Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

“TB”

DI RUANG 7B RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Profesi Ners


Departemen Anak

Oleh :

Putri Sakinah

NIM. 180070300111033

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. Definisi

TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium


tuberkulosa tipe humanus ( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit
infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut
masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli,
terjadilah infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). (ilmu penyakit paru, muhammad
Amin).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2011).
2. Klasifikasi
Berdasarkan organ yang terinvasi:

1. TB Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput
paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam Tuberkulosis
Paru BTA positif dan BTA negatif.
2. TB ekstra paru
Yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
a. TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura,
tulang(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal; dan
b. TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang
belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin. (Resha ardianto : 2010)
Menurut Slamet Suyono (2011), Tuberculosis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Secara patologis
a. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam. Tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Partikel masuk ke alveolar dengan ukuran partikel <
5 mikrometer.
b. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)
Tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post primer : TB sekunder).
Mayoritas terinfeksi TB usia tua (elderly tuberculosis).
2. Secara aktiifitas radiologis
a. Tuberculosis paru aktif
b. Tuberculosis paru non aktif
c. Quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3. Secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberculosis minimal
Yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua
paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b. Moderately advanced tuberculosis
Yaitu adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak
lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
c. Far advanced tuberculosis
Yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli
advanced tuberculosis

Jenis tuberculosis
1. Avian tuberculosis: jenis tuberculosis yang menyerangburung yang disebabkanoleh
mycobacterium avium, dapatditularkanpadahewan lain danmanusia.
2. Bovine tuberculosis jenis tuberculosis yang menyerangsapi yang disebabkanpoleh
mycobacterium bovis, dapatditularkankepadamanusiadanhewan
Klasifikasi berdasarkan pengobatan sebelumnya:

a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d. Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus pindahan
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan. (Retno, 2009)
3. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi
hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah
dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuatkuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant inikuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman
adalaha e r o b . Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandunganoksigennya. Dalam
hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
b a g i a n l a i n n y a , sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis
Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka
bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBCpada paru-paru pun
dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
 Mycobakterium tuberculosis
 Varian asian
 Varian african I
 Varian asfrican II
 Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott,
atipyeal) adalah :
 Mycobacterium cansasli
 Mycobacterium avium
 Mycobacterium intra celulase
 Mycobacterium scrofulaceum
 Mycobacterium malma cerse
 Mycobacterium xenopi
4. Faktor Resiko
1. Faktor Umur.
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di
Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu
15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita.
Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak
2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian
besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain
itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang
akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi
makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah).

5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB
paru sebanyak 2,2 kali.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan
anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga
langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam
rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan
masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10
kali lilin atau kurang lebih 60 lux. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman
hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya.
Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari
dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar
penghuni akan sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Fungsi kedua dari ventilasi itu
adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban
(humiditiy) yang optimum. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban
udara optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan
dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang
status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk
maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita
TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat
menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

Individu yang berisiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah:


1. Mereka yang kontakdekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunosupresi (termasuk lansia, pengguna kortikosteroid, penderita HIV)
3. Penggunaobat-obatan IV dan alcoholic
4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
etnikdan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa
muda antara yang berusia 15 tahun sampai 44 tahun)
5. Setiap indivisu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya
diabetes mellitus, gagal ginjal kronis, silicosis, penyimpangan gizi, bypass
gastrektomi atau yuyenoileal)
6. Imigran dari Negara dengan insiden kejadian TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika,
Amerika Latin, Karibia)
7. Setiap individu yang tinggal di institusi (fasilitas perawatan jangka panjang, institusi
pediatric, penjara)
8. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh
9. Petugas kesehatan.
Risiko tertular TB jugatergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara.

5. Epidemiologi
Pada tahun 2014, rata-rata kasus TB di Amerika Serikat lebih banyak dialami
oleh etnik tertentu seperti Hispanik, kulit hitam, dan Asia yang tinggal di Amerika
Serikat dan 20 kali lebih tinggi frekuensi terinfeksinya dibandingkan kulit putih
(Elizabeth J. Corwin, 2015).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2011) penderita TB paru 95% berada di
negara berkembang dan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia produktif (15
– 50 tahun) dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Di Indonesia TB paru erupakan
penyebab kematian utama ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan
(Depkes RI dalam Rusnoto, dkk, 2016).

6. Patofisiologi
Individu terinfeksi

Bersin, bicara, tertawa,

Melepaskan droplet besar (>100µ) dankecil (1-5 µ)

Droplet besarmenetap dan droplet kecil tertahan diudara

Terhirup individu rentan Dipindahkan melalui


sistem limfe dan darah
kebagian tubuh yang
Bakteri pindah melalui jalan napas ke alveoli lainnya seperti ginjal,
tulang, korteksselebri dan
Pirogen endogen lainnya
area paru-paru
Berkumpul dan memperbanyak diri bersirkulasi sistemik dan
menembus masuk
hematuenc
Produksipirogenhepalic barrier
endogen
Sistem imun berespon bereaks iterhadap
IL1, IL4, IL6, TNF-α
hipotalamus

Reaksi inflamasi

Efek sitokin pirogen


Fagosit (neutrophil &makrofag) endogen pasa
hipotalamus
menyebabkan produksi
Limfosit spesifik tuberculosis melisiskan basil dan jaringan normal prostaglandin

Penumpukan eksudat di alveoli


Prostaglandin merangsang
cerebral cortex (respon
Bronskopneumonia behavioral) dan nafsu
makan disupresi

Basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh


makrofag yg membentuk dinding protektif
Peningkatan metabolism
tubuh pasien TB karena
Granulomas peningkatan penggunaan
energy metabolic

Massa jaringan fibrosa


Penurunan BB
Bagian sentral disebut dengan
tuberkelghon

Bakteri dan makrofag nekrosis

Massa seperti keju

Kalsifikasi

Membentuk skarkolagenosa

Bakteri dorman

Tuberkelghon memecah

Melepaskan bahan seperti keju kebronki

Bakteri tersebar di udara

Penyebaran penyakit lebih lanjut

Tuberkel yang pecah menyembuh

Membentuk jaringan parut

Paru yang terinfeksimembengkak

Bronsko pneumonia lebih lanjut

Penyebaran dengan lambat mengarah kebawah ke hilum paru-paru

Meluaskelobus yang berdekatan

7. Manifestasi klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut: ( Mansjoer , 2009) Demam
ringan dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C, berkeringat waktu malam.
a) Sakit kepala
b) Takikardi
c) Anoreksia
d) Penurunan berat badan
e) Malaise
f) Keletihan
g) Nyeri otot, nyeri dada, sesak nafas
h) Batuk: pada awal non produktif, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
i) Sputum bercampur darah
j) Sputum mukopurulen
k) Krekels/rales di atas apeks paru
l) Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:


a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
d) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita usia anak-
anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-
anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil
uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Gejala klinis haemoptoe :
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
- Darah dibatukkandengan rasa panas di tenggorokan
- Darah berbuih bercampur udara
- Darah segar berwarna merah muda
- Darah bersifat alkalis
- Kadang-kadang terjadi anemia
- Benzidin test negative
2. Muntah darah
- Darah dimuntahkan dengan rasa mual
- Darah bercampur sisa makanan
- Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
- Darah bersifat asam
- Kadang-kadang terjadi anemia
- Benzidin test positif
3. Epistaksis
- Darah menetes dari hidung
- Batuk pelan kadang keluar
- Darah berwarna merah segar
- Darah bersifat alkalis
- Jarang terjadi anemia (Eko surataman : 2012)

8. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan fisik

a. Yang paling dicurigai adalah pada apeks paru.

b. Bila ada infiltrat yang luas akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
nafas bronkhial didapatkan ronchi basar kasar dan nyaring/rales.

c. Pada tuberkulosa lanjut dan fibrosis luas ditemukan atrofi dan retraksi otot
interkosta.
d. Apabila tuberkulosa mengenai pleura akan terjadi efusion paru, paru-paru
yang sakit akan terasa sulit untuk bernafas, dengan perkusi akan
menimbulkan suara pekak dan dengan auskultasi nafas melemah sampai
tidak terdengar.
e. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

2 Pemeriksaan radiologis
Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnostik tuberculosis, yaitu:
- Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah
- Bayangan berawan (pachy) atau bercak (nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Adanya bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayang milliard

3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
- Jumlah leukosit yang meninggi
- LED meninggi
b. Sputum BTA
- Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan
- Diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum
c. Tes Mantoux / Tuberkulin
Uji Tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
(Retno, 2009)
d. Tes PAP (Peroksidase Anti Peraoksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap
basil TB
e. Tekhnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
specimen. Juga mendeteksi adanya retensi.
f. Becton Dickinson Diagnostik Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. Tuberculosis.
g. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa respon antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
h. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam dalam
serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.
9. Penatalaksanaan
Agens
yang Dosis
Efek samping yang
umum hariand Interaksi obat keterangan
paling umum
digunak ewasa
an
Isoniazi 300mg Neuritis perifer, Fenitoin-sinergik Bakterisid Piridoksin sebagai
d (INH) hepatitis, Antabuse profilaktik terhadap neuritis.
hipersensitifitas Alcohol Pantau SGOT (AST)dan
DGPT (ALT)
Rifampi 600mg Hepatitis Rifampisin Bakterisid, urin dan sekresi
n (RIF) reaksifebris, meningkatkan tubuh lainnya akan berwarna
purpura (jarang), metabolism orange, perubahan warna
mual, muntah kontraseptif oral. pada lensa kontak. Pantau
Quinidine, SGOT (AST) dan SGPT
kortikosteroid, obat- (ALT)
obat koumarin dan
metadon, digoksin
hipoglikemik oral;
PAS dapat
mengganggu
penyerapan
Rifampisin
Strepto 15mg/k Kerusakan saraf Agen penyekat Bakterisid dalamph alkali
misin(S g(maks kranial 8 (dapat neuromuscular- (basa). Gunakan dengan
M) 1 mg) mengarah pada dapat menguatkan hati-hati pada lansia dan
ketulian) sehingga mereka yang mempunyai
nefrotoksisitas) menyebabkan penyakit ginjal. Pantau fungsi
paralisis vestibular audiogram,
berkempanjangan BUN/kreatinin
Pirasin 25mg/k Hiperurisemia, Bakterisid. Pantau asam urat
amid g hepatotoksisitas, SGOT (AST) dan SGPT
(PZA) (maksi ruam kulit, (ALT)
mum arthralgia, distress
2,5 GI
gram)
Etambu 15 Neuritis optic Bakteriostatik, gunkan
tol mg/kg (dapat mengarah dengan hati-hati pada
(EMB) (maks pada penderita penyakit ginjal atau
2,5g) kebutaan,sangat bila pemeriksaan mata tidak
jarang pada memungkinkan. Pantau
15mg/kg), ruam ketajaman penglihatan,
kulit diskriminasi warna

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:


 Aktivitas bakterisid : Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan
kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
 Aktivitas sterilisasi : Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur
dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
- Obat Primer
1. Isoniazid (H)/ INH (bakterisit)
2. Rifampisin (R), bnuh kman yg g bsa dbnuh INH
3. Pirazinamid(Z),bnuh kman dlm sel
4. Streptomisin
5. Etambutol (E)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
- Obat Sekunder
1. Ekonamid
2. Protionamid
3. Sikloserin
4. Kanamisin
5. PAS (Para Amino SaliciclycAcid)

Prinsip Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2010 yaitu :


 Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap obat misalnya rifampisin. Bila saat tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam
tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
 Tahap lanjutan (Membunuh kuman persisten, mencegah terjadi kekambuhan )
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis
obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2013 adalah
Kategori 1 :
Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE
Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif, penderita TB Paru
BTA Negatif Roentgen Positif yang “sakit berat” dan Penderita TB ekstra Paru Berat.
Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah Hari
XMinum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54

Kategori II :
Paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure) dan
penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)
Tahap Lama (H)@300 R@450 Z@500 E@ 250 E@500 Strep.Injek JumlahHari
Mg mg Mg mg si X
mg Minum Obat
Intensif 2 11 11 33 33 – 0,5 % 6030
bulan1
bulan
Lanjutan 5 bulan 2 1 3 2 - 66

Kategori III :
Paduan obat 2HRZ/4H3R3
Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif sakit ringan,
penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
Tahap Lama H @ 300 mg R@450mg P@500mg Hari X Minum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 60
Lanjutan3 x 4 bulan 2 1 1 54
week

OAT sisipan (HRZE)


Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada
akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.
Tahap Lama H@300mg R@450mg Z@500mg E day@250mg Minum
obat XHari
Intensif(dosis 1 bulan 1 1 3 3 30
harian)

10. Komplikasi
1. Meningitis
Inflamasi meningen akibat infeksi oleh mycrobacterium tuberkulosis.
2. Spondilitis
Inflamasi vertebrata atau penyakit rematik yang ditandai oleh vertebrata yang kaku
akibat osifikasi ligamen dan sendi.
3. Pleuritis
Inflamasi pleura, bisa kering dan fibrinus ( subtansi tidak dapat larut yang terbentuk
oleh kerja trombin pada fibrinogen ) disertai dengan purulen disertai pus.
4. Bronchopneumoni
Inflamasi akut bronkious dari jaringan paru.
5. Atelektasis
a. Ekspansi paru yag tidak sempurna pada bayi yang baru lahir.
b. Pengempisan/atrofi jaringan paru sehingga terjadi penurunan pertukaran gas.
11. Pencegahan
A. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap
bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori
berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang
karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki
pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang
sangat dekat(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya
yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif
tertular.
7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini
negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter.
B. Tindakan Pencegahan.
1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi
penderita, kontak, suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan
bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun
ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi,
dan pasteurisasi air susu sapi.
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara
yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas
dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test. (Hiswani : 2010)
Pencegahan lain:
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air
sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam
tempat tidur
6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya
dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein

Penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Saat batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara, daya tahan tubuh yang bersangkutan, dan
lamanya menghirup udara tersebut.
12. Asuhan Keperawatan

Pengkajian (Doegoes, 1999)


1. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur gn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.
3. Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna.
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4. Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6. Kemanan/Keselamatan :
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
- Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
- Perasaan terisolasi/ditolak.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-
paru.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
 Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
 Menu makanan yang disajikan habis
 Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah
makan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa
paling suka untuk memakannya.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
7. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
Referensi Pustaka

Arifin, N. 2013. Diagnostik Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Jakarta: Universitas


Indonesia
Brunner and Suddarth. 2016. Textbook of Medical Surgical Nursing. USA: Philadelphia. Alih
Bahasa, Waluyo, Agung. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC).Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010,
from http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm
Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Media
Indonesia Jakarta.
Doengoes, Marilynn. 2010. Nursing Care Plans Guidelines Planning and Documenting
Patient Care. USA: Philadelphia. Alih Bahasa: Kariasa, Made. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
pasien. Jakarta: EGC.
Hardjasaputra, Purwanto. 2012. Data Obat Indonesia. Jakarta: Grafidian Medipress.
Kusnindar, 2009. Masalah Penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia.
Cermin Dunia Kedokteran, No. 63 hal. 8 –12.
Lewis, Sharon Mantik. 2010. Medical Surgical Nursing Assessment and Management and
Clinical Problem. USA, Philadelphia: Mosby.
Lynda Juall Carpenito. 2009. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 ,
Jakarta: EGC ,.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius: FKUI.
Price, Sylvia. 2012. Pathophysiologi Clinical Concepts of Disease Processes. Mosby. Alih
Bahasa: Anugerah, Peter. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Jakarta : Interna
publishing
Underwood, J.C.E.2000.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC
Werdhani. Retni asti . 2010 . patofisiologi, giagnosis dan klasifikasi tuberculosis.
http://staff.ui.ac.id . diakses pada tanggal 14 feb 2013 pukul 12.00
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2016. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta:
UI

Anda mungkin juga menyukai