Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat disembuhkan dan dicegah. Penyakit ini
merupakan masalah kesehatan yang mendapatkan perhatian serius di dunia khususnya di
negara-negara berkembang. (Atika, Imelda. Dkk).
Oleh karena itu penyembuhan tbc harus di sertai PMO (Pengawas Menelan Obat).
PMO merupakan komponen DOT (Directly Observed Treatment) yang berupa
pengawasan langsung menelan obat pasien TB oleh seorang PMO, dengan tujuan untuk
memastikan pasien menelan semua obat yang dianjurkan. Orang yang menjadi PMO
dapat berasal dari petugas kesehatan, kader, guru, toko masyarakat, atau anggota
keluarga. (Fadlilah, Nazilatul. 2017).
Tugas seorang PMO adalah mengawasi pasien selama pengobatan agar pasien berobat
dengan teratur, memberikan motivasi kepada pasien agar mau berobat dengan teratur,
mengingatkan pasien untuk berkunjung ulang ke fasilitas kesehatan (memeriksakan dahak
dan mengambil obat), serta memberikan penyuluhan terhadap orang-orang terdekat pasien
mengenai gejala, cara pencegahan, cara penularan TB, dan menyarankan untuk
memeriksakan diri kepada keluarga yang memiliki gejala seperti pasien TB. (Fadlilah,
Nazilatul. 2017)

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa itu TBC?
b. Bagaimana TBC bisa menular?
c. Bagaimana cara pencegahan TBC agar tidak tertular?
d. Bagaimana pengobatan TBC?
e. Apa saja peran PMO dan siapa saja yang menjadi PMO?

1.3. Tujuan
a. Mengetahui penyakit TBC
b. Mengetahui bagaimana penularan TBC itu
c. Mengetahui cara pencegahan TBC
d. Mengetahui cara pengobatan TBC
e. Mengetahui apa saja peran PMO dan siapa saja yang menjadi PMO
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat disembuhkan dan dicegah. Penyakit ini
merupakan masalah kesehatan yang mendapatkan perhatian serius di dunia khususnya di
negara-negara berkembang. (Atika, Imelda. Dkk)

2.2 Etiologi
Tuberkulosis mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan
(Basil Tahan Asam) karena basil TB mempunyai sel lipoid. Basil TB sangat rentan
dengan sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil TB juga akan
terbunuh dalam beberapa menit jika terkena alcohol 70% dan lisol 50%. Basil TB
memerlukan waktu 12-24 jam dalan melakukan mitosis, hal ini memungkinkan pemberian
obat secara intermiten (2-3 hari sekali). (Darliana, Devi)
TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernafasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang dapat menyebar ke
kelenjar getah bening dan terbentuklah primer kompleks (rangke). Keduanya dinamakan
tuberkolosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. (Darliana, Devi)
Tuberculosis paru primer adalah terjadinya peradangan sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikrobakterium, sedangkan tuberkolosis post primer
(reinfection) adalah peradangan bagian paru oleh karena terjadi penularan ulang pada
tubuh sehingga terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. (Darliana, Devi)

2.3 Klasifikasi
Pada penyakit tuberculosis dapat diklafikasikan yaitu tuberculosis paru dan
tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis paru merupakan bentuk yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang jaringan
paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang mudah tertular. (Hiswani.
2004)
Tuberculosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ
tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,
saluran kencing, susunan syaraf pusat, dan pusat. Pada dasarnya penyakit TBC ini tidak
pandang bulu karena kuman ini dapat menyerang semua organ-organ dari tubuh.
(Hiswani. 2004)

2.4 Cara Penularan


Penularan tuberculosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang terdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman tersebut diudara melalui
dahak berupa droplet. Penderita TB paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat
terlihat langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta positif)
adalah sangat menular. (Hiswani. 2004)
Penderita TB paru BTA positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk
droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini
mongering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberculosis dan
dapat bertahan di udara selama beberapa jam. (Hiswani. 2004)
Droplet mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut
sudah menerap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah
diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang ke orang lain. (Hiswani.
2004)

2.5 Pencegahan Penularan


Tindakan agar tidak tertular sakit TBC menurut Anjum (2009) yaitu antara lain :
a. Jalankan pola dan perilaku hidup sehat dan bersih, karena setiap saat kuman TBC
ada di antara kita.
b. Khusus untuk anak diupayakan gizi yang cukup.
c. Kesehatan lingkungan perumahan, terutama ventilasi, cahaya, dan kelembaban yang
memenuhi syarat.
d. Segera periksa ke sarana pelayanan kesehatan terdekat bila timbul batuk lebih dari 3
minggu. (Prihantoro, Adi. Dkk. 2013)
2.6 Patofisiologi
Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru ketika pasien batuk,
bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5
mikron dan akan melayang-layng di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB.
(Darliana, Devi)
Saat mikobakterium tuberkulo berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh kloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yan sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen. (Darliana, Devi)
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrophil
dan makrofag) menelan banyak bakteri: limpospesifik-tubercolosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal
terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan. (Darliana, Devi)
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil yang maih
hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, bagian setral dari
massa fibrosa ini disebut turbekel ghon dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti
keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kalagenosa. Bakteri
menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. (Darliana, Devi)
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan
aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, turbekel ghon memecah melepaskan bahan
seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh. Turbekel yang menyerah menyembuh membentuk
jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut. (Darliana, Devi)

2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dan temuan patologi anatomi TB intestinal sangat bervariasi.
Manifestasinya dapat tidak spesifik dan menunjukkan kemiripan dengan gangguan
gastrointestinal lain, seperti penyakit Crohn, colitis ulseratif, limfoma, enteritis amuba,
actinomikosis dan enterokolitis Yersinia spa tau bahkan keganasan pada kolon.
(Murwaningrum, Artati. Dkk. 2016)
Gambaran klinis TB intestinal meliputi :
a. Gejala konstitusi seperti demam, anoreksia dan penurunan berat badan
b. Gejala akibat ulserasu mukosa seperti diare, hematoskezia dan malabsorpsi
c. Gejala terkait keterlibatan transmural seperti nyeri perut, tegang dan muntah akibat
obstruksi lumen, teraba benjolan, perforasi usus, fistula perianal dan instestinal
d. Manifestasi ekstrainstinal seperti artritis, peritoneum dan kelenjar limfe
e. Riwayat kontak dengan TBC. Penelitian oleh Mukewar, dkk menyebutkan perubahan
pola defeksi dapat berupa diare atau diare yang bergantian dengan konstipasi.
(Murwaningrum, Artati. Dkk. 2016)

2.8 Diagnosis
Penegakan pada penyakit TB paru dapat dilakukan dengan melihat keluhan/gejala
klinis, pemeriksaan biakan, pemeriksaan mikroskopis, radiologic, dan tuberculin test.
Pada pemeriksaan biakan hasilnya akan di dapat lebih baik, namun waktu
pemeriksaannya biasanya memakan waktu yang terlalu lama. Sehingga pada saat ini
pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih banyak dilakukan karena sensitivitas dan
spesivitasnya tinggi disamping biayanya rendah. (Hiswani. 2004)
Seorang penderita tersangka dinyatakan sebagai penderita paru menular berdasarkan
gejala batuk berdahak 3 kali. Kuman ini baru kelihatan di bawah mikroskopis bila jumlah
kuman paling sedikit sekitar 5000 batang dalam 1 ml dahak. Dalam pemeriksaan ini
dahak yang baik adalah dahak yang mukopurulen berwarna hijau kekuningan dan
jumlahnya harus 3-5 ml tiap pengambilan. Untuk hasil yang baik specimen dahak
sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan berurutan. Dahak yang
dikumpulkan sebaiknya yang dikeluarkan sewaktu pagi. (Hiswani. 2004)

2.9 Faktor
Menurut WHO (2006) faktor risiko utama kejadian tuberculosis pada anak terjadi
pada tingkat rumah tangga seperti kontak dengan sumber penularan serta kondisi
malnutrisi yang berat. Anak yang terinfeksi kuman tuberculosis sebagian besar tertular
dari anggota keluarga, pengasuh, ataupun tetangga. (Nurwitasari, Anasyia. Dkk. 2015)
Status gizi anak, riwayat kontak, dan intensitas paparan, dan kedekatan dengan
sumber penularan merupakan faktor utama dalam menentukan perjalanan infeksi
tuberculosis pada anak, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh status gizi anak, riwayat kontak, lama kontak, dan kedekatan dengan penderita
terhadap kejadian tuberculosis. (Nurwitasari, Anasyia. Dkk. 2015)

2.10 Penatalaksanaan
- Agens antituberkulosis selama 6-12 bulan
- Lima medikasi utama yan digunakan :
a. Rifampisin (RIF) : 4 bulan, urine berwarna, mual, muntah
b. Isoniazid (INH) : 4 bulan, neuritis, hepatitis
c. Pirasinamid (PZA) : 4 bulan, hepatotoksik, ruam
d. Steptomisin (SM) : 2 bulan, nefrotoksik, hati 2 pada Lansia
e. Etambol (EMB) : 2 bulan, neuritis optic

2.11 Pengobatan
Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan adalah paduan obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama (lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid, steptomisisin,
etambutol, sedangkan obat tambahan lainnya adalah kanamisin, amikasin, kuinolon.
(Darliana, Devi)

2.12 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama setelah
mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan social ekonomi keluarga, diagnosis
dini, kepatuhan minum obar selama 6 bulan, dan adanya infeksi lain seperti morbili,
pertussis, diare yang berulang, dan lain-lain. (Kautsar, Angga P. Dkk. 2016)
BAB III
TBC TENTANG PMO

3.1 Pengertian
PMO (Pengawas Menelan Obat) merupakan komponen DOT (Directly Observed
Treatment) yang berupa pengawasan langsung menelan obat pasien TB oleh seorang
PMO, dengan tujuan untuk memastikan pasien menelan semua obat yang dianjurkan.
Orang yang menjadi PMO dapat berasal dari petugas kesehatan, kader, guru, toko
masyarakat, atau anggota keluarga. (Fadlilah, Nazilatul. 2017)

3.2 Tugas PMO


Tugas seorang PMO adalah mengawasi pasien selama pengobatan agar pasien berobat
dengan teratur, memberikan motivasi kepada pasien agar mau berobat dengan teratur,
mengingatkan pasien untuk berkunjung ulang ke fasilitas kesehatan (memeriksakan dahak
dan mengambil obat), serta memberikan penyuluhan terhadap orang-orang terdekat pasien
mengenai gejala, cara pencegahan, cara penularan TB, dan menyarankan untuk
memeriksakan diri kepada keluarga yang memiliki gejala seperti pasien TB. (Fadlilah,
Nazilatul. 2017)
Keberadaan PMO (Pengawas Menelan Obat) dalam masa pengobatan pasien TB paru
sangat membantu, karena ketidakpatuhan pasien dalam berobat disebabkan oleh tidak
adanya konsistensi dari pasien dalam mengambil obat, control kembali ke puskesmas,
serta mengkonsumsi obat selama 6 bulan. Sehingga PMO berperan sebagai pengingat
pasien untuk kembali ke fasilitas kesehtan dan memotivasi pasien. Apabila pasien tersebut
tidak patuh dalam proses pengobatan, maka tingkat keberhasilan pengobatan pasien akan
menurun. (Fadlilah, Nazilatul. 2017)
Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) lainnya : (Debby, Resmi. Dkk. 2014)
a. Mendampingi dan mengawasi dalam pengobatan
Informan mendampingi dan mengawasi pasien setiap hari dikarenakan infrorman
adalah keluarga terdekat, informan sangat setuju pasien harus diawasi dan didampingi,
seperti yang dilakukan informan dalam mendampingi pasien ke Puskesmas.
b. Mengingatkan dalam meminum obat
Pada umumnya informan mengingatkan minum obat secara langsung kepada pada
malam hari sebelum tidur. Mengingatkan pasien dalam meminum obat menurut
informan sangat penting karena takut pasien lupa minum obat.
c. Memberi semangat dan dukungan
Pasien tidak mengalami kejenuhan dalam pengobatan karena semangat yang tinggi
untuk sembuh, selain itu adanya dukungan penuh dari keluarga yang membuat pasien
menjadi lebih termotivasi untuk sembuh.
d. Mengingatkan untuk memeriksa dahak berulang
Informan mengingatkan pasien untuk memeriksa dahak berulang setelah
dijadwalkan untuk pemeriksaan berulang dari petugas Puskesmas. Setelah itu untuk
anak-anak tidak dilakukan pemeriksaan dahak, melainkan rontgen dan pemeriksaan
darah.
e. Memberi pengarahan terhadap pasien
Pada umumnya informan memberi pengarahan kepada pasien setelah ikut
mendampingi pasien ke Puskesmas. Pengarahan diberikan terlebih dahulu dari
petugas kesehatan. Petugas kesehatan biasanya memberi edukasi kepada PMO dan
pasien.
f. Membawa pasien ke tenaga kesehatan jika terjadi efek samping
Sebagian pasien mengalami efek samping seperti gatal-gatal, kencing berwarna
kemerahan dan mual. Sebagian lagi tidak merasakan efek samping selama
pengobatan. Jika terjadi efek samping informan langsung membawa pasien ke tenaga
kesehatan. (Debby, Resmi. Dkk. 2014)

3.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Penderita


Pengetahuan disini adalah pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit TB Paru dan
pentingnya akan pengobatan yang sedang dilakukan. Hasil dari korelasi antara
pengetahuan Pasien TB Paru dengan Kepatuhan pasien TB Paru diperoleh 0.495 dengan
signifikasi sebesar 0.000 dengan kemaknaan p=0,000 (p<0,05) yang artinya ada hubungan
positif antara pengetahuan pasien TB Paru dengan kepatuhan berobat sehingga bagus
pengetahuan pasien TB Paru semakin bagus juga dalam kepatuhan pasien TB Paru dalan
berobat dengan hal ini maka dari pihak terkait supaya menigkatkan penyuluhan kepada
masyarakat akan bahaya penyakit TB Paru dan pentingnya kepatuhan dalam berobat.
(Sutanta. 2014)
3.4 Persyaratan Pengawas Minum Obat (PMO)
Persyaratan Pengawas Minum Obat (PMO) sebagai berikut :
a. Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien
b. Seseorang yang dekat dengan pasien
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
(Prabowo, Rivangga Dwi Ratna. 2014)

3.5 Peran Keluarga Dalam PMO


Dukungan keluarga mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan
pengobatan yaitu dengan adanya dorongan dan pengawasan kepada penderita dalam
minum obat, karena keluargalah yang berada paling dekat dengan penderita. Pseien yang
mempunyai peran keluarga sebagai PMO baik maka akan semakin patuh pula pasien
dalam minum obat, begitu pula sebaliknya semakin kurang peran keluarga sebagai PMO
maka semakin tidak patuh pasien dalam minum obat. Hal ini didukung oleh Smet (1994)
dukungan social dalam hal ini yang dimaksud adalah keluarga dapat membantu
meningkatlan ketaatan pasien. (Kartikasari, Dewi. Dkk. 2012)
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Materi/Topik : TBC Tentang PMO (Pengawas Menelan Obat)


Sasaran : Masyarakat
Tempat : A1.27
Hari/Tanggal : Rabu, 5 September 2018
Waktu : 15.00
Pemateri : Mahasiswi Keperawatan Untan

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU) :


Setelah dilakukan penyuluhan 10-15 menit, masyarakat diharapkan dapat memahami
tentang PMO.

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :


Setelah dilakukan penyuluhan tentang PMO masyarakat mengerti :
1. Pengertian PMO
2. Siapa aja yang bisa menjadi PMO
3. Pentingnya PMO
4. Peringatan bagi penderita TBC
5. Peranan PMO

C. Analisa Tugas
Know :
- Pengertian PMO
- Siapa aja yang bisa menjadi PMO
- Pentingnya PMO
- Peringatan bagi penderita TBC
Show
- Peserta menyimak dan memperhatikan kegiatan penyuluhan dengan seksama
- Peserta mendengarkan dengan seksama penjelasan pemateri
- Peserta mendiskusikan hal-hal yang belum dimengerti tentang materi penyuluhan
D. Pokok Bahasan
PMO (Pengawas Menelan Obat)

E. Sub Pokok Bahasan


- Pengertian PMO
- Siapa aja yang bisa menjadi PMO
- Pentingnya PMO
- Peringatan bagi penderita TBC
- Peranan PMO

F. Materi Penyuluhan (Terlampir)

G. Strategi Instruksional
- Menjelaskan pengertian PMO
- Menjelaskan siapa aja yang bisa menjadi PMO
- Menjelaskan pentingnya PMO
- Menjelaskan peringatan bagi penderita TBC
- Menjelaskan Peranan PMO
- Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bertanya dan memberikan
pendapat
- Mengadakan tanya jawab untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat
tentang materi yang diberikan

H. Media Penyuluhan
Media : Power Point dan Leaflet

I. Metode Penyuluhan
- Ceramah
J. Kegiatan Penyuluhan
Metode/ Alokasi
Tahap Kegiatan Pemateri Kegiatan Peserta
Media Waktu
- Menyiapkan
Pra peralatan 2 menit
- Set ruangan
- Membuka dengan
salam,
- Menjawaab salam,
memperkenalkan diri,
mendengarkan dan
dan kontrak waktu
Kegiatan memberikan
- Menjelaskan tujuan Ceramah 2 menit
Pembuka persetujuan
penyuluhan
- Memperhatikan
- Menjelaskan cakupan
materi yang akan
dibahas
- Menjelaskan
pengertian PMO
- Menjelaskan siapa
aja yang bisa menjadi
Ceramah
PMO
- Memperhatikan dan , power
Uraian - Menjelaskan 10
menyimak penjelasan point,
Materi pentingnya PMO menit
dari pemateri dan
- Menjelaskan
leaflet
peringatan bagi
penderita TBC
- Menjelaskan Peranan
PMO
Penutupan - Meminta salah satu - Mengutarakan jawaban Tanya 5 menit
masyarakat untuk - Mengutarakan jawab
menjelaskan sedikit ide/pendapat
tentang materi - Menyimak
penyuluhan - Mengutarakan jawaban
- Mengundang - Menyimak dan
komentar atau memperhatikan
pertanyaan dari
masyarakat
- Menjawab komentar
atau pertanyaan dari
masyarakat
- Mengajukan
beberapa pertanyaan - Menjawab salam
- Memberikan
kesimpulan dari
pembahasan
- Menutup pertemuan
dan mengucapkan
salam

K. Evaluasi
- Menjelaskan kembali pengertian PMO
- Menjelaskan kembali siapa aja yang bisa menjadi PMO
- Menjelaskan kembali pentingnya PMO
- Menjelaskan kembali peringatan bagi penderita TBC
- Menjelaskan kembali peranan PMO

L. Referensi
Debby, Resmi. Dkk. 2014. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberculosis Paru Di
Kelurahan Sidomulyo Barat Pekan Baru. Universitas Riau : Fakultas Kedokteran
Fadlilah, Nazilatul. 2017. Hubungan Karakteristik Pengawas Menelan Obat Terhadap
Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Pragaan Tahun 2016.
Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 5 No 3
Kartikasari, Dewi. Dkk. 2012. Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum
Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Puskesmas
Keungwuni II Kabuoaten Pekalongan. FIKKES : Vol 5 No 1
Prabowo, Rivangga Dwi Ratna. 2014. Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat
(PMO) Dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberculosis Paru
(TB Paru) Di Puskesmas Nogosari Boyolali. Universitas Muhammadiyah
Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan
Sutanta. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan PMO, Jarak Rumah Dan
Pengetahuan Pasien TB Paru Dengan Kepatuhan Berobat Di BP4 Kabupaten
Klaten. Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” : Vol 5 No2
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Seperti yang kita ketahui TBC merupakan penyakit yang menular dan penyakit yang
berbahaya dapat menyebabkan kematian jika tidak tepat pengobatannya. Indonesia
merupakan urutan ke 3 di seluruh dunia terjangkit penyakit TBC. Penyakit TBC harus
ditangani dengan tepat agar dapat sembuh dan tidak menular, TBC dapat sembuh dengan
cara pengobatan yang rutin dalam jangka waktu 6 bulan, dan seseorang yang sudah
terjangkit TBC harus minum obat dengan rutin dan harus di awasi minum obat agar dapat
sembuh.

B. SARAN
Seseorang yang sehat-sehat saja atau yang tidak terjangkit TBC sebaiknya jaga pola
hidup yang sehat, dan pasien yang sudah tertular TBC sebaiknya sering periksa ke tenaga
kesehatan agar tidak menularkan ke orang lain, dan berobat secara rutin, dan ikuti sesuai
prosedur yang ditetapkan agar penyembuhannya berhasil.
DAFTAR PUSTAKA

Atika, Imelda. Dkk. Gambaran Angka Kesembuhan Pasien Tuberculosis (TB) Paru Di Rumah
Sakit Umum Daerah Petala Bumi Pekanbaru Periode Januari 2011-Desember 2013.
JOM FK : Vol 2 No 1
Darliana, Devi. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Jurnal PSIK : FK Unsyiah ISSN 2087-
2879
Debby, Resmi. Dkk. 2014. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberculosis Paru Di Kelurahan
Sidomulyo Barat Pekan Baru. Universitas Riau : Fakultas Kedokteran
Fadlilah, Nazilatul. 2017. Hubungan Karakteristik Pengawas Menelan Obat Terhadap
Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Pragaan Tahun 2016. Jurnal Berkala
Epidemiologi Vol 5 No 3
Hiswani. 2004. Tuberkolosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Kautsar, Angga P. Dkk. 2016. Kepatuhan Dan Efektivitas Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan Tunggal Pada Penderita TB Paru Anak Di Salah Satu
Rumah Sakit Di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia : Vol 5 No 3 ISSN 2252-
6218
Kartikasari, Dewi. Dkk. 2012. Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Puskesmas
Keungwuni II Kabuoaten Pekalongan. FIKKES : Vol 5 No 1
Murwaningrum, Artati. Dkk. 2016. Pendekatan Diagnosis Dan Tatalaksana Tuberkulosis
Intestinal. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia : Vol 3 No 2
Nurwitasari, Anasyia. Dkk. 2015. Pengaruh Status Gizi Dan RIwayat Kontak Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Anak Di Kabupaten Jember. Jurnal Berkala Epidemiologi : Vol 3 No 2
Prabowo, Rivangga Dwi Ratna. 2014. Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat (PMO)
Dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberculosis Paru (TB Paru) Di
Puskesmas Nogosari Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Fakultas Ilmu
Kesehatan
Prihantoro, Adi. Dkk 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO)
Penderita TBC Dengan Perilaku Pencegahan Penularan TBC Di Wilayah Kerja
Puskesmas Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Universitas Muhammadiyah Surakarta :
Fakultas Ilmu Kesehatan
Sutanta. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan PMO, Jarak Rumah Dan Pengetahuan
Pasien TB Paru Dengan Kepatuhan Berobat Di BP4 Kabupaten Klaten. Jurnal Kesehatan
“Samodra Ilmu” : Vol 5 No2

Anda mungkin juga menyukai