TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis
2.1.1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya TB dihubungkan dengan tempat
tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat. Penyakit Tuberkulosis ini
hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang tetapi yang paling banyak
adalah organ paru.1
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya.1
2.1.2. Etiologi
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/ µm. Sebagian besar
kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan asam sehingga disebut basil tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap trauma kimia dan fisik. Kuman ini dapat hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif
lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob.1
5
2.1.3. Faktor Risiko
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu
penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent),
pejamu (host), dan lingkungan (environment).1,5
A. Agent
Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada. Agent
memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest.
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah
kuman Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.
Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan
penyakit pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk
pada tingkat rendah.
B. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Beberapa
faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru
adalah sebagai berikut.
a. Usia
Berdasarkan hasil penelitian WHO, penyakit tuberkulosis paru
paling sering ditemukan pada usia produktif (15-50 tahun).
Sebagian besar dari kasus TB (98%) terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia
produktif yaitu 20-49 tahun.
b. Jenis Kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-
laki dibandingkan perempuan. Di Negara berkembang, penemuan
pasien laki-laki 3x lebih banyak dari pasien perempuan TB.
c. Parut BCG (Bacillis Calmette Guerin)
6
Hasil penelitian dalam jurnal kesehatan masyarakat menunjukkan
bahwa risiko orang yang tidak mendapat imunisasi BCG untuk
terjadinya TB paru sebesar 2.855 kali lebih besar dibandingkan
orang yang mendapat imunisasi BCG. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Apriyani di Kabupaten Donggala propinsi Sulawesi
Tengah menemukan bahwa kelompok yang tidak divaksinasi BCG
mempunyai risiko 1,43 kali lebih besar untuk menderita TB paru
dibandingkan orang yang pernah diimunisasi.
d. Tingkat pendidikan
WHO menyatakan bahwa selain menyerang pada kelompok usia
produktif, tuberkulosis juga menyerang pada masyarakat
berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan
ini memungkinkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan seseorang terhadap segala sesuatu
yang berkaitan dengan tuberkulosis. Penelitian yang dilakukan di
Kabupaten Jember menyatakan bahwa tingkat pendidikan paling
banyak pada penderita TB adalah Sekolah Dasar (43%).
e. Pekerjaan
Penderita TB paru sebagian besar adalah kelompok usia produktif
dan sebagian besar sosial ekonomi lemah. Dengan makin
memburuknya keadaan ekonomi Indonesia, kelompok miskin
bertambah banyak, daya beli menurun, dan dikhawatirkan keadaan
ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat khususnya
penderita TB paru. disamping program pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan, penderita TB paru juga perlu
disembuhkan.
f. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung
7
koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan
merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2
kali. Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang
lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita
perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.
g. Status Gizi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh adanya sumber penularan
(penderita) dan adanya orang-orang yang rentan dalam masyarakat.
Kerentanan akan tuberkulosis ini terjadi karena daya tahan tubuh
yang rendah yang disebabkan oleh gizi yang buruk, terlalu lelah,
kedinginan, dan cara hidup yang tidak teratur. Gizi buruk akan
menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi rendah sehingga
rentan terhadap penularan penyakit.
h. Infeksi HIV
Sekitar 10% individu yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun,
resiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif,
khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV akan
merusak limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel
pertahanan primer untuk melawan infeksi TB.
C. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host
(pejamu).
a. Kepadatan penghuni dalam satu rumah
Seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang
anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.Mengurangi
kepadatan penghuni dalam satu rumah merupakan salah satu
8
tindakan yang dapat menurunkan risiko penularan tuberkulosis paru
yang berkaitan dengan hygiene dan sanitasi lingkungan. Menurut
APHA (American Public Health Assosiation), salah satu syarat
lingkungan rumah yang sehat yaitu jumlah kamar tidur dan
pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya.
Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun
minimal 4,5 m³, artinya dalam satu ruangan anak yang berumur
lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume
ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan
ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³). Untuk kamar tidur diperlukan
minimum 3 m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2
orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.
Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit
tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya.
b. Pencahayaan
Kebutuhan cahaya matahari dalam rumah atau ruangan mutlak
diperlukan, karena cahaya matahari berguna sebagai penerangan
dan mengurangi kelembaban dalam ruangan, membunuh kuman-
kuman dan mengusir nyamuk. Kuman tuberkulosis cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dengan begitu
cahaya matahari perlu dapat masuk ke dalam ruangan. Untuk
mendapatkan cahaya matahari pagi secara optimal, sebaiknya
jendela kamar menghadap ke cahaya matahari terbit dan luas
jendela paling sedikit 10-20% dari luas lantai. Kebutuhan standar
cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai
keperluan dalam rumah adalah 60-120 Lux.
c. Ventilasi
9
Ventilasi rumah merupakan sarana untuk menjaga agar udara
ruangan selalu segar dengan mengganti udara yang sudah terpakai
dengan udara baru dari luar. Luas ventilasi yang memenuhi syarat
kesehatan adalah 10% dari luas lantai ruangan dan tetap ditambah
5% dari ventilasi yang dibuka dan ditutup (jendela). Menurut
Sanropie, kelembaban udara agar dipertahankan antara 40-60%.
d. Jenis Lantai
Lantai rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB
Paru.Risiko untuk menderita TB Paru 3 - 4 kali lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal pada rumah yang lantainya tidak memenuhi
syarat kesehatan. Lantai dari tanah perlu dilapisi dengan satu
lapisan semen yang kedap air. Rumah dengan lantai tanah akan
menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang
masa viabilitas atau daya tahan hidup kuman TBC dalam
lingkungan. Pada akhirnya akan menyebabkan potensi penularan
TBC menjadi lebih besar.
e. Jenis Dinding
Dinding rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB.
Risiko untuk menderita TB Paru 6 - 7 kali lebih tinggi pada
penduduk yang tinggalpada rumah yang dindingnya tidak
memenuhi syarat kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil survei
kesehatan lingkungan Dinas KesehatanKabupaten Gunungkidul
tahun 2004 yang menyatakan bahwa dinding rumahyang tidak
memenuhi syarat 70,65%. Dinding rumah sebaiknya kering
agarruangan tidak menjadi lembab.
f. Kelembaban udara
Kelembaban udara agar dapat dipertahankan antara 40-60% dengan
temperature kamar 22o -30o C. kuman TB paru akan cepat mati bila
10
terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara
yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60% dan
kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
40 % atau > 60 % dengan suhu rumah yang memenuhi syarat
kesehatan adalah antara 20-25 ºC, dan suhu rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan adalah < 20 ºC atau > 25 ºC.
2.1.5. Patogenesis
a. TB primer
Penularan penyakit TB terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung
pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
11
Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel masuk ke alveolar
paru bila ukuran partikel <5mikrometer.1
Infeksi tuberkulosis dimulai saat kuman TB sudah memasuki
alveolus. Pertama kali, kuman akan menghadapi neutrofil kemudian baru ke
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag, keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.1
Kuman yang bersarang di jaringan paru ini akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon.
Dari sarang primer akan menyebabkan respon inflamasi yang terjadi pada
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu yang selanjutnya akan
menjadi : 1
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (resuscitation ad
integrum). Hal ini terjadi karena terbentuknya reaksi hipersensitivitas dan
resistensi. Ada beberapa bukti klinis dimana kebanyakan orang yang
diinfeksi oleh basilus tuberkel (90%) tidak mengalami penyakit ini
selama hidupnya.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
dan kalsifikasi di hilus. Keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang
luasnya lebih dari 5 mm dan kurang lebih 10% diantaranya terdapat
reaktivasi lagi karena kuman yang dorman.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara progresif, yaitu dengan cara:
a. Perkontinuitatum (menyebar ke jaringan sekitarnya)
b. Bronkogen (baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya)
c. Secara limfogen ke organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
12
b. TB post primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal.
Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.1
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel Datia-Langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit
dan berbagai jaringan ikat. Maka akan terjadi : 1
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan serbukan jaringan fibrosis. Sarang yang meluas sebagai
granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan
bagian tengah mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar maka terjadilah kavitas.
Terjadinya pengkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid
dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag. Disini lesi
sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat :
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru.
b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin aktif
kembali, mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
13
Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut
sehingga berbentuk seperti bintang atau stellate shaped.
14
5. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux
(intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur
diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
a. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan riwayat
imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
b. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk,
keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
6. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan
berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura
(sudut kostrofrenikus tumpul).
15
2.1.7. Penegakan Diagnosis.5
Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
Standar Diagnosis
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2
minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
b. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa
mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya
adalah spesimen pagi.
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus
diperiksa mikrobiologi dahak.
d. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan
kriteria berikut:
1. Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk
pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks
sesuai TB.
2. Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa
kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi
HIV (evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
e. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe
mediastinal atau hilar) pada anak:
1. Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
2. Foto toraks sesuai gambaran TB.
3. Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.
16
4. Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah
48-72 jam)
17
Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak
Sewaktu-Pagi (SP) :
a. S (Sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes (periksa pertama kali)
b. P (Pagi) : dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun
tidur. Dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilaman
pasien menjalani rawat inap.
c. S (Sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes pada pemeriksaan hari
kedua
C. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-
Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growht Indicator Tube) untuk
identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)
18
terakhir, yaitu:
Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-
benar kambuh atau karena reinfeksi).
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat /default).
Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
d. Berdasarkan klasifikasi hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
e. Pasien TB berdasarkan status HIV
19
Tabel 1. OAT Lini Pertama.5
Jenis Sifat Efek Samping
20
buta warna, neuritis perifer
(Gangguan saraf tepi).
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
1) Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu pertama.
21
2.1.11. Hasil Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru5
Hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis dengan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi). hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien
sebelum memulai pengobatan harus dicatat. Setelah pengobatan tahap awal,
tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak pasien harus memulai
pengobatan tahap lanjutan.
Pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan
pada akhir bulan ke 5 pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pengobatan
dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan. Bilamana hasil
pemeriksaan mikroskopis nya positif pasien dianggap gagal pengobatan dan
dimasukkan kedalam kelompok terduga TB-RO.
22
2.2. Puskesmas
23
3) Hidup dalam lingkungan sehat, dan
4) Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
24
proses penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta
bermutu, berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data
dan informasi yang akurat (evidence based). Sedangkan efisien berarti
bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk
dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar,
sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan.8
A. Perencanaan
Perencanaan yang disusun didapatkan melalui pengenalan
permasalahan secara tepat berdasarkan data yang akurat, serta
diperoleh dengan cara dan dalam waktu yang tepat, maka akan dapat
mengarahkan upaya kesehatan yang dilaksanakan Puskesmas dalam
mencapai sasaran dan tujuannya.8
25
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam
proses penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas agar
memperoleh kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk
melaksanakan tahap perencanaan.
b. Analisis situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai
keadaan dan mengidentifikasi masalah kesehatan yang
dihadapi Puskesmas, agar dapat merumuskan kebutuhan
pelayanan dan pemenuhan harapan masyarakat yang rasional
sesuai dengan keadaan wilayah kerja Puskesmas. Tahapannya
adalah: mengumpulkan data, menganalisis data, Survey Mawas
Diri/Community Self Survey (SMD/CSS).
c. Perumusan Masalah
Dari hasil analisis data, dilaksanakan perumusan masalah.
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Tahapannya adalah:
1) Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dilaksanakan dengan membuat daftar
masalah yang dikelompokkan menurut jenis upaya, target,
pencapaian, dan masalah yang ditemukan.
2) Menetapkan Urutan Prioritas Masalah
Dalam penetapan urutan prioritas masalah dapat
mempergunakan berbagai macam metode seperti metode
USG (Urgency, Seriousness, Growth) dan sebagainya.
26
Masalah Masalah Masalah Masalah
Kriteria 1 2 3
27
d. I
28
Perumusan masalah dilaksanakan seperti pada Penyusunan
Rencana Lima Tahunan Puskesmas.
4. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Penyusunan RUK diformulasikan setelah melalui
tahapan diatas, bersama dengan lintas sektor terkait dan
didampingi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Penyusunan RUK terintegrasi kedalam sistem
perencanaan daerah dan dalam tataran target pencapaian akses,
target kualitas pelayanan, target pencapaian output dan
outcome, serta menghilangkan kondisi yang dapat
menyebabkan kehilangan peluang dari sasaran program untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat
dilaksanakan secara terintegrasi dalam satu pelaksanaan
(missed opportunity).
5. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Tahap penyusunan RPK dilaksanakan melalui
pendekatan keterpaduan lintas program dan lintas sektor dalam
lingkup siklus kehidupan. Keterpaduan penting untuk
dilaksanakan mengingat adanya keterbatasan sumber daya di
Puskesmas. Dengan keterpaduan tidak akan terjadi missed
opportunity, kegiatan Puskesmas dapat terselenggara secara
efisien, efektif, bermutu, dan target prioritas yang ditetapkan
pada perencanaan lima tahunan dapat tercapai.
29
Kepala Puskesmas, tim audit internal maupun setiap penanggung
jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun pengawasan
eksternal dilakukan oleh instansi dari luar Puskesmas antara lain
dinas kesehatan kabupaten/kota, institusi lain selain Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau masyarakat. Pengawasan
yang dilakukan mencakup aspek administratif, sumber daya,
pencapaian kinerja program, dan teknis pelayanan.9
Apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian baik terhadap
rencana, standar, peraturan perundangan maupun berbagai
kewajiban yang berlaku perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan
supervisi yang dapat dilakukan secara terjadwal atau sewaktu-
waktu.8
2. Pengendalian
Pengendalian adalah serangkaian aktivitas untuk menjamin
kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan cara membandingkan capaian saat
ini dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika terdapat
ketidaksesuaian, maka harus dilakukan upaya perbaikan
(corrective action). Kegiatan pengendalian ini harus dilakukan
secara terus menerus. Pengendalian dapat dilakukan secara
berjenjang oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota, Kepala
Puskesmas, maupun penanggung jawab program.8
30
hasil kerja/prestasi Puskesmas. Penilaian Kinerja Puskesmas
dilaksanakan oleh Puskesmas dan kemudian hasil penilaiannya akan
diverifikasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.8
Adapun aspek penilaian meliputi hasil pencapaian pelaksanaan
pelayanan kesehatan dan manajemen Puskesmasn. Berdasarkan hasil
verifikasi, dinas kesehatan kabupaten/kota menetapkan Puskesmas
kedalam kelompoknya sesuai dengan pencapaian kinerjanya. Ruang
lingkup dan tahap pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas sebagai
berikut:8
a. Ruang lingkup penilaian kinerja Puskesmas
- Pencapaian cakupan pelayanan kesehatan meliputi: UKM
esensial, UKM pengembangan, dan UKP.
- Pelaksanaan manajemen Puskesmas dalam penyelenggaraan
kegiatan
b. Pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas
Pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas dilaksanakan baik di
tingkat Puskesmas maupun di tingkat kabupaten atau kota.
c. Penyajian
Berdasarkan hasil penilaian kinerjanya, Puskesmas dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Kelompok I: Puskesmas dengan tingkat kinerja baik:
- Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat
pencapaian hasil > 91%.
- Cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil ≥
8,5.
2) Kelompok II: Puskesmas dengan tingkat kinerja cukup:
- Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat
pencapaian hasil 81 - 90%.
31
- Cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil
5,5 – 8,4.
3) Kelompok III: Puskesmas dengan tingkat kinerja kurang:
- Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat
pencapaian hasil ≤ 80%.
- Cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil <
5,5.
32