Anda di halaman 1dari 106

TUGAS

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Fatrina Maha Dewi, S.Ked 04054822022002
Tiara Putri Yosineba, S.Ked 04054822022084
Nuravif Setianingrum, S.Ked 04054822022089
Annisa Rahayu, S.Ked 04054822022167

Pembimbing:
dr. Achmad Ridwan. MO, M.Sc

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
No. 1
Riwayat alamiah dan sprektrum
penyakit
TUBERKULOSIS PARU
Spektrum
penyakit
TB PARU
No. 2

Rantai penularan
TUBERKULOSIS PARU
Agent Penyakit
Infeksi
Mycobacterium
Penjamu Rentan tuberculosis
Immunocompromised, anak- Reservoir
anak, terinfeksi HIV, diabetes
melitus dll Manusia

Tempat Masuk
Droplet nuklei melewati mulut
atau saluran hidung, saluran Tempat Keluar
pernafasan bagian atas, dan
bronkus mencapai alveoli paru Droplet
Cara Penularan
Ditularkan melalui droplet
dan menyebar ke udara
yang berasal dari pasien TB
terutama pasien yang
mengandung kuman TB
pada waktu batuk, bersin
atau bicara
No. 3
Agent, host, dan
lingkungan kejadian
TUBERKULOSIS PARU
AGEN (AGENT)
• Agen  faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi.
• Agent dapat berupa: benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak,
suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan
penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit
AGENT DIPENGARUHI BEBERAPA FAKTOR

PATOGENITAS INFEKTIFITAS VIRULENSI

merupakan daya suatu merupakan kemampuan


mikroorganisme untuk mikroba untuk masuk ke merupakan keganasan
menimbulkan penyakit dalam tubuh host dan suatu mikroba bagi host.
berkembangbiak di Berdasarkan sumber
pada host. Pathogenitas dalamnya. Berdasarkan
kuman tuberkulosis paru yang sama virulensi
sumber yang sama
termasuk pada tingkat kuman tuberkulosis
infektifitas kuman
rendah. tuberkulosis paru
termasuk tingkat tinggi. 
termasuk pada tingkat
menengah.
PENJAMU (HOST)

• Host/pejamu  manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan


arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi
alam.
• Manusia reservoar untuk penularan M. tuberculosis, melalui
droplet nuclei.
• Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang.
FAKTOR HOST YANG MEMPENGARUHI PENULARAN PENYAKIT
TUBERKULOSIS PARU

Umur & Jenis Kelamin Kekebalan Status Gizi


Beberapa penelitian menunjukan Keadaan gizi buruk
laki-laki sering terkena TB paru Tetapi bila kekebalan tubuh
mengurangi daya tahan tubuh.
dibandingkan perempuan. lemah maka kuman
Kekurangan kalori dan protein
tuberkulosis paru akan mudah
Di Indonesia +-75% penderita TB serta zat besi, dapat
menyebabkan penyakit
Paru  usia produktif (15-50 meningkatkan risiko
tuberkulosis paru.
tahun) tuberkulosis paru.
FAKTOR HOST YANG MEMPENGARUHI PENULARAN PENYAKIT
TUBERKULOSIS PARU

Sosial Ekonomi Penyakit HIV


Pendapatan rendah  kurang Infeksi HIV mengakibatkan
kemampuan daya beli  gizi kerusakan luas sistem daya
buruk  kekebalan tubuh tahan tubuh seluler (cellular
menurun  mudah terkena immunity)
infeksi
LINGKUNGAN (ENVIRONMENT)

• Lingkungan  segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu),


baik benda tidak hidup, benda hidup, nyata/abstrak, seperti suasana
yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen tersebut.

• Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan,


terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.
SYARAT-SYARAT RUMAH SEHAT SECARA FISIOLOGIS YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

1. Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu reservoir atau tempat
baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis.
Peranan faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam
menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang
berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di daerah endemis penyakit
tuberkulosis. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
SYARAT-SYARAT RUMAH SEHAT SECARA FISIOLOGIS YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

2. Kepadatan Penghuni Rumah


Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis
paru. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di
dalam rumah tersebut mengalami pencemaran.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, kepadatan penghuni


diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni,
dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m²  per orang daerah pedesaan 10
m²  per orang.
SYARAT-SYARAT RUMAH SEHAT SECARA FISIOLOGIS YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU
3. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang
ideal antara 18°C – 30°C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya
terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak
cocoknya untuk istirahat.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan
mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri
spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam
menghadang mikroorganisme.
Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-
bakteri termasuk bakteri tuberkulosis.

Kelembaban di dalam rumah dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :


a.   Kelembaban yang naik dari tanah (rising damp)
b.   Merembes melalui dinding (percolating damp)
c.   Bocor melalui atap (roof leaks)

Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di
sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap
air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.
SYARAT-SYARAT RUMAH SEHAT SECARA FISIOLOGIS YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

4. Ventilasi
Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan
adalah = 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak
memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan
bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya.

5. Pencahayaan Sinar Matahari


Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan
sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.
SYARAT-SYARAT RUMAH SEHAT SECARA FISIOLOGIS YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

6. Lantai Rumah
Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada
musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya
bagi penghuninya.

7. Dinding
Bahan pembuat dinding yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok
(permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.
No. 4

Cara pencegahan
TUBERKULOSIS PARU
CARA PENCEGAHAN TB PARU PENCEGAHAN PRIMER

A. Health Promotion
- melibatkan pasien & masyarakat dalam
kampanye advokasi,
- penyuluhan rencana pengendalian infeksi,
- penyuluhan Etika batuk dan batuk yang
higienis,
- penyuluhan pasien TB triase dilakukan untuk
saluran cepat atau pemisahan
- penyuluhan mendiagnosis TB yang cepat dan
pengobatan,
CARA PENCEGAHAN TB PARU PENCEGAHAN PRIMER

B. General and Spesific Protection


- Vaksinasi BCG secara signifikan yang bisa
mengurangi risiko TB
- Penggunaan alat pelindung diri di tempat
kerja yang berisiko terkena TB
- Terapi pencegahan isoniazid (IPT) dan terapi
antiretroviral (ART) untuk orang-orang
dengan HIV (WHO).
PENCEGAHAN
CARA PENCEGAHAN TB PARU SEKUNDER
A. Early Diagnosis and Prompt
Treatment
- Skrining/penemuan kasus baru yang benar-
benar (+)  pemeriksaan dahak
- Diagnosis TB Paru dengan memeriksa semua
aspek (3 spesimen dahak dalam 2 hari)
- Diagnosis TB ekstra paru dengan gejala dan
keluhan (tergantung organ)
- Diagnosis TB pada orang HIV-AIDS
(ODHA)
PENCEGAHAN
CARA PENCEGAHAN TB PARU SEKUNDER

B. Pengobatan Tepat
Pengobatan untuk penyakit TB:
Mengonsumsi obat kombinasi dengan
jadwal dosis yang tepat, dan lama
pengobatan yang benar.
CARA PENCEGAHAN TB PARU PENCEGAHAN TERSIER

A. Disablility Limitation
- Penggunaan kortikosteroid tambahan pada
pengobatan TB aktif, penggunaan operasi
tambahan pada orang dengan TB aktif serta
pengobatan TB aktif pada orang dengan
penyakit penyerta.
CARA PENCEGAHAN TB PARU PENCEGAHAN TERSIER

B. Rehabilitation
- Pasien paru BTA positif dengan
pengobatan ulang kategori 2, bila masih
positif TB maka hentikan pengobatan
dan rujuk ke layanan TB-MDR.
No. 5
PoA (Point of Action)
penyuluhan pencegahan
TUBERKULOSIS PARU
Kegiatan
● Pendidikan kesehatan tentang: Pengertian TBC, cara penularan TBC,
gejala TBC, cara mencegah TBC, pentingnya memeberikan vaksin
BCG pada bayi
● Pemberian alat proteksi untuk pencegahan TBC: masker
● Pemberian vaksin BCG kepada bayi yang belum vaksin TBC
● Skrining TBC dengan cara cek tuberkulin untuk anak-anak
● Skrining TBC untuk orang dewasa dengan cara melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik.
Tujuan
● Memberikan informasi seberapa besar masalah TBC yang ada
di masyarakat dan informasi mengenai TBC secara umum.
● Mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan
TBC
● Mendeteksi potensi adanya infeksi TBC di masyarakat
Sasaran
● Masyarakat Padang
Selasa
Metode
● Penyuluhan secara langsung
dan Penyuluhan secara tidak
langsung
Media
● Media sosial (instagram,
facebook, website, twitter,
tiktok)
Evaluasi
Evaluasi dinilai menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada peserta.
Hal-hal yang dievaluasi meliputi:
● Jumlah peserta yang menghadiri penyuluhan pencegahan TBC
● Pemahaman peserta mengenai informasi TBC yang telah diberikan
● Jumlah peserta yang diskiring baik dengan tes mantoux ataupun
pemeriksaan kesehatan
● Jumlah anak yang mendapat vaksin BCG
● Kepatuhan peserta terhadap pemakaian masker (saat batuk. Jika
pandemi masih berlangsung maka pemakaian masker setiap ke luar
rumah)
Waktu & Tempat
Waktu
● Penyuluhan secara langsung : Minggu, 21 Maret 2021. Pukul
09.00 WIB
● Penyuluhan secara tidak langsung: selama bulan maret

Tempat
● Puskesmas Padang Selasa
Penanggung Jawab
● Kepala Puskesmas Padang Selasa
No. 6

SKD Kejadian Luar


Biasa (KLB) DBD
1. Buat PWS SKD penyakit DBD di puskesmas X tahun 2020.
2. Buat PWS SKD kondisi rentan KLB penyakit DBD (ABJ) di
Puskesmas X tahun 2020
3. Buat PWS SKD penyakit DBD di Dua Desa Puskesmas X tahun
2020
4. Buat PWS SKD kondisi rentan KLB penyakit DBD (ABJ) dua
desa di Puskesmas
5. Buat Gabungan PWS DBD dan Kondisi rentan tiap desa
1. PWS-SKD penyakit DBD di Desa A dan Desa B Puskesmas X tahun 2020

Grafik PWS SKD Penyakit DBD Puskesmas Tahun


2020
3

2 2
2

1 1 1 1
1

0
Minggu 21 MInggu 22 Minggu 23 Minggu 24 Minggu 25 Minggu 26 Minggu 27

Desa A Desa B
Interpretasi

• Grafik diatas memperlihatkan kasus DBD dari minggu 21 sampai minggu 27 di Desa A
dan Desa B.
• Desa A terdapat 1 kasus DBD di minggu ke-21 namun mengalami penurunan kasus
dari minggu ke 21 ke 22, yaitu dari 1 kasus menjadi tidak ada kasus. Pada minggu ke-
23 sampai 27, di Desa A tidak mengalami penambahan kasus,yakni tetap konsisten
pada 0 kasus atau tidak ada kasus.
• Dari grafik yang telah disajikan hal tersebut dapat disebabkan karena sistem
kewaspadaan dini yang telah dilakukan dengan baik pada desa A sehingga sistem
tersebut dapat mencegah KLB. Jika dilihat dengan grafik 2, terdapat hubungan antara
angka bebas jentik, yang meningkat dari minggu 21 ke 22 dan seterusnya.
• Sistem kewaspadaan dini yang dijalankan dengan baik tersebut mencegah kejadian
luar biasa, dan harus dipertahankan fungsinya agar dimasa mendatang tetap seperti ini.
Interpretasi

• Desa B, mengalami peningkatan kasus dari 1 kasus di minggu ke 21, menjadi 2 kasus
di minggu 22 dan 23. Pada minggu ke 24, mulai terjadi penurunan menjadi 1 kasus
hingga ke minggu 25. Pada minggu 26 dan 27, kasus menurun menjadi 0 kasus.
• Hal tersebut mungkin menunjukkan sistem kewaspadaan dini yang berjalan sedikit
lambat, sehingga sempat terjadi peningkatan kasus.
• Namun sistem tersebut juga berhasil menurunkan kasus dbd pada minggu 26 dan 27,
dan mencegah terjadinya KLB, karena tidak memenuhi kriteria KLB. Tinjau:
mempercepat kinerja sistem kewaspadaan dini, sehingga kasus tidak sempat naik dan
dapat teratasi dengan cepat.
Interpretasi

• Kriteria dalam penetapan KLB yaitu terjadinya peningkatan kejadian/kematian


penyakit secara terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut atau adanya
peningkatan penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode
sebelumnya.
• Data pada penyakit DBD di puskesmas X baik dari desa A dan desa B tidak termasuk
kedalam kelompok KLB karena tidak memenuhi kriteria KLB sehingga dapat
dikatakan bahwa sistem SKD KLB di desa A dan B berhasil.
2. PWS SKD kondisi rentan KLB penyakit DBD (ABJ) di Desa A dan Desa B
Puskesmas X tahun 2020

Grafik PWS SKD Kondisi Rentan KLP Penyakit DBD


(ABJ) di Puskesmas Tahun 2020
120
100
100 91 92
90 90 91
85 86
80 75 73
64 65
60 60
60

40

20

0
Minggu 21 Minggu 22 Minggu 23 Minggu 24 Minggu 25 Minggu 26 Minggu 27

Desa A Desa B
Interpretasi

• Grafik tersebut menunjukkan kondisi rentan penyakit DBD yang dilihat dari angka
bebas nyamuk (ABJ).
• Desa A, ABJ telah memenuhi target 85% diminggu ke-22 sampai minggu ke 27
dengan trend atau kecenderungan grafik meningkat dan konsisten. Hal tersebut
terbukti dengan kasus DBD Desa A yang menurun menjadi 0 pada minggu 22 sampai
27.
• Kegiatan pemberantasan jentik dipertahankan. Upaya pemberantasan tersebut meliputi
pencarian jentik nyamuk di rumah-rumah, tempat umum dan genangan air oleh tenaga
jumantik, penyemprotan, abitasi genangan air dan gerakan 3M plus.
• Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini dengan intervensi pemberantasan jentik nyamuk
yang dilakukan dengan baik berdampak signifikan terhadap penurunan kasus DBD di
desa A sehingga tidak ada kasus KLB DBD di desa A.
Interpretasi

• Pada desa B minggu ke-26 dan minggu ke-27 telah memenuhi target yaitu sebesar
85%, tetapi pada minggu ke-21 sampai minggu ke-25 tidak memenuhi target, sehingga
perlu dilakukan kegiatan diluar rutin, cari penyebabnya dan pengawasan yang ketat.
• ABJ desa terjadi penaikan dan penurunan, namun akhirnya tercapai target pada
minggu ke 26.
• Hal tersebut sesuai dengan kasus DBD Desa B yang meningkat pada minggu 22 dan
23, menurun menjadi 1 kasus minggu 24 dan 25, dan mengalami penurunan menjadi 0
kasus pada minggu ke 26 dan 27, sehingga dibutuhkan optimalisasi sumber daya, dan
pengawasan yang ketat, sehingga ABJ dapat terpenuhi di setiap minggunya.
• Kegiatan pemberantasan jentik dipercepat dan dipertahankan.
3. Gabungan PWS DBD dan Kondisi rentan tiap desa

DESA A
120

100

80

60

40

20

1 0 0 0 0 0
0
Minggu 21 Minggu 22 Minggu 23 Minggu 24 Minggu 25 Minggu 26

Jumlah Kasus ABJ


3. Gabungan PWS DBD dan Kondisi rentan tiap desa

Desa B
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
1 2 2 1 1 0 0
0
Minggu 21 Minggu 22 Minggu 23 Minggu 24 Minggu 25 Minggu 26 Minggu 27

Jumlah Kasus ABJ


4.Laporan Mingguan PWS SKD Kondisi Rentan KLB Penyakit DBD (ABJ) di Puskesmas X

Minggu ke-21
100
95
90
85
80
75
70
64
65 60
60
Desa A Desa B

Minggu ke-21
4.Laporan Mingguan PWS SKD Kondisi Rentan KLB Penyakit DBD (ABJ) di Puskesmas X

Minggu ke-22
100
95
90 85
85
80
75
70
65 60
60
Desa A Desa B

Minggu ke-22
4.Laporan Mingguan PWS SKD Kondisi Rentan KLB Penyakit DBD (ABJ) di Puskesmas X

Minggu ke-23
100
95 90
90
85
80
75
70 65
65
60
Desa A Desa B

Minggu ke-23
4.Laporan Mingguan PWS SKD Kondisi Rentan KLB Penyakit DBD (ABJ) di Puskesmas X

Minggu ke-24
100
95
90 86
85
80 75
75
70
65
60
Desa A Desa B

Minggu ke-24
Minggu ke-25 Minggu ke-26
100
100 100
95 95 90 91
90 90
85 85
80 80
73 75
75
70 70
65 65
60 60
Desa A Desa B Desa A Desa B

Minggu ke-25 Minggu ke-26

Minggu ke-27
100
95 91 92
90
85
80
75
70
65
60
Desa A Desa B

Minggu ke-27
Interpretasi :
● Minggu ke-21
Cakupan ABJ belum memenuhi target. Intervensi: cari penyebab, lakukan upaya diluar
rutin. dan pengawasan yang ketat, dengan mengoptimalkan sumberdaya yang ada di
Puskesmas mengoptimalkan sumberdaya yang ada di Puskesmas.
● Minggu ke-22
Desa A: Cakupan ABJ memenuhi target. Trend naik, kegiatan rutin diteruskan.
Desa B: Cakupan ABJ belum memenuhi target, Trend turun, intervensi: cari penyebab,
lakukan upaya diluar rutin yang massif dan pengawasan yang ketat, optimalkan
sumberdaya yang ada di Puskesmas.
● Minggu ke-23
Desa A: Cakupan ABJ memenuhi target. Trend naik, kegiatan rutin diteruskan.
Desa B: Cakupan ABJ belum memenuhi target, Trend turun, intervensi: Koreksi
kesalahan SKD sebelumnya, rancang program SKD efektif, lakukan upaya diluar rutin
yang massif, pengawasan yang ketat, optimalkan sumberdaya yang ada di Puskesmas.
● Minggu ke-24
Desa A: Cakupan ABJ memenuhi target. Trend naik, kegiatan rutin diteruskan
Desa B: Cakupan ABJ belum memenuhi target, Trend naik, intervensi: maksimalkanlebih lanjut
program SKD, lakukan upaya diluar rutin yang massif, pengawasan yang ketat, optimalkan
sumberdaya yang ada di Puskesmas
● Minggu ke-25
Desa A: Cakupan ABJ memenuhi target. Trend naik, kegiatan rutin diteruskan
Desa B: Cakupan ABJ belum memenuhi target, Trend turun, intervensi: cari penyebab, maksimalkan
lebih lanjut program SKD,lakukan upaya diluar rutin yang massif, pengawasan yang ketat,
optimalkan sumberdaya yang ada di Puskesmas
● Minggu ke-26
Desa A: Cakupan ABJ memenuhi target. Trend turun, kegiatan rutin diteruskan
Desa B: Cakupan ABJ memenuhi target, Trend naik, intervensi: kegiatan rutin sebelumnya diteruskan
● Minggu ke-27
Desa A: Cakupan ABJ memenuhi target. Trend turun, kegiatan rutin diteruskan
Desa B: Cakupan ABJ memenuhi target, Trend naik, intervensi: kegiatan rutin sebelumnya diteruskan
No. 7

Investigasi Wabah
Bagan 1 INVESTIGASI WABAH
Di pagi tanggal 1 November 1979, selama perjalanan haji ke Mekkah, epidemiologist
ditugaskan untuk menyelidiki kasus sakit perut dan diare yang dialami misi Kuwaiti medical di
holy masjid sebelum mengelilingi Ka’bah. Dia telah mempelajari bahwa kejadian yang sama
telah berkembang ke anggota misi. Pada malam ke Mina dia berinisiatif untuk melakukan
penyelidikan.
1. Informasi apa anda butuhkan untuk memutuskan apakah ini sebuah epidemik?
Jawaban :
Beberapa informasi yang harus dikumpulkan, untuk memutuskan apakah ini sebuah epidemik:
a. Apakah ini merupakan kasus baru?
b. Apakah kasus ini menyerang banyak anggota misi? Berapa jumlahnya?
c. Apakah penyakit ini menular?
d. Sejak kapan penyakit ini muncul?
e. Apa dampak yang ditimbulkan dari kasus ini?
● Untuk menentukan apakah jumlah kasus sudah melampaui jumlah yang diharapakan, biasanya
dilakukan dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah beberapa minggu atau
bulan sebelumnya atau beberapa tahun sebelumnya. Sumber informasi bervariasi tergantung dari
situasinya.
● Untuk penyakit yang harus dilaporkan, bisa digunakan catatan hasil surveilans.
● Untuk penyakit/ kondisi yang lain, umumnya ada data setempat yang tersedia – catatan keluar dari
rumah sakit, statistik kematian, register kanker atau cacat lahir, dll.
● Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional, atau
alternatif lain menyelenggarakan survei lewat telpon kepada dokter-dokter untuk menentukan apakah
mereka mengetahui banyaknya kasus yang luar biasa
Data Kejadian Sebelumnya yang dapat diperoleh dari:
Catatan hasil surveilans
Catatan RS
Perbandingan dengan rate dari wilayah didekatnya/nasional
Survei lewat telepon ke dokter
Survei di masyarakat
INVESTIGASI WABAH
Epidemiologist telah menginterviu beberapa anggota misi yang sakit untuk menegetahui karak teristik
yang sakit. Berdasarkan interview ini, epidemiologist secara cepat menyiapkan sebuah kuesioner dan
mengadakan intervieq dengan 112 anggota misi.
Total dari 66 kasus yang sakit tadi diidentifikasi, 2 telah sakit di Kuwait sebelum dimulai perjalana haji
dan 64 telah mengalami sakit sejak sore 31 Oktober.

2. Adakah ini sebuah epidemik? Jelaskan jawaban anda.


Jawaban :
Beberapa informasi yang harus dikumpulkan, untuk memutuskan apakah ini sebuah epidemik:
a. Ya/tidak. Definisi epidemik. Jelaskan dengan bukti.
Ya, kasus ini merupakan epidemik. Epidemik atau wabah merupakan kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Dari 112 orang disuatu rombongan, yang mengalami keluhan sebanyak 64 orang, yang berarti sekitar 57%,
yang terjadi disuatu tempat/rombongan, dan waktu tertentu/berdekatan.
Bukti:
Penyakit enteritis tersebut menyerang lebih dari setengah komunitas pada waktu dan tempat tertentu serta terdapat
peningkatan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode sebelumnya
b. Perbedaan epidemik dengan outbreak.
● Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi normal secara mendadak
pada suatu komunitas di suatu tempat terbatas pada suatu periode waktu tertentu. Pada hakikatnya,
epidemik sama dengan outbreak, kasus tidak hanya terbatas pada penyakit menular saja, tetapi bisa
kejadian lain yang menyebabkan kesakitan/kematian pada sekelompok komunitas pada waktu dan
tempat tertentu. Peningkatan angka kesakitan/kematian disebut outbreak apabila kejadian tersebut
terbatas dan dapat ditanggulangi sendiri oleh Pemerintah Daerah atau dinyatakan sebagai kejadian
luar biasa (KLB) bila penanggulangannya membutuhkan bantuan Pemerintah Pusat.
● Epidemi merupakan skala yang lebih besar dan menyebar dibandingkan outbreak, yang awalnya
pada 1 wilayahh, sekarang bisa terjadi di luar dari wilayah tersebut. Contohnya, pada saat virus
corona sudah keluar dari Wuhan dan menyebar ke wilayah selain Wuhan, maka kita bisa sebut
epidemi virus corona.
INVESTIGASI WABAH
Deskripsi perjalanan haji
Misi Kuwait medical, terdiri dari 112 anggota, menempuh perjalanan dengan bus dari Kuwait ke
Mekkah. Pada 30 Oktober semua anggota misi telah menginap di Mina. Pada waktu matahari terbit 31
Oktober mereka telah berangkat ke Arafah, dimana pada pukul 8.00 a.m. mereka telah minum teh dengan
atau tanpa susu untuk minum pagi. Susu tadi telah disiapkan segera sebelum dikonsumsi dengan
mencampur bubuk susu dengan air panas. Sisa hari mereka tadi telah digunakan untuk melaksanakan
ibadah. Pada jam 2.00 p.m., makan siang disajikan untuk semua anggota misi yang ingin makan. Makanan
khas Kuwaoit terdiri dari tiga jenis: nasi, daging dan saus tomat. Sebagain besar anggota misi
mengkonsumsi semua jenis makan tadi. Makan siang telah disiapkan di Mina pada 30 Oktober dan diantar
ke Arafah oleh truk pagi 31 Oktober. Pada waktu matahari terbit 31 Oktober anggota missi kembali ke Mina.

Deskripsi klinis
Investigator mengidentifikasi total 66 kasus GE. Onset (Waktu timbulnya) kasus tadi akut, ditandai
kebanyakan oleh diare dan nyeri perut. Nausea, vomitus dan darah dalam tinja terjadi tidak sering. Tidak ada
kasus pasien yang dilaporkan dengan demam. Semua pulih dalam 12-24 jam. Kira-kira 20% telah meminta
pertolongan medis. Investigator tidak memperoleh spesimen tinja untuk pemeriksaan.
3. Kembangkan sebuah definisi kasus awal (preliminary).
Jawaban
Definisi kasus
Kasus gastroenteritis yang ditandai dengan diare, nyeri perut, mual, muntah (tidak sering) dan pulih
dalam 12-24 jam.
Waktu kejadian
Waktu kejadian kasus dimulai sore 31 Oktober
Tempat/orang
Orang yang terdaftar dalam Missi Kuwait Medical (112 orang, kasus 66 orang), yang dalam perjalanan
menuju makkah
4. Buat daftar kategri penyakit secara garis besar yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosa
banding dari outbreak penyakit gastrointestinal.(Ingat agent penyakit).
Jawaban :
DDx:
GE akut ec infeksi bakteri
GE akut ec infeksi virus
GE akut ec infeksi parasit
GE akut ec toksin
Agen penyakit:
● Bakteri: Eschericia coli, Salmonella typhii, Salmonella paratyphii A/B/C, Salmonella spp, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens,
Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis,
Coccidosis.
● Virus: Rotavirus, adenovirus, Norwalk virus
● Parasit; Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp., Ascaris
lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura, Oxyuris
vermicularis, Taenia saginata, Taenia sollium
● Toksin: logam berat (salmonella, Cd, Cu, Tin, Zn), jamur, ikan dan kerrang, insektisida.
5. Apa informasi klinis dan epidemiologi yang dapat menolong menentukan etiologi agent
penyakit?
Jawaban:
● Pada kasus, ditemukan 66 anggota yang mengalami gejala gastroenteritis setelah mengonsumsi
makanan. Onset kejadian terjadi secara akut, yang ditandai dengan diare. Diare adalah buang air
besar dengan konsistensi lembek/cair yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih
dalam sehari). Selain itu, sebagian besar anggota juga mengalami nyeri perut. Mual, muntah, dan
darah dalam tinja terjadi tidak sering ditemukan pada setiap anggota. Tidak ada kasus yang
dilaporkan dengan demam. Semua anggota pulih dalam 12-24 jam.
● Penyebaran gastroenteritis adalah secara fecal-oral, seperti melalui tangan yang kotor, lalat, dan
sanitasi yang buruk. Kejadian gastroenteritis dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor agen
penyebab, faktor pejamu, dan faktor lingkungan atau perilaku. Agen penyebab gastroenteritis
memiliki tingkat virulensi dan masa inkubasi yang beragam, serta memberikan gejala klinis yang
berbeda-beda (Tabel X). Faktor pejamu yang berisiko rentan terhadap gastroenteritis adalah
seseorang yang kurang gizi, ada penyakit penyerta, dan keadaan imunodefisiensi/imunosupresi.
Memakan makanan basi atau yang telah tercemar kuman, tidak mencuci tangan sebelum makan,
setelah buang air besar, dan setelah melakukan aktivitas yang mengotori tangan, serta membuang
tinja dan sampah sembarangan yang mempercepat pertumbuhan kuman merupakan faktor
6. Investigator Kuwait membagikan kuesioner ke semua anggota missi. Informasi apa yang harus
dimasukkan dalam kuesioner tersebut?
Jawaban:
- Informasi identitas responden mencakup nama lengkap, tanggal lahir/usia, jenis kelamin
- Informasi mengenai faktor risiko/penyebab penyakit
● Kapan Anda mengkonsumsi makanan yang disediakan? (sebutkan tanggal dan waktu)
● Apa saja jenis makanan yang Anda konsumsi?
● Bagaimana cara Anda memakan makanan tersebut? (apakah dengan peralatan sendok garpu yang tersedia atau
langsung menggunakan tangan)
● Apakah Anda ada mengkonsumsi makanan lain selain makanan yang disediakan oleh penyedia jasa makanan?
● Apakah Anda merasakan sesuatu yang aneh dengan makanan yang Anda konsumsi? (bau, tekstur, dll)
-Informasi mengenai keluhan (klinis)
● Apa saja keluhan yang Anda alami setelah mengkonsumsi makanan tersebut?
● Kapan keluhan itu muncul? (Berapa lama Anda mengalami keluhan tersebut terhitung dari jarak Anda
mengkonsumsi makanan tersebut?)
● Apa tindakan yang Anda lakukan setelah mengalami keluhan tersebut?
● Apakah gejala dapat membaik dengan sendirinya?
● Berapa lama keluhan Anda dirasakan membaik?
Bagan 2 INVESTIGASI WABAH
Investigator menentukan bahwa 64 kasus mulai sakit selama perjalanan haji, semua yang
telah makan siang di Arafah pada pukul 2.00 p.m. pada 31 Oktober. 15 anggota missi tidak
makan siang: tidak ada yang sakit.
7. Hitung attack rate yang makan dan yang tidak makan. Apa yang anda simpulkan?
Jawaban :
Dari 112 anggota, 15 anggota tidak makan siang, 2 orang telah sakit sebelum keberangkanan, sehingga 112-(15+2) =
95 orang, yang berisiko sakit
Yang makan siang (95), 64 orang sakit
Attack rate: 64/95 x 100% = 67%

Yang tidak makan siang (15), 0 orang sakit


Attack rate: 0/15 x10% = 0%
Makan Tidak makan
Jenis
Sakit Tidak Total AR (%) Sakit Tidak Total AR (%)
Makanan
Nasi 62 31 93 66,7% 2 0 2 100%
Daging 63 25 88 71,6% 1 6 7 14,3%
Saus 51 26 77 66,2% 13 5 18 72,2%

Kesimpulan:
● Berdasarkan perhitungan, bahwa attack rate yang makan yaitu 67% dan yang tidak makan 0%, yang
artinya gejala/penyakit ini disebabkan oleh makanan.
● Dari tabel dapat disimpulkan bahwa attack rate yang terbesar yaitu daging, sehingga kemungkinan
sumber penyakit berasal dari daging.
Jawaban:

Jumlah

0
2
4
6
8
10
12
14

2:00 PM
3:00 PM
4:00 PM
2

5:00 PM
6:00 PM
7:00 PM
8:00 PM

31-Oct
000 0000

9:00 PM
4

10:00 PM
3

11:00 PM
1

12:00 AM
4

1:00 AM
3

2:00 AM
13

3:00 AM
4:00 AM
88

5:00 AM
4

6:00 AM
3

7:00 AM
Waktu
0

8:00 AM
9:00 AM
22

10:00 AM
11:00 AM
00

12:00 AM
1

1:00 PM
2

1-Nov

2:00 PM
3:00 PM
4:00 PM
1

5:00 PM
6:00 PM
Kurva Epidemiologi

7:00 PM
8:00 PM
9:00 PM
10:00 PM
1

11:00 PM
12:00 PM
00 00000 00

1:00 AM
Kasus
8. Dengan menggunakan priode waktu yang tepat, gambar sebuah kurva epidemiologik.
9. Adakah kasus yang waktu timbulnya sakit tampak tidak konsistent? Jelaskan?
Jawaban:
● Ada. Rerata waktu yang diperlukan dari makan hingga timbulnya keluhan adalah sekitar 6-24 jam.
Tetapi ada keluhan dari penderita yang muncul kurang dari 6 jam atau lebih dari 24 jam.
● Tabel kasus yang tidak konsisten

Onset of
Foods Signs/symptoms*
Id # Age Sex Illness

Date Hour Rice Meat TS* D C BS N V F  


31 36 M Oct,31 5 p.m X X X D C BS        
77 28 M Oct,31 5 p.m X X   D C          
75 45 M Nov.1 5 pm X X X D   BS        
95 40 M Nov.1 11pm X X X D C          
● Berdasarkan kurva epidemiologik di atas, terlihat bahwa timbulnya waktu sakit tidak konsisten.
Kasus induk terjadi pada tanggal 31 Oktober 1979 pukul 05.00 pm. Puncak kasus terjadi pada
tanggal yang sama pukul 03.00 am yaitu sebanyak 13 kasus. Sedangkan kasus terakhir terjadi pada 1
November 1979 pukul 11.00 pm sebanyak satu kasus.
● Kasus yang berbeda tersebut, patut dicurigai bukan berasal dari sumber yang sama, atau bahkan
menjadi awal kasus baru sumber penularan manusia ke manusia. Faktor yang memengaruhi
perbedaan tersebut yaitu perbedaan resistensi individu, jumlah makanan yang dimakan, distribusi
toksin atau organisme yang tidak sama, atau dalam diagnosis yang kriterianya tidak jelas.
● Kasus terakhir mempunyai masa inkubasi yang panjang yaitu 33 jam dengan terdapat periode kasus
yang hilang. Satu kasus yang terjadi ini patut dicurigai apakah masih berhubungan dengan kasus
yang pertama muncul akibat sumber penularan makanan atau merupakan awal kasus baru akibat
sumber penularan yang lain contohnya seperti penularan dari orang ke orang.
● Hal tersebut bisa terjadi akibat resistensi atau kerentanan individu, jumlah makanan yang dimakan
tidak sama, distribusi organisme atau toksin pada makanan tidak sama, definisi atau kriteria orang
sakit tidak jelas sehingga kemungkinan ikutnya penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan
penyakit yang diselidiki, terjadi kontaminasi silang dari suatu makanan kepada yang lain, kesalahan
saat mengambil suatu anamnesa, kesalahan mengambil sampel, kemungkinan adanya gejala
psikosomatis pada individu yang diwawancarai. Selain itu, kesalahan juga sering terjadi pada
pembuatan kurva epidemik yaitu penetapan interval waktu.
● Hal ini berhubungan juga dengan masa inkubasi yang bisa mengarah pada diagnosis etiologi
(mencari agen penyebab dari outbreak ini).
10. Modifikasi grafik yang telah digambarkan (Pertanyaan 8) untuk mengilustrasikan distribusi masa
inkubasi.
Jawaban:

Masa Inkubasi
14
13
12
10

Jumlah Kasus 8 8 8
6
5
4 4 4 4
3 3
2 2 2 2 2
1 1 1 1
0
3 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 19 20 23 24 27 33

Periode Inkubasi (Jam)

Masa Inkubasi
(
1562
13 
,14
x24
SDi 

793
x   f xi  x 
x) 2sf2( x ) 2

s2  
632 f
n 11.1 Tentukan atau hitung minimum, maksimum, mean, median, mode, range , standar deviasi priode
inkubasi.
Jawaban:
● Dilihat dari
median inkubasi,
tentukan apa
penyebabnya.
● Kemungkinan
penyebab outbreak
ini adalah
Salmonella spp.,
Clostridium
perfringens,
Streptococcus
faecalis, dan
Enterococcus.
12a. Hitung frekuensi masing-masing gejala klinis dari semua kasus.
Jawaban :
Diare : 62 orang
Nyeri perut : 52 orang
Nausea (mual) : 8 orang
Muntah : 2 orang
Darah pada feses : 2 orang
Demam : 0 (tidak ada)
Total jumlah anggota misi ada 64 orang makan siang dengan sakit
Diare : 62/64 = 96,9%
Kram perut : 52/64 = 81,25%
BAB darah : 8/64 = 12,5%
Mual : 2/64 = 3,1%
Muntah : 2/64 = 3,1%
Demam : 0%
12b. Bagaimana informasi gejala dan periode inkubasi menolong anda mempersempit diagnosa banding?
(Anda dapat merujuk ke Ringkasan Kompendium Keracunanan makanan akut penyakit GE, appendix E).
Jawaban:
Informasi tentang gejala penyakit dan masa inkubasi dapat membantu dalam mempersempit
diagnosis banding karena dengan gejala yang berbeda, penyebab atau etiologi suatu penyakit juga berbeda.
Pada kasus ini didapatkan rata-rata masa inkubasi terjadi selama 14 jam dengan standar deviasi 4,9 jam.
Dari tabel dapat dilihat bahwa penyakit gastrointestinal yang terjadi pada masa inkubasi tersebut adalah
gastroenteritis akibat Salmonella, Shigella, Staphylococcal food poisoning, dan keracunan makanan
clostridium.
Kemudian, bila diperhatikan dari gejala yang ditemukan pada kasus ini, yaitu Diare 96,9%, Kram
perut 81,25%, BAB darah 12,5%, Mual 3,1%, dan Muntah 3,1%. Semua gangguan gastrointestinal
memiliki gejala tersebut. Namun, tidak ada pasien yang mengalami demam, sehingga gangguan
gastrointestinal akibat infeksi dapat disingkirkan. Dari tabel, dapat dilihat bahwa penyakit gastrointestinal
dengan onset akut dan tanpa disertai demam adalah Keracunan makan clostridium dan botulism. Namun,
pada botulism onset tercepatnya adalah 12 jam, sedangkan pada kasus ini terjadi paling cepat 3 jam setelah
paparan penyebab. Sehingga, dari data informasi gejala dan masa inkubasi saja dapat menunjukkan arah
diagnosis tanpa melakukan pemeriksaan penunjang.
13a. Dengan mengunakan riwayat mengkonsumsi makanan pada tabel 1. lengkapi item 7 dari
form laporan appendix F ”Penyelidikan outbreak Keracunan makanan”
Jawaban :
Food specific attack rate (item 7 Form investigasi outbreak karena makanan)
Food item Jumlah orang yang makan spesifik Jumlah orang yg tidak makan spesifik food
disajikan food

  Sakit Sehat Total Attack Sakit Sehat Total Attack Rate


rate

Nasi 62 31 93 66,7% 2 0 2 100%


Daging 63 25 88 71,6% 1 6 7 14,3%
Saus Tomat 51 26 77 66,2% 13 5 18 72,2%
Anda dapat menganalisa data dengan tabel 2x2
Nasi
  Sakit Sehat Total
Makan 62 (a) 31 (b) 93
Tidak makan 2 (c) 0 (d) 2
Total 64 (a+c) 31 (b+d) 95(a+b+c+d)
AR1 : a / (a+b) x 100 % = 62/93 x 100% = 66,7%
AR2 : c / (c+d) x 100 % = 2/2 x 100% = 100%
RR = ad/bc = (62/93) / (2/2) = 0,67 (RR <1)
Nasi bukan faktor risiko terjadinya keracunan makanan
Daging
  Sakit Sehat Total
Makan 63 (a) 25 (b) 88 (a+b)
Tidak makan 1(c) 6 (d) 7(c+d)
Total 64(a+c) 31 (b+d) 95(a+b+c+d)
AR1 : a / (a+b) x 100 % = 63/88 x 100% = 71,6%
AR2 : c/ (c+d) x 100 % = 1/7 x 100% = 14,3%
RR = ad/bc = (63/88) / (1/7) = 5 (RR >5)
Makna: orang yang makan daging 5 kali lebih mungkin terkena gastroenteritis daripada yang
tidak makan daging.

Saus tomat   Sakit Sehat Total


Makan 51(a) 26(b) 77 (a+b)
Tidak makan 13(c) 5 (d) 18 (c+d)
Total 64 (a+c) 31 (b+d) 95 (a+b+c+d)

AR1 : a / (a+b) x 100 % = 51/77 x 100% = 66,2%


AR2 : c / (c+d) x 100 % = 13/18 x 100% = 72,2%
RR = ad/bc = (51/77) / (13/18) = 0,92 (RR<1)
Makna: Tidak terdapat pengaruh makan saos terhadap seseorang lebih mungkin menderita
gastroenteritis pada kasus ini.
13b. Adakah perhitungan disini menolong anda untuk menentukan makanan yang mana yang
telah disajikan pada makan siang tsb. yang bertanggung jawab terjadinya outbreak?
Jawaban:
Ada. Makanan yang dicurigai menyebabkan outbreak pada kasus ini adalah daging karena
attack rate yang tinggi pada orang yang mekanan daging, namun attack rate rendah pada orang
yang tidak makan daging. Attack rate tinggi pada jenis makanan yang lain kemungkinan
disebabkan karena orang yang memakan daging juga memakan jenis makanan lainnya (63/64).
Berdasarkan perhitungan RR sebelumnya, dapat diketahui bahwa makanan yang
bertanggung jawab terjadinya outbreak adalah Daging dengan Recurrence Rate sebesar 5, yaitu
orang yang mengonsumsi daging 5x lebih mungkin menderita gastroenteritis.

14. Buat rencana penyelidikan lebih lanjut yang mana harus dilakukan. Buat daftar satu atau
beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kontaminasi makanan.
1. Rencana penyelidikan lebih lanjut:
a.Melakukan studi epidemiologi
b.Menyelidiki sumber penyebab dan faktor yang berperan
c.Mengambil sampel makanan dan spesimen (darah dan feses)
d.Melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap specimen
e.Melakukan surveilans terhadap penyakit
f. Menentukan pencegahan untuk masa akan dating
g.Mengkomunikasikan temuan
h.Evaluasi dan meneruskan surveilans
2. Beberapa hal khusus yang perlu ditanyakan:
i. Sumber makanan (daging)
j. Penyimpanan daging sebelum di masak (suhu, cara penyimpanan, dan tempat penyimpanan)
k.Cara mengolah dan memasak daging, yang perlu ditanyakan adalah apakah daging dicuci terlebih dahulu, mencuci dengan
sumber air seperti apa, apakah menggunakan bahan makanan tambahan, peralatan apa yang digunakan untuk mengolah
daging, suhu memasak daging, dan higienitas pengolahan daging.
l. Kemungkinan kontaminasi silang, dapat ditanyakan peralatan apa yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan daging
untuk mengetahui kemungkinan kontaminasi silang dengan bahan mentah. Kontaminasi silang juga dapat diketahui dengan
menanyakan tempat menyimpanan, pengangkutan, dan penyajian daging.
m.Pengangkutan makanan. Perlu ditanyakan peralatan, cara, dan tempat pengangkutan makanan.
n.Penyajian makanan, apakah makanan disajikan di tempat yang bersih dan alat makan yang higienis.
o.Kebersihan tempat kerja (membuat atau memasak daging) dan prosedur kerja apakah sudah baik dan terstandar atau belum.
Faktor terjadinya suatu outbreak
a. Herd immunity yang rendah adalah daya tahan masyarakat terhadap penyebran penyakit infeksi karena
sebagian besar anggota masyarakat memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi tersebut. Dalam keadaan
tertentu herd immunity ini bisa menurun sehingga terjadi wabah.
b. Patogenesis adalah kemampuan bibit penyakit untuk dapat menimbulkan suatu penyakit.
c. Lingkungan yang buruk adalah seluruh kondisi yang terdapat disekitar mikroorganisme tetapi
mempengaruhi kehidupan atau perkembangan mikroorganisme tersebut.
 
Daftar faktor yang dapat mengakibatkan kontaminasi makanan:
• Tempat pengolahan makanan tidak sesuai standar sanitasi.
• Bahan makanan tidak segar dan sudah tercemar.
• Penyimpanan bahan makanan (suhu, cara penyimpanan) yang tidak baik
• Pengolahan bahan makanan (pencucian bahan mentah, penjamah/pengolah makanan, proses memasak, penggunaan bahan
makanan tambahan, cara pengolahan, penggunaan peralatan) yang tidak sesuai aturan dan prinsip higienitas dan sanitasi
• Penyimpanan makanan (peralatan, suhu, tempat, cara penyimpanan) tidak baik
• Pengangkutan makanan (suhu makanan saat diangkut, pengemasan, peralatan) tidak baik
• Penyajian makanan (makanan disajikan tanpa pemanasan ulang yang benar, wadah, alat makan) tidak baik
• Pengawasan kerja yang kurang baik dan tidak sesuai standar
Bagan III INVESTIGASI WABAH
Makan siang yang tadi disajikan di Arafah pada pukul 2.00 p.m.pada 31 Oktober
Disiapkan pada pukul 10.00 p.m. malam sebelum ke Mina. Makanan itu terdiri dari nasi
dimasak, sebongkah daging domba yang digoreng dengan minyak, dan saus tomato yang telah
disipkan dari tomto segar yang diiris. Nasi yang telah dimasak tadi ditempatkan didalam dua
pot besar dan daging dibagi diletakkan di atas pot. Saus tomato disimpan dalam pot ketiga.
Pot dilapisi dengan tutup logam dan ditempatkan didalam tempat terbuka dinatara
beberapa batu dekat dapur sepanjang malam. Mereka beranggapan tidak ada yang akan
menjamah selama waktu itu. Pagi-pagi tanggal 31 Oktober, pot-pot diantar oleh truk ke Mina ke
Arafah dimana makanan itu berada dalam truk sampai jam 2.00 p.m. tempratur di Arafah pada
waktu siang hari itu 35 derajat C. Makanan tidak didinginkan dari persiapan sampai waktu
dikonsumsi.
Juru masak dan orang lain yang menolong mempersiapkan makan tadi secara intensif
diinterviu berkaita dengan setiap kesakitan tadi sebelum atau pada waktu persiapan. Semua
orang yang diinterviu menyangkal ada yang sakit dan telah mengetahui tidak ada yang sakit
diantara semua anggota yang menuyiapkan makanan. Tidak ada spesimen diperoleh dari juru
masak untuk pemeriksaan laboratorium.
Bagan III
INVESTIGASI WABAH
Berkut adalah kutipan/transkrip dalam disket dari laporan yang disiapkan oleh epidemiologist
yang menyelidiki outbreak.
“Gambaran klinis ini lebih mungkin menunjukkan sebuah infeksi oleh Cloistridium perfringens.
Organisme ini dapat dideteksi pada elemen makanan dikonsumsi dan juga di tinja pasien. Namun, tidak
ada prosedur diagnostik labortarium tadi yang mungkin dilokasi terjadi outbreak. Semua penyelidikan
dilakukan tadi didasarkan seluruhnya pada latar epidemiologis.
Priode inkubasi dan juga data lain di ekstrapolasi dari analisis epidemiologis menyarankan bahwa
Clostridium perfringens sebagai agent penyebab. Organisme ini terdistribusi luas di alam khususnya di
tanah dan debu. Jadi disini ada peluang kontaminasi ke makanan. Jika daging dimasak dibiarkan dingin
secara lambat dibawah kondisi anaerob yang cocok, spora yang mana mungkin dapat bertahan hidup
dalam masakan atau datang dari debu yang berkembang dan dalam beberapa jam memproduksi
sejumlah besar basil vegetatif. Dalam kenyataan, kamp haji di Mina kurang fasilitas masak yang saniter.
Makanan biasanya disiapkan dalam sebuah tempat terbuka berdebu sampai hembusan angin
menciptakan situasi yang ideal untuk kontaminasi Cl.ferfringens.
Jenis organisme, jenis makanan dan perbedaan attack rate yang mengkonsum daging dan orang yang
tidak makan daging sebagai sumber paling mungkin dari infeksi pada outbreak.
Bagan III
INVESTIGASI WABAH
Kesimpulan:Sakit akut enteritis di Arafah yang telah menyerang banyak orang adalah sebuah bentuk
epidemi. Epidemi tadi adalah outbreak dengan “common source”, sumber adalah daging yang
sedang dikonsumsi pada waktu makan siang di Arafah. Periode inkubasi kira-kira 13 jam. Kesakitan
ditandai oleh nyeri abdomen kolik dan diare dengan tidak ada peningkatan suhu. Agent yang
bertanggungjawab pada outbreak ini lebih mungkin Clostridium perfringens.
Makan siang di Arafah sehrausnya disiapkan dihari yang sama di konsumsi atau disimpan dalam
refrigerator jika disiapkan hari sebelumnya. Meskipun dapur tidak dilengkapi penuh untuk
memenuhi tindakan keselamatan yang esential di tempat seperti di Mina, mereka seharusnya
disuplai untuk melindungi makanan dari kontaminasi.Sisa makanan di Arafah seharusnya
dimusnahkan sesudah penyelidikan, tetapi tidak ada sisa pada waktu itu.
Penyelidikan epidemiologik yang dilakukan pada epidemik inidapat mengeksplor alamiah epidemik
ini dan menjawab sebagian besar pertanyaan yang timbul.Penyelidikan laboratorium, meskipun
menolong untuk mendeteksi organisme penyebab, harus tidak menggantikan metode epidemiologi
yang leih efisien dalam menggali epidemik.Kekurangan fasilitas laboratorium penting untuk
mendeteksi organisme penyebab outbreak berasal makanan seharusnya tidak melemahkan
epidemiologist menyelidiki dan membuatnya penuh keraguan dan kurang percaya pada tool
epidemiologiknya.”
15. Dalam konteks outbreak, apa tindakan pengendalian akan anda rekomendasikan?
Jawaban :
a. Melakukan diagnosis dini serta pengobatan yang tepat.
b. Pengendalian ditujukan pada:
• Sumber infeksi: makanan, feses, air, tanah, dan udara. Dilakukan pengendalian terhadap sumber infeksi ini dengan
cara mencegah paparan bahan makanan dengan sumber infeksi tersebut, sepeti menyimpan bahan makanan di
tempat yang bersih dan tertutup.
• Sumber awal: kasus penyakit. Pengendalian dilakukan dengan cara deteksi atau diagnosis dini penyakit serta
memberikan pengobatan yang tepat.
• Alat atau cara penularan: vektor, reservoir
Kelompok rentan: diberikan vaksinasi atau pencegahan
c. Jika sumber wabah sudah diketahui, lakukan pengendalian pada agen, sumber, atau reservoir; contohnya dengan cara
memusnahkan makanan yang terinfeksi, memberikan pengobatan pada penjamah makanan (jika merupakan sumber
infeksi), dan melakukan deteksi dini serta pengobatan pada orang yang sakit. Perlu dilakukan pencarian apakah
terdapat kasus baru. Seetelah dilakukan penanganan dan pengendalian, lakukan evaluasi hal-hal yang mungkin
menjadi sumber infeksi misalnya sumber makanan, penyimpanan makanan, proses pengolahan makanan,
pendistribusian makanan, dan penyajian makanan. Lakukan pemeriksaan sampel pada bahan makanan yang dicurigai
sebagai penyebab outbreak. Rekomendasikan cara penyajian makanan yang higienis dengan suhu yang sesuai,
menyediakan makanan di hari yang sama, dan edukasi cara memanaskan makanan (jika makanan kembali dipanaskan)
untuk menghindari kontaminasi.
16. Adakah penting untuk menyusun/menarik pelajaran dari outbreak ini? Sebutkan alasan mengapa penting
Jawaban:
Berdasarkan epidemiologi, pelajaran dari outbreak ini adalah dapat menjelaskan pencatatan, pelaporan, dan
analisis dengan perangkat epidemiologi yang tepat sehingga membantu untuk mengetahui sumber penyebab
penyakit, deteksi dini tanpa alat diagnosis yang canggih, dan memberikan pengobatan yang tepat. Selain itu,
dapat digunakan sebagai pencegahan untuk kasus di masa mendatang dan agar kasus tidak berulang.
Dari outbreak ini dapat ditarik pelajaran mengenai 2 hal utama, yaitu secara epidemiologi dan secara klinis.
Secara ilmu epidemiologi, dari outbreak ini dapat menjelaskan bahwa dengan pencatatan, pelaporan, dan analisa
data dengan tool epidemiologi yang tepat, dapat membantu seorang klinisi mengatasi outbreak secara cepat dan
tepat walaupun tanpa alat diagnosis yang canggih (pemeriksaan tinja). Dalam sisi pandang praktis, dapat diambil
pelajaran dalam menjaga sanitasi makanan pada proses penyimpanan, pengolahan, dan penyediaan makanan
untuk populasi yang besar. Dari analisis keduanya, dapat disimpulkan poin-poin agar outbreak ini dapat dicegah
kejadiannya di waktu yang akan datang, yaitu makan siang di Arafah sehrausnya disiapkan dihari yang sama di
konsumsi atau disimpan dalam refrigerator jika disiapkan hari sebelumnya. Meskipun dapur tidak dilengkapi
penuh untuk memenuhi tindakan keselamatan yang esential di tempat seperti di Mina, mereka seharusnya
disuplai untuk melindungi makanan dari kontaminasi.S isa makanan di Arafah seharusnya dimusnahkan sesudah
penyelidikan, tetapi tidak ada sisa pada waktu itu.
No. 8
Surveilans Epidemiologi
COVID-19 tanggal
18 Maret 2021
Soal Surveilans Epidemiologi COVID-19 pada 18 Maret 2021 untuk 1 kab/kota Satu Kelompok
8
(Kota Palembang)
Penyajian, analisis data, interpretasi, rekomendasi
A. Suspek
Jawab:
3500

3000 Kasus Suspek


2500

2000
Total
Total

1500 Propemer
Konfirm
1000
Discard
500 Probable

0
L K S S D S D T G D G T LI K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT IT KB KL KM KR P S SU SU S SK L
J
Kecamatan
Kasus Suspek
3500
3048
3000
2483
2500
1966 1930 1874
2000

Jumlah
1375 1450 Total
1500 1293 1309 1192
1127 1142
939
1000 683 779 866 710
515
500 255
0
L K S S D S D T G D G T LI K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT IT KB KL KM KR P S SU SU S SK L
J
Kecamatan

Interpretasi:
Berdasarkan grafik diatas, total suspek kasus COVID-19 per tanggal 18
maret 2021, total suspek tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu (IBS)
dan total suspek terendah ditemukan di Luar Wilayah (LW)/Wilayah tidak jelas.
b.Konfirmasi
Jawab:

Kasus Konfirmasi Asimptomatik


300 280

250
197
200
160 163
143 147
150 129 134
Total 94
111
100 77 87
66 54 74
51 52 44
50
0
0
L K S S D S D TT G D G T LJ K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P S U U S K L
S S S

Interpretasi: Kecamatan

Berdasarkan grafik diatas, total konfirmasi asimptomatik kasus COVID-19 per tanggal 18 maret
2021, total konfirmasi tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu (IBS) dan total konfirmasi
terendah ditemukan di Luar Wilayah/Wilayah tidak jelas.
Kasus Konfirmasi Simptomatik
1000 920
900
800 720
700
600 554 558
500 443 419
401376

Total
400 294
284 274
300 245
202
200 144110 145 159
104
100 4
0
L K S S D S D TT G D G T LJ K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P S U U S K L
S S S

Kecamatan

Interpretasi:
Berdasarkan grafik diatas, total konfirmasi simptomatik kasus COVID-19 per tanggal 18 maret
2021, total konfirmasi tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu (IBS) dan total konfirmasi
terendah ditemukan di Luar Wilayah/Wilayah tidak jelas.
C. Kasus Probable
Kasus Probable
20 18
17 17
Jumlah Kasus Probable 18
16 15
14 14
14 13
12 11 11
10
10 9 9 9
8 8
8 7 7 7 7
6 6
7 7
6
6 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4
4 3
2 2 2 2 2 2
2 00 1 1 1 1 1 1 1 1
0 00 0 00 0 0 00 0 0 00 00 0 0 00 0 0 0 0 0
0
AAL BK GDS IBS IBD ITS ITD ITT JKBG KLD KMG KRT PLJ SK SUS SUD SB SKM LW

Kecamatan

Kasus Probable Total Kasus Probable Dirawat Kasus Probable Sembuh Kasus Probable Meninggal
C. Kasus Probable
Kasus Probable Total Interpretasi:
20 18
17
Dari data grafik di atas
18
16 15
14 ditemukan bahwa kasus probable
14
12
9
10
11 pada tanggal 18 maret 2021
10 8 8
Total

8 7 6
7
6 paling tinggi pada kecamatan
6 5 5
4
4 2 2 Sako sebanyak 18 orang dan
2 1
0 paling sedikit di Luar Wilayah
L K S S D S D TT G D G T LJ K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P S U U S K L
S S S yaitu 0.
Kecamatan
d. Kontak Erat
Jawab:
Kontak Erat
1200

1000

800 Total
Pemantau
600
Jumlah

Suspek
Konfirm
400
Discard
200

0
L T G RT I
AA BK DS IB
S
IB
D
IT
S
IT
D G
IT KB KL
D
PL SK SUS SUD SB M LW
G J KM K SK

Kecamatan
Kontak Erat
1200
1071
1000

800 722 Total


648
600 519
Total
411 410
400 297
220
271 263 286 259 297
174 205 209
200 104
56
6
0
L K S S D S D T G D G T LI K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT IT KB KL KM KR P S SU SU S SK L
J
Kecamatan
Interpretasi:
Berdasarkan grafik diatas, total kotak erat kasus COVID-19 per tanggal 18
maret 2021, total kontak erat tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu
(IBS) dan total kontak erat terendah ditemukan di Luar Wilayah (LW)/Wilayah
tidak jelas.
e. Meninggal/CFR
Jawab:
Meninggal
60
50
50
41 40
40 34 35 36
29 31 31 31
30 26
23
Total 17 19 18
20 15 13
10 5
0
0
L K S S D S D TT G D G T LJ K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P S U U S K L
S S S

Kecamatan
Interpretasi:
Berdasarkan grafik diatas, total meninggal kasus COVID-19 per tanggal 18 maret 2021, total
meninggal tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu (IBS) dan total meninggal terendah
ditemukan di Luar Wilayah/Wilayah tidak jelas.
f. Angka testing PCR per penduduk, Positivity Rate

- Test pcr per 18 januari 2021 580


orang
• Per tanggal 18 maret 2021, test PCR
di Palembang 0.31 per 1000
penduduk artinya belum memenuhi
1. Total individu yang diperiksa=
standar WHO yaitu 1 per 1000
2. Positive rate=
penduduk
- Positivity rate
• Jumlah penduduk Palembang
1.843.000 penduduk
• Jumlah total kasus positif 8425
Meninggal
60

Jumlah orang meninggal


50
40
30
20
10
0
L K S S D S D TT G D G T LJ K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P S U U S K L
S S S

Kecamatan

Konfirmasi Asimtomatik Konfirmasi Simptomatik


Probable Total
g. Incidence Rate/Attack Rate per 100.000 penduduk (Bandingkan per kab/kota)
Jawab:
Attack Rate COVID-19 di Kabupaten Palembang hingga 18 Maret 2020
Jumlah penduduk Kabupaten OKU : 1.843.000 jiwa
Jumlah kasus : 8425 kasus, meningkat 13 kasus (per 18 Maret 2021)
x 100% = 0,457 %

Attack rate pada kasus COVID-19 di Kabupaten Palembang hingga 18 Maret 2021 sebanyak
0,457%

= 457,14 kasus Covid-19 Per 100.000 penduduk


h. Kasus Aktif (kasus konfirmasi dirawat di RS dan isolasi mandiri)
Jawab:

Kasus Aktif Dirawat di RS


20 18
18
16 15
14 13
12
10 9
8
Total 8 7
6 4
4 3
2 2 2
2 1 1 1
0 0 0 0 0
0
L K S S D S D T G D G T J K S D B M
AA B GD IB IB IT IT IT KB KL KM KR PL S SU SU S SK LW
J
Kecamatan
Interpretasi:
Berdasarkan grafik diatas, total kasus aktif COVID-19 dirawat di RS per tanggal 18 maret 2021,
total kasus aktif COVID-19 dirawat di RS tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu (IBS) dan
total kasus aktif COVID-19 dirawat di RS terendah ditemukan di Luar Wilayah/Wilayah tidak jelas.
Kasus Aktif Konfirmasi Isolasi Mandiri

Jumlah orang yang diisolasi mandiri


100

80

60

40

20

0
L K S S D S D TT G D G T LJ SK S D SB M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P SU SU SK L

Kecamatan

Isoman Asimptomatik Isoman Simptomatik


Isolasi Mandiri

Kasus Aktif Isolasi Mandiri


100 95
90
80 70
68 66
70
60
50 46

Total
40
30 24 22 23
20 15 15 13
6 5 6 9 12 8
10 2 0
0
L K S S D S D TT G D G T LJ K S D B M W
AA B GD IB IB IT IT I JKB KL KM KR P S U U S K L
S S S

Kecamatan

Berdasarkan grafik diatas, total kasus aktif COVID-19 isolasi mandiri per tanggal 18 maret 2021, total
kasus aktif COVID-19 isolasi mandiri tertinggi ditemukan di Kecamatan Ilir Barat Satu (IBS) dan total kasus aktif
COVID-isolasi mandiri terendah ditemukan di Luar Wilayah/Wilayah tidak jelas.
Definisi Operasional kasus konfirmasi (aktif) menurut Permenkes no. 413 tahun 2020
tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 adalah seseorang yang
dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
i. Proporsi kasus dan meninggal per kelompok umur

Tidak ada data kasus dan meninggal per kelompok umur.


Penanggung Jawab
● Kepala Puskesmas Padang Selasa

Anda mungkin juga menyukai