Anda di halaman 1dari 3

Tuberculosis Paru (TBC)

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian besar kuman tuberculosis menyerang
paru-paru. tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).

Organ lain yang dapat terserang TB:


1. Tulang
2. Kulit
3. Selaput otak dan saraf
4. Ginjal
5. Usus

-TBC menjadi penyebab kematian ke dua di dunia.


-Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan beban Tuberculosis
tertinggi didunia (WHO, 2016)
- Angka TBC di Indonesia berdasarkan mikroskopik sebanyak 759 per100 ribu
penduduk untuk usia 15 tahun ke atas dengan jumlah laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan, dan jumlah di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan.

Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini
cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang,
tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini
mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari
bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu
bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada
kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun
bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara
(Widoyono,2011).

Pathogenensis Tuberkulosis
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TBC berhasil berkembangbiak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif (Depkes RI, 2008). Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2008). Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita
TBC akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25%
sebagai “kasus kronik” yang tetap menular (WHO, 1999).
2. Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2008).

Cara Penularan:
1. Dahak.
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA (+) yang ditularkan dari orang ke orang oleh
transmisi melalui udara. Pada waktu berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percian dahak) besar (>100 µ)
dan kecil (1-5 µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara
dan terhirup oleh individu yang rentan (Smeltzer & Bare, 2002). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan.

2. Penularan TB paru dapat terjadi di dalam ruangan yang gelap dan lembab
Penyakit TB paru ini dapat ditularkan oleh penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
Lebih jauh lagi, Penularan TB paru dapat terjadi di dalam ruangan yang gelap dan lembab
karena kuman M. tuberculosis ini dapat bertahan lama apabila di kondisi ruangan yang gelap
dan lembab tersebut. Dalam hal ini, makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan, maka
orang itu makin berpotensi untuk menularkan kuman tersebut. Selain itu, faktor yang
memungkinkan seseorang untuk terpapar yaitu seberapa lama menghirup udara yang sudah
terkontaminasi kuman M. tuberculosis tersebut dan konsentrasi percikan dalam udara itu
(Depkes RI, 2007).

Cara pencegahan TBC


1. Kondisi Lingkungan Rumah
 Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian rumah (in house overcrowding) diketahui akan meningkatkan risiko dan
tingkat keparahan penyakit berbasis lingkungan. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh
rumah biasanya dinyatakan dengan m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif,
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana
minimum 10 m2/orang, sehingga untuk satu keluarga yang mempunyai 5 orang anggota
keluarga dibutuhkan luas rumah minimum 50 m2.Sementara untuk kamar tidur diperlukan
luas lantai minimum 3 m2/orang. Dalam hubungan dengan penularan TB paru, maka
kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang (cross infection). Adanya penderita TB
paru dalam rumah dengan kepadatan cukup tinggi, maka penularan penyakit melalui udara
ataupun “droplet” akan lebih cepat terjadi (Suyono,2005).
 Ventilasi dan kelembapan rumah
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab (Depkes RI, 2007). Untuk mendapatkan ventilasi atau penghawaan yang baik
bagi suatu rumah atau ruangan, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang
ventilasi insidental (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% dari luas lantai. Hingga jumlah
keduanya 10% dari luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah atau dari
pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain–lain.

c. Aliran udara tidak menyebabkan penghuninya masuk angin. Untuk itu tidak menempatkan
tempat tidur persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela atau pintu (Kemenkes RI,
1999)

 Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.
Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari
disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit-bibit enyakit. Sebaliknya, terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata (Notoatmodjo, 2003). Cahaya ini
sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, seperti basil
TBC, karena itu sangat penting rumah untuk mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

2. Jangan Merokok
Pada asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya bagi kesehatan. Sehingga, merokok dapat
mengganggu dapat mengganggu kejernihan mukosa silia yang digunakan sebagai mekanisme
pertahanan utama dalam melawan infeksi. Hal ini juga dapat memperbaiki menempelnya
bakteri dan infeksi. Merokok dimungkinkkan menghasilkan penurunan fungsi sel T yang
dimanifestasikan oleh penurunan perkembangbiakan mitogen sel T. Polarisasi fungsi sel T
dari respon TH-1 ke TH-2 mungkin juga mengganggu dampak negatif pada fungsi limfosit B
untuk menurunkan produksi imunoglobulin (Eisner, 2008). Perempuan cenderung lebih
banyak mengalami konversi BTA hal ini dipengaruhi faktor hormon. Pada perempuan
terdapat estrogen yang dapat meningkatkan sekresi INF-γ dan mengaktifkan makrofag
sehingga respon imun meningkat dan terjadi konversi BTA sedangkan pada laki-laki terdapat
testosteron yang menghambat respon imun (Utami dkk, 2012)

3. Imunisasi
Proses terjadinya penyakit infeksi dipengaruhi oleh faktor imunitas seseorang. Anak
merupakan kelompok rentan untuk menderita tuberkulosis, oleh karena itu diberikan
perlindungan terhadap infeksi kuman tuberkulosis berupa pemberian vaksinasi BCG pada
bayi berusia kurang dari dua bulan. Pemberian vaksinasi BCG belum menjamin 100%
seseorang tidak akan terkena infeksi TBC namun setidaknya dapat menghindarkan terjadinya
TBC berat pada anak (Misnadiarly, 2006).

4. Status Gizi
Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian TBC Paru,
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain, akan
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya seperti ada tidaknya kuman
TBC pada paru. Kuman TBC merupakan kuman yang dapat “tidur” bertahun-tahun dan
apabila memiliki kesempatan “bangun” dan menimbulkan penyakit maka timbullah kejadian
penyakit TBC Paru. Oleh sebab itu salah satu upaya menangkalnya adalah dengan status gizi
yang baik (Achmadi, 2005).

Anda mungkin juga menyukai