Anda di halaman 1dari 12

REFARAT

ROSASEA

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan


mengikuti kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian
ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM.
Djoelham Binjai

Disusun oleh :
William Bordus Dickison Victor Prayogi
102119005

Pembimbing :
dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV, MKM

DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
RSUD DR R.M DJOELHAM BINJAI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Rosasea” tepat pada waktunya. Penulisan tugas ini merupakan salah satu
prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Batam.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari
awal hingga akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Hervina,
Sp.KK, FINSDV, MKM berupa bimbingan yang sangat membantu penulis
dalam menyelesaikan referat.
Saya menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran
dan kritik yang membangun, sangat kami harapkan demi perbaikan tugas
serupa di waktu berikutnya. Semoga referat ini juga dapat memberi manfaat
bagi pihak yang berkepentingan.

Binjai, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ................................................................................................... 2

2.2 Etiologi .................................................................................................... 2

2.3 Epidemiologi ........................................................................................... 3

2.4 Faktor resiko ........................................................................................... 3

2.5.Diagnosa.................................................................................................. 3

2.6 Patogenesis .............................................................................................. 4

2.7 Patofisiologi ............................................................................................ 4

2.8 Diagnosa Banding ..................................................................................5

2.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 5

2.10. Komplikasi ........................................................................................ 6

2.11 Prognosis ............................................................................................... 6

2.22 Profesionalisme.......................................................................................7

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan..............................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada kulit,
berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar pilosebaseus di wajah
dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak lebih cembung, terutama pada
bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit ini ditandai juga dengan adanya
eritema yang berkepanjangan dan telangiektasi disertai dengan papul atau pustul.
Selain itu, pada periode tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar
yang terjadi hanya dalam beberapa menit (flushing).
Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di mana tidak
semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru ini untuk menentukan
kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu atau lebih dari tanda-tanda
berikut dengan distribusi pada bagian sentral wajah dipikirkan sebagai rosasea yaitu
flushing (kulit kemerahan dan terasa panas terbakar), eritema non transient, papul,
pustul, dan telangiektasis.
Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular, terutama flushing
merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang diikuti dengan progresifitas
ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya limfedema kronik, penebalan kulit,
dan rinofima merupakan suatu komplikasi lanjut. Walaupun demikian, banyak kasus
yang tidak menunjukkan pola yang jelas tentang hal tersebut.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

1. DEFINISI
Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada kulit,
berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar pilosebaseus di wajah
dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak lebih cembung, terutama pada
bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit ini ditandai juga dengan adanya
eritema yang berkepanjangan dan telangiektasi disertai dengan papul atau pustul.
Selain itu, pada periode tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas
terbakar yang terjadi hanya dalam beberapa menit (flushing).
National Rosacea Society (NRS) Expert Committee pada tahun 2002 telah
membagi rosasea menjadi empat sub-tipe, yakni:
A. eritematotelangiektasis (sub-tipe 1),
B. papulopustular (sub-tipe 2),
C. phymatosa (sub-tipe 3), dan
D. okuler (sub-tipe 4)
dengan tingkat keparahan dari setiap derajat sub-tipe sebagai derajat 1
(ringan), derajat 2 (sedang), atau derajat 3 (berat). Terdapat beberapa varian
rosasea, yakni granulomatosa, periorifisial dermatitis dan pioderma fasialis.

2. ETIOLOGI
Etiologi dari rosasea tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang terlibat dalam
terjadinya rosasea yakni pembuluh darah, paparan iklim/musim, makanan dan
obat-obatan, mikroorganisme, imunologi, reactive oxygen species (ROS),
peningkatan angiogenesis.

2
3. EPIDEMIOLOGI
Rosasea menyerang hampir 3% diantara populasi dunia. Rosasea lebih sering
terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid).2Namun, tidak menutup
kemungkinan orang Afrika dan orang Asia juga dapat menderita rosasea. 2 Puncak
insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan keempat, pada usia
30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50 tahun. Walaupun demikian,
anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia lanjut dapat menderita rosasea.
Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi pada
perempuan dibanding laki-laki.
4. FAKTOR RESIKO
Rosasea lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid). Dan ada
hubungannya dengan sinar ultraviolet.
5. DIAGNOSA
A. Pemeriksaan Dermatologi
Lokalisasi : Predileksi rosasea mengenai disentral wajah, yaitu: hidung,
pipi, dagu, kening dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher, pergelangan
tangan dan kaki. lesi simetris5
Efloresensi : Gejala utama adalah eritema, papula, Pustula serta
telangiektasis (gejala khas rosasea) numular sampai plakat3

Gambar Acne Rosasea

3
B. Pemeriksaan Penunjang
a) Histopatologi
Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi.
Biasanya terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas,
ditandai dengan adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering terjadi
elastosis yang berat. Fase inflamasi ditandai adanya sel limfosit, histiosit,
polimorfonuklear, sel plasma, dan benda asing tipe giant cell. Demodex
folliculorum seringkali ditemukan pada folikel rambut daerah yang
mengalami gangguan.
6. PATOGENESIS
Ada beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis terjadinya rosasea
yakni pembuluh darah, paparan iklim/musim, makanan dan obat-obatan,
mikroorganisme, imunologi, reactive oxygen species (ROS), peningkatan
angiogenesis, dan lainnya.

7. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi rosasea yaitu ultra violet menyebabkan edema di dermis,
infiltrasi perivaskular lymphocytic, dan pembuluh limfe yang melebar baik di
dermis maupun di bagian atas subkutis (yang ditandai dengan antibodi LYVE-
1selektif) menunjukkan bukti kuat bahwa rosasea berawal sebagai actinic
lymphatic vasculopathy. UV pada kulit manusia mengakibatkan angiogenesis
dermal yang kuat bersamaan dengan up-regulationdari VEGF dan down-
regulation dari endogenousangiogenesis inhibitor thrombospondin-1 (TS-1).
Walaupun tidak dimunculkan oleh endotel, VEGF tetap terdapat pada sel-sel
epitel dan masuk ke sel-sel kulit yang terkait dengan rosasea. Munculnya
VEGF receptor(VEGFR) tampak pada vaskular endotel maupun sel-sel
mononuklear yang terinflitrasi.

4
8. DIAGNOSA BANDING

A. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan rosasea, tetapi
yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik terdapat skuama
berminyak dan agak gatal dengan tempat predileksi retroaurikular, alis
mata, dan sulkus nasolabialis.

Gambar Dermatitis Seboroik

B. Lupus Eritematosus Sistemik


Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun klinis
terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas tegas dan
berbentuk kupu-kupu.

Gambar Lupus Eritematosus Sistemik

9. PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakologi
Sunblock  untuk menahan sinar UVA dan UVB
B. Farmakologi

5
Metronidazole adalah derivate synthetic antibacteri dan antiprotozoa.
Dari peneitian klinis, metronidazole 0,75% gel tropikal atau krim 1% dapat
0menyembuhkan lesi hingga 68% – 91%. Bentuk gel adalah yang paling
efektif untuk papul dan pustul rosasea.
Rosasea sangat berespon baik terhadap antibiotik oral. tetrasiklin yang
paling efektif. Tetrasiklin dan doksisiklin biasanya efektif dalam mengontrol
10
papul dan pustul dari rosasea dan mengurangi eritem. Dapat dimulai
dengan dosis 250 mg – 500mg/hari.

10. EDUDKASI DAN KOMUNIKASI


Menjaga kebersihan kulit. Pakailah tabir surya yang lembut, saat pergi dan
beraktivitas karena Matahari dapat memperburuk kondisi klinis. Menjaga
kelembaban kulit. Tinggal di lingkungan yang ber-AC pada cuaca yang panas,
maka semprotkan wajah dengan air dingin. Minum air putih minimal satu hari 8
gelas. Gunakan pelembab yang alami sesuai dengan jenis kulit. Jangan
mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu panas Evaluasi program
diet.
11. Komplikasi
A. Rinofima
Rinofima adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan pembesaran
hidung yang tidak teratur, merah dan terbentuknya seperti bola lampu akibat
peradangan yang tidak ditangani dengan baik ataupun peradangan kronik
pada kulit hidung.2 Rinofima berhubungan dengan kelenjar sebasea yang
terletak dibawah permukaan kulit hidung.

B. Inflamasi (peradangan okular)


C. Jaringan parut dapat terbentuk pada kasus yang parah

12. PROGNOSIS

6
Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui episode
akut. Namun ada pula yang remisi secara spontan

13. PROFESIONALISME
Jika keluhan masih berlanjut langsung di konsultasikan kepada dokter
spesialis kulit dan kelamin

7
BAB III
KESIMPULAN
Rosasea adalah suatu kondisi peradangan kronik pada kulit wajah yang
mempengaruhi pembuluh darah dan unit pilosebasea yang ditandai dengan
kemerahan pada kulit dan telangiektasis disertai episode peradangan yang
memunculkan erupsi papul, eritema, kekasaran kulit, papulopustular inflamasi
menyerupai jerawat dan edema. Diagnosis banding rosasea adalah dermatitis
seboroik dan SLE. Pengobatan yang diberikan berupa topikal dan sistemik.untuk
mencegah terjadinya rosasea dianjurkan untuk menjaga kebersihan kulit,
memakai tabir surya, menjaga kelembaban kulit, jangan mengkonsumsi makanan
atau minuman terlalu panas, dan evaluasi program diet.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh rosasea antara lain rinofima, inflamasi
okular, dan rosasea limfadema. Umumnya persisten, berangsur bertambah berat
melalui episode akut. Namun ada pula yang remisi secara spontan.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Disorders of Sebaceous and Apocrine Glands.


In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2017.
2. Wasitaatmajaya SM. Rosasea. Akne, Erupsi, Akneiformis, Rosasea, Rinofima.
In: Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6 th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. p. 261-3.
3. Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th ed.
New York: McGraw-Hill Companies; 2018. p. 782-92.
4. Jarmuda S, O’Reilly N, Zaba R, et al. The Potential Role of Demodex
folliculorum Mites and Bacteria in the Introduction of Rosacea. Poland: Journal
of Medical Microbiology Papers in Press. Published August 29, 2012.
5. Cowell FC. Rosacea. England: The New England Journal of Medicine; 2016.
6. Gawkrodger DJ. Dermatology: An Illustrated Colour Text. Sebaceous and
Sweat Glands – Acne, Rosacea and Other Disorders. 3 rd ed. UK: Churcill
Livingstone; 2015. p.61.
7. Afriyanti RN.2015. Akne Vulgaris Pada Remaja. J Majority Volume 4 Nomor
6. Lampung.
8. Wasitaatmajaya SM, Arimuko Abraham.2013. Pedoman Tata Laksana Akne di
Indonesia. Jakarta: Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia
Perhimpunan Dokter SpesialisKulit dan kelamin Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai