Anda di halaman 1dari 18

REFERAT TB PARU

PEMBIMBING :

dr. Noer Saelan T, SpKJ

DISUSUN OLEH :

Claudia Kristanti Ranciu (406162082)

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI


PANTI WERDHA KRISTEN HANA CIPUTAT
PERIODE 17 SEPTEMBER – 20 OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
BAB I
PENDAHULUAN

Proses penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahankemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahanterhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.1
Dengan perbaikan pelayanan kesehatan baik dalam segi pencegahan
maupun pengobatan, harapan hidup manusia menjadi semakin panjang, sehingga
jumlahmanusia berusia lanjut (manula) akan bertambah besar. Di Indonesia,
persentaseorang yang berumur >50 tahun adalah 9,64% dari jumlah penduduk.
Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia maka penyakit paru
menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering dijumpai
di masa mendatang baik di negara maju maupun di negara berkembang. PPOK
diperkirakan akan menempati peringkat kelima urutan penyakit terbanyak di dunia
pada tahun 2020, penyebab kematian peringkat empat di Amerika Serikat, dan
akan menempati peringkat ketiga dari urutan penyebab kematian di dunia. Karena
terdapat kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sejalan dengan
penambahan usia. Kemunduran ini mulai jelas terlihat setelah usia 40 tahun.
Dalamsuatu penelitian di Amerika, diduga, setelah usia 70 tahun, mortalitas akibat
tindakan bedah menjadi 3 kali lipat (dibandingkan dengan usia 18-40 tahun) dan
2% darimortalitas ini disebabkan oleh anestesia. Batas usia seseorang disebut
manula tidak pasti, karena kecepatan proses menjadi tua setiap individu tidak
sama. Akan tetapi biasanya kita sudah harus waspada terhadap kelainan akibat
proses petuaan pada pasien yang berumur 50-60 tahun. Di atas usia 65 tahun
biasanya sudah mulai jelaskelainan fisiologi akibat proses penuaan.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS

2.1.1 Definisi

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan


disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya
menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk
meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu
setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.1

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama


di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman
Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) juga dapat menyebabkan gangguan
saluran napas sehingga pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan ideal
untuk menegakan diagnosa.3

2.1.2 Epidemiologi

WHO pada tahun 2013 melaporkan terdapat 8,6 juta kasus TB dimana 1,1
juta orang (13%) diantaranya menderita TB – HIV. Sedangkan WHO pada tahun
2012 mencatat 450 ribu orang dengan TB-MDR dan 170 ribu diantaranya
meninggal dunia. RISKESDAS 2013 menyatakan terdapat 5 provinsi TB paru
tertinggi (Jawa Barat 0,7 %, Papua 0,6%, DKI Jakarta 0,6%, Gorontalo 0,5%,
Banten 0,4%). Prevalensi infeksi TB pada pria lebih banyak dari wanita.
Sementara proporsi TB anak dari keseluruhan sebesar 6% (530 ribu pasien TB
anak/tahun) dengan angka kematian 8% (74 ribu pasien TB anak/tahun).1

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.1

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara sedang


berkembang.
 Kegagalan program TB selama ini
 Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan
 Dampak pandemi HIV
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti
TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang
tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.2

2.1.3 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.1,3

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi


droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.3

2.1.4 Faktor Risiko


Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.1

Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA (+).1

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi
(gizi buruk). 1

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta
(oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi
HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. 1

2.1.5 Etiologi

Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium


tuberculosis.1

2.1.6 Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari
sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya.3 Bila kuman menetap di jaringan paru,
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah
efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke
dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila
masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier.3

Tuberkulosis.Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian
baru makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan
sekretnya.3 Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang di jaringan paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia
kecil dan di sebut sarang prime atau afek prime atau sarang (fokus) Ghon.3
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:


Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi

Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis,
kalsifikasi di hilus

Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar
ke skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun
sebelahnya, c). Secara limfogen, d). Secara hematogen.3

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkhim dan tidak ke nodus hiler
paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.3
Gambar 1 Patogenesis TB

2.1.7 Diagnosis

Gejala Klinik3

 Demam: biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-


kadang panas badan dapat mencapai 40-410C, demam hilang timbul
 Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (sputum). Keadaan lanjut dapat terjadi
batuk darah
 Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
 Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis
 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex paru, bila
dicurga adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan suara
redup, auskultasi bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan nyaring.
Tetapi bila infiltrate diliputi penebalan pleura maka suara nafas akan menjadi
vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang luas akan ditemukan perkusi
hipersonor atau tympani. 3

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin

Pemeriksaan darah rutin lebih diutamakan untuk melihat adanya peningkatan


LED yang menandakan sedang terjadinya suatu infeksi atau peningkatan monosit
pada pemeriksaan hitung jenis sel.3

2. Sputum (S-P-S)

Sewaktu: dahak hari pertama pasien berkunjung ke fasilitas kesehatan lalu pasien
diberikan pot untuk menampung dahak hari kedua dirumah.

Pagi: hari kedua pagi harinya pasien menampung dahak didalam pot yang
diberikan di hari pertama lalu pot tersebut dibawa ke fasilitas kesehatan awal. Di
sana pot diberikan pada petugas.

Sewaktu: dahak hari kedua yang di tampung dalam pot di fasilitas kesehatan saat
pasien mengantarkan dahak hari kedua pagi harinya.

Dikatakan BTA (+) jika didapatkan hasil positif minimal 1 dari 3 sample dahak. 3

3. Radiologi

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,


gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa
bulatan dengan batas tegas, lesi dikenal sebagai tuberkuloma.3

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdiniding tipis. Lama-
lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-
bercak pada dengan densitas tinggi. Gambaran radiologis lain yang sering
menyertai TB paru adalah atelektasis, efusi pleura, empiema.3

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin merupakan suatu respon hipersensitivitas tipe 4, uji tuberkulin


melihat respon imun tubuh terhadap antigen yang disebut PPD (purified protein
derivated) saat disuntikan sebanyak 0,1 ml pada volar lengan. Jika seseorang
sudah terpajan pada bakteri TB maka uji tuberkulin akan menunjukan adanya
indurasi sebagai petanda bahwa imun tubuh sudah mengenal antigen tersebut.
Indurasi maksimal terjadi 48 jam pasca suntikan. Indurasi dikatakan positif jika ≥
15 mm. Namun ada beberapa kondisi khusus yang menimbulkan penilaian yang
berbeda. Pemeriksaan uji tuberkulin memiliki senitifitas 93,6% dan spesifisitas
98,4%.1,3

Kriteria indurasi:

Gambar 2.3 Indurasi Test Tuberkulin


5. ADA test (Adenosin Deaminase Test)

ADA merupakan protein dari metabolisme purin yang berhubungan dengan


aktivitas limfosit (proliferasi limfosit) yang bereperan dalam respon kekebalan
tubuh terhadap infeksi TB. Test ADA mengukur konsentrasi ADA dalam cairan
pleura, perikardium, ascites untuk membantu diagnosis infeksi TB dari organ yang
bersangkutan. Dinilai positif jika ditemukan konsentrasi ADA dalam cairan pleura
100 U/L, cairan peritoneal 92 U/L, dan perikardium 90 U/L. Test ADA memiliki
sensitifitas 100% dan spesifisitas 94,6%.1,3

Diagnosis Tuberkulosis (TB)

Berdasarkan pedoman TB tahun 2014: 1

• TB paru dibuktikan dengan pemeriksaan bakteriologis (mikroskopik,


kultur, gen xpert) didapatkan BTA (-) atau jika hasil BTA (-) tapi klinis dan
Ro thorax mendukung.

• TB ekstrparu dinilai berdasarkan klinis dari organ terkena ditambah


pemeriksaan bakteriologis dan atau pemeriksaan pada organ bersangkutan
(ADA test/histotopatologi).

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan Ro thorax saja atau


tuberkulin saja.

2.1.8 Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan definsi: 1

1. Terduga TB adalah pasien dengan keluhan/klinis yang mendukung TB

2. TB hasil pemeriksaan bakteriologis adalah pasien dari pemeriksaan


bakteriologis (mikroskopik langsung, kultur, test cepat) menunjukan hasil BTA
(+)/biakan (+)/gen expert (+), TB ekstraparu dengan pemeriksaan bakteriologis
(+).
3. TB klinis adalah pemeriksaan bakteriologis mikroskopik langsung BTA (-) tapi
secara klinis dan foto thorax (+) atau TB ekstraparu dengan klinis dan hasil
histopatologis pada organ bersangkutan (+)

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi: 1

1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,


tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis Ekstraparu

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan: 1

1. TB paru adalah pasien yang tidak pernah berobat OAT/berobat < 28 hari

2. TB pernah diobati adalah pasien yang pernah berobat > 28 hari namun
dinyatakan kambuh (sudah pernah dinyatakan sembuh), gagal (diakhir pengobatan
hasil BTA (+)), putus obat (berhenti OAT > 28 hari)

Klasifikasi berdasarkan uji kepekaan obat: 1

1. TB MR (monoresisten) adalah pasien yang mengalami resistensi pada salah


satu jenis OAT lini 1.

2. TB PR (poliresisten) adalah pasien yang mengalami resistensi pada lebih dari


satu jenis OAT lini 1 kecuali isoniazid dan pirazinamid bersamaan.

3. TB MDR (multidrug resisten) adalah pasien yang mengalami resistesi pada


isoniazid dan rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa resistensi OAT lini 1
lainnya.
4. TB XDR (extensive drug resisten) adalah pasien TB MDR disertai resistensi
terhadap salah satu golongan kuinolon dan minimal salah satu OAT lini 2 jenis
suntikan.

5. TB RR (resisten rifampisin) adalah pasien yang mengalami resistensi rifampisin


dengan atau tanpa resistensi OAT lainnya yang terdeteksi dengan metode genotip
(test cepat) atau fenotip (konvensional).

Klasifikasi berdasarkan status HIV: 1

1. TB HIV (+) dibagi: sebelum diagnosa TB sudah terapi ARV dan saat didiagnosa
TB

2. TB HIV (-) dibagi : sebelum didiagnosa TB dan saat didiagnosa TB

3. TB HIV tidak diketahui

2.1.9 Pengobatan

Prinsip: harus ADEKUAT

1. Mengandung MINIMAL 4 macam obat u/ cegah resistensi.

2. Dosis tepat

3. Minum secara teratur dan diawasi PMO sampai selesai pengobatan

4. 2 tahap (intensif & lanjutan)

Intensif: SETIAP HARI  teratur selama2 mg  daya penularan ↓ ↓

Lanjutan: 3x DALAM 1 MINGGU

OAT

OAT Lini 1  H R Z E S

- Kategori 1  2(HRZE)/4(H3R3) selama 6 bulan

Pasien baru (px bateriologis/klinis/ekstraparu) & berobat < 28 hari

- Kategori 2  2(HRZE)S/HRZE/5(H3R3)E3 selama 8 bulan


Pasien sudah berobat > 28 hari (kambuh, gagal OAT kat. 1, putus berobat)

- KDT/FDC  ↑ kepatuhan berobat

OAT Lini 2 (TB-MDR)  suntikan (kanamisin, amikasin); oral (PAS, sikloserin)

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

a. Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan


TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,
kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena
bersifat permanent ototoksik dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB. 1

b. Ibu menyusui dan bayinya


Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang
ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan
kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
tersebut sesuai dengan berat badannya. 1

c. Memakai kontrasepsi
Sebaiknya menghindari penggunaan kontrasepsi hormonal karena dapat
berinteraksi dengan streptomisin. Sebaiknya kontrasepsi yang dipakai non
hormonal (IUD, MOW, dll). 1

d. Kelainan fungsi ginjal


Panduan OAT untuk pasien gagal ginjal/gangguan fungsi ginjal berat:
2HRZE/4HR. Umumnya pirazinamid dan etambutol memerlukan penyesuaian
dosis karena eksresinya diginjal. Pirazinamid: 25 mg/kg dan etambutol 15 mg/kg,
keduanya diberikan 3x dalam 1 minggu. Mengindari pemakaian obat golongan
aminoglikosida karena sifatnya nefrotoksik. Jika diharuskan maka pemberiannya
15 mg/kg dengan maksimum pemberian 1x nya 1 gram. Diberikan 2-3 x dalam 1
minggu. 1

e. Gangguan fungsi hati


Hepatitis akut  tunggu sampai sembuh  OAT mulai
Hepatitis kronik  pemeriksaan fungsi hati  3x N  OAT mulai
DILI: 1
• Klinis (+)  OAT stop
• Klinis (-)  OT/PT > 5x N  OAT stop
• Klinis (-)  OT/PT > 3x N  OAT boleh diteruskan
• OAT yang menyebabkan gangguan fungsi hati  H R Z

f. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS


Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya
dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-
HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan TB dilakukan 2
minggu pertama sebelum memulai pengobatan ARV. Pengobatan ARV
(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar
WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip
Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien
TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga
kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap
infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing =
Konsul sukarela dengan test HIV). 1

g. Pasien TB dengan DM
Rifampisin dapat berinteraksi dengan sulfonilurea maka dosis sulfonilurea
ditingkatkan. 1

h. Indikasi operasi
TB paru: batuk darah masif, fistula bronkopleura, empiema
TB ekstraparu komplikasi: TB tulang dgn kelainan neurologi. 1

2.1.10 Pencegahan


4 pilar: 1

1. Pengendalian manajerial yaitu program PPI TB oleh fasilitas kesehatan


setempat.

2. Pengendalian administratif yaitu TEMPO (TEmukan pasien, Pisahkan,


Obati), penyuluhan

etika batuk & bahaya TB.

3. Pengendalian lingkungan yaitu peningkatan ventilasi/aliran udara dirumah.

4. Penggunaan APD yaitu pemakaian masker (terutama masker N95).

2.1.11 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. 3


Komplikasi dini  pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Pancet’s
arthropathy

Komplikasi lanjut  Obstruksi jalan napas  SOFT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  SOPT/fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. 3

2.1.12 Prognosis

Pemberian INH & rifampisin selama 6 bulan ditambah pirazinamid selama 2


bulan memiliki angka kesembuhan 96-99% dan angka relaps < 5%.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis:
Indonesia Bebas Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian RI.

2. RISKESDAS. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Indonesia : Kementrian


RI.

3. Alwi I dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed. VI. Interna
Publishing: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai