Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang

disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteri atau parasit), bukan

disebabkan faktor fisik, (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Cara

menularkannya yaitu : Media langsung dari orang ke orang (permukaan kulit) dan

melalui media udara penyakit dapat ditularkan dan menyebar secara langsung

maupun tidak langsung melalui udara pernafasan disebut sebagai air borne

disease. Jenis penyakit yang di tularkan antara lain : TBC Paru, Varicella, Difteri,

Influenza, Variola, Morbili, Mengingitis, Demam skarlet (Angreini ,2012)

Tuberculosis (TB ) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di

paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial

oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi

pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap

asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini

tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada

malam hari (Tabrani, 2010).

1
Pasien dengan TB BTA positif merupakan sumber penularan penyakit

tuberculosis. Batuk atau bersin dari pasien TB akan menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk droplet nuclei (percikan dahak).Kurang lebih 3000 percikan dahak

dihasilkan pada waktu sekali batuk. Percikan dahak yang berada pada waktu yang

lama dalam suatu ruangan akan memudahkan terjadinya penularan penyakit TB.

Jumlah percikan dapat dikurangi dengan adanya ventilasi atau aliran udara yang

cukup dan kumanMycobacterium tuberculosis akan mati apabila terkena sinar

matahari secara langsung. Dalam keadaan gelap dan lembab, percikan dahak

dapat bertahan selama beberapa jam (Depkes RI, 2008)

Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 angka prevalensi

semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000

kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positip sebesar 189 per 100.000

penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27

per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari. Menurut laporan WHO tahun

2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India

dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama

dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya

turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013).

Menurut HL. Blum, faktor–faktor yang mempengaruhi kesehatan baik

individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: lingkungan

(mencakup lingkungan fi sik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya),

perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut dalam

2
mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing–masing saling

mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi

kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku sebaliknya juga

mempengaruhi lingkungan (Salim, 2010)

Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul: “ Asuhan Keperawatan pada keluarga Dengan Tb paru”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latarbelakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah

dalam penelitian ini adalah :” Asuhan Keperawatan pada keluarga dengan Tb

paru”

1.3 Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada keluarga dengan Tb paru.

2. Tujuan khusus

a. Untuk melakukan pengkajian pada keluarga dengan Tb paru.

b. Untuk menegakan diagnosa pada keluarga dengan Tb paru

c. Untuk menyusun rencana keperawatn pada keluarga dengan Tb paru

d. Untuk melakukan implementasi pada keluarga dengan Tb paru

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada keluarga dengan Tb paru

3
1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat

Masyarakat mampu mengelola keluarga dengan Tb paru

2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan Menambah

keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan pada psien

dengan Tb paru.

3. Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasiakn hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang pasien pada keluarga

dengan Tb paru.

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep TB paru

2.1.1 Pengertian

Tuberculosis (TB ) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga

mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya

sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan

pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini

tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama

terjadi pada malam hari (Tabrani, 2010).

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh basil Mikobakterium Tuberkulosis. Tuberculosis paru

merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah

(Alsagaff & Abdul Mukty, 2010). Di Indonesia, penyakit ini merupakan

penyakit infeksi terpenting setelah eradikasi penyakit malaria. Sebagian

besar basil Mikrobakterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru

melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang

dikenal sebagai focus primer dari Ghon. Pada stadium permulaan,

setelah pembentukan focus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan

yaitu penyebaran bronkogen, limfogen, dan hematogen.

5
Keadaan ini hanya berlangsung beberapasaat. Penyebaran akan

berhenti bila jumlah kuman yang masuk dan telah terbentuk daya tahan

tubuh yang spesifik terhadap basil tuberculosis. Tetapi bila jumlah basil

tuberculosis yang masuk ke dalam saluran pernapasan cukup banyak,

maka akan terjadi tuberculosis milier atau tuberculosis meningitis.

Berdasarkan pengertian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa

tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

mycobacterium tuberkulosa. penyakit menular yang disebabkan oleh

basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit

saluran pernafasan bagian bawah.

2.1.2 Etiologi

TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis

yang dapat ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif

mengeluarkan organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan

menjadi terinfeksi. Bakteria di transmisikan ke alveoli dan

memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli

dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare,

2015).

Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara,

maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,

atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang

panas, droplet atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke

udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis

6
yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri

ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri

tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).

Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk

tertular virus tuberculosis adalah:

a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB

aktif.

b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,

mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi

dengan HIV).

c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.

d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma;

tahanan; etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15

tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).

e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan

diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).

f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.

g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan

aktivitas yang beresiko tinggi.

7
2.1.3 Klasifikasi

TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 yaitu:

a. Pembagian secara patologis

- Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)

- Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).

b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum)

aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat

nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya

tidak melebihi satu lobus paru.

2) Moderately advanced tuberculosis Ada kavitas dengan diameter

tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih

dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga

bagian 1 paru.

3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kavitas yang

melebihi keadaan pada moderately advanced tuberkulosis.

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,

radiologik, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini

penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk

menentukan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas- TB

(Gerakan Terpadu Nasional Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi

TB paru dibagi sebagai berikut:

8
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1) Dengan atau tanpa gejala klinik

2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1

kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik

positif 1 kali.

3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru

aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3)Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan

serial foto yang tidak berubah.

4)Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih

mendukung).

2.1.4 Patofisiologi

Tempat masuk kuman microbacterium tuberculosis adalah

saluran pernafasan, saluran pencernaan,dan luka terbuka pada kulit.

Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi

droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal

dari orang – orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang

9
dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah

makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe

imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang

diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons

inidisebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat). Basil

tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi

sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil

yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang

besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam

ruangan alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau

dibagian atas lobus bawah, biasanya dibagian bawah kubus atau paru

atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan

reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat

tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme

tersebut.Sesudah hari- hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag.

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbulkan

pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan

sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat

berjalan terus difagosit atau berkembang biak dalam di dalam sel.

Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjer getah

bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel

epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya

10
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi

memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut

nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan

jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan

fibroblas menimbulkan respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi

lebih fibroblas membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya

kelenjr getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks Ghon.

Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada

orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram

rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis

atau dengan radiografi. Respon lain yang dapat terjadipada daerah

nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cairan lepas kedalam bronkus

yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkel yang

dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan

trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari

paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau

usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup

dan meninggalkan jaringan parut fibrosis.

Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyepit dan

tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus

dan rongga. Bahan perkijuandapat mengental dan tidak dapat kavitas

penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul

11
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala

demam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus

dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar

melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari

kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil

yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ

lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran

limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran

hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya

menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak

pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem

vaskular dan tersebar ke organ – organ tubuh. (Sylvia, 2005)

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1 Uji Tuberkulin

2 Pemeriksaan Radiologi

3 Pemeriksaan Bakteriologis

4 Pemeriksaan Patologi Anatomi

5 Uji BCG

12
2.1.6 Komplikasi

Menurut Sudoyo, dkk (2009) komplikasi yang dapat terjadi pada klien

dengan tuberkulosis paru yaitu:

1 Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui

aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan

kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau

columna vertebralis.

2 Efusi Pleura

Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe

kedalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya

penjelasan material masuk kerongga pleura. Material mengandung

bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat

pleura yang kaya akan protein.

3 .Empiema

Penumpukan cairan terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas

pleura, rongga pleura yang disebabkan oleh terinfeksinya pleura

oleh bakteri mycrobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis)

4. Laringitis

Infeksi mycobacterium pada laring yang kemudian

menyebabkan laringitis tuberkulosis.

13
5. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe) Bakteri mycrobacterium

tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran

pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang

daya tahan tubuhnya lemah dan dapat menyebar melalui

pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh karena itu

infeksi mycrobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh

orang tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.

6 .Kerusakan Parenkim paru berat.

Microbacterium tuberculosis dapat menyerang atau

menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan

menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang

terinfeksi.

7. Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang

meluas. Menyebabkan ggal napas atau ketidakmampuan paru-paru

untuk mensuplai oksigen keseluruh jaringantubuh

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru

menjadi tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case

finding).

1. pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang

bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan

meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin

14
positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan

12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.

Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan

kemoprofilaksis.

2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap

kelompokkelompok populasi tertentu misalnya:

a. Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

b. Penghuni rumah tahanan.

3. Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat

melindungi anak yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%,

akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin. Dilakukan

pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita

tuberkulosis, yakni:

a. Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif

dan pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum

positif harus diawasi.

b. Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes

Heafnya positif dan pernah berkontak dengan pasien penyakit

paru.

c. Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai

kemungkinan terkena.

d. Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang

setelah 8 minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi

15
BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami konversi, maka

pengobatan harus diberikan.

4. Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-

12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi

bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau

utama ialah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA positif,

sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok

berikut:

a. Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif

karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB

b. Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil

tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang

menular

c. Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari

negatif menjadi positif

d. Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

immunosupresif jangka panjang

e. Penderita diabetes melitus.

5.Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit

tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun

ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM

(misalnya Perkumpulan PemberantasanTuberkulosis Paru Indonesia-

PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012). Arif Mutaqqin (2012), mengatakan

16
tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga

untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT,

serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan

pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang

penting untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis

(OAT)

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R)

dan Streptomisin (S).

2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan

Isoniazid (INH).

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan

Isoniazid.

2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin

dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan

Pirazinamid (Z).

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam

para-amino salistik (PAS), dan sikloserine.

2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid

dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

17
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif

(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang

digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama

yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,

Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,

2004)

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih

dahulu berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil

pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan

sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi

penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed

Treatment Short Course (DOTSC).

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima

komponen, yaitu:

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil

keputusan dalam penanggulangan TB paru.

2. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara

mikroskopik langsung, sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya

seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit

pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO),

18
khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum

obat setiap hari.

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang

cukup.

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

2.2. Pengkajian

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB

paru (Somantri, 2009).

a. Data Pasien

Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari

usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir

sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya

banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan

tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari

kedalamrumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi

pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4

tahun.

b. Riwayat Kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.

2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini

terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang

19
dimulai dari batuk kering sampai dengan atuk purulent

(menghasilkan sputum).

3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paruparu.

4) Keringat malam.

5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila

infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis.

6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot,

keringat malam.

7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis.

Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan

jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi

yang sakit nampak bayangan hitam dan diagfragma menonjol

keatas.

8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena

biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit

keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh

2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh

3) Pernah berobat tetapi tidak teratur

20
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru

5) Daya tahan tubuh yang menurun

6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur

7) Riwayat putus OAT.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang

menderita TB paru.Biasanya ada keluarga yang menderita

penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Melitus,

jantung dan lainnya.

e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan

sakitnya

2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.

3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan

dengan penyakitnya

4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir

f. Riwayat Sosial Ekonomi

1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat

bekerja, jumlah penghasilan.

2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat

berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada

keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan

dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang

21
lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa

depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus

harapan.

g. Faktor Pendukung:

1) Riwayat lingkungan.

2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol,

pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.

3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga

tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

h. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk

- TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)

- Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat

- Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat

(normal : 16 - 20x / mnt)

- Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu

mungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam

1) Kepala

Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak

meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak

sianosis,mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran

trakea.

22
2) Thorak

Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding

dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi

Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah

Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak

Auskultasi : Biasanya terdapat bronki

3) Abdomen

Inspeksi : biasanya tampak simetris

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar

4) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin,

tampak pucat, tidak ada edema

5) Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin,

tampak pucat, tidak ada edema

i. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kultur sputum

Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.

2) Tes Tuberkulin

Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-

72 jam).

23
3) Poto torak

Infiltnasi lesi awal pada area paru atas, pada tahap dini tampak

gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas,

pada kavitas bayangan, berupa cincin, pada klasifikasi tampak

bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

4) Bronchografi

Untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena

TB paru.

5) Darah

Peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital

menurun.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Pola aktivitas dan istirahat

Subyektif :

Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas

pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam

hari.

Obyektif:

Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,

lanjut,infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris

(40-41oC) hilang timbul.

24
2) Pola Nutrisi

Subyektif :

Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Obyektif

Turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub

kutan.

3) Respirasi

Subyektif :

Batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada

Obyektif :

Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,

mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar

limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru,

takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),

sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi

pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),

deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

4) Rasa nyaman/nyeri

Subyektif :

Nyeri dada meningkat karena batuk berulang

25
Obyektif :

Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,

nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga

timbul pleuritis.

5) Integritas Ego

Subyektif :

Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak

ada harapan.

Obyektif :

Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah

tersinggung.

26
BAB III

METODE STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus

Metode Penelitian yang digunakan dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

adalah penelitian obsevasional.. Penelitian Obserbasional adalah penelitian

yang menekankan pada waktu pengkuranatau observasi data dalam satu kali

pasa satu waktu yang dilakukan pada variabel terikat dan variabel

bebas..Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta jumlah

kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu .

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah prosedur

Teknik pencegahan penularan penyakit pada pasien Tb paru. Pasien

diobservasi selama satu minggu.

3.1.1 Subjek Studi Kasus

Studi kasus tidak mengenal populasi dan sampel, namun lebih mengarah

kepada istilah subjek studi kasus oleh karena yang menjadi subjek studi kasus

sekurang-kurangnya dua klien yang diamati secara mendalam. Subjek

penelitian yang digunakan adalah 2 pasien ( 2 kasus) dengan masalah

keperawatan yang sama. Misalnya, pada keluarga dengan Tb paru.

3.1.2 Fokus Studi Kasus

Kajian utama dari masalah yang di jadikan titik acuan studi kasus yaitu :

 Asuhan Keperawatan pada keluarga dengan Tb paru.

27
3.1.3 Definisi Operasional

Berisi tentang penjelasan/definisi yang di buat peneliti tentang fokus studi

yang dirumuskan secara operasional yang akan digunakan pada studi kasus dan

bukan merupakan definisi konseptual berdasarkan literature.

Studi kasus penerapan prosedur operasional keperawatan :

1). Tuberculosis (TB ) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani, 2010).

2).Suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko

penularan infeksi mikro organisme dari lingkungan klien dan tenaga

kesehatan ( Janes, 2014 )

3.1.4 Tempat dan Waktu

Berisi penjelasan tentang tempat/lokasi studi kasus maupun waktu

yang digunakan. pada studi kasus di Rumah sakit, lama waktu sejak pasien

pertama kali masuk RS sampai pulang dan atau pasien yang dirawat

minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari pasien sudah pulang, maka perlu

penggantian pasien lainnya sejenis.

28
3.1.5 Pengumpulan data

Cara pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang - dahulu - keluarga dll). Sumber data

dari pasien, keluarga, perawat lainnya.

b. Observasi dan Pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, Asukultasi) pada sistem tubuh pasien

c. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relevan).

3.1.4 Penyajian data

Pengkajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari responden djamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari responden.

3.1.5 Etika Studi Kasus

Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :

a. Informed Consent (persetujuan menjadi respoden)

Lembar persetujuan yang diberikan, responden berhak untuk tidak diisi

dan peneliti tidak berhak untuk memaksa responden.

b. Anonimity (tanpa nama)

Pada lembar persetujuan peneliti tidak mencantumkan nama responden.

c. onfidentiality (kerahasiaan)

Data yang sudah diisi oleh responden tidak dilihat responden lain.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pengkajian

Pengumpulan Data

a. Identitas Pasien dan Riwayat Kesehatan / Penyakit

Tabel. 1
Pengkajian Identitas Pasien dan Riwayat Kesehatan / Penyakit

Identitas Pasien Kasus I Kasus II


Nama Tn. J Tn. Bm
Umur 22 tahun 24 tahun
Alamat Abepura/Lingkaran Padamg Bulan
Agama K.Protestan K.Protestan
Pendidikan SMA -
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Tanggal MRS 14/06/17 05/06/17
Tanggal Pengkajian 16/06/17 13/06/17
Ruangan Penyakit dalam pria Penyakit dalam pria

30
Rumah Sakit RSUD Abepura RSUD Abepura
Diagnosa Medis Malaria Tropika

Riwayat Kesehatan /
Kasus I Kasus II
Penyakit
Keluhan Utama Pasien mengatakan panas Pasien mengatakan
tinggi dan demam lemah, demam, mual,
muntah
Riwayat Keluhan Utama Demam 1 hari sebelum Demam 3 hari sebelum
MRS MRS, Muntah 1 hari
sebelum MRS 1x dan
lemas
Riwayat Penyakit Pasien mengatakan panas Pasien mengatakan
Sekarang dan demam selama 1 hari demam dan muntah
Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada selama 3 hari

Riwayat Kesehatan Tidak ada Tidak ada


Keluarga

b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Tabel. 2
Observasi Dan Pemeriksaan Fisik

Observasi Kasus I Kasus II


Frekwensi Nadi - N : 85 x/Menit -N:80 x/ Menit
Frekwensi Pernafasan - R : 36 -R: 39
Tekanan Darah - TD : 110/90 mmHg -100/80 mmHg
Suhu Badan - SB : 38,7 ° C -SB :39 C
GCS
- Eye
- Verbal
- Motorik
Pemeriksaan Fisik
Kasus I Kasus II
(Head to Toe)
Kepala Bentuk bulat ,Simetri Bentuk
- Inspeksi kanan/kiri,warna rambut bulat ,Simetri
- Palpasi hitam, keadaan rambut kanan/kiri,warna
bersih rambut hitam,
keadaan rambut
bersih
Mata
- kesemetrisa Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak

31
- konjungtiva simetris, ovale, tampak simetris, ovale,
Hidung pucat tampak pucat
- Inspeksi Tampak simtris kanan dan Tampak simtris
kiri, tdk terdapat sekret kanan dan kiri, tdk
terdapat sekret
- Palpasi Tdk ada nyeri tekan

Telinga
- Inspeksi Tdk ada nyeri tekan
- Palpasi Tampak simetris
kanan/kiri, tdk
Leher terdapat seruman
- Inspeksi

- Palpasi Tdk ada pembesaran


kelenjar tiroid
Tdk ada pembesaran
kelenjar getah
bening
Dada
- Inspeksi Bentuk dada normal,
simetris kiri/kanan
Genitalia Tdk ada benjolan
- Inspeksi Suara sonor, redub
- Palpasi
Normal

c. Pemeriksaan Diagnostik

Tabel. 3
Hasil Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

Jenis Pemeriksaan Kasus I Kasus II


Laboratorium DDR Pf (+) DDR Pf (+)

1. Analisis Masalah

Tabel. 5
Analisis Masalah

Kasus / Data Penyebab Masalah

32
Kasus I
Data Subyektif Peningkatan Metabolisme Hipertermi b.d
- Pasien mengatakan tubuh Peningkatan metabolisme
Panas/ demam tubuh
Data Obyektif
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak demam
SB : 38,7°C
Kasus II
Data Subyektif Peningkatan metabolisme Hipertermi b.d
- Pasien mengatakan tubuh Peningkatan metabolisme
lemah, demam, muntah tubuh
Data Obyektif
- Pasien tampak lemas
- Pasein tampak demam
SB : 38,9°C

2. Diagnosa Keperawatan

Data Penyebab Masalah


Kasus I
Data Subyektif Peningkatan Metabolisme Hipertermi b.d
- pasien mengatakan panas tubuh Peningkatan metabolisme
/ demam tubuh
Data Obyektif
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak demam
SB : 38,7°C
Kasus II
Data Subyektif Peningkatan metabolisme Hipertermi b.d
- Pasien mengatakan tubuh Peningkatan metabolisme
lemah, demam, muntah tubuh
Data Obyektif
- Pasien tampak lemas
- Pasein tampak demam
SB : 38,9°C

33
3. Perencanaan

Perencanaan &
Dx Keperawatan Kriteria Hasil
Rasional
Kasus I
1. Hipertermi b.d Peningkatan Suhu tubuh dalam Kompres Hangat
metabolisme tubuh rentang normal Monitor Suhu sebelum
dan sesudah kompres

Kasus II
1. Hipertermi b.d Peningkatan Suhu tubuh dalam Kompres biasa
metabolisme tubuh rentang normal Monitor Suhu sebelum
dan sesudah kompres

4. Pelaksanaan

Dx Keperawatan Kompres 1 Kompres II


Kasus I
- Hipertermi b.d Peningkatan Hari/tanggal : 13-6-2017 Hari/tanggal : 14-6-2017
metabolisme tubuh Jam : 09.10 WIT Jam : 12.00 WIT
Melakukan kompres Melakukan kompres
hangat hangat

Kasus II
- Hipertermi b.d Peningkatan Hari/tanggal : 14-6-2017 Hari/tanggal : 15-6-2017
metabolisme tubuh Jam : 11.00 WIT Jam :09 .00 WIT
Melakukan kompres Melakukan kompres
biasa biasa

5. Evaluasi

Evaluasi Kompres I Kompres II


Kasus I Hari/tgl : selasa, 13/6/2017 Hari/tgl : selasa, 13/6/2017
- Hipertermi b.d Peningkatan Jam : 09:30 WIT Jam : 09:40 WIT

34
metabolisme tubuh S : pasien S : ibu pasien
mengatakan panas mengatakan panas
nya agak menurun nya menurun
O : - Pasien tampak O : - Pasien tampak
Tenang Tenang
- TTV - TTV
SB : 37,2°C SB : 37,2°C
A : Masalah teratasi A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan P : intervensi dihentikan
intervensi untuk karena data hasil
Penelitian kompres penerapan penelitian
selanjutnya cukup.

Kasus II Hari/tgl : Rabu, 14/6/2017 Hari/tgl : Rabu, 14/6/2017


- Hipertermi b.d Peningkatan Jam : :13:30 WIT Jam : :13:35 WIT
metabolisme tubuh S : Pasien S : Pasien
mengatakan panas mengatakan panas
nya menurun nya sudah menurun
O : Pasien tampak O : Pasien tampak
Tenang Tenang
TTV TTV
SB : 37 °C SB : 37 °C
A : Masalah teratasi A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan P : intervensi dihentikan
intervensi untuk karena data hasil
Penelitian kompres penerapan penelitian
Selanjutnya cukup

B. Pembahasan

1. Pengkajian

a. KASUS I

Identitas pasien Tn. J yang berumur 22 tahun, berjenis kelamin

laki-laki, alamat Abe Lingkaran, masuk Rumah Sakit pada tanggal 13 Juni

2017 dengan diagnosa medis malaria falciparum, Tn. J beragama Kristen

Protestan.

35
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 13 juni 2107 di dapatkan

keluhan utama yang dirasakan Tn. J adalah panas tinggi sejak hari senin,

12 juni 2017. Keluarga mengatakan pada saat hari senin siang Tn. J

tubuhnya panas . keluarga pasien hanya memberikan kompres dingin saja

tetapi sampai hari selasa pasien masih panas apalagi saat malam hari tubuh

pasien teraba lebih panas di bandingkan saat pagi ataupun siang hari.

Kemudian tanggal 13 juni 2017 jam 08.00 WIT pasien dibawa keluarga

berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Abepura karena tubuhnya teraba

panas. Di rumah sakit pasien diterima di IGD dan kemudian dilakukan

pemeriksaan suhu tubuh mencapai 39°C, nadi 85 kali setiap menitnya,

pernapasan 30 kali setiap menit. Pasien mendapat terapi infus RL 40 tetes

per menit mikro, setelah mendapatkan terapi dari IGD kemudian pasien

dibawa keruang rawat inap yaitu di ruang kanak-kanak dan mendapatkan

terapi obat pamol 3,75 ml dan cairan RL 40 tpm mikro.

Pengkajian adalah tahapan awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data yang mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan

klien (Nursalam, 2001).

Dari data pengkajian yang telah di jelaskan di atas bahwa pasien bernama

Tn. J umur 22 tahun berjenis kelamin laki-laki yang mengalami demam

tinggi (hipertermi) sehari sebelum masuk Rumah Sakit dan ketika pasien

mengalami demam tinggi, ibu pasien mengompres Tn. J dengan air dingin

untuk menurunkan demam Tn. J, namun pasien masih panas apalagi saat

36
malam hari tubuh pasien teraba lebih panas di bandingkan saat pagi

ataupun siang hari, setelah pasien dibawa ke Rumah Sakit untuk di

periksan suhu tubuh pasien mencapai 39°C, nadi 85 kali setiap menitnya,

pernapasan 30 kali setiap menit. Pasien mendapat terapi infus RL 40 tetes

per menit mikro, setelah mendapatkan terapi dari IGD kemudian pasien

dibawa keruang rawat inap.

b. KASUS II

Identitas pasien Tn. B yang berumur 24 tahun, berjenis kelamin

laki-laki, alamat sentani, masuk Rumah Sakit pada tanggal 16 Juni 2017

dengan diagnosa medis malaria falciparum, Tn. B beragama Kristen

Protestan.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 juni 2107 di dapatkan

keluhan utama yang dirasakan Tn. B adalah mual dan panas tinggi sejak

hari senin, 14 juni 2017. Kemudian tanggal 16 juni 2017 jam 14.00 WIT

pasien dibawa keluarga berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Abepura

karena tubuhnya teraba panas. Di rumah sakit pasien diterima diIGD dan

kemudian dilakukan pemeriksaan suhu tubuh mencapai 39°C, nadi 110

37
kali setiap menitnya, pernapasan 30 kali setiap menit. Pasien mendapat

terapi infus RL 40 tetes per menit mikro, setelah mendapatkan terapi dari

IGD kemudian pasien dibawa keruang rawat inap yaitu di ruang kanak-

kanak dan mendapatkan terapi obat ondansentron 1,5mg, pamol 3,75 ml

dan cairan RL 40 tpm mikro.

Pengkajian adalah tahapan awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data yang mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan

klien (Nursalam, 2001).

Dari data pengkajian yang telah di jelaskan di atas bahwa pasien bernama

Tn. B umur 24 tahun berjenis kelamin laki-laki yang mengalami demam

tinggi (hipertermi) dua hari sebelum masuk Rumah Sakit, setelah pasien

dibawa ke Rumah Sakit untuk di periksan suhu tubuh pasien mencapai

39°C, nadi 85 kali setiap menitnya, pernapasan 30 kali setiap menit. Pasien

mendapat terapi infus RL 40 tetes per menit mikro, setelah mendapatkan

terapi dari IGD kemudian pasien dibawa keruang rawat inap.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Malaria Tersiana

2. Malaria Tropika

3. Perencanaan

KASUS I

38
Rencana yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah

keperawatan yaitu hipertermi b.d Peningkatan metabolisme tubuh. Setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam di harapkan panas

pasien turun dengan kriteria hasil suhu tubuh turun menjadi 37,5°C, kulit

teraba hangat. Rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi

tanda-tanda vital pasien rasionalnya merupakan acuan untuk mengetahui

keadaan umum pasien, berikan kompres hangat rasionalnya membantu

menurunkan suhu tubuh.Kompres hangat adalah suatu prosedur

memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan

atau alat yang menimbulkan hangat pada bagain tubuh yang memerlukan.

Menggunakan kain / handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang

ditempelkan pada bagian tubuh tertentu. (Gabriel F.J, 2012)

Perencanaan adalah suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan

masalah, tujuan dan intervensi (Nursalam, 2001).

Tujuan adalah pernyataan pasien dan perilaku keluarga yang dapat diukur

atau di observasi. Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang

menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan

dan kewenangan perawat (Dermawan,2012)

Dalam intervensi keperawatan ini, peulis akan membahas tentang

mengatasi masalah keperawatan yaitu hipertermi b.d Peningkatan

metabolisme tubuh yaitu dimana Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam di harapkan panas pasien turun dengan kriteria hasil

suhu tubuh turun menjadi 37,5°C, kulit teraba hangat. Rencana

39
keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital

pasien rasionalnya merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum

pasien, berikan kompres hangat rasionalnya membantu menurunkan suhu

tubuh.

KASUS II

Rencana yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yaitu

hipertermi b.d Peningkatan metabolisme tubuh. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam di harapkan panas pasien turun

dengan kriteria hasil suhu tubuh turun menjadi 37,5°C, kulit teraba hangat.

Rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda

vital pasien rasionalnya merupakan acuan untuk mengetahui keadaan

umum pasien, berikan kompres dingin rasionalnya membantu menurunkan

suhu tubuh.

Perencanaan adalah suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan

masalah, tujuan dan intervensi (Nursalam, 2001).

Tujuan adalah pernyataan pasien dan perilaku keluarga yang dapat diukur

atau di observasi. Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang

40
menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan

dan kewenangan perawat (Dermawan,2012)

Dalam intervensi keperawatan ini, peulis akan membahas tentang

mengatasi masalah keperawatan yaitu hipertermi b.d Peningkatan

metabolisme tubuh yaitu dimana Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam di harapkan panas pasien turun dengan kriteria hasil

suhu tubuh turun menjadi 37,5°C, kulit teraba hangat. Rencana

keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital

pasien rasionalnya merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum

pasien, berikan kompres dingin rasionalnya membantu menurunkan suhu

tubuh.

4. Penatalaksanaan

KASUS I

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari

selasa, tanggal 13 juni 2017 dengan masalah keperawatan hipertermi

berhubungan dengan proses penyakitnya adalah jam 08.30 WIT

memonitor suhu tubuh pasien didapatkan respon pasien mengatakan suhu

tubuhnya panas, dari hasil observasi didapatkan badan terasa panas, suhu

tubuh 38,7°C, pada jam 08.30 WIT memberikan penjelasan tentang

peningkatan suhu di dapatkan respon pasien mengatakan bersedian unuk

diberikan penjelasan peningkatan suhu, dari hasil observasi di dapatkan

peningkatan suhu dari 37,5°C sampai dengan 39°C, pada jam 09.10 WIT

41
memberikan kompres hangat di dapatkan respon pasien mengatakan

setuju bila Tn. J diberikan kompres hangat;

Kompres hangat adalah suatu prosedur memberikan rasa hangat pada

daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan

hangat pada bagain tubuh yang memerlukan.Menggunakan kain / kassa

yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian

tubuh tertentu. (Gabriel F.J, 2012)

dari hasil observasi di dapatkan kulit terasa panas, pasien mau diberikan

kompres hangat, setelah dilakukan kompres selama 15 menit dari hasil

observasi didapatkan sudah menurun menjadi 37,5°C.

Pelakasanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana

tindakan dan ditujukan utuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan (Nursalam, 2001).

Pada hari selasa, tanggal 13 juni 2017 jam 08.30 WIT memonitor suhu

tubuh pasien didapatkan respon ibu pasien mengatakan suhu tubuh pasien

panas, dari hasil observasi didapatkan badan terasa panas, suhu tubuh

38,7°C, pada jam 08.30 WIT memberikan penjelasan tentang peningkatan

suhu di dapatkan respon ibu pasien mengatakan bersedia unuk diberikan

penjelasan peningkatan suhu, dari hasil observasi di dapatkan peningkatan

suhu dari 37,5°C sampai dengan 39°C, pada jam 09.10 WIT memberikan

kompres hangat di dapatkan respon pasien mengatakan setuju bila Tn. J

diberikan kompres hangat, dari hasil observasi di dapatkan kulit terasa

42
panas, pasien mau diberikan kompres hangat, setelah dilakukan kompres

selama 15 menit dari hasil observasi didapatkan sudah menurun menjadi

37,2°C.

KASUS II

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari

selasa, tanggal 16 juni 2017 dengan masalah keperawatan hipertermi

berhubungan dengan proses penyakitnya adalah jam 12.30 WIT

memonitor suhu tubuh pasien didapatkan respon ibu pasien mengatakan

suhu tubuh pasien panas, dari hasil observasi didapatkan badan terasa

panas, suhu tubuh 38,9°C, pada jam 12.40 WIT memberikan penjelasan

tentang peningkatan suhu di dapatkan respon pasien mengatakan bersedia

unuk diberikan penjelasan peningkatan suhu, dari hasil observasi di

dapatkan peningkatan suhu dari 37,5°C sampai dengan 39°C, pada jam

12.50 WIT memberikan kompres dingin di dapatkan respon pasien

mengatakan setuju bila Tn. B diberikan kompres dingin.

Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan

menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga

memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. (Arikunto, Suharsini.2001)

43
dari hasil observasi di dapatkan kulit terasa panas, pasien mau diberikan

kompres hangat, setelah dilakukan kompres selama 40 menit dari hasil

observasi didapatkan sudah menurun menjadi 37,5°C.

Pelakasanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana

tindakan dan ditujukan utuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan (Nursalam, 2001).

pada jam 12.30 WIT memonitor suhu tubuh pasien didapatkan respon

pasien mengatakan suhu tubuh pasien panas, dari hasil observasi

didapatkan badan terasa panas, suhu tubuh 38,9°C, pada jam 12.40 WIT

memberikan penjelasan tentang peningkatan suhu di dapatkan respon

pasien mengatakan bersedian unuk diberikan penjelasan peningkatan suhu,

dari hasil observasi di dapatkan peningkatan suhu dari 37,5°C sampai

dengan 39°C, pada jam 09.10 WIT memberikan kompres dingin di

dapatkan respon ibu pasien mengatakan setuju bila Tn. B diberikan

kompres dingin, dari hasil observasi di dapatkan kulit terasa panas, pasien

mau diberikan kompres dingin, setelah dilakukan kompres selama 40

menit dari hasil observasi didapatkan sudah menurun menjadi 37,5°C.

5. Evaluasi

KASUS I

Evaluasi pada tanggal 13 juni 2017 jam 9.30 WIT masalah

keperawatan hipertermi b.d Peningkatan metabolisme tubuh, dengan

Subyektif pasien mengatakan panasnya menurun, Obyektif : pasien

44
tampak tenang dengan hasil TTV Suhu 37,2°C, maka masalah hipertermi

teratasi dan intervensi dihentikan.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan

dan pelaksanaan yang sudah berhasil dicapai (Nursalam. 2001).

KASUS II

Evaluasi pada tanggal 16 juni 2017 jam 13.30 WIT masalah

keperawatan hipertermi b.d Peningkatan metabolisme tubuh, dengan

Subyektif pasien mengatakan panasnya menurun, Obyektif : pasien

tampak tenang dengan hasil TTV Suhu 37,2°C, maka masalah hipertermi

teratasi dan intervensi dihentikan.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan

dan pelaksanaan yang sudah berhasil dicapai (Nursalam. 2001).

45
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

penulisan, melalukan tindakan Kompres hangat pada pasien Tn. J dan Tn.

B dengan Malaria diruangan penyakit Dalam Pria RSUD Abepura dengan

menggunakan Head To Toe selama 3 hari pada Kasus I Tn. J selama 13 Juni

2017 sampai 16 Juni 2017, Kasus II Tn. B selama 16 Juni 2017 sampai 18

Juni 2017, maka penulisan mengambil keputusan Ssebagai berikut :

1. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

(protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan

nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu

mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat

di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga

mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik,

demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2008).

2. Metode yang digunakan dalam Karya Tulis Ilmia ini dengan

menggunakan metode Deskritif dengan rancangan studi kasus melalui

pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik pengumpulan data adalah

46
melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan

angket

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran yang


diharapkan bermanfaat antara lain :

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan pasien seoptimal mungkin dan


meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi institusi pendidikan

Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang


merupakan fasilitas mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan melalui praktek klinik dan penyusunan tugas akhir.

3. Bagi peneliti

Diharapkan peniliti dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu


seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien
secara optimal.

47
DAFTAR PUSTAKA

Hendri, Jhon. 2009. Contoh proposal penelitian ilmiah. Jakarta, Universitas


Gunadharma
Dinas Kesehatan, Kabupaten Jayapura. 2011.

Profil Kesehatan. Jayapura, Dinas Kesehatan Tarigan, R & Sarumpet, MS. 2007.
Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Kawasan Ekosistem Leuser, Sumatra Utara,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara
Strafrecht, Van Wetbok Terjemahan Moeljatno. 2001. Kitab undang-undang
hukum pidana Terjemahan. Jakarta, Bumi Aksara
Sorontou, Yohana. 2007. Malaria in Jayapura District, Papua Province, Indonesia
and resistance to sulfadoxine-pyrimethamine. Social Journal Medical

Ns. Kusyati, Eni, S.Kep, dkk.2006.Ketermpilan Dan Prosedur


Laboratorium.Jakarta : EGC

Program Study S-1 Keperawatan STIKES Banyuwangi.2009.Panduan


Keterampilan Prosedur Lab KDM 2. Jawa Timur : EGC

48

Anda mungkin juga menyukai