Anda di halaman 1dari 47

BLOK GASTROINTESTINAL

WRAP UP SKENARIO 1

NYERI PERUT

KELOMPOK A 10

Ketua : Mohammad Jordan Fadhilla 1102015138


Sekertaris : Nabella Des Kaulika 1102016144
Anggota : R Nur Hernita Andini Putri 1102016174
Rafid 1102016175
Meylita Diaz Stovana 1102016119
Mutia Pratiwi 1102016143
Siti Jarofiyah 1102015225
Kevin Hizkil Hakim 1102017250
M. Joyo Santoso 1102017132

Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI
2019-2020
DAFTAR ISI

Daftar isi 2

Skenario 3

Kata sulit 4

Pertanyaan 5

Jawaban 5

Hipotesis 6

Sasaran belajar 7

Daftar pustaka 46

2
SKENARIO 1
NYERI PERUT

Nn.A, 20 tahun, mengeluh nyeri perut sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan di epigastrium. Dokter menduga terdapat gangguan saluran cerna bagian
atas, sehingga menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan gastroskopi. Hasil pemeriksaan
tersebut menunjukkan gastritis dan duodenitis, sehingga dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk mengetahui penyebab keadaan tersebut. Pasien diberikan obat dan makan yang sesuai
untuk mencegah komplikasi dari penyakit tersebut.

3
KATA SULIT

1. Gastritis : Peradangan pada mukosa dan submukosa lambung

2. Epigastrium : Daerah perut bagian tengah atas

3. Pemeriksaan gastroskopi : Inspeksi bagian dalam lambung dengan alat gastroskop

4. Duodenitis : Peradangan pada mukosa duodenum

4
PERTANYAAN
1. Mengapa terdapat nyeri tekan di epigastrium?

2. Mana saja yang termasuk saluran pencernaan bagian atas?

3. Apa saja gangguan saluran pencernaan bagian atas?

4. Mengapa dilakukan gastroskopi?

5. Apa penyebab kasus ini?

6. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan?

7. Apa diagnosis sementara pada kasus ini?

8. Bagaimana pencegahan pada penyakit ini?

9. Mengapa hasil gastroskopi menunjukan gastritis dan duodenitis?

10. Apa saja gejala gastritis?

11. Apa saja komplikasi dari penyakit ini?

12. Apa terapi obat yang dapat diberikan?

JAWABAN
1.Karena letak gaster dan duodenum di posterior lobus sinistra hepar di daerah epigastrium
2.Rongga mulut, orofaring, esofagus, lambung, dan duodenum
3.Reflux, esophagitis, gastritis, tukak lambung, sariawan, ginggivitis
4.- Bisa menegakkan diagnosis dan melihat apakah ada gangguan di dalam gaster
- karena indikasi pemeriksaan, penyakit sudah berjalan cukup lama maka dilakukan
gastroskopi
5. Makanan pedas/asam, alkohol, infeksi bakteri Helicobacter pylori
6. CT scan, X-ray, pemeriksaan serologi, pemeriksaan feses
7. Dyspepsia, karena merupakan kumpulan gejala yang diakibatkan gastritis dan duodenitis
8. Tidak makan makanan pedas, mengelola stress, menjaga kebersihan makanan
9. Karena pada saat pemeriksaan gaster dengan alat gastroskop, tampak lesi pada lapisan dalam
lambung
10. Nyeri yang terasa panas dan perih di perut bagian atas, mual, muntah, perut kembung
11. Ulkus peptikum, kanker lambung, GERD
12. Pemberian obat Protonpump inhibitor (omeprazole, lansoprazole) , antasid, sukralfate
HIPOTESA

5
Dyspepsia adalah kumpulan gejala inflamasi/infeksi saluran cerna bagian atas. Dapat disebabkan
karena infeksi bakteri atau pengaruh diet. Gejala yang dirasakan adalah keluhan di daerah
epigastrium dan gejala saluran cerna lain. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu radiologi,
pemeriksaan serologi, pemeriksaan feses. Tatalaksana yang dapat diberikan obat Protonpump
inhibitor (omeprazole, lansoprazole) , antasid, sukralfate. Penyakit ini dapat dicegah dengan
menghindari penyebab.

6
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi SPBA
1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik SPBA
1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik SPBA
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Fisiologi dan Biokimia Saluran
Pencernaan Atas
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dyspepsia
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosa dan Diagnosa Banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Pencegahan
3.11 Prognosis

7
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi SPBA
LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopik SPBA

● RONGGA MULUT

1. BIBIR
Bibir merupakan dua lipatan berotot yang terdapat di orificium oris. Bagian utama bibir dibentuk
oleh musculus orbicularis oris dan otot-otot ini menyebar dari bibir ke wajah.
Di dalam bibir terdapat juga pembuluh darah dan saraf, jaringan ikat, dan banyak kelenjar ludah
kecil. Philtrum adalah cekungan dangkal vertikal yang dapat dilihat di garis tengah pada
permukaan luar bibir atas. Lipatan medial dari membrana mucosa-frenulum labialis
menghubungkan permukaan dalam bibir ke gusi.

2. CAVUM ORIS
Mulut terbentang dari bibir sampai ke pharynx. Kedua sisi pintu masuk pharynx, isthmus
faucium, dibentuk oleh arcus palatoglossus. Mulut dapat dibagi dalam vestibulum oris dan
cavum oris proprium.
a. Vestibulum Oris
Vestibulum terletak di antara bibir dan pipi di sebelah luar serta gusi dan gigi geligi di sebelah
dalam. Ruangan berbentuk celah ini dihubungkan dengan dunia luar oleh fissura oris di antara
kedua bibir. Jika rahang ditutup, ruangan ini berhubungan dengan cavum oris proprium rnelalui
permukaan belakang gigi molar ketiga pada masing-masing sisi. Vestibulum dibatasi di atas dan
bawah oleh lipatan membrana mucosa dari bibir dan pipi sampai gusi. Dinding lateral vestibulum
dibentuk oleh pipi, yang dibentuk oleh musculus buccinator dan dilapisi oleh membrana mucosa.
Saluran kelenjar liur parotis bermuara ke papilla kecil di dalam vestibulum yang berseberangan
dengan gigi molar atas kedua.
b. Cavum Oris Proprium
- Atap Rongga Mulut
Atap cavum oris proprium dibentuk di depan oleh palatum durum dan di belakang oleh palatum
molle.
- Dasar Rongga Mulut
Sebagian besar dasar rongga mulut dibentuk oleh dua pertiga bagian anterior lidah dan oleh
membrana mucosa yang terbentang dari pinggir lidah ke arah gusi yang terdapat di mandibula.

8
Lipatan membrana mucosa yang disebut frenulum linguae menghubungkan garis tengah
permukaan bawah lidah dengan dasar rongga mulut lateral dari frenulum. Membrana mucosa
membentuk lipatan yang bergerigi, disebut plica fimbriata.
Ductus submandibularis dari glandula submandibularis bermuara ke dasar rongga mulut pada
puncak papilla kecil di sisi kanan dan kiri dari frenulum linguae.
Glandula sublingualis juga bermuara ke dalam rongga mulut, dengan membentuk lipatan kecil
dari membrana mucosa, disebut plica sublingualis. Sejumlah ductus dari glandula bermuara ke
dalam lipatan kecil ini.

Membrana Mucosa Mulut


Di dalam vestibulum, membrana mucosa ditambatkan ke musculus buccinator oleh serabut-
serabut elastis yang terdapat di dalam submucosa, hal ini bertujuan untuk mencegah lipatan
membrana mucosa yang berlebihan tergigit di antara gigi-geligi pada saat rahang ditutup.
Membrana mucosa dari gingiva atau gusi, dilekatkan dengan kuat ke periosteum alveolar.
Persarafan Sensorik Rongga Mulut
Atap : nervus palatinus major dan nervus nasopalatinus dari divisi maxillaris nervus
trigeminus.
Dasar : nervus lingualis, sebuah cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus. Serabut-
serabut pengecap berjalan di dalam chorda tympani, sebuah cabang darl nervus
facialis.
Pipi : nervus buccalis, sebuah cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus (musculus
buccinator dipersarafi oleh ramus buccalis nervus facialis).

3. GIGI GELIGI
a) Gigi Decidua
Terdapat 20 buah gigi decidua: empat incisicus, dua caninus, dan empat molar pada masing-
masing rahang. Gigi-gigi ini mulai muncul kira-kira usia 6 bulan dan semuanya telah muncul
pada akhir usia 2 tahun. Gigi-geligi rahang bawah biasanya muncul lebih dulu dibandingkan
dengan rahang atas.
b) Gigi Tetap
Terdapat 32 gigi tetap, terdiri dari empat incisivus, dua caninus, empat premolar, dan enam
molar pada masing,masing rahang. Gigi ini mulai muncul pada usia 6 tahun. Gigi terakhir yang
muncul adalah molar ketiga, yang dapat muncul di antara umur 17 sampai 30. Gigi-geligi rahang
bawah muncul lebih dulu dibandingkan dengan rahang atas.

4. LIDAH

9
Lidah merupakan massa otot lurik yang diliputi oleh membrana mucosa. Otot-otot melekatkan
lidah ke processus styloideus dan palatum molle di sebelah atas serta mandibula dan os
hyoideum di sebelah bawah. Lidah dibagi dua oleh septum fibrosum mediana menjadi belahan
kanan dan kiri.

Membrana Mucosa Lidah


Membrana mucosa permukaan atas lidah dapat dibagi atas bagian anterior dan posterior oleh
sulcus berbentuk huruf V, sulcusterminalis. Apex dari sulcus menghadap kebelakang dan
ditandai oleh sebuah lubang kecil, disebut foramen cecum.
Sulcus membagi lidah menjadi dua pertiga bagian anterior atau pars oralis, dan sepertiga bagian
posterior atau pars pharyngealis. Foramen cecum adalah sisa embrionik dan merupakan tanda
dari tempat ujung akhir sebelah atas dari ductus thyroglossus.
Terdapat tiga jenis papilla di permukaan atas dua pertiga bagian anterior lidah: papilla filiformis,
papilla fungiformis, dan papilla folliata.
Membrana mucosa yang menutupi sepertiga bagian posterior lidah tidak mempunyai papilla,
tetapi permukaan nodulus iregular yang disebabkan oleh adanya nodulus lymphaticus di
bawahnya yang disebut tonsila linguae.
Membrana mucosa permukaan inferior lidah berjalan dari lidah ke dasar rongga mulut.
Di anterior garis tengah permukaan bawah lidah dihubungkan ke dasar rongga mulut oleh sebuah
lipatan membrana mucosa, disebut frenulum linguae.
Pada sisi lateral dari frenulum, vena lingualis profundus dapat dilihat melalui membrana mucosa.
Lateral dari vena lingualis, membrana mucosa membentuk lipatan bergerigi disebut plica
fimbriata.

Otot-Otot Lidah
a. Otot-Otot lntrinsik
Otot-otot ini seluruhnya terletak di dalam lidah dan tidak dihubungkan ke tulang. Terdiri dari
serabut-serabut longitudinal transversal, dan vertikal.
Persarafan : Nervus hypoglossus.
Gerakan : Mengubah bentuk lidah.
b. Otot-Otot Ekstrinsik
Otot-otot ini dilekatkan ke tulang dan palatum molle. Otot-otot ekstrinsik lidah adalah
musculus.genioglossus, musculus hyoglossus, musculus styloglossus, dan musculus
palatoglossus.

10
Persarafan : Nervus hypoglossus.
Gerakan : Mengubah posisi lidah di dalam rongga mulut.

Pendarahan
Arteria lingualis, ramus tonsilaris arteria facialis dan arteria pharyngea ascendens memperdarahi
lidah. Vena-vena bermuara ke dalam vena jugularis interna.

Aliran Limfe
Ujung: Nodus lymphaticus submentalis.
Sisi-sisi dua pertiga bagian depan: Nodus lymphaticus submandibularis dan cervicalis profunda.
Sepertiga posterior: Nodus lymphaticus cervicalis profunda

Persarafan Sensorik
Dua pertiga bagian anterior: nervus lingualis, cabang divisi mandibularis nervus trigeminus
(sensasi umum) dan chorda tympani cabang nervus facialis (pengecap).
Sepertiga posterior: nervus glossopharyngeus (sensasi umum dan pengecap).

5. PALATUM
Palatum membentuk atap mulut (cavum oris) dan dasar dari cavum nasi.
Palatum terbagi menjadi dua bagian:
a) Palatum Durum
Palatum durum dibentuk oleh processus palatinus maxillaris dan lamina horizontalis ossis
palatini. Dilanjutkan ke belakang oleh palatum molle.
b) Palatum Molle
Palatum molle merupakan lipatan yang mudah bergerak dan terlekat pada pinggir posterior
palatum durum. Terdapat pinggir palatum molle yang bebas, terletak di garis tengah, berbentuk
kerucut, disebut uvula. Ke samping kanan dan kiri palatum molle berlanjut sebagai dinding
lateral pharynx. Palatum molle terdiri dari membrana mucosa, aponeurosis palatinus, dan otot-
otot.
● Membrana Mucosa
Membrana mucosa meliputi permukaan atas dan bawah palatum molle.
● Aponeurosis Palatina
Aponeurosis palatina merupakan sebuah lembaran fibrosa yang melekat pada pinggir posterior
palatum durum. Aponeurosis ini merupakan pelebaran tendon musculus tensor veli palatini.
● Otot-Otot Palatum Molle
Otot-otot palatum molle adalah rnusculus tensor veli palatini, musculus levator veli palatini,
musculus palatoglossus, musculus palatopharyngeus, dan musculus uvulae.
Serabut-serabut otot dari musculus tensor veli palatini mengerucut pada saat mereka berjalan ke
atas dari origonya, membentuk tendo kecil, yang melengkung ke medial di sekeliling hamulus
pterygoideus. Tendo ini, bersma dengan tendo dari sisi berlawanan, melebar untuk membentuk
aponeurosis palatina. Bila kedua otot berkontraksi, palatum molle menjadi tegang, sehinggar
dapat bergerak ke atas atau ke bawah sebagai sebuah lembaran yang kaku.

Persarafan Palatum
Nervus palatinus majus dan minus dari divisi maxillaris nervus trigeminus masuk ke palatum
melalui foramina palatina major dan minor. Nervus nasopalatinus, juga merupakan cabang dari

11
nervus maxillaris, masuk ke bagian depan palatum durum melalui foramen incisivus. Nervus
glossopharyngeus juga mempersyarafi palatum molle.

Suplai Darah Palatum


Palatum mendapatkan darah dari arteria palatina major cabang dari arteria maxillaris, arteria
palatina ascendens cabang dari arteria facialis, dan arteria pharyngica ascendens.

Aliran Limfe Palatum


Limfe dialirkan dari paiatum ke nodus lymphaticus cervicalis profunda.

Arcus Palatoglossus
Arcus palatoglossus merupakan sebuah lipatan membrana mucosa yang berisi musculus
palatoglossus, yang terbentang dari palatum molle ke pinggir lidah. Arcus palatoglossus
merupakan batas di mana rongga mulut berubah menjadi pharynx.

Arcus Palatopharyngeus
Arcus palatopharyngeus merupakan sebuah lipatan membrana mucosa di belakang arcus
palatoglossus yang berjalan ke bawah dan lateral untuk bergabung dengan dinding pharynx. Otot
yang terdapat di dalam lipatan adalah musculus palatopharyngeus. Tonsila palatina, merupakan
massa jaringan limfe, yang terletak diantara arcus palatoglossus dan palatopharlngeus.

● OESOPHAGUS

Oesophagus merupakan tabung muscular, panjangnya sekitar 10 inci (25 cm), terbentang dari
pharynx sampai ke gaster. Oesophagus mulai di leher setinggi cartilago cricoidea dan berjalan
turun di garis tengah di belakang trachea. Di dalam thorax, oesophagus berjalan ke bawah
melalui mediastinum dan masuk rongga abdomen dengan menembus diaphragma setinggi
vertebra thoracica X. Oesophagus berjalan singkat sekitar 1/2 inci (1.25 cm) sebelum masuk ke
gaster sisi kanan.

a. Oesophagus di Leher
Batas-Batas

12
Ke anterior : Trachea, nervus laryngeus recurrens.
Ke posterior : Musculi prevertebrales dan columna vertebralis.
Ke lateral : Glandula thyroidea, sarung carotis (arteria carotis communis, vena jugularis
interna, dan nervus vagus), dan pada sisi kiri ductus thoracicus.
Pendarahan
Arteri: Arteriae thyroideae inJeriores.
Vena: Venae thyroideae inferiores.
Aliran Limfe: Nodi cervicales profundi.

Persarafan: Nervus laryngeus recurrens dan rami dari truncus sympathicus.

b. Oesophagus di Thorax
Batas-Batas
Ke Anterior: Trachea dan nervus laryngeus recurrens sinister; bronchus principalis sinister,
atrium sinistrum cordis.
Ke Posterior: Columna vertebralis, ductus thoracicus; vena azygos; arteriae intercostales
posteriores dextrae; aorta thoracica descendens.
Ke lateral, sisi kanan: pars mediastinalis pleura parietalis, vena azygos.
Sisi kiri: Arcus aorta, arteria subclavia sinistra, ductus thoracicus, pars mediastinalis pleura
parietalis.
Pendarahan
Arteri: Bagian atas dari aorta thoracica descendens, sepertiga bagian bawah dari arteria gastrica
sinistra.
Vena: Mengalir ke vena azygos, dan sepertiga bagian bawah darah dialirkan ke vena gastrica
sinistra, yang akan bermuara ke vena porta.
Pembuluh Limfe
Bagian atas oesophagus mengalir masuk ke nodi mediastinales superiores dan posteriores, dan
dari sepertiga bagian bawah masuk ke nodi lymphatici di sepanjang arteria dan vena gastrica
sinistra dan nodi lymphatici coeliaci di abdomen.
Persarafan
Truncus vagus (nervus vagus sinister terletak anterior dan nervus vagus dexter terletak
posterior), plexus oesophagus, truncus sympathicus, nervi splanchnici

c. Oesophagus pada Abdomen


Oesophagus masuk ke abdomen melalui lubang yang terdapat pada crus dextrum
diaphragmaticum. Setelah berjalan sekitar 1/2 inci (1,25 cm), oesophagus masuk ke lambung di
sisi kanannya.
Batas-Batas
Ke anterior: Oesophagus terletak posterior terhadap lobus hepatis sinister dan di depan crus
sinistrum diaphragmaticum. Nervus vagus sinister dan dexter masing-masing terletak pada
permukaan anterior dan posterior oesophagus.
Pendarahan
Arteri: Cabang-cabang dari arteria gastrica sinistra (lihat Gambar 19-39).
Vena: vena gastrica sinistra,yang mengalirkan darah ke vena porta (lihat anastomosis portal-
sistemik).

13
Aliran Limfe: Pembuluh-pembuluh limfe berjalan mengikuti arteriae menuju ke nervi gastrici
sinistri.
Persarafan
Nervus gastrica anterior dan posterior (nervus vagus) dan cabangcabang simpatik dari pars
thoracica trunci sympathici.

● GASTER

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra
sampai regio epigastrica dan umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian
bawah. Secara kasar, gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium

cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan
dua dinding, paries anterior dan paries posterior.

Gaster dibagi menjadi bagian-bagian berikut:

● Fundus gastricum berbentuk kubah, menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri ostium
cardiacum. Biasanya fundus berisi penuh udara.
● Corpus gastricum terbentak dari ostium cardiacum sampai incisura angularis, suatu
lekukan yang ada pada bagian bawah curvatura minor.
● Anthrum pyloricum terbentang dari incisura angularis sampai pylorus.
● Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot pylorus yang
tebal membentuk musculus sphincter pyloricus. Rongga pylorus dinamakan canalis
pyloricus.

Vaskularisasi

Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.

14
● Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan kiri
untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor gaster.
Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.
● Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas pylorus dan
berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian kanan bawah
gaster.
● Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke
depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.
● Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan berjalan
ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang bagian atas
curvatura major.
● Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan cabang
arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster sepanjang
bawah curvatura major.

Venae

Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra dan dextra
bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena gastroomentalis
sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena
mesentrica superior.

Persarafan

Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk lambung di
hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus
gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.

Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut
afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan
submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi
aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.

● DUODENUM

Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar 10 inci (25 cm) yang
melengkung di sekitar caput pancreatis. Duodenum mulai di sphincter pyloricus gastrici, dan
berakhir dengan berlanjut sebagai jejunum. Bagian pertama duodenum mempunyai omentum
minus yang melekat pada pinggir atasnya dan omentum majus yang melekat pada pinggir
bawahnya. Sisa duodenum lainnya terletak retroperitoneal.

15
Duodenum dapat dibagi dalam empat bagian:
a. Bagian pertama berjalan ke atas dan belakang pada planum transpyloricum setinggi
vertebra lumbalis I.
b. Bagian kedua berjalan vertikai ke bawah. Ductus choledochus dan ductus pancreaticus
major menembus dinding medial kira-kira setengah bagian bawah, dan kedua ductus ini
bergabung membentuk ampula yang bermuara ke duodenum pada papilla duodeni major.
Ductus pancreaticus accessorius (jika ada) bermuara ke dalam duodenum pada papilla
duodeni minor, sekitar 0.75 inci (1.9 cm di atas papilla duodeni major).
c. Bagian ketiga berjalan horizontal di depan columna vertebralis. Radix mesenterii
intestinum tenue dan vasa mesenterica superior menyilang bagian ini di anterior.
d. Bagian keempat berjalan ke atas dan ke kiri ke flexura duodenojejunalis. Flexura ini
difiksasi oleh ligamentum Treitz, yang melekat pada crus dextrum diaphragmaticum.

Batas-Batas
a. Bagian pertama
Ke anterior : Lobus quadratus hepatis, vesica biliaris.
Ke posterior : bursa omentalis (hanya satu inci pertama), arteria gastroduodenalis, ductus
choledochus, vena porta, dan vena cava inferior.
b. Bagian kedua
Ke anterior : fundus vesica biliaris, lobus hepatis dexter, colon transversum, lengkung
intestinum tenue.
Ke posterior : hilum renale dextrum (Gambar 19-48).
Ke medial : caput pancreatis, ductus choledochus, dan ductus pancreaticus.

c. Bagian ketiga
Ke anterior : Radix mesenterii intestinum tenue, vasa mesenterica superior, lengkung
jejunum.
Ke posterior : ureter dexter, vena cava inferior, dan aorta.
Ke superior : caput pancreatis.

d. Bagian keempat
Ke anterior : Permulaan radix mesenterii, lengkung jejunum.
Ke posterior : pinggir kiri aorta.

Perdarahan
Arteri
Setengah bagian atas duodenum didarahi oleh arteria pancreaticoduodenalis superior, sebuah
cabang dari arteria gastroduodenalis. Setengah bagian bawah didarahi oleh arteria
pancreaticoduodenalis inferior, sebuah cabang dari arteria mesenterica superior.
Vena
Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara ke vena porta; vena pancreaticoduodenalis
inferior bermuara ke vena mesenterica superior.

Aliran Limfe

16
Pembuluh-pembuluh limfe bermuara ke atas via nodi pancreaticoduodenales ke nodi
gastroduodenales dan nodi coeliaci. Bermuara ke bawah melalui nodi pancreaticoduodenales ke
nodi mesenterici superiores.

Persarafan
Duodenum mendapat persarafan simpatik dan parasimpatik (vagus) melalui plexus coeliacus dan
plexus mesentericus superior.

LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik SPBA

● RONGGA MULUT

Rongga mulut dapat dibagi selanjutnya menjadi ruang yang lebih kecil: sisi luar
vestibulum oris dan sisi dalam kavum oris proprium. Vestibulum oris adalah ruang yang dibatasi
oleh bibir dan pipi pada sisi anterior dan lateral, sedangkan sisi dalam dibentuk oleh lengkung
gigi-geligi. Saluran keluar kelenjar parotis mengalirkan sekret kelenjar ke dalam vestibulum oris.
Cavum oris proprium dibatasi oleh gigi-geligi pada sisi luarnya, dasar mulut sisi inferior,
dan palatum durum serta palatum mole sisi superior. Ke arah belakang kavum oris proprium
dipisahkan dari orofarings, yang tampak diantara lipatan anterior palatoglosus ke tonsila
palatina oleh bidang imajiner. Baik kavum oris proprium maupun vestibulum oris dibatasi oleh
epitel berlapis gepeng, dan pada daerah yang terkena gesekan, epitel berubah menjadi epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk (atau parakeratinisasi).

Kelenjar Liur Palatum dan Tonsil


Tiga pasang kelenjar liur utama-parotis, sublingualis dan submandibularis melepaskan
sekretnya ke dalam rongga mulut. Palatum durum membantu lidah dalam menyiapkan bolus,
sedang palatum mole, bangunan yang dapat bergerak, menutup hubungan antara mulut dan
nasofarings, jadi mencegah masuknya makanan dan air dari mulut ke faring.
Jaringan ikat di bawah epitel kavum oris banyak mengandung kelenjar liur kecil, yang
menghasilkan saliva secara terus menerus, mempertahankan lingkungan yang lembab. Saliva
juga berfungsi membantu proses menelan dengan melumasi makanan yang kering dan

17
membentuk bolus yang setengah padat. Selanjutnya, ada enzim dalam saliva yang mengawali
pencernaan karbohidrat, juga antibodi sekretoris melindungi tubuh terhadap zat-zat antigen.
Masuk ke faring dijaga terhadap masuknya bakteri oleh adanya cincin tonsilar, terdiri
atas tonsila lingualis, tonsila faringea, dan tonsila palatina.

Lidah

Permukaan dorsal lidah dibagi menjadi dua-pertiga bagian anterior, dipenuhi empat
jenis papila lingua dan sepertiga bagian posterior ditempati tonsila lingualis. Kedua bagian itu
satu sama lain dipisahkan oleh lekukan berbentuk "huruf V" yaitu sulkus terrninalis. Papila
filiformis pendek, berbentuk konus dan mempunyai lapisan keratin tebal. Papila fungiformis
berbentuk seperti jamur dan sisi dorsal epitelnya ditempati oleh tiga sampai lima kuncup kecap.
Papila sirkumvalata adalah papila lingualis yang paling besar, berjumlah enam sampai dua
belas. Setiap papila sirkumvalata melekuk dari permukaan lidah dan dikelilingi oleh suatu parit.
Sisi lateral papila serta juga pembatas parit ada sejumlah kuncup kecap. Papila foliata terletak
pada sisi lateral lidah.
Sepertiga posterior merupakan akar lidah dan dua pertiga anterior merupakan badan
lidah.Mukosa akar lidah dipenuhi dengan massa nodul limfoid yang dipisahkan oleh kriptus,
yang kesemuanya membentuk tonsila lingualis. Di badan lidah terdapat keempat jenis papilla
yang kesemuanya mengandung inti jaringan ikat yang dilapisi dengan epitel skuamosa berlapis.

18
Papilla filiformis yang runcing menimbulkan
friksi yang membantu menggerakkan makanan
selama mengunyah. Papilla foliata yang
menyerupai rigi pada sisi lidah berkembang
paling baik pada anak-anak. Papilla
fungiformis tersebar pada permukaan dorsal
dan 6-12 papilla vallata yang sangat besar
terdapat berupa garis V di dekat sulcus
terminalis. Kuncup kecap terdapat pada papilla
fungiformis dan foliata tetapi lebih banyak pada papilla
vallata.

19
Taste buds (kuncup kecap) merupakan bangunan intraepitelial terdiri atas 40-70 sel, sel basal,
sel neuroepitelial (sel pengecap) dan sel sustentakular (sel penyokong). Kuncup kecap berfungsi
dalam menerima lima rangsangan pengecap primer yaitu asin, manis, pahit, asam serta umami.

● OESOPHAGUS

Esofagus (oesophagus) adalah suatu saluran lunak dengan panjang kira-kira 10 inci yang
berjalan dari faring sampai ke lambung. Saluran ini terletak di belakang trakea dan di
mediastinum rongga toraks. Setelah turun di rongga toraks, esofagus menembus diafragma
muskular. Bagian esofagus yang pendek terdapat di rongga abdomen sebelum berakhir di
lambung.
Di rongga toraks, esofagus hanya dikelilingi oleh jaringan ikat, yang disebut adventisia.
Di rongga abdomen, dinding terluar segmen pendek esofagus dilapisi oleh mesotelium (epitel
selapis gepeng) untuk membentuk serosa. Di sebelah dalam, lumen esofagus dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk (epithelium stratificatum squamosum non cornificatum)
yang basah. Jika esofagus kosong, lumennya memperlihatkan banyak lipatan longitudinal
temporer di mukosa.
Di lamina propria esofagus dekat lambung terdapat kelenjar kardia esofagus (glandula
cardialis oesophagi). Di submukosa terdapat kelenjar esofagus kecil. Kedua kelenjar
mengeluarkan mukus untuk melindungi mukosa dan mempermudah lewatnya bahan makanan
melalui esofagus.
Dinding luar esofagus, muskularis eksterna, mengandung campuran berbagai jenis serat
otot. Di sepertiga atas esofagus, muskularis eksterna mengandung serat otot rangka. Di
sepertiga tengah esofagus, muskularis eksterna mengandung baik serat otot rangka maupun
otot polos, sementara sepertiga bawah esofagus terutama terdiri dari serat otot polos.

20
● GASTER

1. Lapisan serosa
Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari peritoneum viseralis.
Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum,
memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari
organ  satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus
kebawah membentuk omentum mayus.

2. Muscularis
Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
▪ serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus,

21
▪ serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter;
dan berada di bawah lapisan pertama
▪ serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium
kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil).

3. Submukosa
Lapisan submukosa terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau
rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan.

4. Mukosa
Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel itu
mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari kelenjar-
kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan
lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium bagian dari kelejar yang
mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung. Setiap
kelenjar terdiri dari 4 tipe sel sekretori, yaitu :
a. Sel zimogen (Chief cell)
Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi protein
(zimogen). Sel zimogen mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di lambung akan
diubah menjadi pepsin aktif dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida yang lebih
kecil.
b. Sel parietal (oksintik)
Sel ini tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di antara jenis sel lainnya, mulai dari ismus
sampai ke dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Pada
keadaan isitirahat, terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kenalikuli melebar dengan relatif
sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung
tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung
tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan, sekresi asam HCl terjadi pada

22
permukaan membran yang luas ini. Sel ini juga mensekresikan faktor intrinsik, suatu
glikoprotein yang terikat dengan vitamin B 12 dan membantu absorbsi vitamin ini di usus halus.
Vitamin B12 diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B 12 akibat
kurangnya faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
c. Sel mukus leher
Sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu.
Bentuknya cenderung tidak teratur, seakan-akan terdesak oleh sel-sel disekitarnya (terutama
sel parietal). Sel ini memiliki mikrovili apikal yang gemuk dan pendek berisi filamen halus yang
tampak kabur. Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk
oleh sel mukus permukaan.
d. Sel enteroendokrin
Beberapa jenis sel enteroendokrin ditemukan di dalam kelenjar lambung. Sel-sel ini berjumlah
banyak, terutama di daerah antrum pylorik, dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel-
sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel ini juga ditemukan
di dalam epitel usus halus dan besar, kelenjar oesophagus bagian bawah (cardia), dan dalam
jumlah terbatas pada ductus utama hati dan pankreas. Sel enteroendokrin menghasilkan
beberapa hormon peptida murni (sekretin, gastrin, kolesitokinin); semuanya melalui peredaran
darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung empedu. Walaupun
sistem saraf mengendalikan aktivitas sekretoris dan gerakan otot dalam saluran cerna, terdapat
interaksi yang rumit dengan kebanyakan hormon yang dihasilkan oleh sel enteroendokrin ini.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Fisiologi SPBA


Fungsi lambung terdiri dari:

1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung


dan getah lambung.
2. Getah asam lambung yang dihasilkan:
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton)
b. HCl, fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan
membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin

23
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari
kaseinogen (kaseinogen dan protein susu)
d. Lipase lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang
merangsang sekresi getah lambung
Otot lambung yang tebal berfungsi untuk mengaduk dan menggerus bahan makanan didalamnya
serta mencampur secara sempurna dengan getah sekret pencernaan yang dikeluarkan oleh
lambung. Dinding lambung terdiri atas 4 lapisan, yaitu :

1. mukosa, berfungsi mensekresikan sesuatu yang diperlukan untuk mengabsorpsi vitamin B12.
Didalam mukosa terdapat kalenjar yang berbeda yang dibagi menjadi tiga zona, yaitu:
a. kelenjar kardia, berfungsi menghasikan lisozom
b. kelenjar lambung, berfungsi mensekresikan asam, enzim-enzim, mukus, dan hormon-
hormon.
c. kelenjar pilorus, berfungsi menghasilkan hormon dan mukus.
2. Submukosa, mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa dan syaraf perifer.
3. Muskularis
4. Serosa, mengandung banyak lemak apabila umur bertambah.
PENCERNAAN DI LAMBUNG

1. MEKANIK
Beberapa menit setelah makanan memasuki perut, gerakan peristaltik yang lembut dan
berriak yang disebut gelombang pencampuran (mixing wave) terjadi di perut setiap 15-25
detik. Gelombang ini merendam makanan dan mencampurnya dengan hasil sekresi kelenjar
lambung dan menguranginya menjadi cairan yang encer yang disebut chyme. Beberapa
mixing wave terjadi di fundus, yang merupakan tempat penyimpanan utama. Makanan
berada di fundus selama satu jam atau lebih tanpa tercampur dengan getah lambung. Selama
ini berlangsung, pencernaan dengan air liur tetap berlanjut.
Selama pencernaan berlangsung di perut, lebih banyak mixing wave yang hebat dimulai dari tubuh
dan makin intensif saat mencapai pilorus. Pyloric spinchter hampir selalu ada tetapi tidak
seluruhnya tertutup. Saat makanan mencapai pilorus, setiap mixing wave menekan sejumlah
kecil kandungan lambung ke duodenum melalui pyloric spinchter. Hampir semua makanan
ditekan kembali ke perut. Gelombang berikutnya mendorong terus dan menekan sedikit lagi
menuju duodenum.
2. KIMIAWI
Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang dewasa,
pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide antara
asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang terdiri dari asam amino dipecah
menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan
yang sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi inakatif di lingkungan yang basa. Pepsin
disekresikan menjadi bentuk inakatif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat
mencerna protein di sel-sel zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah
menjadi pepsin aktif sampai ia melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan

24
oleh sel parietal. Kedua, sel-sel lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah
pepsin diaktivasi. Mukus menutupi mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus
dengan getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah trigliserida rantai pendek
menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik pada
pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat
bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus
halus untuk mencerna lemak.
Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu. Renin dan Ca
bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu seringnya
lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus). Rennin
tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.

PENGOSONGAN LAMBUNG

Pengosongan lambung terjadi bila adanya faktor berikut ini :

Impuls syaraf yang menyebabkan terjadinya distensi lambung (penggelembungan).


Diproduksinya hormon gastrin pada saat makanan berada dalam lambung. Saat makanan berada
dalam lambung, setelah mencapai kapasitas maksimum maka akan terjadi distensi lambung oleh
impuls saraf (nervus vagus). Disaat bersamaan, kehadiran makanan terutama yang mengandung
protein merangsang diproduksinya hormone gastrin. Dengan dikeluarkannya hormone gastrin
akan merangsang esophageal sphincter bawah untuk berkontraksi, motilitas lambung meningkat,
dan pyloric sphincter berelaksasi. Efek dari serangkaian aktivitas tersebut adalah pengosongan
lambung.Lambung mengosongkan semua isinya menuju ke duodenum dalam 2-6 jam setelah
makanan tersebut dicerna di dalam lambung. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat
menghabiskan waktu yang paling sedikit di dalam lambung atau dengan kata lain lebih cepat
dikosongkan menuju duodenum. Makanan yang mengandung protein lebih lambat, dan
pengosongan yang paling lambat terjadi setelah kita memakan makanan yang mengandung
lemak dalam jumlah besar.

Faktor Cara regulasi Efek pada motilitas dan


pengosongan lambung

Di dalam Lambung

Volume kimus Peregangan menimbulkan efek Peningkatan volume


langsung pada eksitabilitas otot merangsang motilitas dan
polos lambung, serta bekerja pengosongan
melalui oleksus intrinsik, saraf

25
vagus dan gastrin.

Derajat fluiditas (keenceran) Efek langsung; isi harus Peningkatan fluiditas


berbentuk cair sebelum mempercepat pengosongan.
dievakuasi.

Di dalam Duodenum

Adanya lemak, asam, Memulai refleks enterogastrik Faktor-faktor ini menghambat


hipertonisitas atau peregangan. atau memicu pelepasan motilitas dan pengosongan
enterogastron lambung lebih lanjut sampai
(kolesistokinin,sekretin) duodenum mengatasi faktor
yang ada.

Di luar sistem Pencernaan

Emosi Mengubah keseimbangan Merangsang atau menghambat


otonom motilitas dan pengosongan

Nyeri hebat Menigkatkan saraf simpatis Menghambat motilitas dan


pengsongan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN PENGOSONGAN


LAMBUNG

A. Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik


Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang peristaltik pada antrum lambung,
dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus
hampir tetap, tetapi tidak menutup dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan.
Tekanan sekitar 5 cm, air dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric
sphincter. Ini merupakan penutup yang sangat lemah, tetapi, walaupun demikian biasanya
cukup besar untuk mencegah aliran chyme ke duodenum kecuali bila terdapat gelombang
peristaltik antrum yang mendorongnya. Oleh karena itu, untuk tujuan praktisnya kecepatan
pengosongan lambung pada dasarnya ditentukan oleh derajat aktivitas gelombang peristaltik
antrum.
Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir pasti tiga kali per menit,
menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan ke antrum, kemudian ke pilorus
dan akhirnya ke duodenum. Ketika gelombang berjalan ke depan, pyloric sphincter dan
bagian proksimal duodenum dihambat, yang merupakan relaksasi reseptif. Pada setiap
gelombang peristaltik, beberapa millimeter chyme didorong masuk ke duodenum. Daya
pompa bagian antrum lambung ini kadang-kadang dinamakan pompa pilorus.

26
Derajat aktivitas pompa pilorus diatur oleh sinyal dari lambung sendiri dan juga oleh sinyal dari
duodenum. Sinyal dari lambung adalah :
1. Derajat peregangan lambung oleh makanan, dan 
2. Adanya hormon gastrin yang dikeluarkan dari antrum lambung akibat respon regangan.
Kedua sinyal tersebut mempunyai efek positif meningkatkan daya pompa pilorus dan karena
itu mempermudah pengosongan lambung. Sebaliknya, sinyal dari duodenum menekan
aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, bila volume chyme berlebihan atau chyme tertentu
berlebihan telah masuk duodenum. Sinyal umpan balik negatif yang kuat, baik syaraf
maupun hormonal dihantarkan ke lambung untuk menekan pompa pilorus. Jadi, mekanisme
ini memungkinkan chyme masuk ke duodenum hanya secepat ia dapat diproses oleh usus
halus.

B. Volume Makanan
Sangat mudah dilihat bagaimana volume makanan dalam lambung yang bertambah dapat
meningkatkan pengosongan dari lambung. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi karena alasan
yang diharapkan. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan penyebab peningkatan
pengosongan karena pada batas-batas volume normal, peningkatan volume tidak menambah
peningkatan tekanan dengan bermakna,. Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung
menimbulkan refleks mienterik lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang
meningkatkan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan
dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal
dalam lambung pada waktu tertentu.

C. Hormon Gastrin
Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung menimbulkan
dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum. Hormon ini mempunyai efek
yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang sangat asam oleh bagian fundus
lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai efek perangsangan yang kuat pada fungsi
motorik lambung. Yang paling penting, gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus
sedangkan pada saat yang sama melepaskan pilorus itu sendiri. Jadi, gastrin kuat
pengaruhnya dalam mempermudah pengosongan lambung. Gastrin mempunyai efek
konstriktor pada ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam
esofagus selama peningkatan aktivitas lambung.

D. Refleks Enterogastrik
Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap saat, khususnya
bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal ini mungkin memegang

27
peranan paling penting dalam menentukan derajat aktivitas pompa pilorus, oleh karena itu,
juga menentukan kecepatan pengosongan lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan
melalui serabut syaraf aferen dalam nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali
melalui serabut syaraf eferen ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan tetapi, sebagian
sinyal mungkin dihantarkan langsung melalui pleksus mienterikus.

Jenis-jenis faktor yang secara terus menerus ditemukan dalam duodenum dan kemudian
dapat menimbulkan refleks enterogastrik adalah :

1. Derajat peregangan lambung


2. Adanya iritasi pada mukosa duodenum
3. Derajat keasaman chyme duodenum
4. Derajat osmolaritas duodenum, dan
5. Adanya hasil-hasil pemecahan tertentu dalam chyme, khususnya hasil pemecahan
protein dan lemak.
Refleks enterogastrik khususnya peka terhadap adanya zat pengiritasi dan asam dalam
chyme duodenum. Misalnya, setiap saat dimana pH chyme dalam duodenum turun di bawah
kira-kira 3.5 sampai 4, refleks enterogastrik segera dibentuk, yang menghambat pompa
pilorus dan mengurangi atau menghambat pengeluaran lebih lanjut isi lambung yang asam
ke dalam duodenum sampai chyme duodenum dapat dinetralkan oleh sekret pankreas dan
sekret lainnya. Hasil pemecahan pencernaan protein juga akan menimbulkan refleks ini,
dengan memperlambat kecepatan pengosongan lambung, cukup waktu untuk pencernaan
protein pada usus halus bagian atas.

Cairan hipotonik atau hipertonik (khususnya hipertonik) juga akan menimbulkan refleks
enterogastrik. Efek ini mencegah pengaliran cairan nonisotonik terlalu cepat ke dalam usus
halus, karena dapat mencegah perubahan keseimbangan elektrolit yang cepat dari cairan
tubuh selama absorpsi isi usus.

MEKANISME SEKRESI ASAM DI LAMBUNG

Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas
lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon.
Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung
(gastral) dan usus (intestinal).

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa
akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut
vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding
lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan

28
membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel
parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena
stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat
bekerja.

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam
lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau alkohol, akan
menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3,
pembebasan gastrin akan dihambat.

Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan
penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan
dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian
atas.

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan
pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi HC1 dari
lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.

Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat
sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi
endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat
dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di
daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.

29
Rangsang bau dan Rangsang n. Vagus
rangsang kecap

Degranulasi mastosit Rangsang Ganglion


Rangsang Lokal
(makanan)

Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin
Pembebasan histamin

Pembebasan Gastrin

Stimulasi Sel Parietal

Pembebasan HCl

HORMON

● Gastrin
Gastrin diproduksi oleh sel yang disebut dengan sel G, di dinding lambung.Ketika makanan
memasuki lambung, sel G memicu pelepasan gastrin dalam darah. Dengan meningkatnya gastrin
dalam darah, maka lambung mengeluarkan asam lambung yang membantu memecah dan
mencerna makanan. Ketika asam lambung yang diproduksi telah cukup untuk memecah
makanan, kadar gastrin dalam darah akan kembali menurun. Jadi, pengaruh hormon ini dalam
adalah mengatur pencernaan sebagai perangsang sekresi terus-menerus getah lambung. Gastrin
juga dapat mempunyai pengaruh dan peran pada pancreas, hati, dan usus. Gastrin membantu
pancreas memproduksi enzim untuk pencernaan dan membantu hati menghasilkan empedu.
Gastrin juga membantu merangsang usus untuk membantu memindahkan makanan melalui
saluran pencernaan.

● Enterogastron (sekretin)
Sekretin distimulus untuk produksi bubur makanan (chime) asam dalam duodenum. Pengaruh
hormon ini dalam proses pencernaan yaitu merangsang pankreas untuk mengeluarkan
bikarbonat, yang menetralkan bubur makanan (chime) asam dalam duodenum.

30
● Cholecystokinin (CCK)
Cholecystokinin (CCK) diproduksi di dinding duodenum. Hormon ini disekresi oleh sel epitel
mukosa dari duodenum. Cholecystokinin juga diproduksi oleh neuron dalam sistem saraf enterik,
dan secara luas dan berlimpah didistribusikan di dalam otak.Distimulus untuk produksi asam
amino atau asam lemak dalam chime. Pengaruhnya untuk merangsang pancreas mengeluarkan
enzim pancreas ke dalam usus halus, merangsang kantung empedu untuk berkontraksi, yang
mengeluarkan empedu ke dalam usus halus.
● Ghrelin
Ghrelin disintesis sebagai preprohormone, lalu proteolytically diproses untuk menghasilkan
suatu peptida asam amino 28. Sebuah modifikasi menarik dan unik dikenakan pada hormon
selama sintesis dalam bentuk asam n-octanoic terikat ke salah satu asam amino tersebut,
modifikasi ini diperlukan untuk aktivitas biologis.
Sumber utama sirkulasi ghrelin adalah saluran pencernaan, terutama dari perut, tetapi juga dalam
jumlah yang lebih kecil dari usus. Hipotalamus di otak adalah sumber ghrelin yang signifikan.
Jumlah yang lebih kecil diproduksi di plasenta, ginjal, dan kelenjar hipofisis.
● Motilin
Motilin berpartisipasi dalam mengendalikan pola kontraksi otot polos pada saluran pencernaan
atas. Motilin disekresi ke sirkulasi selama keadaan berpuasa pada interval kira-kira 100 menit.
Kontrol sekresi motilin sebagian besar tidak diketahui, walaupun beberapa studi menunjukkan
bahwa pH basa dalam duodenum merangsang rilis.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dyspepsia


3.1 Definisi
Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah
kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah
abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut,
regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan
banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama
beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus.

3.2 Etiologi
Penyebab dispepsia :
a. Esofago-gastro-duodenal, tukak peptic, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan
b. Obat-obatan : antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotic

31
c. Hepato-Bilier : hepatitis, kolesistitis, kolelotiasis, keganasan, disfungsi sfingter odii
d. Pankreas : pankreatitis, keganasan
e. Penyakit sistemik lain : DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit
jantung koroner /iskemik
f. Gangguan fungsional : Dispepsia funsional, irritable bowel syndrome

3.3 Epidemiologi

1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas umur 45
tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter pylori pada
anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-75% pada
populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada orang dewasa
antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.3

2. Jenis Kelamin

Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insidennya
2 : 1.5 Penelitian yang dilakukan Tarigan di RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita
dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang
(59,1%).

2. Etnik
Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada
kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin frekuensi
infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi
hygiene dan sanitasi jelek. Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit dalam sub
bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001, diperoleh proporsi dispepsia
fungsional pada suku Batak 10 orang (45,5%), Karo 6 orang (27,3%), Jawa 4 orang (18,2%),
Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada kelompok dispepsia organik, suku
Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang (13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).15

3. Golongan Darah
Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan dengan
terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.

3.4 Klasifikasi

a. Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Dispepsia organic dikategorikan menjadi :

32
▪ Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia).
Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering
terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan
radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.
▪ Dispepsia bukan tukak.
Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis,
duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
▪ Refluks gastroesofageal.
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi
asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai
dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma dispepsia
refluks gastroesofageal.
▪ Penyakit saluran empedu.
Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai
dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.
▪ Karsinoma.
Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan
yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan dengan
makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.
▪ Pankreatitis.
Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang
dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada.
▪ Dispepsia pada sindroma malabsorbsi.
Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia,
sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare
profus yang berlendir.
▪ Dispepsia akibat obat-obatan.
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu
hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non
steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin,
eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan
sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
▪ Gangguan metabolisme.
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang
lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi
mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi
menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa
nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), Dispepsia
yang tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional dibagi atas 3 sub grup yaitu:
▪ Dispepsia mirip ulkus {ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu
hati;

33
▪ Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) bila gejala dominan adalah
kembung, mual, cepat kenyang
▪ Dyspepsia non-spesific

3.5 Patofisiologi

A. Hipersekresi asam lambung


Adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa
tidak enak di perut
B. Helicobacter pylori
Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi Helicobacter pylori pada dispepsia
fungsional dengan helicobacter pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif
baku.
C. Dismotilitas gastrointestinal
Pada dispepsia terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas
antrum

D. Hormonal
Dalam beberapa percobaan, progesteron,estradiol, prolaktin mempengaruhi kontraktilitas
otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.
E. Ambang Rangsang Persepsi

34
Hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon dig aster – duodenum
F. Disfungsi Autonom
Disfungsi persyarafan vagal berperan dalamhipersensitivitas GIT dan berperan dalam
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan sehingga
menimbulkan gangguan akomodasi lambung
G. Aktivitas Mioelektrik lambung
Adanya disritmia pada pemeriksaan elektrogastrografi baerupa tachygastria, bradygastria
tapi hal ini bersifat inkomsistem
H. Diet & Faktor Lingkungan
Adanya intoleransi makanan
I. Psikologis
Adanya penurunan kontraktilitas lambung, tetapi korelasi antara faktor psikologis masih
kontovesial

3.6 Manifestasi Klinis


1. nyeri perut (abdominal discomfort)
2. rasa pedih di ulu hati
3. mual, kadang-kadang sampai muntah
4. nafsu makan berkurang
5. rasa cepat kenyang
6. perut kembung
7. rasa panas di dada dan perut
8. regurgitasi
9. banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)

3.7 Cara Diagnosa dan Diagnosis Banding


Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum diinvestigasi terutama
hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.
Pasien dispepsia dengan alarm symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut
Wibawa (2006), yang termasuk keluhan alarm adalah:

1. Disfagia,
2. Penurunan Berat Badan (weight loss),
3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia, anemia
defisiensi besi,atau fecal occult blood),
4. Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh).
5. Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk
menyingkirkan penyakit tukak peptic dengan komplikasinya, GERD
(gastroesophageal reflux disease), atau keganasan.

35
Pemeriksaan penunjang harus bisa menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker gaster,
sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang
rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi.

a. Tes Darah

Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes
serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum
menyingkirkan keganasan saluran pencernaan.

b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)

Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan ulkus
peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO) (Davey,Patrick, 2006).

Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa organic pada
pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada
penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada
pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda
alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat
mungkin terdapat penyakit struktural.

Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan komplikasi
serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai
investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat
mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan
endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa
gaster.

c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan

d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju
endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika
terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan barium pada saluran cerna bagian atas.

Pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai
adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau
penggunaan pellet radioopaq untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori,
dan sebagainya.

36
a. Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah,
urine, dan tinja secara rutin. Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti
ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang
diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.
b. Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran
cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna
bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan
tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak
antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit
barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan
terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media.
Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.
c. Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini
makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada
kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada
sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan
di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.
d. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu
menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di
oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa,
lesi, tumor (jinak atau ganas).
e. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat
badan ataumengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
- Invasive Test :

o Rapid Urea Test : Tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea


katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat,membuat suasana menjadi
basa,yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung
diletakkan pada tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea
dan pH indikator, jika terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah
menjadi ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan warna.
o Histologi: Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak min.4 sampel untuk 2 kuadran,
bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar,pinggir dan sekitar
tukak (min. 6 sampel).
o Kultur : Untuk kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin

37
-Non Invasive Test :

o Urea Breath Test : mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan keberadaan urea yang
dihasilkan H.pylori, labeled karbondiokasida diproduksi di dalam perut dan diarbsobsi
dalam pembuluh darah, menyebar dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan lewat
pernapasan.
o Stool Antigen test : tes ini juga mengidentifikasikan adanya infeksi H.pylori melalui
mendeteksi keadaan antigen H.pylori dalam feces.

DIAGNOSIS BANDING

1. Dispepsia non ulcer atau dispepsia idiopatik adalah dispepsia kronis atau berulang
berlangsung lebih dari 1 bulan dan sedikitnya selama 25 % dalam kurun waktu tersebut gejala
dispepsia muncul,tidak ditemukan penyakit organik yang bisa menerangkan gejala tersebut
secara klinis,biokimia,endoskopi (tidak ada ulkus,tidak ada oesofagitis dan tidak ada keganasan)
atau radiografi

2. Gastritis, merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,kronik,difus
atau loka,.Gejala-gejalanya tidak khas dapat berupa nyeri dan panas pada uluhati diserta mual
dan muntah.Diagnosa ditegakkan dengan endoskopi.Didapatkan mukosa memerah,edematosa
ditutpi oleh mukus yang melekat.

3. Penyakit jantung iskemik, sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut
kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering
memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita angina
mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.

4. Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan
sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita
SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.

5. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), dapat menjadi salah satu diagnosis banding.
Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas epigastrum/ulu
hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS)
yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air
besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung. Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia
fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS.

38
3.8 Tatalaksana
a. Antasid Sistemik
Natrium bikarbonat

Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon
dioksida yang terbentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat
terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik, obat ini dapat
menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai
antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan
pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu
gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram.
Pemberian dosis besar NaHCO3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak
peptik dapat menimbulkan sindrom alkali susu (milk alkali syndrom)

b. Antasid Non-sistemik
Aluminium hidroksida-- Al(OH)3
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang.
Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya.
Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat membentuk
aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat melalui urin
berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein
sehingga bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi
makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah.
Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben.

Efek samping: Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan
memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat
terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Al(OH) 3 dapat
mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH) 3 lebih sering
menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.

Indikasi :Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan
sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang
mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet
Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam.
Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.

39
Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya
kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama. Kalsium karbonat dapar menyebabkan
konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid
rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja
langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan
HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan
mengurangi efek netralisasi obat ini.

Efek samping : hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama


terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali
syndrom).Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram
kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.

Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2


Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak
larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium
hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan
natrium bikarbonat sama efektif dalam hal menetralkan HCl.Ion magnesium dalam usus akan
cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang
fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid
sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang alkalosis.

Efek samping :Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat
efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus
dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan
neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular.

Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambung
sebagai berikut:

Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup
tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan dieksresi
dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya
mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium
trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk
menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.

40
Efek samping :Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan
terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya
yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang khas, kurang beralasan
mengunakan obat ini sebagai antasid.

Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram.
Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20%
MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq
asam.

c. Obat Penghambat Sekresi Lambung


Penghambat pompa proton

Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dari
AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat
ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol, dan
pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau
benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah
campuran resemik isomer omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari
R-omeprazol.

Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana


asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan
berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ
membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+,
K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal.
Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung
berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton tersebut.

Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik
untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami
aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung
mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan.
Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab
itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.

Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom
Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada
dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence,
dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit.

41
Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1
kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg,
serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.

d. Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid dan metiamid
merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak
digunakan di klinik. Antagonis reseptor H2 yang ada saat ini adalah simetidin, ranitidin,
famotidin, dan nizatidin.

Farmakodinamik : Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan


reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada
pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.

Farmakokinetik : Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV
atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90.
Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar
50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin
juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam
1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya
15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral
diekskresi dalam urin

Indikasi :Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama efektif
dengan pengobatan itensif dengan antasid  untuk penyembuhan awal tukak lambung dan
duodenum. Juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-
Ellison.Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin
atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan pruritus.
Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.

e. Prokinetik
Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai untuk
mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit
oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek sampingnya cukup banyak,
terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang
perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai
tidak digunakan lagi.

42
Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-
dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun perifer. Khasiat
metoklopramid antara lain:

- meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik,


- merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
- merupakan reseptor antagonis dopamin
Efek samping : yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi,
dan efek samping ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid.
Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang.

Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan antagonis
dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah otak, maka tidak mempengaruhi reseptor
dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang rendah daripada metoklopramid.

Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah sehingga
mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan koordinasi
antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu, yaitu dengan jalan
meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan
lambung akan lebih cepat.

Indikasi :Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa pengosongan
yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula
bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah, bahkan efektif sebagai
pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.

Efek samping :lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare,
pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan meningkatkan sekresi
prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta galaktore dan amenore pada
wanita.

Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang mempunyai
khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas.

Efek samping: yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang
sifatnya sementar.

43
f. Sitoprotektive agent
Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah ke seluruh
lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan yang melindungi
jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol dan sukralfat.

Misoprostol (Cytotec)

Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk menurunkan kejadian
tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID yang berisiko tinggi.

Sukralfat (Carafate)

Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk zat perekat
kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam lambung, dan garam empedu. Hal ini
digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul.

g. Antibiotik H pylori
PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin, dan clarithromycin
selama 7-14 hari. Sebuah durasi yang lebih lama tampaknya menjadi lebih efektif dan saat ini
perawatan yang dianjurkan.Amoksisilin harus diganti dengan metronidazol dalam penisilin-
alergi pasien saja, karena tingginya tingkat resistensi metronidazol. Pada pasien dengan ulkus
rumit disebabkan oleh H pylori, pengobatan dengan PPI di luar kursus 14-hari antibiotik dan
sampai konfirmasi pemberantasan H pylori dianjurkan.

PEMBEDAHAN

a. Vagotomi
- Pemotongan n.vagus 🡪 menghilangkan fase sefalik
- Vagotomi trunkus konvensional: mengurangi sekresi lambung dan motilitas serta
pengosongan
- Vagotomi selektif : n.vagus cabang lambung saja yang dipotong
- Vagotomi superselektif: potong yang mempersarafi daerah penyekresi asam di lambung
- Vagotomi trunkal posterior dan seromiotomi : dengan laparoskpi,denervasi seluruh
kurvatura minor dan kurangi sekresi asam
b. Antrektomi
- Pembuangan seluru antrum lambung
- Mengilangakan fase hormonal dan fase gastrik

44
c. Gastrektomi parsial
- Pembuangan 50-75% distal lambung
- Menyebabkan pembuang mukosa penyekresi asam dan pepsin
- Setelah itu dilakukan anastomosis lambung dengan duodenum
(gastroduodenostomi/billrothI) atau dengan jejunum (gastrojejunostomi/bilroth II)

3.9 Komplikasi
- Perdarahan
Insiden terjadi 15-25%, meningkat pada usia lanjut akibat adanya penyakit degeneratif dan
meningkatnya pemakaian OAINS.

- Perforasi (rasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut)
Insiden 6-7%, 2-3% mengalami perforasi terbuka ke peritoneum, 105 tanpa keluhan dan 10%
perdarahn tukak dengan mortalitas meningkat. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri hati,
dapat menimbulkan fitsula gastrokolik. Penetrasi adalah bentuk perforasi yang tidak terbuka/
tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh omentum/organ sekitar.

- Stenosis pilori/gastric outlet obstruction


Obstruksi dapat bersifat temprorer dan permanen. Obstruksi temprorer akibat peradangan daerah
peri pilorik timbul udem,spasme. Obstruksi permanen akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga
mekanisme grak antroduodenal terganggu.

3.10 Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:


1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang
belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi
kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai:
a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan
menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia.
b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan
penyediaan air bersih.

45
c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan
harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga
diperhatikan porsi pemberiannya
d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi
serta merokok.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early
Diagnosis and Prompt Treatment).
a. Diagnosis Dini (Early Diagnosis)
Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi
anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang
diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang,
pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah
telah berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40
tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan
pemeriksaan
b. Pengobatan Segera (Prompt Treatment)
Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan untuk
pengobatan penderita dispepsia adalah antasida, antikolinergik, sitoprotektif dan lain-
lain.
3. Pencegahan Tertier
Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan mental
akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.
Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit agar
tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat.

3.11 Prognosis
Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan memberikan prognosa
yang bagus.Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi untuk infeksi H.Pylori, menghindari

46
OAINS dan meminum obat antisekretorus pada lambung.Prognosis menjadi buruk jika sudah
terdapat komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Eroschenko, p victor. 2010. Atlas Histologi Difiore, Ed. 11. Jakarta : EGC.
Guyton, AC. 2008. Fisologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC.
http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
Paulsen F and Waschke J, 2012. Atlas anatomi manusia, Ed. 23. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta : EGC.

Ganong, WF. 2008. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 22. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran
EGC

Sofwan, Achmad.2015.Anatomi Systema Urogenitale.Jakarta: Bagian Anatomi Universitas


Yarsi
Sudoyo AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi II, Jilid I. FKUI : Jakarta.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Dorland WAN. 2000. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2014. Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. Jakarta

47

Anda mungkin juga menyukai