SKENARIO 2
OLEH : KELOMPOK 4
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
SKENARIO...........................................................................................................................................1
DEFINISI GERD.........................................................................................................................11
ETIOLOGI...................................................................................................................................11
EPIDEMIOLOGI.........................................................................................................................12
KLASIFIKASI............................................................................................................................13
FAKTOR RESIKO......................................................................................................................14
PATOGENESIS...........................................................................................................................15
MANIFESTASI KLINIS.............................................................................................................15
DIAGNOSIS................................................................................................................................16
TATA LAKSANA........................................................................................................................20
KOMPLIKASI............................................................................................................................23
PENCEGAHAN..........................................................................................................................24
PROGNOSIS...............................................................................................................................24
KESIMPULAN...................................................................................................................................26
REFERENSI........................................................................................................................................27
2
SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke Puskesmas Sie Jingah dengan keluhan nyeri dada seperti
terbakar sejak 5 hari yang sebelumnya. Pasien juga mengeluh perut terasa penuh mendesak ke atas
sehingga merasa sedikit sesak. Pasien juga mengatakan bahwa setiap habis makan terasa asam pada
lidah dan air liur terasa banyak mengumpul di dalam mulut. Pasien juga mengeluh tidak enak di
tenggorokan dan merasa mual dan nyeri ulu hati. Pasien menyangkal sering terbangun di malam hari,
dan menyangkal nyeri ulu hati berkurang atau bertambah dengan makanan, juga menyangkal nyeri
dada yang menjalar ke punggung. Pasien adalah perokok dan memiliki riwayat penyakit maag sejak 2
tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung.
Kata Kunci : nyeri dada seperti terbakar, tenggorokan tidak enak, riwayat maag
1. Mengapa pasien mengeluhkan perut terasa penuh mendesak ke atas sehingga merasa sesak ?
2. Mengapa pasien mengeluh tidak enak di tenggorokan dan merasa mual ?
3. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit pasien dengan keluhan ?
4. Mengapa setiap selesai makan pasien merasa lidahnya asam dan banyak liur ?
5. Apa hubungan jenis kelamin & usia terhadap keluhan pasien ?
6. Apa hubungan merokok dengan keluhan pasien ?
7. Apa saja penyakit yang menyebabkan keluhan heartburn ?
8. Apa pemicu yang menimbulkan keluhan utama pasien ?
9. Kenapa dokter menanyakan pertanyaan ke pasien terkait keluhan ?
10. Apa saja jenis-jenis nyeri dada ?
11. Pemeriksaan apa saja yang menujang diagnosa keluhan pasien ?
12. Apakah kasus pada skenario termasuk dalam kasus kegawatdaruratan ?
13. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari keluhan sesuai dengan skenario ?
14. Mekanisme terjadinya heartburn ?
1. Mengapa pasien mengeluhkan perut terasa penuh mendesak ke atas sehingga merasa sesak ?
Pusat mual muntah dapat diaktifkan secara langsung oleh korteks cerebral, sinyal dari
organ sensoria atau sinyal dari apparatus vestibular dari telinga dalam yang menimbulkan
refleks mual karena adanya gerakan. Mekanismennya bila ada rasa mual, tonus lambung
1
menurun begitu juga peristaltik dalam lambung berkurang atau bahkan menghilang.
Sebaliknya tonus duodenum dan jejunum bagian proximal meningkat sehingga timbul refluks
isi duodenum ke dalam lambung. Rasa tidak enak ditenggorakan bisa dikarenakan asam
lambung yang naik ke esofagus.
3. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit pasien sebelumny (maag) dengan keluhan ?
Terdapat 2 mekanisme maag / dyspepsia :
1. Menurunnya pergerakan saluran cerna yang dapat menyababkan gejala mual.
2. Peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan gejala nyeri ulu hati dan rasa
terbakar di dada.
Umumnya lambung bertugas memecah makanan agar diserap oleh tubuh, dimana
untuk mempermudah penyerapan tersebut lambung menghasilkan asam lambung .
tetapi ketika asam lambung yang diproduksi jumlahnya terlalu banyak atau PH terlalu
asam dapat menyebabkan refluks asam lambung. Refluks asam lambung yang
menembus pertahanan esophagus yang berupa otot cincin lambung (sfingter)
memunculkan sensasi rasa terbakar didada dan tenggorokan (heartburn). Rufluks
yang naik hingga retrosternal akibat regurgitasi sfingter menyebabkan sensasi asam
atau pahit dalam mulut yang biasanya terjadi setelah makan disertai rasa mual dan
hipersalivaria.
4. Mengapa setiap selesai makan pasien merasa lidahnya asam dan banyak liur ?
Acid gastric bersifat asam dengan pH berkisar antara 1-3. Esophageal lining yang
tidak dilapisi mukosa terdapat kemoreseptor. Di mulut, terdapat reseptor mekanik
(mekanoreseptor). Saat terjadinya refluks dan acid gastirc mengenai dinding esophagus yang
tidak di desain tahan terhadap asam lambung, mengakibatkan terjadinya iritasi pada dinding
esophagus sehingga terjadi sensasi heartburn, namun selain itu kemoreseptor yang ada pada
dinding esophagus juga mengirimkan rangsangan, dan dibawa oleh sistem otonom melalui
esophagosalivary pathway, yang akan memodulasi terjadinya hipersaliva. Heartburn di
beberapa literatur juga berperan dalam inisiasi terjadinya hipersalivasi sebagai refleks
pertahanan terhadap asam lambung yang dapat merusak dinding esophagus karena pada saliva
terdapat buffer yang dapat berperaan sebagai neutralizer keasaman pada esophagus, hal itu
juga yang menyebabkan kenapa saliva pasien pada skenario terasa asam.
2
Kortesk cerebrum
Mekanoreseptor
Saraf otonom
Kemoreseptor
Kelj. Saliva
Hipersaliva
3
Asam lambung merupakan cairan yang memiliki asiditas atau tingkat keasaman yang
tinggi dan bersifat korosit atau mengikis. Jika asam pada lambung mengenai organ tubuh lain,
misalnya seperti osophagus bawah, apabila asam tersebut mengenai dinding esophagus maka
itu akan menyebabkan dinding esofagus bagian dalam luka atau iritasi sehingga akan terasa
perih dan panas.
9. Kenapa dokter menanyakan pertanyaan ke pasien terkait apakah keluhan membaik atau
memburuk ketika makan ?
Dokter menanyakan pertanyaan terkait kepada pasien sesuai skenario untuk membantu dalam
menegakkan diagnosis. Anamnesia berperan hampir 80% dalam diagnosis.
4
Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis
Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat
kerja ringan dan berlangsung lebih lama. - Infark miokard : Iskemik
miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama,
menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina
pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam.
Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan
berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan
pemeriksa enzym jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur
akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat
membantu menegakan diagnosa.
c. c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk
dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri
hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang
perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung
seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat
timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler
serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri
esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan
kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai
nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang –
kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik
5
kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan
regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah
khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test
perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu
menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago
sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul
pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
6. Fungsional Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa
tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi
tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri
fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. pulmonal Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli
paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai
dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer
lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise.
Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura,
organ medianal atau dinding dada
13. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari keluhan sesuai dengan skenario ?
1. Tidak makan makanan seperti cokelat, peppermint, makanan pedas maupun gorenan,
gula,kafein, alkohol, sayur maupun buah yang asam karena dappat membuat LES
melemah
2. Obat seperti aspirin, prednisone karena dapat menyebabkan heartburn sebab dapat
menginhibisi prostaglandin yang melindungi permukaan lambung dari asam.
3. Bila terjadi heartburn jangan berebah sebab bisa menyebabkan eksaserbasi karena
asam lambung bisa naik kembali ke esophagus.
6
4. Tidak memakan makanan berat sebelum tidur supaya tidak kekenyangan dan
membuat rasa penuh di perut.
5. Berhenti merokok
6. Jangan stress.
Glandula salivary manusia menghasilkan saliva 1L/hari. Fungsinya untuk memulai digesti
tepung maupun lipid oleh enzim salivary. Dilution dan buffering makanan yang dikonsumsi.
Lubrikasi makanan untuk membantu pergerakan melalui esophagus. Major ada
parotid,submandibular, sublingual dan masing-masing ada sepasang yang menghasilkan
saliva serta mengantarnya melalui ductus. Parotid: Sel serosa dan cairan aquos yang terdiri
dari air,ion dan enzim. Sublingual dan submaxilla: Glandula yanng bercampur, terdapat
serous yang seperti cairan aquos dan mucus yang mensekresikan mucin , glycoprotein untuk
lubrikasi.[9]
7
Sphincter Gastroesofagus akan melemas secara refleks saat gelombang peristaltik mencapai
bagian bawah esofagus sehingga bolus masuk ke dalam lambung, setelah masuk ke lambung
Sphincter Gastroesofagus kembali berkontraksi untuk mempertahankan sawar antara esofagus
dan lambung agar tidak terjadinya aliran balik dari lambung ke esofagus.
Esofagus dan lambung dipisahkan oleh tekanan yang tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi Lower Sphincter Esofagus (LES). Pada Keadaan Abnormal, aliran
balik dari gaster ke esofagus melalui LES, hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau
sangat rendah ( < 3mmHg ).Apabila isi lambung mengalir kembali ke esofagus keasaman
akan mengiritasi esofagus sehingga menimbulkan sensasi rasa terbakar di dada. [3]
Diagnosis banding :
Pancretiti Ulkus
GERD
s Peptikk
Laki-laki 45 th + + +
Nyeri di epigastrium + + +
Nausea + + +
Merasa banyak air liur dan terasa asam
+ - -
terutama saat makan
Riwayat penyakit : maag + - +
Keadaan Umum : Baik, tampak sakit
sedang. + - +
Kesadaran : Compos mentis
Obesitas tingkat 1 + +/- +
TTV :
TD 110/70 mmHg
HR 80 x/menit
RR 16 x/menit
T 36,7oC
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : mata normal, ikterik (-),
8
konjunctiva normal
- Mulut : oral hygene baik, mukosa
lidah basah, tidak ada caries
- Leher : Pembesaran kelj (-)
- Thorax :
Inspeksi : normal
Perkusi : jantung normal, iktus
kordis normal, fremitus vokal
normal, perkusi paru normal
Auskutasi : tidak ada wheezing,
ronkhi (-)
- Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di semua regio
Palpasi : tidak ada pembesaran organ
Nyeri tekan epigastrium (+) + + +
- Ekstremitas : edema perifer (-),
cyanosis (-), akral normal
Pemeriksaan penunjang
Urinalisis tidak ada data
Eeritrosit tidak ada data
HB 13,8 %gr
Hematokrit tidak ada data
Leukosit 7500
Trombosit 198.000
9
Problem Tree
Anamnesis
Px Fisik
Px Penunjang
GERD
Diagnosa Banding Pancreatitis
Ulkus peptik
DK : GERD
Epidemiologi
PEncegahan
Patogenesis
Komplikasi
Klasifkasi
Prognosis
Diagnosis
F. Resiko
Defnisi
Etiologi
Talak
MK
1. Problem Tree
DEFINISI GERD
10
ekstraesofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti striktur, Barrett's esophagus bahkan
adenokarsinoma di kardia dan esofagus.[1]
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi GERD dan komplikasinya di Asia, termasuk Indonesia, secara umum lebih rendah
dibandingkan dengan negara barat, namun demikian data terakhir menunjukkan bahwa prevalensinya
semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena adanya perubahan gaya hidup yang meningkatkan
seseorang terkena GERD, seperti merokok dan juga obesitas.1 Data epidemiologi dari Amerika
Serikat menunjukkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks esofageal
(heartburn) dan atau regurgitasi asam sekali dalam seminggu, serta lebih dari 40% mengalami gejala
tersebut sekurangnya sekali dalam sebulan.
11
Prevalensi esofagitis di negara-negara barat menunjukkan rerata berkisar antara 10-20%,
sedangkan di Asia prevalensinya berkisar antara 3-5% dengan pengecualian di Jepang dan Taiwan
yang berkisar antara 13-15% dan 15%. Suatu studi prevalensi terbaru di Jepang menunjukkan rerata
prevalensi sebesar 11,5% dengan GERD didefinisikan sebagai perasaan dada terbakar paling tidak
dua kali dalam seminggu.
Indonesia sampai saat ini belum mempunyai data epidemiologi yang lengkap mengenai
kondisi ini. Laporan yang ada dari penelitian Lelosutan SAR dkk di FKUI/RSCM-Jakarta
menunjukkan bahwa dari 127 subyek penelitian yang menjalani endoskopi SCBA, 22,8% (30%)
subyek di antaranya menderita esofagitis.8 Penelitian lain, dari Syam AF dkk, juga dari RSCM/FKUI-
Jakarta, menunjukkan bahwa dari 1718 pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi SCBA atas
indikasi dispepsia selama 5 tahun (1997-2002) menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
esofagitis, dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002 (rata-rata 13,13% per tahun).
Beberapa faktor risiko untuk kejadian GERD telah dievaluasi pada populasi Asia-Pasifik,
beberapa di antaranya termasuk usia lanjut, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, status ekonomi
tinggi, peningkatan indeks massa tubuh, dan merokok. Bukti terkuat untuk keterkaitan faktor risiko
tertentu dengan kejadian GERD pada populasi ditemukan untuk peningkatan indeks massa tubuh,
lebih dari 25 studi klinis mendukung korelasi tersebut
KLASIFIKASI
Sindrom esofageal
1. Sindrom asimtomatik yaitu refluks esophageal tanpa adanya lesi struktural atau pemerikasaan
lebih lanjut untuk menilai kerusakan belum struktural belum dilakukan.
a. Sindrom tipikal memiliki 2 keluhan klasik yaitu heart burn dan atau regurgitasi
b. Sindrom nyeri dada refluks dimana pasien mengeluhkan nyeri dada non kardiak yang
dominan tanpa adanya gejala refluks tipikal
c. Esofagus barret, keadaan ketika epitel squamosa esofagus digantikan oleh metaplasia
kolumnar. Prevalensi esofagus barret 8-15 % namun di asia lebih rendah yaitu 0,9 – 2%
12
d. Adenokarsinoma esofagus, resiko adenokarsinoma meningkat hingga 20x lipat bila
ditemukan esofagus barret
Sindrom extraesofageal
Refluks gastroesofageal dalam jangka lama menyebabkan keluhan extraesofageal , baik yang
telah dapat dijelakan hubungan sebab-akibatnya, maupun yang belum dapat dijelaskan secara pasti.
Lihat bagan dibawah untuk lebih jelasnya.[7,8]
13
FAKTOR RESIKO
1. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa beban kerja yang berat dan jam kerja yang panjang
akan berpengaruh pada diet yang tidak sehat, sehingga akan beresiko mengalami GERD
2. Laki-laki lebih beresiko mengalami GERD daripada perempuan, namun tidak signifikan
3. Orang yang berusia >50 tahun memiliki resiko tinggi mengalami GERD
4. Orang dengan IMT >= 30 pada orang asia lebih beresiko mengalami GERD karena pada
penderita obesitas pertahanan terhadap reflux sangat kurang dan tekanan intra abdominal
mengalami peningkatan, serta terjadi perubahan komposisi empedu dan fungsi pankreas
sehingga komposisi produk reflux lebih toksik untuk esophagus
5. Merokok juga meningkatan resiko GERD karena merokok dapat menurunkan tekanan Lower
Esophageal Sphincter ( LES ). Bahkan jumlah rokok yang dihisap perhari sangat berkaitan
dengan resiko munculnya GERD.
6. Riwayat gejala GERD pada keluarga sangat berkaitan dengan timbulnya GERD.
7. Orang dengan aktivitas yang kurang beresiko tinggi mengalami GERD.
8. GERD beresiko muncul pada para pengkonsumsi teh ( termasuk teh hijau ), kopi, soft drink.
9. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan asam lemak jenuh, coklat, fast food juga dapat
meningkatkan resiko munculnya GERD. Kurangnya konsumsi serat, acar, dan makanan tinggi
garam dapat meningkatkan resiko timbulnya reflux
10. Konsumsi NSAIDs juga dapat meningkatkan resiko munculnya GERD. [4,5]
PATOGENESIS
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh
ontraksiLES. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya
aliran antegrad yang terjadi saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi saat bersendawa atau
muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada
atau sangat rendah < 3 mmHg.
14
MANIFESTASI KLINIS
- Nyeri di epigastrium atau retrosternal bagian bawah, rasa nyeri seperti terbakar
- Kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia
- Regurgitasi
Gejala atipikal (ekstra esophageal) yang juga dapat menjadi manifestasi klinis dari GERD antara lain :
Selain itu terdapat juga manifestasi klinis yang didapatkan pada pasien bayi, diantaranya :
DIAGNOSIS
Anamnesis yang cermat merupakan cara utama untuk menegakkan diagnosis GERD. Gejala
spesifik untuk GERD adalah heartburn dan/ atau regurgitasi yang timbul setelah makan. Meskipun
demikian, harus ditekankan bahwa studi diagnostik untuk gejala heartburn dan regurgitasi sebagian
besar dilakukan pada populasi Kaukasia. Di Asia keluhan heartburn dan regurgitasi bukan merupakan
penanda pasti untuk GERD. Namun, terdapat kesepakatan dari para ahli bahwa kedua keluhan
tersebut merupakan karakteristik untuk GERD.
15
Pada RS rujukan, sebelum dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk menegakkan diagnosis
GERD, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan penyakit dengan
gejala yang menyerupai GERD (laboratorium, EKG, USG, foto thoraks, dan lainnya sesuai indikasi).
Para ahli Asia-Pasifik secara aklamasi menyatakan bahwa strategi diagnostik GERD regional,
harus mempertimbangkan adanya kemungkinan timbulnya GERD bersamaan dengan kondisi lainnya
seperti kanker lambung dan ulkus peptikum. Terkait pemeriksaan H. pylori untuk menyingkirkan
infeksi pada pasien dengan gejala GERD di daerah dengan prevalensi tinggi untuk kanker lambung
dan ulkus peptikum, para ahli masih bertentangan pendapat. Namun demikian, pemeriksaan tetap
direkomendasikan dengan mempertimbangkan faktor-faktor risiko termasuk komorbid, usia, histologi
lambung, riwayat keluarga, dan pilihan pasien.
1. GERD-Q
Kuesioner GERD (GERD-Q) (Tabel 1) merupakan suatu perangkat kuesioner yang
dikembangkan untuk membantu diagnosis GERD dan mengukur respons terhadap terapi.
Kuesioner ini dikembangkan berdasarkan data-data klinis dan informasi yang diperoleh dari
studistudi klinis berkualitas dan juga dari wawancara kualitatif terhadap pasien untuk
mengevaluasi kemudahan pengisian kuesioner. Kuesioner GERD merupakan kombinasi
kuesioner tervalidasi yang digunakan pada penelitian DIAMOND. Tingkat akurasi diagnosis
dengan mengkombinasi beberapa kuesioner tervalidasi akan meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas diagnosis.
Analisis terhadap lebih dari 300 pasien di pelayanan primer menunjukkan bahwa
GERD-Q mampu memberikan sensitivitas dan spesifisitas sebesar 65% dan 71%, serupa
dengan hasil yang diperoleh oleh gastroenterologis. Selain itu, GERD-Q juga menunjukkan
kemampuan untuk menilai dampak relatif GERD terhadap kehidupan pasien dan membantu
dalam memilih terapi.
Di bawah ini adalah GERD-Q yang dapat diisi oleh pasien sendiri. Untuk setiap
pertanyaan, responden mengisi sesuai dengan frekuensi gejala yang dirasakan dalam
seminggu. Skor 8 ke atas merupakan nilai potong yang dianjurkan untuk mendeteksi individu-
individu dengan kecenderungan tinggi menderita GERD.17 GERD-Q telah divalidasi di
Indonesia.
16
2. Endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA)
Standar baku untuk diagnosis GERD dengan esofagitis erosif adalah dengan
menggunakan endoskopi SCBA dan ditemukan adanya mucosal break pada esofagus.
Endoskopi pada pasien GERD terutama ditujukan pada individu dengan gejala alarm (disfagia
progresif, odinofagia, penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, anemia awitan
baru, hematemesis dan/atau melena, riwayat keluarga dengan keganasan lambung dan/atau
esofagus, penggunaan OAINS kronik, dan usia lebih dari 40 tahun di daerah prevalensi
kanker lambung tinggi) dan yang tidak berespons terhadap terapi empirik dengan PPI dua kali
sehari. Sedangkan sampai saat ini belum ada standar baku untuk diagnosis NERD. Sebagai
pedoman untuk diagnosis NERD adalah dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
a. Tidak ditemukannya mucosal break pada pemeriksaan endoskopi SCBA,
b. Pemeriksaan pH esofagus dengan hasil positif,
c. Terapi empiris dengan PPI sebanyak dua kali sehari memberikan hasil yang positif.
Endoskopi pada GERD tidak selalu harus dilakukan pada saat pertama kali, oleh karena
GERD dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan/atau terapi empirik. Peran endoskopi SCBA
dalam penegakan diagnosis GERD adalah:
17
a. Memastikan ada tidaknya kerusakan di esofagus berupa erosi, ulserasi, striktur, esofagus
Barrett atau keganasan, di samping untuk menyingkirkan kelainan SCBA lainnya.
b. Menilai berat ringannya mucosal break dengan menggunakan klasifikasi Los Angeles
modifikasi atau Savarry-Miller.
c. Pengambilan sampel biopsi dilakukan jika dicurigai adanya esofagus Barrett atau
keganasan.
3. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dalam diagnosis GERD adalah untuk menentukan adanya
metaplasia, displasia, atau keganasan. Tidak ada bukti yang menunjang diperlukannya
pengambilan sampel biopsi pada kasus NERD. Di masa yang akan datang, diperlukan studi
lebih lanjut mengenai peranan pemeriksaan endoskopi resolusi tinggi (magnifying scope)
pada NERD.
4. Pemeriksaan pH-metri 24 jam
Pemeriksaan pH-metri konvensional 24 jam atau kapsul 48 jam (jika tersedia) dalam
diagnosis NERD adalah:
a. Mengevaluasi pasien-pasien GERD yang tidak berespons dengan terapi PPI.
b. Mengevaluasi apakah pasien-pasien dengan gejala ekstra esofageal sebelum terapi
PPI atau setelah dinyatakan gagal dengan terapi PPI.
c. Memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti-refluks atau untuk evaluasi gejala
NERD berulang setelah operasi anti-refluks.
5. PPI test
PPI test dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan gejala
tipikal dan tanpa adanya tanda bahaya atau risiko esofagus Barrett. Tes ini dilakukan dengan
memberikan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa didahului dengan pemeriksaan
endoskopi. Jika gejala menghilang dengan pemberian PPI dan muncul kembali jika terapi PPI
dihentikan, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan. Tes dikatakan positif, apabila terjadi
perbaikan klinis dalam 1 minggu sebanyak lebih dari 50%.
Dalam sebuah studi metaanalisis, PPI test dinyatakan memiliki sensitivitas sebesar 80% dan
spesifitas sebesar 74% untuk penegakan diagnosis pada pasien GERD dengan nyeri dada non
kardiak. Hal ini menggambarkan PPI test dapat dipertimbangkan sebagai strategi yang
berguna dan memiliki kemungkinan nilai ekonomis dalam manajemen pasien nyeri dada non
kardiak tanpa tanda bahaya yang dicurigai memiliki kelainan esofagus.
6. Penunjang diagnosis lain
Pilihan pemeriksaan lain yang dapat dilakukan selain pemeriksaan endoskopi dan pH
metri yaitu:
a. Esofagografi barium
Walaupun pemeriksaan ini tidak sensitif untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan
tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dibandingkan endoskopi, yaitu pada
kondisi stenosis esofagus dan hernia hiatal.
b. Manometri esofagus
Tes ini bermanfaat terutama untuk evaluasi pengobatan pasienpasien NERD dan
untuk tujuan penelitian.
c. Tes impedans
18
Metode baru ini dapat mendeteksi adanya refluks gastroesofageal melalui perubahan
resistensi terhadap aliran listrik di antara dua elektroda, pada saat cairan dan/atau gas
bergerak di antaranya. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk evaluasi pada pasien
NERD yang tidak membaik dengan terapi PPI, di mana dokumentasi adanya refluks
non-asam akan merubah tatalaksana.
d. Tes Bilitec
Tes ini dapat mendeteksi adanya refluks gastroesofageal dengan menggunakan sifat-
sifat optikal bilirubin. Pemeriksaan ini terutama untuk evaluasi pasien dengan gejala
refluks persisten, meskipun dengan paparan asam terhadap distal esofagus dari hasil
pH-metri adalah normal.
7. Surveilans Barett’s esophagus
Peranan endoskopi surveilans pada pasien-pasien dengan esofagus Barrett masih
kontroversial sekalipun di negara-negara dengan prevalensi yang tinggi. Di Asia, prevalensi
esofagus Barrett masih rendah, dilaporkan sekitar 0,08%. Sementara itu di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa, insidensi kanker esofagus pada pasien dengan esofagus Barret berkisar
0,4%, sedangkan laporan-laporan lainnya menyatakan berkisar antara 1-2%.
Saat ini pemeriksaan penyaring untuk esofagus Barrett masih kontroversial, oleh karena
kurangnya dampak pemeriksaan penyaring terhadap mortalitas adenokarsinoma esofageal.
Endoskopi surveilans untuk individu dengan risiko tinggi disarankan untuk dilakukan sesuai
dengan tingkatan displasia yang ditemukan. Untuk pembahasan lebih lanjut, harap melihat
literatur terkait.[6]
TATA LAKSANA
19
(-) rasanya kurang menyenangkan
2. Antagonis Reseptor H2
menurunkan sekresi asam, efektif pada esophagitis ringan sampai sedang dan
tanpa komplikasi. [1]
Dosis :
Ranitidin : 4x 150 mg
Famotidin : 2 x 20 mg
Nizatidin : 2 x 150 mg
3. Prokinetik
20
omreprazole : 2 x 20 mg
Lansoprazole : 2 x 30 mg
Pantoprazole : 2 x 40 mg
Rabeprazole : 2 x 10 mg
Emoprazole : 2 x 40 mg
C. RESEP
S. bdd tab I ac
________________________________________
ATAU
S. bdd tab I ac
_______________________________________
TAMBAHKAN PROKINETIK :
S. tdd tab I ac
______________________________________
S. bdd tab I ac
______________________________________
ATAU
21
R/ Cimetidin tab 400 mg No. XX
S. bdd tab I ac
____________________________________
KOMPLIKASI
Sudah diketahui bahwa reflux kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai
gejala di esofagus maupun extra esofagus dapat menyebabkan komplikasi yang berat, jika terus
menerus kambuh,asam lambung akan naik lama-lama bisa mengikis lapisan kerongkongan hingga
menyebabkan luka meradang.Peradangan tesebut dapat meningkatkan resiko terhadap komplikasi
GERD, seperti :
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit refluks gastroesofageal dilakukan dengan menerapkan modifikasi gaya hidup
yang baik, terutama pada pasien-pasien yang berisiko tinggi mengalami GERD. Pasien GERD juga
harus melakukan modifikasi gaya hidup dan kepatuhan terapi yang baik untuk mencegah rekurensi
gejala dan komplikasi karena GERD
Edukasi dan promosi kesehatan untuk pasien dengan penyakit refluks esophageal (gastroesophagek
reflux disease/GERD) berupa modifikasi gaya hidup, kemungkinan koplikasi, dan pentingnya follow
up secara rutin.
- Melakukan modifikasi gaya hidup dengan baik, mulai dari lahrga, kebiasaan setelah makan,
diet, serta pola pernafasan diafragma
- Pengobatan dapat berlangsung secara jangka panjang untuk menghindai relaps gejala
- Kontrol berat badan
- Terapkan pola makan dengan teratur
- Menghindari minum obat-obatan tanpa indikasi dan anjuran dokter
- Memantau gejala secara mandiri dengan pengisian kuesioner GERD-Q secara mandiri
- Pasien juga harus diedukasi mengenai komplikasi yang dapat terjadi dan harus segera
memeriksakan diri apabila mengalami:
o Nyeri dan gangguan menelan
o Penurunan berat badan tanpa diet atau olahraga
22
o Nyeri dada
o Tersedak
o Hematemesis dan/atau melena
o Gangguan pernapasan [11]
PROGNOSIS
23
KESIMPULAN
24
REFERENSI
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Indonesian Medical Doctors. Makara J Health Res. 2016 Agustus; 20 (2): 35-40
5. Alkhatami AM, et al. Risk Factors for Gastroesophageal Reflux Disease in Saudi Arabia.
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Publiher, 2012
10. Rusli, BH. Refluks Gastroesofageal pada Anak. JKM. 2010. Vol 9 (2) : 183-187.
11. Rassameehiran S, Klomjit S, Hosiriluck N, Nugent K. Meta-analysis of the effect of proton
pump inhibitors on obstructive sleep apnea symptoms and indices in patients with
gastroesophageal reflux disease. Proc (Bayl Univ Med Cent). 2016 Jan. 29 (1):3-6.