Anda di halaman 1dari 25

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK EMERGENSI
“KEMBUNG PADA ANAK”

Kelompok 02

Ketua : Adzkia Risky Al Insyiraah (1102017007)


Sekretaris : Shilah Aulia W (1102016205)
Anggota : Muhammad Reza M (1102016136)
Nurrahma Ayu Rizka (1102016161)
Rizky Satria Anggoro (1102016192)
Vania Rahmalia (1102016219)
Adiba Khofiyyati L (1102017004)
Afifah Nadya P (1102017008)
Dhyva Lathyva Y (1102017069)
Fanny Ratnasari Putri D (1102017083)

Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI Jakarta
2021

0
DAFTAR ISI

Daftar isi………………………………………………………………..….............1

Skenario………………...........................................…...……………............……..2

Identifikasi Kata Sulit…………………………………...........……............………


3

Pertanyaan dan
Jawaban……………………………………...................................4

Hipotesis...………………………………….………………………...……............5

Sasaran Belajar ………………….…………………………………………….......6

Daftar Pustaka …………….


……………………………………………...............24

1
SKENARIO 3

KEMBUNG PADA ANAK

Seorang bayi perempuan berumur 6 bulan dibawa ibunya ke UGD dengan


keluhan sejak satu hari yang lalu BAB berupa lender bercampur darah tanpa feses
sebanyak tiga kali dan muntah berwarna hijau lima kali. Anak rewel dan sering
menangis mengangkat kaki, tidak mau makan dan minum, serta badan panas.
Hasil pemeriksaan fisik keadaan tampak sakit sedang, tekanan darah 100/60
mmHg; frekuensi nadi 150x/menit; frekuensi nafas 36x/menit; suhu 39oC. Rectal
toucher ditemukan ampula collaps dan tidak ditemukan feses. Darah positif lender
current jelly positif. Pemeriksaan penunjang BNO 3 posisi ditemukan adanya
tanda-tanda step ladder dan herring bone serta air fluid level. USG abdomen
ditemukan donut sign positif.

2
KATA SULIT
1. Current Jelly : Adanya darah dan lendir yang keluar dari rektum akibat
akibat adanya bendungan vena dan limfe yang semakin meningkat sehingga
aliran darah dari arteri terganggu, lama kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis
pada segmen usus tersebut sehingga mengeluarkan darah dan lendir.
2. Herring Bone : Gambaran seperti tulang ikan pada radiologi yang
menandakan adanya penebalan dinding usus halus yang dilatasi.
3. Ampulla Collaps : Keadaan yang diakibatkan karena gerak peristaltik usus
tetapi tidak terdapat feses sehingga collaps.
4. Air Fluid Level : Gambaran yang menandakan adanya cairan dan udara
yang terkumpul di dalam usus.
5. Donut Sign : Gambaran seperti donat pada USG abdomen yang
diakibatkan oleh invaginasi usus.
6. Rectal Toucher : Suatu pemeriksaan dengan memasukkan jari telunjuk
yang telah diberikan pelicin ke dalam lubang anus. Tujuannnya untuk
mengetahui adanya massa atau pembesaran prostat.
7. Dokter Keluarga : Dokter yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan
kesehatan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
melalui pendidikan atau pelatihan khusus dibidang kedokteran keluarga, serta
mempunyai wewenang menyelenggarakan praktek dokter keluarga.
8. Klinik Pratama : Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar.
Sifat pelayanan kesehatan yang diselenggarakan bisa berupa rawat jalan, one
day care, rawat inap dan home care.

3
PERTANYAAN
1. Mengapa muntah pada pasien berwarna hijau ?
2. Mengapa BAB berdarah dan berlendir ?
3. Mengapa tekanan darah rendah dan tekanan nadi meningkat ?
4. Apa tatalaksana awal pada pasien tersebut ?
5. Apa penyebab kondisi pasien saat ini ?
6. Mengapa pasien sering mengangkat kaki disertai rewel ?
7. Mengapa pasien demam ?
8. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan ?
9. Apa diagnosis dari pasien tersebut ?
10. Mengapa pada saat rectal toucher terdapat ampulla collaps ?
11. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan ?

JAWABAN
1. Karena muntah telah bercampur dengan cairan empedu, yang diakibatkan
oleh obstruksi usus.
2. Karena terjadi penyumbatan pada usus  feses tidak keluar  anak
mengedan berlebihan  mengeluarkan darah dan lendir.
3. Karena pasien mengalami hipovolemik sehingga menyebabkan hipotensi,
tubuh akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan tekanan nadi.
4. ABC, pemasangan NGT, resusitasi cairan dan dapat dirujuk ke dokter bedah
5. Sebagian besar dikarenakan idiopatik, polip ataupun pembesaran kelenjar
limfe.
6. Karena refleks akibat rasa nyeri abdomen yang tidak tertahankan.
7. Dikarekan adanya penyumbatan usus  sisa makanan menumpuk  infeksi
 demam (respon tubuh akibat peradangan karena mikrolesi).
8. Anamesis, pemeriksaan fisik abdomen, pemeriksaan penunjang : USG
abdomen, barium enema, darah lengkap, BNO 3 posisi.
9. Invaginasi usus.
10. Karena pada bagian distal usus kosong tetapi tetap terjadi gerakan peristaltik
usus.
11. Memberikan makanan yang seusai dengan usia dan menerapkan pola hidup
yang sehat.

4
HIPOTESIS

Obstruksi usus menyebabkan muntah, BAB berdarah dan berlendir.


Penegakkan diagnosis dapat ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik
abdomen, pemeriksaan penunjang : USG abdomen, barium enema, darah lengkap
dan BNO 3 posisi. Penanganan awal yang dapat diberikan yaitu ABC,
pemasangan NGT dan resusitasi cairan.

5
SASARAN BELAJAR

LO 1 Menjelaskan dan Memahami Invaginasi Usus


LI 1.1 Definisi
LI 1.2 Epidemiologi
LI 1.3 Etiologi
LI 1.4 Patofisiologi
LI 1.5 Manifestasi Klinis
LI 1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LI 1.7 Tatalaksana
LI 1.8 Komplikasi
LI 1.9 Pencegahan
LI 1.10 Progosis

6
LO 1 Menjelaskan dan Memahami Invaginasi Usus
LI 1.1 Definisi
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi
ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi.
Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke bagian distal
(intususepien) (Syamsuhidayat, 2005).
Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dibidang ilmu bedah
dimana suatu segmen usus masuk kedalam lumen usus bagian distalnya sehingga
dapat menimbulkan gejala obstruksi dan pada fase lanjut apabila tidak segera
dilakukan reposisi dapat menyebabkan strangulasi usus yang berujung pada
perforasi dan peritonitis. Perjalanan penyakit ini bersifat progresiv. Insiden 70%
terjadi pada usia < 1 tahun tersering usia 6-7 bulan, anak laki-laki lebih sering
dibandingkan anak perempuan (De Jong, 2005).

Gambar 1. Intususepsi usus halus yang masuk ke usus besar (Mckee, jawetz
1996).

LI 1.2 Epidemiologi
Invaginasi paling sering menyebabkan obstruksi usus pada anak-anak
antara 3-6 tahun. Lebih dari 90 % adalah idiopatik Ileo-colica yang paling banyak

7
ditemukan (75%), ileo-ileo colica 15%, lain-lain 10%, paling jarang tipe
appendical-colica. Invaginasi sering dijumpai pada umur 3 bulan 2 tahun, paling
banyak 5- 9 bulan. Prevalensi penyakit diperkirakan 1-2penderita di antara 1000
kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripadaperempuan, 3 : 1. Pada umur
5-9 bulan sebagian besar belum diketahuipenyebabnya. Penderita biasanya bayi
sehat, menyusui, gizi baik dan dalampertumbuhan optimal. Ada yang
menghubungkan terjadinya invaginasikarena gangguan peristaltik, 10% didahului
oleh pemberian makanan padatdan diare.
Hasil laporan World Health Organization yang dikeluarkan pada tahun
2007 di 3 kota besar di Indonesia menunjukan angka invaginasi pada anak yang
terjadi di kota Medan sebanyak 29 kasus, dijumpai pada usia 2 bulan–2 tahun dan
paling banyak di temukan pada anak usia di dibawah 1 tahun (95%) dengan
perbandingan laki–laki dan perempuan 3:1. Sedangkan di kota lain seperti
Jakartadan Yogyakarta angka kejadian invaginasi yang terjadi masing–masing
adalah sebanyak 103 (86%) kasus dan 35 (61%) kasus anak dengan perbandingan
laki– laki dan perempuan masing–masing sebanyak 2:1 dan 1:1.

LI 1.3 Etiologi
Etiologi invaginasi terbagi dua:
a. Idiopatik
Menurut kepustakaan 90-95% invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun
tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
“infatile idiphatic intussusceptions”. Pada waktu operasi hanya ditemukan
penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan folikel
submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini
merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi. (Stringer,1992).
b. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan
usus sebagai penyebab invaginasi seperti: inverted Meckel’s, diverticulum,
polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi,
lymphoma, duplikasi usus. (Ravitch, 2007).

±90-95 % invaginasi pada anak < 1 tahun tak dijumpai adanya kelainan
pada ususnya yang dikenal dengan istilah infantile idiopathic intussusception.

8
Diduga karena penebalan dinding usus, terutama ileum terminal akibat hiperplasi
jaringan limfoid submukosa oleh peradangan virus yaitu adeno virus dan reovirus.
Penyebab lain pada anak > 2 tahun adalah divertikel meckeli, polyposus
neoplasma (leimioma dan leiomiosarkoma), haemangioma, dan lymphoma.
Namun dapat juga dijumpai kasus invaginasi setelah dilakukan tindakan
laparotomi yang dikenal dengan istilah post operative intussuseption. Faktor-
faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi adalah: 1) Perubahan diet
makanan, 2) Enteritis akut, dan 3) Perubahan musim (Stead et al, 2003).
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat
tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga
berperan pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran
pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah
satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di
bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4
- 9 bulan, hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih
sering dari wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan
invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan
pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian
usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan
produksi mucus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan
laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah
tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly
stool). Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan
ditemukan pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan
sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah
pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok.
Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme
dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan
sepsis.
Ein’s dan Raffensperger (2003), pada pengamatannya mendapatkan “Specific
leading points” berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid
hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena
hemophilia atau Henoch’s purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai
penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas 6 tahun.

9
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi yang biasanya timbul setelah
dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus
disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas
dan hipoksia lokal (Ravitch, 2007).

Berikut beberapa faktor risiko intususepsi pada anak.


 Usia, anak-anak jauh lebih berisiko mengalami intususepsi daripada orang
dewasa.
 Jenis kelamin, intususepsi lebih sering menyerang anak laki-laki.
 Usus abnormal pada waktu lahir, kondisi saat lahir (bawaan) di mana usus
tidak berkembang dengan baik (malrotasi).
 Riwayat intususepsi sebelumnya, apabila pernah mengalami intususepsi,
anak akan lebih berisiko mengalaminya kembali

LI 1.4 Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada
dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen
yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang
terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik
adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang
arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus,
pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi
pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk
kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga
akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan
menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi.
Pembengkakan dapat sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi.
Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam

10
lumen. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai suatu
agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
Ulserasi pada dinding usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak
jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. Pembengkakan dari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan
tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-
kadang tidak terjadi pada intususepsi.
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik
partiil maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang
lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian
distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema.
Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi.

LI 1.5 Manifestasi Klinis


Trias invaginasi :
 Anak mendadak kesakitan episodic (85%), menangis dan mengangkat kaki
(Craping pain)
 Muntah warna hijau (60%)
 Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam)
darah (currant-jelly stool), baik occult atau darah segar.

Secara klasik perjalanan invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :


Anak atau bayi yang biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba
menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak
seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini
berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan anak atau bayi kelihatan
seperti normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi (Thomson,
1992).
Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20
menit, lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung. Sesudah
beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan

11
kembali. Proses invaginasi yang belum terjadi gangguan pasase isi usus secara
total, anak masih dapat defekasi tetapi biasanya terjadi diare ataupun feses yang
lunak, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi
hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses (Stringer, 1992).
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang,
dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai
suatu massa tumor berbentuk sosis di dalam perut di bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu
terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang
disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon terdorong ke distal, ikut
proses invaginasi (Ravitch, 2007).
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit meng-akibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, edem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala buang air besar darah dan
lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali,
kadang – kadang sesudah 12 jam. Buang air besar darah lendir ini bervariasi
jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat
melakukan colok dubur. Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus
yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses
edem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda-tanda
obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas,
muntah warna hijau dan dehidrasi (Ravitch, 2007).
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya
aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis
usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, syok dan kematian (Lucian,1987)
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan
obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah
terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24
jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti
intususepsi pada anak-anak. Pada orang dewasa sering ditemukan perjalanan
penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam
usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan

12
lain. Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan
intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan
radiologis sering kali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan
radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak
terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi
beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis
intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi
usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan- pemeriksaan lain tidak memberikan hasil yang positif.

LI 1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Untuk menegakkan diagnosis invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi, tetapi diagnosis pasti dari suatu
invaginasi adalah ditemukannya suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke
dalam segmen lainnya, pada saat dilakukan operasi laparotomi (Stringer, 1992).
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi dikenal dengan “Trias Invaginasi”,
yang terdiri dari :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki
(Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan
dalam) currant jelly stool

Anamesis
Anamesis dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari
riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya pada anak perlu ditanyakan
riwayat sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal
umur anak dibawah 4 bulan. Sedangkan pada dewasa tergantung dari
penyebabnya atau penyakit yang mendasarinya

Pemeriksaan Fisik :
 Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
 Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
 Nyeri tekan (+)

13
 Dancen sign (+) kekosongan pada kuadran kanan bawah karena masuknya
sekum pada kolon ascenden
 RT  :  pseudoportio(+), lendir darah (+) Sensasi seperti portio vagina
akibat invaginasi usus yang lama
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba
adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang
kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak
berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada
anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada
pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik
sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningjkatan jumlah leukosit
(leukositosis >10.000/mm3).

Pemeriksaan Radiologi
 Photo polos abdomen : Didapatkan distribusi udara didalam usus tidak
merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda – tanda
obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “ free air “
bilah terjadi perforasi.

Gambar 2. Foto Polos Abdomen yang menunjukkan dilatasi dari usus halus dan
terkumpulnya gas kuadran kanan bawah dan kuadran atas (Stringer, 1990).

14
Gambar 3. Foto Polos Abdomen yang Menunjukkan Gambaran Obstruksi Usus
dengan “Air Fluid Level” (Nasution, 2013).

 Barium enema : Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk


diagnosis dikerjakan bila gejala – gejala klinik meragukan, pada barium
enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance.

Gambar 3. Barium enema menunjukkan intussusepsi di colon desenden (Gabriel,


2011).

 Ultrasonografi: Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan gambaran target


sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada
potongan longitudinal invaginasi (Saxton, 1994).

15
 Foto abdomen 3 posisi.
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus).

Colon In loop berfungsi sebagai :


 Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi
 Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi
dan kejadian < 24 jam

Gambar 4. cupping sign pada colon in loop

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium
keluar bersama feses dan udara.
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah
sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus
tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja
tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu
dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography),
meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.

16
Gambar 5. CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign)

Gambar 6. USG abdomen pada pasien invaginasi

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan


pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon,
barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan
didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu
cupshaped appearance pada barium di tempat ini.

Diagnosa Banding
a. Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan

17
b. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri

c. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam

d. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

e. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan
pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah. (Ravitch, 2007).

LI 1.7 Tatalaksana
Perbaikan keadaan umum dikerjakan sebelum melakukan tindakan
pembedahan. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi
jaringan telah baik. Pasang sonde lambung (NGT) untuk tujuan dekompresi dan
mencegah aspirasi. Rehidrasi cairan elektrolit dan atasi asidosis bila ada. Berikan
antibiotika profilaksis dan obat sedativa, muscle relaxan, dan atau analgetika bila
diperlukan.
Tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah tergantung pada temuan intra-
operasi. Invaginasi sering ditemukan di daerah sekum, pada suatu segmen ileum
terminal yang berkaliber kecil menyusup masuk kedalam sekum yang berkaliber
lebih besar. Jenis invaginasi dapat berupa (gambar 3): 1) Invaginasi ileo-colica, 2)
Invaginasi ileocaecal, dan 3) Invaginasi ileo-ileal. Angka kekambuhan mencapai
5% bila dilakukan reduksi hidrostatik dan 2% bila dilakukan pembedahan (De
Jong, 2005).

18
Tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dilakukan sebelum
melakukan tindakan apapun, yaitu :
 Pemasangan Nasogastric tube untuk dekompresi dan mencegah aspirasi
 Rehidrasi, khususnya pada pasien anak-anak
 Obat-obat penenang untuk penahan sakit
 Setelah keadaan umum baik, dilakukan tindakan pembedahan, bila
jelasterdapat tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan
reposisidengan barium enema bila tidak terdapat kontraindikasi misalnya
perforasiatau iskemik

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatmya


pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari
serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. (Stringer,
1992)
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak
sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan
baik:
a. Reduksi dengan barium enema
b. Reduksi dengan operasi
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita:
dipuasakan, resuitasi cairan, dekompresi dengan pemasangan pipa lambung. Bila
sudah dijumpai tanda gangguan passase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium
dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum
luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/kg BB) untuk
menghilangkan rasa sakit.

Reduksi dengan barium enema


Barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi. Barium enema dapat
diberikan bila tidak dijumpai kontraindikasi seperti:
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto
abdomen
- Dijumpai tanda-tanda dehidrasi berat
- Dijumpai tanda-tanda peritonitis
- Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam

19
- Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat
membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi
dengan plester, melalui kateter bubur barium aialirkan dari kontainer yang terletak
3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur bariu dideteksi dengan alat
fluroskopi sampai meniskus intususepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto.
Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon
descendens.
Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang
berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium terhenti dapat diulangi 2-3 kali dengan
jarak waktu 3-5 menit. Reduksi dinyatakn gagal bila tekanan barium
dipertahankan selama 10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara
percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih
dahulu.
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila:
 Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa
feses dan udara.
 Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus
halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
 Hilangnya massa tumor di abdomen
 Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit
test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada
beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab
invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaan-nya (Ravitch, 2007).

Reduksi Tindakan Operasi


1) Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan
operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki. Pasien baru
boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di
tandai apabila produksi urine sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari

20
120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan
lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan
temperature badan tidak lebih dari 38o C. Biasanya perfusi jaringan akan baik
apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan
sambil operasi berjalan dan pasca bedah. (Ashcraft,1994).
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
 Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi)
 Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung
 Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru – buru melakukan operasi karena takut
usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa
obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta
perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil
metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan,
begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi
jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu akan
irreversible.

2) Tindakan untuk mereposisi usus


Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus,
reposisi manual dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga
bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk
tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak – anak dibawah
umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya
relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal
dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi
dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan
kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila :
pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah
usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini
memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau
enterostomi. (Ashcraft, 1994).

21
Gambar 7. Milking Prosedur (Ashcraft, 1994).

LI 1.8 Komplikasi
1) Adynamis usus yang berkepanjangan
2) Demam, infeksi pada luka operasi, urinary tract infection
3) Enterostomy stenosis, subhepatic abses
4) Gangguan keseimbangan elektrolit
5) Sepsis

LI 1.9 Pencegahan
Salah satu penyebab dari intususepsi adalah Rotavirus dan Adenovirus,
maka dari itu salah satu bentuk pencegahan nya adalah hindari pemberian vaksin
virus tersebut pada anak di bawah 6 bulan. Selain itu, tidak memberikan makanan
padat selain asi pada bayi dibawah 6 bulan karena sistem pencernaan dan daya
tahan tubuh bayi belum sempurna.

LI 1.10 Progosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.
Kebanyakan bayi sembuh jika intususepsi di reduksi dalam 24 jam pertama, tetapi
angka mortalitas meningkat dengan cepat setelah hari kedua. Reduksi spontan
selama persiapan untuk operasi tidak jarang terjadi.
Angka kekambuhan pascareduksi intususepsi dengan barium adalah
sekitar 10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%. Dengan terapi bedah yang

22
adekuat, reduksi dengan operasi sangat mengurangi angka mortalitas pada kasus
dini.

Prognosa pasien tergantung pada penyebab, lokasi, kompleksnya dan


lamanya intussusception. Hewan yang mengalami intussusception usus mati
dalam waktu 3-4 hari atau dapat bertahan hidup untuk beberapa minggu. Hewan
tidak dapat bertahan (mati) akut biasanya karena obstruksi yang tinggi atau
enterotoxemia, hypovolemia dan tidak seimbangnya asam basa. Hewan dengan
intussusception dapat bertahan hidup dalam beberapa minggu jika obstruksinya
partial atau distal, vascular aktif dan pemasukan cairan terjaga. Prognosa dengan
operasi bagus jika kejadian tidak berulang adalah dengan cara mencegah dan
menghindari reseksi extensif.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ashcraft,. W., KEITH., Md. Atlas of Pediatric Surgery. The children”s mery
Hospital, kamsas city, chapter 30, 161-164,1994.

Djaya, Alfonsus Mario Eri Surya. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi.
RSUD dr. Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia.

M. Kliegman, Robert. Nelson Text Book of Pediatric-18th Ed. USA : Saunders El


sevier. 2007. p 1569-1570

M. Towsend Jr, Courtney. Sabiston Text Book of Surgery 18th Ed. USA :
Saunders El sevier. 2007. p 551, 569 (e-book).

Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit


FKUI.2008. p 245-253, p 256-258, p 415-416

Ravitch, M.M., Intussusception. In. Welch kj, randolph J.G., Ravitch M.M., et all.
Eds. Pediatric Surgery 4th edition.Year book.Chicago 2007 pp 868_882.

Saxton, vetall.,Intussuseption: a repeat delayed gas enema in creases the


nonoperative reduction., J. Pediatric Surgery. 29:588, 1994.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC

Stringer, MD., Pabwt, SM., Brerectom, R.J., Pediatric Intussusception, Br. J


sung., 46:434,1992.

24

Anda mungkin juga menyukai