Dorong keluarga pasien rasa
ll. Gangguan pola a. Mampu untuk memahami nyaman
tidur mengontrol pasien c. Memberikan
mm. Takut kecemasan d. Berikan support social
nn. Ketidakmampuan b. Status lingkungan lingkungan yang d. Meningkatkan
untuk rileks yang nyaman nyaman rasa nyaman
oo. Iritabilitas c. Mengontrol nyeri Kolaborasi pasien
pp. Merintih d. Kualitas tidur dan e. Kolaborasi dalam e. Kolaborasi
qq. Melaporkan istirahat adekuat pemberian terapi mengurangi
merasa dingin e. Agresi kecemasan
rr. Melaporkan pengendalian diri
merasa panas f. Respon terhadap
ss. Melaporkan pengobatan
perasaan tidak g. Kontrol gejala
nyaman h. Status kenyamanan
tt. Melaporkan rasa meningkat
gatal i. Dapat mengontrol
uu. Melaporkan ketakutan
gejala distress j. Support sosial
vv. Melaporkan rasa k. Keinginan untuk
lapar hidup
ww. Melaporkan
kurang puas
dengan keadaan
xx. Melaporkan
kurang senang
dengan situasi
yy. Gelisah
zz. Berkeluh kesah
Faktor yang
berhubungan :
a. Gejala terkait
penyakit
b. Sumber yang
tidak adekuat
c. Kurang
pengendalian
lingkungan
d. Kurang privasi
e. Kurang control
situasional
f. Stimulasi
lingkungan yang
mengganggu
g. Efek samping
terkait terapi

4. Implementasi
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan
merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam
tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud agar
kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat memonitor "kealpaan"
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Daftar Pustaka

Herman dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan KLasifikasi 2015-2017 Edidi 10.
Jakarta. EGC Kedokteran.
Nurarif, huda amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC jilid 3. Jogjakarta. Mediaction Publishing.
http://www.scribd.com/doc/13270286/Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Tetanus

Anda mungkin juga menyukai