DERMATITIS
Disusun oleh:
Jhuvan Zulian Fernando, S.Ked
71 2018 004
Pembimbing Klinik:
dr. Lucille Annisa Suardin A, Sp. KK
REFERAT
Judul :
Dermatitis
Oleh:
Jhuvan Zulian Fernando, S.Ked
71 2018 004
Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin,
RSUD Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Dermatitis” sebagai
syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
RSUD Palembang BARI. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,
nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. Lucille Annisa Suardin A, Sp. KK selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan masukan,
arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1 Tanda polimorfik tidak selalu
muncul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis
cenderung residif dan dapat menjadi kronik.1 Sinonim dermatitis adalah ekzem.1
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari,
panas), mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam
(endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya
yang pasti.1 Banyak pula dermatitis yang belum diketahui dengan pasti
patogenesisnya, terutama yang banyak penyebab faktor endogen.1
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula difuse.
Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.1
1. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,
erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).
2. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering
menjadi krusta.
3. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul,
dan likenifikasi, mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi akibat
garukan.
Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit
dermatitis muncul dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan efloresensi
tidak harus polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja. Keluhan
penyakit dermatitis merupakan hal yang sering terjadi, karena penyakit ini dapat
enyerang pada orang dengan rentang usia yang bervariasi, mulai dari bayi hingga
dewasa serta tidak terkait dengan faktor jenis kelamin.1 Hingga kini belum ada
1
2
2.1.2 Epidemiologi
Insidens dan prevalens DA yang pasti sulit diketahui karena
banyak kasus ringan yang tidak diketahui. Atopik sering ditemukan
pada populasi umum dengan prevalensi 22,5% (tahun 1992) dan
mungkin sekarang lebih besar lagi. Prevalensi di Denmark dan Amerika
Serikat saat ini sekitar 20%. Insidensi DA di China, Tanzania, Inggris,
Nigeria, dan Hongkong mencaai 2.9%, 0.7%, dan 20% secara berurut.4
Data mengenai penderita DA pada anak di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Sebanyak 90% onset DA terjadi pada usia kurang
dari 5 tahun lebih dari separuh pasien DA mulai setelah usia 2 bulan.4
3
4
2.1.3 Etiopatogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain daerah
yang panas atau tropis, suhu/iklim/musim yang panas dan lembab,
kebersihan yang kurang baik, lingkungan yang banyak mengandung
sensitizer, iritan serta mengganggu emosi lebih mudah untuk
menimbulkan penyakit.6 Faktor pemicu lainnya berupa aeroalergen
spesifik terutama tungau, debu, serbuk sari, bulu, jamur dan kecoa. Hal
ini telah terbukti dapat menyebabkan eksaserbasi DA, agen mikrobial
yaitu eksotoksin dari S. aureus dapat berperan sebagai superantigen dan
stimulasi aktivasi sel T dan makrofag, makanan seperti susu, telur,
kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum, bahan iritan atau alergen
yaitu wool, desinfektan, nikel, balsam dan sebagainya.3
Patogenesis DA belum sepenuhnya dipahami tetapi diduga
merupakan interaksi faktor genetik, disfungsi imun, disfungi sawar
5
87
7
kulit biasanya simetris. Lesi biasanya dimulai dari bagian wajah dan
menyebar ke sentral tubuh lalu ke perifer. DA juga mengenai bagian
lipat tubuh terutama pada kelopak mata, leher, siku, pergelangan
tangan, pergelangan kaki, lipat bokong, dan lutut.1 Pada DA lesi banyak
terdapat di lengan dan tungkai.4
Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup dikarenakan
kadar lipid di epidermis yang berkurang dan hilangnya air lewat
epidermis meningkat. Jari tangan penderita DA sering kali teraba
dingin. Penderita DA cenderung sering merasa cemas, egois, frustasi,
agresif, atau merasa tertekan. Gejala utama DA ialah gatal, dapat hilang
timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari.
Gatal tidak disertai rasa nyeri dan pedih. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa
papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.1
DA dapat terbagi menjadi tiga fase, yaitu: DA infantil (terjadi
pada usia 2 bulan sampai 2 tahun), DA anak (2 sampai 10 tahun), dan
DA pada remaja dan dewasa.4 Adapun gambaran klinik DA terkait usia,
yaitu.1,4
1. DA Infantil (Usia 2 bulan sampai 2 tahun)
Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-
vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan
akhirnya berbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain
yaitu ke scalp, leher, pergelamgan tangan, lengan dan tungkai.
Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Rasa gatal
yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah
tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil
banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi
sekunder. Lesi dapat meluas generalisata.lambat laun lesi menjadi
kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak
likenifikasi. Pada sebagian penderita sembuh setelah usia 2 tahun.
2. DA Pada Anak (Usia 2 sampai 10 tahun)
8
2.1.5 Diagnosis
Tidak ada uji diagnostik spesifik untuk DA, diagnosis hanya
ditegakkan berdasarkan kriteria spesifik dari anamnesis pasien dan
manifestasi klinis. Gatal yang lebih hebat di malam hari, garukan
berulang, lesi eksematosa, kronik dan kambuhan adalah ciri khas DA.6
Diagnosis DA didasarkan pada kriteria yang disusun oleh Hanifin
dan Rajka. Diagnosis DA harus mempunyai tiga kriteria mayor dan
kriteria minor.4 Kriteria diagnosis Hanifin-Rajka dapat dilihat pada
tabel 2.1, yaitu.2
Pityriasis alba
Early age of onset
Recurrent conjunctivity
Dennie morgan infraorbital fold
Keratoconus
Cataract
Orbital darkening
Facial pallor/facial erythema
Anterior neck fold
Itch when sweating
Intolerance to wool and lipid solvent
Perifollicular accentuation
Food intolerance
Course influenced by environmental and
emotional factor
White dermographism or delayed blanch
Pruritus
Keluhan gatal pada dermatitis atopik sangat berat dan merupakan
tanda penting (hallmark). Gatal bertambah saat malam hari,
berkeringat, dan jika memakai baju wool. Gosokan, garukan, dan
cubitan dapat menimbulkan likenifikasi jika berulang dan sering.4
Xerosis
Xerosis (kulit kering), bersisik dapat ditemukan pada 80-89%
penderita DA. Gangguan fungsi sawar kulit akibat menurunnya air
dalam stratum korneum mempermudah masuknya iiritan ke dalam kulit
sehingga akan menimbulkan rasa gatal. 4
Keratosis pilaris
Keratinisasi yang berlebihan menimbulkan terjadinya horny
plaque dalam orifisium folikel rambut, mula-mula terlihat di bagian
11
lateral lengan atas, paha, dan pipi pada anak. Tampak eritem sekeliling
folikel rambut yang terlibat. Eritem pada bagian pipi dapat
bergabung/konfluens.4
2. Miliaria rubra
Miliaria rubra merupakan dermatitis yang timbul akibat
tersumbatnya saluran kelenjar keringat. Penyakit ini mengenai
semua umur, namun paling sering pada anak. Frekuensi yang
sama terjadi pada pria dan wanita. Lingkungan yang panas dan
lembab mempengaruhi penyakit ini dan akan bertambah berat
pada musim/cuaca panas.6
Penderita umumnya mengeluhkan rasa gatal dan perih
terutama pada bagian tengah tubuh karena tertutupi oleh pakaian.
Lesi berupa makula eritematosa dengan papul atau vesikel
diatasnya berukuran miliar atau lebih kecil (1-2 mm).3,6
Lokasi lesi pada badan dan bagian tubuh lain seperti wajah,
leher, kulit kepala. Lokasi paling banyak adalah badan depan dan
punggung.6
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit DA antara lain,
yaitu.2,4,7
1. Hiperpigmentasi
DA memiliki keluhan berupa rasa gatal yang hebat
sehingga sering terjadi siklus lingkaran setan “siklus gatal garuk”.
Hal ini memiliki konsekuensi berupa abnormalitas pigmen
setelah inflamasi berupa hipo/hiperpigmentasi
2. Infeksi sekunder oleh bakteri dan virus
14
2.1.9 Tatalaksana
Tatalaksana DA meliputi non medikamentosa dan
medikamentosa. Secara konvensional pengobatan DA memiliki prinsip
sebagai berikut. (1) menghindari bahan iritan, (2) mengeliminasi
alergen yang telah terbukti, (3) pemberian pelembab kulit
(moisturizing) penderita, (4) kortikosteroid topikal, (5) pemberian
antihistamin, (6) pemberian antibiotik jika terjadi infeksi sekunder (7).
mengurangi stress dan (8). memberikan edukasi berupa upaya
penghindaran terhadap bahan alergen, terapi ini bersifat individual
berdasarkan riwayat pasien dan dapat mempertimbangkan hasil uji IgE
spesifik. Selain itu, harus dijelaskan pula bahwa pengobatan tidak
bersifat kuratif (menghilangkan penyakit) tetapi hanya mengurangi
gejala dan mencegah kekambuhan. Upaya untuk mengurangi keluhan
tersebut, antara lain.1,3,8,9
1. Menghindari bahan iritan seperti sabun, detergen, bahan kimiawi,
rokok, pakaian kasar, suhu yang ekstrem dan lembab harus
dihindari karena penderita DA mempunyai nilai ambang rendah
dalam merespon berbagai iritan. Penggunaan sabun mandi harus
yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan memiliki pH
netral, hindari pemakaian sabun antibakterial karena berisiko
menginduksi resistensi. Pemakaian krim tabir surya perlu untuk
mencegah paparan sinar matahari yang berlebihan
2. Menghindari alergen yang telah terbukti sebagai pemicu
kekambuhan, seperti makanan, debu rumah, bulu binatang,
serbuk sari tanaman dan sebagainya.
3. Hidrasi kulit penderita atopik dengan memberikan pelembab baik
berbentuk cairan, krim atau salep. Pemakaian pelembab dapat
memperbaiki fungsi barier stratum korneum dan mengurangi
kebutuhan steroid topikal. Pemberian natural moisturizing factor
seperti krim hidrofilik urea 10% dalam euserin hidrosa.
Pemakaian pelembab dilakukan secara teratur 2x sehari dioleskan
segera setelah mandi walaupun sedang tidak dalam gejala DA.
16
2.1.10 Prognosis
DA akan membaik apabila tatalaksana yang diberikan tepat dan
baik, namun penderita dan keluarga juga harus memahami bahwa
penyakit ini tidak dapat sembuh sama sekali melainkan mengurangi
kekambuhan. Prognosis buruk jika riwayat keluarga memiliki penyakit
serupa, onset lebih awal dan luas, jenis kelamin perempuan, dan
bersamaan dengan rinitis alergika dan asma.7
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : malam
Quo ad cosmetica : bonam
berbentuk mata uang (coin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan
efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah
(oozing). 1
Dermatitis numularis juga dikenal dengan nama ekzem numular; ekzem
discoid; neurodermatitis numular. Istilah ekzem numular diperkenalkan oleh
Devergie pada tahun 1857.ˡ
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi penyakit dermatitis numularis di dunia adalah 2
kasus per 1000 penduduk. Prevalensi yang sama didapatkan di negara
Amerika Serikat. Dermatitis numularis lebih terjadi sering pada pria
daripada wanita. Usia puncak awitan terbagi menjadi dua distribusi
usia, paling banyak terjadi pada dekade ke enam dan ke tujuh dan
banyak terjadi pada pria. Kebanyakan pada wanita dengan angka
kejadian lebih kecil, terjadi pada dengan dekade kedua dan ketiga dan
sering berhubungan dengan dermatitis atopi.10 Dermatitis numularis
sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Bila ada timbulnya jarang
pada usia sebelum satu tahun, umumnya kejadian meningkat seiring
dengan meningkatnya usia.1
2.2.3 Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor secara sendiri atau
bersama-sama telah dikemukakan sebagai agen penyebab :
1. Truma lokal, baik fisik maupun kimia
Patogenesisnya belum diketahui secara pasti. Dermatitis
Numularis yang disebabkan trauma lokal terutama terjadi pada tangan,
misalnya gigitan serangga atau terkena bahan kimia yang menyebabkan
iritasi.1
2. Xerosis atau kekeringan kulit
Insiden Dermatitis Numularis meningkat pada musim kering
dengan kelembaban rendah. Lingkungan dengan kelembaban rendah
menyebabkan peningkatan hilangnya kandungan air dalam kulit,
20
2.2.4 Patogenesis
Dermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada
epidermis dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari
penyakit ini, tetapi sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering.
Adanya fissura pada permukaan kulit yang kering dan gatal dapat
menyebabkan masuknya alergen dan mempengaruhi terjadinya
peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan dermatitis
numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua terutama
yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi. Barrier pada
kulit yang lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan untuk
terjadinya dermatitis kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung
metal. Karena pada dermatitis numular terdapat sensasi gatal, telah
dilakukan penelitian mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini
21
dan ditemukan adanya peningkatan jumlah mast cell pada area lesi
dibandingkan area yang tidak mengalami lesi pada pasien yang
menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga mengidentifikasi
adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis
numular dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast
cell dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida
pada epidermis dan dermis dari pasien dengan dermatitis numular.
Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan
mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi
dengan neural C-fibers dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga
mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf,
meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis
numular. Substansi P dan kalsitonin terikat rantai peptide meningkat
pada daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis
numular. Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain
sehingga memicu timbulnya inflamasi.10
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada
dermis dari pasien dermatitis numular menurunkan aktivitas enzim
chymase, mengakibatkan menurunnya kemampuan menguraikan
neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan
menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses inflamasi.10
atas dan bawah serta beberapa papul dan vesikel kecil di bagian
tepinya di atas dasar eritematus pada telapak tangan dan telapak
kaki. Gatal minimal yang berbeda sekali dengan bentuk
dermatitis numular lainnya. Menetap bertahun-tahun dengan
fluktuasi atau remisi yang sulit diobati.10
Gambaran klinis
Gambar 2.1. Lesi yang khas berbentuk koin dari dermatitis numularis pada lengan dari
penderita.7
Gambar 2.2 Lesi yang khas berbentuk koin dari dermatitis numularis pada tangan dari
penderita.2
24
Gambar 2.3. Lesi yang khas berbentuk koin dari dermatitis numularis pada tungkai bawah
penderita.7
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis numularis didasarkan atas gambaran klinis.
Sebagai diagnosis banding antara lain ialah dermatitis kontak,
dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta, dan dermatomikosis.1
1. Tes laboratorium
Patch test berguna untuk mengidentifikasi kasus
kronis yang tidak kunjung sembuh dan mengenyampingkan
dermatitis kontak sebagai diagnosis banding. Pada
dermatitis numularis IgE cenderung normal.7
2. Kultur dan uji resistensi sekret
Untuk melihat mikroorganisme penyebab dan penyerta.3
3. Biopsi
Untuk melihat perubahan histopatologis sehingga
dapat menentukan tahapan (akut atau kronis) dari penyakit
dermatitis numularis.7
Gambar 2.5. Bentuk lesi dari neurodermatitis pada daerah tengkuk leher, pergelangan
tangan dan punggung kaki.
Gambar 2.6. Bentuk lesi dari dermatitis kontak alergi yang lesinya muncul akibat
penggunaan plester dan reaksi sinar matahari.
3. Dermatitis atopik
Umumnya pada pasien dengan lesi pada tangan. Patch test
dan prick test dapat membantu jika terdapat riwayat dermatitis
atopik.
Gambar 2.7. Bentuk lesi dermatitis atopik persisten pada daerah telapak tangan
dan daerah dada.
4. Dermatomikosis
Dapat terlihat sebagai tinea dengan pinggir aktif, bagian
tengah agak menyembuh. tetapi secara klinis berbeda dari bentuk
lesi tinea. Pada dermatitis numularis bagian tepi lebih vesikuler
dengan batas relatif kurang tegas dibandingkan tinea. Pada tinea
dapat dicari hifa dari sediaan langsung.
28
2.2.9 Tatalaksana
Pengobatan ditujukan untuk rehidrasi pada kulit dan perbaikan
barrier lipid epidermal, pengurangan peradangan dan pengobatan
infeksi apapun. Berendam air hangat atau dingin atau mandi untuk
mengurangi gatal dan membantu rehidrasi kulit. Pasien harus
diinstruksikan untuk mandi setidaknya 1-2 kali sehari, diikuti oleh
aplikasi pelembab atau preparat obat topikal untuk menahan air di
kulit.10
Obat yang bisa digunakan :
1. Steroid
Steroid terapi yang paling umum digunakan untuk
mengurangi peradangan. Steroid topikal (misalnya pemberian
triamcinolone 0,25-0,1%) efektif untuk mengurangi eritematosa.
Gatal dapat diobati dengan steroid potensi rendah (kelas III-VI).
Lesi yang sangat meradang dengan eritema intens, vesikel, dan
pruritus membutuhkan steroid potensi tinggi (kelas I-II). Steroid
oral, intramuskular, atau parenteral mungkin diperlukan dalam
kasus-kasus yang parah, erupsi menyeluruh. Jika sangat berat
diobati dengan suntikan kortikosteroid intralesi seperti
triamsinolon asetonida 0,1 mg/mg (0,1 ml/suntikan).6,8,10,
2. Ointment dan Emolien
Aplikasi obat pada kulit yang lembab memungkinkan
penetrasi yang lebih efektif dan penyembuhan lebih cepat.
29
8. Pelembab lainnya
Setelah erupsi hilang, hidrasi agresif berkelanjutan dapat
mengurangi eritem, terutama di iklim kering. Pelembab yang
berat (lebih) atau petroleum jelly yang diaplikasikan pada kulit
setelah mandi dapat membantu.10
9. Immunosupresif
Penyakit bisa bertambah berat dan tidak responsif dengan
perawatan di atas. Obat immunosupresif seperti metotreksat telah
dijelaskan aman dan efektif pada pasien dengan lesi yang lebih
berat.8,10
10. Steroid sistemik
Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat,
diberikan prednilson dengan dosis oral 40-60 mg 4 kali per hari
dengan dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan. Hanya
berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang belum sembuh
sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan
emolilients.8.10
2.2.10 Prognosis
Dari suatu pengamatan sejumlah penderita yang diikuti selama
berbagai interval sampai dua tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25%
pernah sembuh untuk beberapa minggu sampai tahun, 53% tidak pernah
bebas dari lesi kecuali masih dalam pengobatan.1
2.3.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada semua umur dan pria
maupun wanita memiliki frekuensi yang sama untuk terkena. Bila
dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang
yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif) 1,11.
Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait
dengan pekerjaan di Amerika Serikat3. Berdasarkan beberapa studi
yang dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh
alergen-alergen tertentu. Pada penelitian epidemiologi di St Spiridion,
Romania tahun 200-2009 bahwa wanita lebih sering terkena dermatitis
kontak dibanding laki-laki, yaitu 1.83: 1 dan 64.46% berusia di atas 45
tahun. Akan tetapi, usia dan jenis kelamin sendiri sebenarnya bukan
merupakan faktor risiko DKA, tetapi berhubungan dengan paparan
alergen ketika beraktivitas di luar maupun ibu rumah tangga.11
2.3.3 Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana
dengan berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) yang disebut
hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup)7.
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak
alergi, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, lama
pajanan, suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga
faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya
sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari)1.
32
2.3.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak
alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sistem
imun spesifik yang menyebabkan perkembangan sel T efektor atau
reaksi tipe IV 12,13.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak
alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas
pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan
bahan kimia sederhana berukuran sangat kecil (low molecul weight)
yang akan terikat dengan protein epiderma membentuk antigen lengkap
12
yang disebut hapten protein complex . Antigen ini ditangkap dan
diproses oleh makrofag dan sel Langerhans, diekspresikan ke
permukaan dengan bantuan MHC II. Antigen tidak hanya
dipresentasikan di kelenjar getah bening, tetapi juga di kulit ke sel
memori T spesifik14. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel
T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara
spesifik dan sel memori.12 Sel-sel ini kemudian tersebar melalui
sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan
keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak
pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau
fase sensitisasi12,13 Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
Fase sensitasi tidak menimbulkan gejala klinis pada kebanyakan kasus,
tetapi menginduksi DKA primer yang dikarakteristikan sebagai
inflamasi kulit karena hapten spesifik pada 5-15 hari setelah kontak
kulit5. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat
kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen,
dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek,
sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul
setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan1.
33
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti1,7.
1. Anamnesis
Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan
ada peningkatan insiden dengan bertambahnya usia. Riwayat awal
pasien terkena penyakit ini yang pada akhirnya akan dievaluasi sebagai
DKA merupakan standar anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai
dengan diskusi tentang penyakit ini dan fokus pada tempat timbulnya
masalah dan agen topikal yang digunakan untuk mengobati masalah.
Riwayat penyakit kulit, atopi, dan kesehatan umum juga secara rutin
diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang
menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen
tetapi penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam anamnesis
riwayat pasien, penting untuk mempertimbangkan pekerjaan, rumah
tangga, dan kemungkinan paparan terhadap alergen saat bepergian, dan
juga tentu saja waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya diidentifikasi,
diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal maupun
sistemik 1,7.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat
lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.12
38
yang terutama ialah dengan dermatitis kontak iritan. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan,
apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1,2
2.3.8 Tatalaksna
Secara umum, penanganan DKA meliputi19:
1. Perlindungan terhadap kulit, seperti penggunaan sarung tangan
dan perubahan gaya hidup, termasuk edukasi adalah hal yang
sangat penting untuk dilakukan.
2. Pengobatan topical [emollient, cream/ointment corticosteroid,
topical immunomodulator, dan irradiasi dengan sinar ultraviolet
(UV) atau X-rays].
3. Pengobatan sistemik [azathioprine, methotrexate (MTX),
cyclosporine, retinoids, dan oral kortikosteroid jangka pendek].
Kebanyakan pasien akan membaik hanya dengan
perlindungan kulit dan pengobatan topical. Akan tetapi, pada
pasien yang masih persisten meski dengan pemberian topical
kortikosteroid yang adekuat, di mana hal ini merupakan terapi
utama pada DKA, sampai saat ini belum ada terapi yang
memuaskan untuk hal tersebut. Pengobatan sistemik mungkin
menyebabkan kesembuhan remisi temporer, tetapi tidak selalu
cocok untuk control jangka panjang19.
4. Menghindari Alergen
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis
kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali
dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang
timbul.15,19
Deteksi dan menghindari allergen adalah hal yang penting
tetapi terkadang sulit untuk dilaksanakan15. Setelah kemungkinan
41
5. Pengobatan Topikal
Kortikosteoroid topical digunakan secara luas untuk
pengobatan DKA. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa
kombinasi steroid topical dan antibiotic topical memiliki manfaat
pada pengobatan eczema yang disertai infeksi atau potensial
untuk terinfeksi15. Kortikosteroid oral dapat diberikan dalam
jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis
kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau
vesikel. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa
hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam
faal1.
Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium
asetat bermanfaat untuk vesikel akut dan erupsi yang basah,
sedangkan erupsi likenifikasi paling baik ditangani dengan
emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau
antihistamin oral, antihistamin topikal atau anestesi sebaiknya
dihindari karena risiko merangsang alergi sekunder pada kulit
yang sudah mengalami dermatitis1.
2.3.9 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi
kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan
dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.1,7
43
2.4.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah orang yang
mengalami DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angka secara
tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain karena banyak
pasien dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak
mengeluh.1
2.4.3 Etiologi
Penyebab dermatitis jenis ini ialah pajanan dengan bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam,
alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut. Terdapat
juga faktor lain, yaitu : lama kontak, kekerapan (terus menerus atau
berselang), oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian
pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga
turut perperan.1
2.4.4 Patogenesisi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme
yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:7
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
44
Gambar 4.1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan
iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut
sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu,
sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin
utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya,
dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa
pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara
klinis pada DKI.
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat
berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya
terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada
orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat
sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI
kumulatif.1
48
Keadaan kulit
a. Bebas dari dermatitis
b. Pada bekas dermatitis sebaiknya dilakukan sebulan setelah
sembuh
50
Bahan tes
Mungkin bahan itu berupa benda padat atau cair. Jika bahan
tersebut dilakukan secara langsung mungkin akan memberikan reaksi
51
Bahan Penutup
Untuk uji tempel tertutup digunakan bahan penutup yang
merupakan suatu kesatuan, disebut Unit Uji tempel, yang terdiri atas:
a. Kertas saring berbentuk bulat atau persegi, dengan
diameter kira-kira 1 cm.
b. Bahan impermeabel dengan diameter kira -kira 2,5 cm.
c. Plester dengan diameter kira -kira 4,5 cm.7
53
Cara Penempelan
Bahan ditempelkan pada kulit dengan jarak satu sama lain cukup
jauh sehingga jika terjadi reaksi tidak saling mengganggu.
Menempelnya cukup lekat, tidak mudah lepas, sehingga penyerapan
bahan lebih sempurna.24
Lamanya Tes
Penempelan dipertahankan selama 24 jam untuk memberi
kesempatan absorbsi dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan
waktu lama. Meskipun penyerapan untuk masing-masing bahan
bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari 24 jam, tetapi
menurut para peneliti waktu 24 jam sudah memadai untuk
kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar.24
atau merupakan reaksi silang dari allergen lain yang sejenis, atau
mungkin tidak ada hubungannya (tidak diketahui)24.
Reaksi positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel
kecil yang letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara
lain apabila konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan
bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel, umumnya
karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang
dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini
disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian
pinggir. Sebab lain karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan
padat. Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu
rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan
baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian
pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai
pada uji tempel dilakukan.1
2. Dermatitis Atopik
3. Tinea Pedis
Tinea pedis adalah salah satu infeksi kulit pada sela jari kaki dan
telapak kaki yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum. Tinea pedis
sering menterang orang dewasa usia 20-50 tahun yang berkerja di
tampat basah seperti tukang cuci mobil dan motor, petani atau orang
yang harus setiap hari memakai sepatu tertutup.28
Terdapat 3 bentuk klinis yang paling sering dijumpai yaitu :
a. Bentuk intertriginosa, manifestasi klinis berupa maserasi,
deskuamasi, dan erosi pada sela jari. Tempak warna keputihan
basah dan dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh.
b. Bentuk vesikular akut, terbentuknya vesikula dan bula yang
terletak agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi paling
sering adalah telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar
serta vesikulanya memecah.
c. Bentuk moccasain foot, seluruh kaki dari telapak kaki, tepi
sempai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersuama.21
2.4.8 Tatalaksana
Pada dasarnya penatalakasanaan pada dermatitiis kontak iritan
terdapat 3 prinsip utama yaitu : penghentian pajanan terhadap bahan
iritan yang dicurigai, perlindungan bagian tubuh yang terpapar, dan
penggantian bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan.29
58
2.4.9 Prognosis
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis
tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering
terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada
penderita atopi.1
2.5 Neurodermatitis
2.5.1 Defenisi
Neurodermatitis adalah peradangan kulit kronis, yang ditandai
dengan kulit tebal dan garis kulit tampak menonjol (likenifikasi)
menyerupai batang kayu. Gejala neurodermatitis timbul dikarenakan
respon kutaneus terhadap garukan atau gosokan yang terus menerus
karena rangsangan pruritogenik. Penyebab utama dari neurodermatitis
belum diketahui, namun pada dasarnya gejala pruritus memilki peran
sentral dalam timbulnya reaksi kulit berupa likenifikasi. 1,30.
2.5.2 Epidemiologi
Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur mulai dari
anak-anak sampai dewasa. Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling
59
2.5.3 Etiopatogenesis
Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi
kulit berupa likenifikasi. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena
adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis,
obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroid, penyakit kulit
seperti dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, gigitan serangga, dan
aspek psikologi dengan tekanan emosi. Pada neurodermatitis jumlah
eosinofil meningkat. Eosinofil yang berisi protein X dan protein
kationik akan menimbulkan degranulasi sel mast . Degranulasi sel mast
akan mengaktifkan sel-sel saraf sumsum tulang sebagai
kompensasinya. Sel-sel saraf yang berisi CGRP (Calcitonin Gene-
Related Peptide) dan SP (substance P), jumlahnya di dermis juga akan
meningkat sehingga akan melepaskan histamin dari sel mast yang
selanjutnya akan memicu pruritus. Semakin tinggi eosinofil pasien
yang mengalami neurodermatitis akan semakin sering pasien mengeluh
gejala gatal1,6,30.
Trauma mekanik kronis pada kulit berupa garukan atau gosokan
akan mengakibatkan penebalan pada kulit. Garukan dan gosokan
berulang (yang dipicu factor asing atau dari diri sendiri) menghasilkan
nodular likenifikasi dan hyperkeratosis. Gatal pada neurodermatitis
bersifat lokal. Tempatnya tergantung dimana sering terpapar
rangsangan pruritogenik. Pada individu yang mengalami
60
2.5.6 Diagnosis
Diagnosis neurodermatitis ditegakkan berdasarkan anamnesa
pasien mengenai riwayat dan perjalanan penyakitnya dan gambaran
lesi dari kulitnya yang khas. Perlunya pemeriksaan lanjut digunakan
untuk membedakan diagnosis yang memiliki kesamaan dalam
morfologi maupun efloresensinya. Dari anamnesis, keluhan utama dari
pasien biasanya ialah gatal-gatal pada kulit lokal yang terjadi sudah
lama. Bisa disertai dengan riwayat alergi ataupun riwayat penyakit yang
mendasarinya (diabetes mellitus) atau tidak. Dari pemeriksaan
efloresensi bisa terlihat gambaran likenifikasi berupa penebalan kulit
dengan garis-garis kulit yang semakin terlihat, terlihat plak dengan
ekskoriasi serta sedikit eritematosa (memerah) dan edema. Pada lesi
yang sudah lama, lesi akan tampak berskuama pada bagian tengahnya,
terjadi hiperpigmentasi (warna kulit yang digaruk berubah menjadi
kehitaman) pada bagian lesi yang gatal, bagian eritema dan edema akan
menghilang7
B. Prurigo nodularis
Prurigo nodularis merupakan penyakit kronik pada orang dewasa
yang ditandai oleh adanya nodus kutan yang gatal, terutama terdapat
dibagian ekstremitas bagian ekstensor. Prurigo nodularis sering
dianggap neurodermatits sirkumpskripta bentuk nodular atipik atau
dengan liken planus bentuk hipertropik. Bentuknya yang nodul
membuat klinis sering salah mengartikan antara prurigo nodularis
dengan neurodermatitis sirkumpskripta bentuk nodular atipik. Kausa
dari prurigo nodularis belum diketahui, tetapi serangan-serangan gatal
timbul bila terdapat atau mengalami ketegangan emosional. Prurigo
nodularis merupakan penyakit kulit kronik yang sering menyerang
orang dewasa terutama wanita. Lesinya berupa nodus, yang tunggal
atau multiple, bisa mengenai ekstremitas terutama tempat predileksinya
anterior paha dan tungkai bawah. Lesi bisa sebesar kacang polong
dengan warna merah atau kecoklatan. Keluhan utama prurigo nodularis
ialah adanya rasa gatal lokal yang terjadi sudah lama. Persamaan
prurigo nodularis dengan neurodermatitis ialah keluhan gatal kronis
yang dipengaruhi oleh keadaan emosi, serta sering terjadinya proses
likenifikasi dan hiprepigmentasi jika sudah terjadi dalam jangka waktu
yang lama. Sedangkan perbedaan antara prurigo nodularis dengan
neurodermatitis ialah tempat predileksi prurigo nodularis pada bagian
67
2.5.8 Tatalaksana
Penjelasan mengenai munculnya pruritus yang disebabkan oleh
allergen atau penyakit dasar yang menyebabkan gatal hingga terjadinya
neurodermatitis merupakan terapi non medika mentosa terbaik untuk
pasien guna mencegah timbulnya keluhan gatal berulang. Perlu
dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan memperburuk
keadaan penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari. Selain penjelasan
diatas, mengurangi paparan terhadap allergen yang memicu terjadinya
pruritus juga berguna untuk mengurangi keadaan gatal berulang33.
Terapi medika mentosa yang dapat diberikan ialah dengan
pemberian obat sesuai gejala. Untuk mengurangi rasa gatal dapat
diberikan antipruritus dan kortikosteroid topikal atau intralesi.
Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif
(contoh: hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer.
Dapat pula diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka
pendek (maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang dipakai biasanya
berpotensi kuat, Ada pula yang mengobati dengan UVB dan PUVA.
68
1.) Dipenhidramin,
Untuk meringankan gejala pruritus yang disebabkan oleh
pelepasan histamine.
2.) Chlorpheniramine
Bekerja sama dengan histamine atau permukaan reseptor H1 pada
sel efektor di pembuluh darah dan traktus respiratori.
3.) Hidroxyzine
Reseptor H1 antagonis diperifer. Dapat menekan aktifitas
histamine diregion subkortikal sistem saraf pusat.
69
B. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada pasien
neurodermatitis. Kortikosteroid baik oral amupun salep berguna untuk
mempercepat penyembuhan dari lesi pasien. Obat kortikosteroid
sistemik yang sering digunakan prednisone 5 mg. Korikosteroid topical
ialah terapi medika mentosa pilihan karena dapat mengurangi
peradangan dan gatal serta perlahan-lahan menghaluskan
hiperkeratosisnya. Karena lesinya kronik. Pentalaksanaannya biasanya
lama. Pada lesi yang besar dan aktif, steroid potensi sedang dapat
digunakan untuk mengobati inflamasi akut. Tidak direkomendasikan
untuk kulit yang tipis (vulva, skrotum, axilla dan wajah). Steroid
potensi kuat digunakan selama 3 minggu pada area kulit yang lebih
tebal. Berikut ini contoh obat kortikosteroid topical36 :
1.) Clobetasol
Topical steroid super poten kelas 1: menekan mitosis dan
menambah sintesis protein yang mengurangi peradangan dan
menyebabakan vasokonstriksi.
2.) Betamethasone dipropionate cream 0,05%.
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap
steroid. Bekerja mengurangi peradangan dengan menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear dan memeperbaiki
permeabilitas kapiler.
3.) Triamcinolone 0,025 %, 0.1%, 0.5 % or ointment
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap
steroid. Bekerja mengurangi peradangan dengan menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear dan memeperbaiki
permeabilitas kapiler.
4.) Fluocinolone cream 0.1 % or 0.05%
Topical kortikosteroid potensi tinggi yang menghambat
proliferasi sel. Mempuyai sifat imonusupresif dan sifat anti
peradangan.
70
C. Kalsinuerin Inhibitor
Efek antipruritik dari topical kalsinerin inhibitor
ditunjukkan dalam berbagai studi.Pada kasus prurigo nodularis
menunjukkan kesuksesan dari penggunaan kalsinerin inhibitor
takrolimus 0,1%. Seperti halnya dengan penggunaan
kortikosteroid topical ,efek samping dari kalsinuerin inhibitor
dapat menyebabkan Atropi.Pada saat pemerian kalsinerin
inhibitor, pasien sebaiknya diberitahu mengenai efek samping
dan berhati-hati terhadap paparan sinar UV termasuk fototerapi37.
D. Siklosporin
Pemberian siklosporin 3-5 mg mikroemulsi perkg berat
badan perhari pada puritus memberikan respon yang signifikan.
Pada pemberian siklosporin sebaiknya tekanan
darah,pemeriksaan darah lengkap, transamin dan fungsi ginjal
harus dikontrol secara rutin. Siklosporin menghambat fungsi dari
limfosit juga sel mast dan dapat pula menekan pertumbuhan dari
pruritus37.
2.6.9 Komplikasi
Komplikasi dari neurodermatitis dapat terjadi bila tidak adanya
control dari kebiasaan menggaruk untuk keluhan gatalnya.
Komplikasinya bisa berupa perubahan warna pada kulit yang
permanen, terdapatnya bekas luka akibat garukan sampai terjadinya
ulkus karena seringnya pasien menggaruk30.
2.6.10 Prognosis
Prognosis untuk neurodermatitis bervariasi, tergantung dari
penyebab gatal dan status psikologi dari pasien. Perbaikan pada
neurodermtitis dapat sempurna jika diperoleh dasar penyakit yang
menyebabkan gatalnya dan mengobati penyakit yang mendasari.
71
2.6 Pompoliks
2.6.1 Definisi
Sinonim penyakit ini meliputi dermatitis dishidrotik, pompoliks,
dermatitis pompiks vesikular palmaris. Penyakit ini merupakan
penyakit yang umum mempengaruhi kulit palmoplantar, hal ini karena
pada kulit palmoplantar kaya akan kelenjar keringat ekrin, telah
disarankan bahwa ada hubungan antara vesikel dan kelenjar ini. Saat
ini, penyakit ini dianggap sebagai jenis dermatitis khusus dengan
spongiosis yang jelas dan akumulasi edema cairan di regio yang
memiliki epidermis tebal dan lapisan tanduk yang bahkan lebih tebal di
atasnya. Vesikel spongiosis merupakan vesikel intraepidermal.31
Istilah "dishidrosis" berasal dari bahasa Yunani yang artinya
hidrosis/keringat, diciptakan oleh Fox pada tahun 1873 untuk
menggambarkan penyakit lepuh pada telapak tangan dan telapak kaki
yang dikaitkan dengan kelainan kelenjar keringat. Istilah "dishidrosis"
merupakan istilah yang keliru karena sekarang diketahui bahwa kondisi
ini tidak ada hubungannya dengan disfungsi kelenjar keringat.31,32 Kata
pompholyx diambil dari istilah Yunani yang berarti “bubble” sesuai
gambaran klinis.33
72
2.7.2 Epidemiologi
Kelainan ini terjadi sekitar 5-20% dari seluruh kasus dermatitis
pada tangan. Dapat dijumpai di hampir seluruh dunia, lebih banyak
pada ras Asia, lebih banyak pada wanita. Biasanya lebih sering di iklim
panas, selama musim semi dan musim panas. Penyakit ini dapat terjadi
pada semua usia, umumnya pada usia sebelum 40 tahun, jarang pada
usia di bawah 10 tahun. 32,33
Literatur lainnya mengatakan, prevalensi dermatitis tangan
bervariasi dari 2 hingga 8,9% dari populasi umum, pada satu populasi
penelitian, prevalensi satu tahun dermatitis dishidrotik diperkirakan
0,5%, walaupun dermatitis dishidrotik terjadi di seluruh dunia, penyakit
ini tidak jarang terjadi pada orang Asia, karena kondisi ini lebih sering
terjadi pada cuaca panas. Usia puncak penyakit ini antara 20 - 30 tahun.
Kejadian di usia sebelum 10 tahun sangat jarang. Distribusi kejadian
pada jenis kelamin kira-kira sama.32
2.5.5 Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan gambaran
klinis pada penampilan ruam. Pemeriksaan penunjang dilakukan hanya
75
2.5.7 Tatalaksana
Terapi dermatitis dishidrotik tidak sederhana dan sering relaps,
hal ini mungkin karena epidermis yang tebal dengan stratum korneum
yang padat dan kelenjar keringat yang banyak pada kulit yang terkena.
Tujuan terapi meliputi: (1) menekan pembentukan blister dan inflamasi,
(2) meredakan keluhan gatal, (3) mencegah/ mengobati infeksi.
keberhasilan terapi tergantung pada pendekatan multiguna sistemik,
yang terdiri dari menghindari faktor pemicu, perawatan kulit yang
optimal, farmakoterapi selama eksaserbasi akut, dan edukasi pasien.
Penilaian beratnya pompholyx menggunakan dyshidrotic eczema area
and severity index (DASI) berdasarkan jumlah vesikel/cm2 , eritema,
deskuamasi, gatal, dan perluasan. DASI dapat digunakan untuk
memantau terapi.32,33
Non farmakologi, seperti penggunaan sabun dan deterjen harus
dihindari sebisa mungkin. Tangan harus dicuci dengan air hangat (tidak
panas) dan pembersih bebas sabun. Stres emosional sering
memperburuk lesi kulit pada dermatitis atopik. Jika penghindaran tidak
memungkinkan, mekanisme koping harus dicoba.
Farmakologi topikal dapat berupa hidrasi kulit membantu
mengurangi kelembapan dan rasa gatal, serta mengembalikan fungsi
barrier kulit yang terganggu. Dengan demikian, hidrasi kulit sangat
penting untuk pencegahan dan pengelolaan pompoliks. Pelembab atau
pelembut harus dioleskan sesegera mungkin setelah mencuci tangan
77
untuk mencegah penguapan air dan menjaga kulit tetap lembut dan
lentur. Secara umum, penggunaan bentuk salep paling efektif dalam
terapi, namun penggunaanya kurang rapi sehingga dapat menyebabkan
berantakan; bentuk krim lebih dapat ditoleransi dengan lebih baik. Jenis
pelembab atau emolien harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
kulit individu.32
Kortikosteroid topikal ultrapoten merupakan terapi andalan.
Kortikosteroid topikal tidak boleh diberikan lebih dari dua kali sehari,
pemakaian yang sering tidak meningkatkan kemanjuran dan
meningkatkan risiko efek samping.32 Veien, dkk. meneliti 120 pasien
pompoliks kronik di tangan, penggunaan krim mometasone furoate
dapat mengontrol penyakit. Penggunaan steroid topikal yang lebih baik
yaitu dengan clobetasol propionate kombinasi dengan plester
hidrokoloid.31,33
Imunomodulator topikal seperti takrolimus dan pimekrolimus
tidak secepat atau seefektif kortikosteroid topikal ultrapoten dalam
pengobatan kondisi kulit ini. walaupun mereka dapat dipertimbangkan
dalam fase perawatan perawatan.32 Namun, beberapa penelitian
membuktikan bahwa penggunaan tacrolimus topikal sama efektifnya
dengan salep mometason furoate 0,1% setelah 2 minggu perawatan, hal
ini ditunjukkan dengan berkurangan DASI lebih dari 50% dengan kedua
perawatan.32,33 Baik steroid topikal dan imunomodulator umum dan
aman digunakan pada anak-anak.32
Bexarotene (Agonis reseptor retinoid X), Senyawa ini
dikontraindikasikan pada wanita premenopause tanpa kontrasepsi yang
cukup karena potensi teratogenik retinoid. Pemakaian gel bexarotene
1% tunggal atau kombinasi dengan salep hidrokortison 1% ataupun
mometasone furoate 0,1% minimal 2 kali sehari akan menghasilkan
perbaikan sebesar 50% untuk dermatitis area tangan pada pemakaian
tunggal gel bexarotene 1%, sebesar 85% dengan kombinasi topikal
mometasone furoate 0,1%, dan sebesar 64% pada kombinasi
hidrokortison 1%. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi gel
78
2.6.8 Komplikasi
Komplikasi pompoliks berupa infeksi bakteri sekunder dapat
menyebabkan selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan septikemia.1,2
Selain itu, perubahan susunan dan bentuk kuku (garis melintang,
penebalan, dan perubahan warna).32,33
2.6.9 Prognosis
Dishidrosis merupakan penyakit yang jinak bisa berlangsung
kronis dan sering kambuh tetapi dapat terjadi remisi spontan dalam 2
sampai 3 minggu.32,33 Interval dalam serangan bisa terjadi dalam
minggu hingga bulan. Disabilitas dapat terjadi karena beratnya
manifestasi klinis dan seringnya kekambuhan. 32,33
BAB III
KESIMPULAN
1. Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1
2. Penyakit dermatitis merupakan hal yang sering terjadi, karena penyakit ini
dapat menyerang pada orang dengan rentang usia yang bervariasi, mulai dari
bayi hingga dewasa serta tidak terkait dengan faktor jenis kelamin.1
3. Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula
difuse. Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.1
4. Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit
dermatitis muncul dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan
efloresensi tidak harus polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik
(beberapa) saja.
5. Penatalaksaan padaa dermatitis umumnya pengobatan bersifat simtimatis,
yaitu dengan mengilakn/menguranfi keluhan dan gejala, serta menekan
peradangan.1
80
DAFTAR PUSTAKA
81
82
14. Baratawijaya KG, Rengganis I. Alergi Dasar. Edisi 1. 2009. Jakarta: Interna
Publishing, p 299-314
15. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for care of contact dermatitis.
British Journal of Dermatology 2001; 145: 877-885
16. Bonamonte D, Foti C, Vestita M, Angelini G. Noneczematous contact
dermatitis. Allergy Hindawi 2013, p 1-10
17. Adisesh A, Robinson E, Nicholson PJ, Sen D, Wilkinson M. U.K. standards
of care for occupational contact dermatitis and occupational contact
urticaria. British Journal of Dermatology 2013, 168, pp1167–1175
18. Schnuch A, Aberer W, Agathos M, Becker D, Brasch J, Elsner P, Frosch
PJ, Fuchs T, Geier J, Hillen U, Löffler H, Mahler V, Richter G, Szliska C.
Patch testing with contact allergens. JDDG 9˙2008. P 770-775
19. Diepgen TL, Agner T, Aberer W, Jones JB, Cambazard FR, Elsner P,
Mcfadden J, Coenra PJ. Management of chronic hand eczema. Contact
Dermatitis 2007: 57: 203–210
20. J.M.Harrington & F.S. Gill. Buku Saku Kesehatan Kerja edisi
3.Jakarta:EGC;2005.p.95.
21. Harahap M, Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta:Hipokrates, 2015
22. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 8th ed.
Australia: Blackwell Publishing. 2008.chapter 25.
23. Ida Ayu.Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bangunan.2014.Diakses Januari
2018.from http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm
24. M.Sulaksmono. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (Uji Tempel) Dalam
Upaya Menegakkan Diagnosa Penyakit Kulit Akibat Kerja (Occupational
Dermatosis).2015.diaksesjanuari2018.http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency
/article /000869.htm
25. Trisna yuliharti. Dermatitis kontak alergi. diakses januari 2018. :
http://bhealthy4life.com/?p=1.htm
26. Aulia Dian.Characteristic of allergic contact dermatitis (ACD) in RSUP
DR.Kariadi.2013.diakses januari 2018.http://jurnal.edu.com.
27. Nanny Herwanto. Studi Retrospektif : Penatalaksanaan Dermatitis
Atopik.2015 Diakses januari 2018.http://bio.2344-57
83