Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

MASTOIDITIS

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi

di RSUD Ciawi

Penyusun:

Suni Christina

Cinthia Catherine

Erri Pratama

Delmy Sanjaya

Lidya Oktaviani Siauw

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

PANTI WREDA SALAM SEJAHTERA BOGOR

PERIODE 8 JULI 2018 – 3 AGUSTUS 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Mastoiditis“.
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu dari syarat program
pendidikan profesi di bagian Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Ciawi.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebanyak- banyaknya kepada pembimbing dan semua pihak yang telah membantu penulis
selama proses penyusunan referat ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam


penulisan kasus ini. Demikian, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun pembacanya.

Ciawi, Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................

2.1 Anatomi Tulang Temporal .....................................................................................

2.2 Definisi ..................................................................................................................

2.3 Epidemiologi ........................................................................................................

2.4 Etiologi dan Gejala Klinis .....................................................................................

2.5 Patogenesis ...........................................................................................................

2.6 Diagnosis...............................................................................................................

2.7 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................

2.8 Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................................

2.9 Gambaran Radiologik ...........................................................................................

2.10 Tatalaksana .........................................................................................................

2.11 Komplikasi ..........................................................................................................

2.12 Prognosis............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mastoiditis akut (MA) merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis


media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis dapat terjadi secara
akut maupun kronis.
Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya
telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul
adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada
telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging
pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).
Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan
penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada
orang dewasa. Jika tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga
tengah, termasuk di antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius.
Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah
sebelum berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan
kematian.
Sebuah hasil pencitraan diagnostik merupakan sebuah referensi yang
paling berharga bagi ahli bedah kepala dan leher atau otolaryngologist, yang
sangat dibutuhkan dari pasien. Karena banyaknya bagian pendukung dan
struktur dalam dari sebuah kepala dan leher yang pemeriksaannya bukan hanya
sekedar pemeriksaan yang bersifat topografi (anatomi atau penentuan letak
struktur) saja, tetapi juga memerlukan pemeriksaan yang bersifat fisiologi.
Beberapa pasien mungkin hanya memerlukan pencitraan dignostik konvensional
seperti film tipis sinar-X, atau beberapa justru membutuhkan pencitraan dengan
teknologi tinggi untuk memperoleh hasil terbaik demi rencana terapi yang akan
dia jalani nantinya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Tulang Temporal

Gambar 1. Tulan mastoid

Mastoid berkembang dari kantong sempit di epitympanum posterior bernama


aditus ad antrum. Pneumatisasi terjadi tak lama setelah kelahiran setelah aerasi
telinga tengah. Proses ini selesai saat usia sesorang 10 tahun. Sel udara mastoid
terbentuk oleh invasi kantung berlapis epitel antara spikula tulang baru dan oleh
degenerasi dan redifferensiasi ruamg sumsum tulang yang ada. Bagian tulang
temporal lainnya, termasuk apeks petrosus dan akar zygomatikus, mengalami
pneumatisasi yang sama. Antrum, mirip dengan sel-sel udara mastoid, dilapisi
dengan epitel respiratorius yang akan membengkak bila terjadi infeksi.
Penyumbatan antrum oleh mukosa yang mengalami inflamasi merangkap infeksi

5
di sel udara dengan menghambat drainase dan mengahalangi aerasi kembali dari
sisi telinga.
Mastoid dikelilingi oleh fossa cranial posterior, fossa kranial tengah,
saluran nervus fasialis, sinus sigmoid dan lateral, dna ujung petrosus tulang
temporal. Mastoiditis bisa megikis seluruh antrum dan meluas ke salah satu
daerah yang bersebelahan tersebut, meyebabkan morbiditas yang signifikan secara
klinis dan mengancam jiwa.

2.2. Definisi
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel-sel mastoid pada tulang
temporal. Keadaan tersebut terjadi biasanya paling sering disebabkan komplikasi
dari otitis media supuratif akut maupun kronik.
Mastoiditis terbagi menjadi, mastoiditis akut dan mastoiditis kronik.
Mastoiditis akut merupakan komplikasi dari otitis media supuratif akut,
sedangkan mastoiditis kronik merupakan komplikasi dari otitis media supuratif
kronik.

Gambar 2. Mastoiditis akut dan mastoiditis kronik


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

6
2.3. Epidemiologi

Mastoiditis secara umum merupakan bentuk komplikasi OMSK. Komplikasi


OMSK ini berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi, lingkungan, nutrisi,
dan hygine yang buruk. Menurut WHO tahun 2007, insidensi OMSK terjadi
pada 65 – 330 juta penduduk dunia yang menyebabkan gangguan
pendengaran pada 39 – 200 juta penduduk dunia. Data US pada tahun 2008
didapatkan insidensi mastoiditis menurun hanya sebesar ± 0,004% dari
populasi penduduk meskipun pada negara berkembang insidensi lebih
meningkat. Sementara penelitian yang dilakukan di Jakarta Timur pada
tahun 2012 didapatkan prevalensi OMSK 3,4 % dimana 78% tipe jinak &
22% tipe bahaya dimana tipe bahaya cenderung menimbulkan komplikasi
mastoiditis.

2.4. Etiologi dan Gejala Klinis


Mastoiditis merupakan hasil infeksi yang disebabkan dari telinga tengah, oleh
karena itu bakteri penyebab mastoiditis sama pada bakteri yang menginfeksi
telinga tengah. Berikut beberapa bakteri penyebab mastoiditis:
 Streptococcus pneumoniae
 Haemophilus influenzae
 Moraxella catarrhalis
 Staphylococcus aureus
 Pseuodomonas aeruginosa
 Klebsiella
 Escherichia coli
 Proteus
 Prevotella
 Fusobacterium
 Porphyromonas
 Bacteroides
 Mycobacterium species

7
Gejala Klinis
 Demam dan malaise
 Eritema dan edema jaringan lunak mastoid
 Nyeri dibelakang telinga
 Mastoid tenderness
 Limfadenopati lokal
 Daun telinga terdorong ke depan
 Paralisis nervus VII
 Abses mastoid
2.5. Patogenesis
Peradangan mukosa cavum timpani pada otitis media supuratif akut maupun
kronik yang sifatnya maligna (atikoantral) atau disebut juga tipe tulang
(kolesteatom) maka dapat menyebabkan komplikasi intra temporal berupa
mastoiditis, karena kolesteatom mampu mendestruksi tulang disekitarnya. Oleh
karena letak dari antrum mastoid pada dinding anteriornya berbatasan dengan
telinga tengah dan aditus ad antrum.
Mastoiditis merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media
yang paling sering dijumpai. Otitis media, khususnya yang kronik (otitis
media supuratif kronik) adalah infeksi telinga tengah yang ditandai dengan
sekret telinga tengah aktif atau berulang pada telinga tengah yang keluar
melalui perforasi membran timpani yang kronik. OMSK sukar disembuhkan
dan menyebabkan komplikasi yang luas. Umumnya penyebaran bakteri
merusak struktur sekitar telinga dan telinga tengah itu sendiri. Komplikasi
intratemporal yaitu mastoiditis, labirintis, petrositis, paralisis n. facialis; dan
ekstratemporal meliputi komplikasi intrakranial (abses subperiosteal, abses
bezold’s) dan intrakranial (meningitis, abses otak, sinus trombosis).1

8
Gambar 3. Mastoiditis akut
Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan
osteoitis, yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid.
Oleh karena itu istilah mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis coalescent
pada dasarnya merupakan empiema tulang temporal yang akan menyebabkan
komplikasi lebih lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat, baik dengan
mengalir melalui antrum secara alami yang akan menyebabkan resolusi spontan
atau mengalir ke permukaan mastoid secara tidak wajar, apeks petrosus, atau
ruang intrakranial. Tulang temporal lain atau struktur didekatnya seperti nervus
fasiais, labirin, sinus venosus dapat terlibat. Mastoidtis dapat berlangsung dalam 5
tahapan :
 Tahap 1 : hiperemia dari lapisan mukosa sel udara mastoid
 Tahap 2 : trasudasi dan eksudasi cairan dan atau nanah dalam sel-
sel
 Tahap 3 : nekrosis tulang yang disebabkan hilangnya vaskularitas
septa
 Tahap 4 : hilangnya dinding sel dengan proses peleburan
(coalescence) menjadi rongga abses
 Tahap 5 : proses inflamasi berlanjut ke struktur yang berdekatan.

9
2.6 Diagnosis

Diagnosis otitis media ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan otologi, dan pemeriksaan penunjang. Lalu untuk mendeteksi
komplikasi mastoiditis dapat dilakukan pemeriksaan radiologik, seperti foto polos
mastoid, CT scan mastoid, dan MRI mastoid. Imaging yang terbaik untuk menilai
penyakit kronik telinga tengah dan tulang temporal (mastoid) termasuk
kolesteatom adalah CT scan karena memperlihatkan destruksi tulang.2
Radiologi konvensional os temporal masih banyak digunakan di daerah
atau tempat dimana tidak terdapat CT scan dan MRI. Radiografi konvensional
digunakan dalam skrinning tulang temporal dan menentukan status pneumatisasi
dari mastoid dan petrous piramid. Metode ini memungkinkan digunakan untuk
lesi besar yang meluas ke tulang temporal. Proyeksi standar os temporal meliputi
proyeksi Schuller, Runstrom, Stenvers, transorbital, submentovertikal, Law,
Mayer, Towne, Chausse III. Semua proyeksi tersebut dulu masi digunakan namun
saat ini yang terbanyak digunakan untuk kepentingan klinik adalah lateral atau
Schuller dan obliq atau Stenvers.3
Diagnosa mastoiditis akut dimulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Diagnosa biasa ditegakkan berdasarkan kondisi klinis tanpa pemeriksaan
radiologis. Foto polos akan menunjukkan perselubungan pada mastoid atau
koalesen pada air cells mastoid (rusaknya struktur septum tulang yang tipis akibat
peningkatan tekanan dan iskemia). Perselubungan pada mastoid bukanlah suatu
tanda patognomonis untuk mastoiditis, karena gambaran ini juga ditemukan pada
50% penderita dengan OMA tanpa komplikasi. Meskipun gambaran koalesen
pada mastoid pada pemeriksaan radiologi memiliki nilai diagnostik, gambaran ini
hanya ditemukan pada sejumlah kecil penderita. Bahkan pada beberapa kasus,
dilaporkan gambaran radiologi normal pada penderita mastoiditis akut dan
mastoiditis dengan komplikasi.

10
2.7 Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:

 Bulging membran timpani yang erythematous (nipple like pada


central membrane timpani)
 Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid
 Fluktuasi postauricular
 Tonjolan dari aurikula
 Pengenduran dinding kanalis posterosuperior
 Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun)
 Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2
tahun)

Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi ekstensi


ke luar prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya atau dengan
komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah.

Tanda-tanda meliputi:

o Membran timpani terinfeksi atau normal


o Demam berulang atau persisten
o Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus

Pemeriksaan neurologis umumnya menghasilkan temuan nonfocal.


Namun, keterlibatan saraf kranialis dapat terjadi pada penyakit lanjut.

Tanda-tanda meliputi:

o Palsy dari saraf abducens (saraf kranial VI)


o Palsy dari saraf wajah (saraf kranial VII)
o Rasa nyeri dari keterlibatan cabang oftalmik dari saraf trigeminal.

2.8. Pemeriksaan Laboratorium


11
 Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan
myringotomy, ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan
anaerobik, jamur, mikobakteri dan basil tahan asam.
 Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat dibersihkan, dan
sampel cairan drainase segar diambil.
 Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari telinga tengah dan
bukan saluran eksternal.
 Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu dalam
memodifikasi terapi inisial antibiotik.
 Hasil kultur yang dikumpulkan dengan benar untuk bakteri aerobik dan
anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi definitif.
 Pewarnaan Gram dari spesimen awalnya dapat membimbing terapi antimikroba
empiris.
 Kultur darah harus diperoleh.
 Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi
efektivitas terapi seterusnya.
 Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke intrakranial.
5

12
2.9. Gambaran Radiologi

Pemeriksaan konvensional pada tulang temporal dapat menilai pneumatisasi


dan piramid tulang petrosus sehingga mampu menilai lebih jauh besar dan
luas nya suatu lesi dari tulang temporal atau struktur sekitarnya. Ada tiga
proyeksi yang lazim digunakan untuk menilai tulang temporal yaitu:

1. Posisi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid, proyeksi foto
dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan
berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30o cephalo-cauda.

Gambar 4 . Posisi Schuller

13
Gambar 5 . Mastoid normal posisi schuller
Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi
dapat tampak lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar
tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan
sinus lateralis.
2. Posisi Owen
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral mastoid dan proyeksi dibuat
dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan lalu wajah diputar 30 o
menjauhi film dan berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30-40o cephalo-
cauda. Umumnya posisi owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis
auditorius eksternus, epitimpanikum, tulang pendengaran dan sel udara
mastoid.

14
Gambar 6. Foto radiografi polos posisi owen
3. Posisi Chausse III
Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga tengah,
proyeksi dibuat dengan oksiput terletak diatas meja pemeriksaan lalu dagu
ditekuk kearah dada kepala diputar 10-15o kearah sisi berlawanan dari
telinga yang akan diperiksa.
Posisi ini merupakan tambahan setelah pemeriksaan lateral mastoid,
dimana dapat menilai lebih baik keadaan telinga tengan terutama pada otitis
media supuratif kronik dan kolesteatom.

Gambar 6. Foto radiografi polos posisi Chause III

a. Mastoiditis akut
Gambaran dini mastoiditis akut pada radiologis adalah adanya perselubungan di
ruang telinga tengah dan sel-sel mastoid, pada masa permulaan infeksi biasanya
struktur trabekula dan sel udara mastoid masih utuh. Bersamaan progresifitas
infeksi maka akan terjadi demineralisasi diikuti destruksi trabekula, Biasanya
pada mastoiditis akut tidak terjadi pada mastoid yang acellulair.

15
Gambar 7. Mastoiditis akut posisi schuller

Gambar 8. Mastoiditis akut pada posisi schuller nampak perselubungan difus serta sedikit
destruksi trabekula posterior

b. Mastoiditis Kronik
Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan yang
tidak homogen didaerah antrum mastoid dan sel-sel mastoid dan berkurangnya
jumlah sel udara, struktur trabekula yang tersisa tampak menebal. Pada keadaan
lanjut tampak obliterasi sel udara mastoid dan mastoid tampak sklerotik, lumen
antrum mastoid dan sisa sel udara mastoid terisi jaringan granulasi sehingga pada
foto akan terlihat berbagai perselubungan.

16
Kronik :
 Sklerosis dari mastoid air cells
 Merupakan komplikasi dari abses dan sekuester dengan sklerosis
dari mastoid. Abses dinding berbatas tegas
 Dapat menyebabkan ekstradural dan intracerebral sepsis

Gambar 9 . Mastoiditis kronik posisi schuller

17
Gambar 10. Mastoiditis kronik

Gambar 11. mastoiditis kronik dengan posis foto Schuller nampak perselubungan tidak homogen
dan penebalan trabekulasi

18
3. Gambaran CT-Scan mastoiditis
Computed Tomograpghy (CT) dapat berperan dalam penegakan diagnosa
mastoidtis, terutama jika terjadi komplikasi intrakranial atau pada pasien yang
diduga menderita mastoiditis terselubung. Gambaran yang dapat ditemui pada
CT-scan antara lain :
1. Rusak atau kaburnya outline mastoid
2. Berkurang atau menghilangnya ketajaman septum tulang yang semakin
memperluas air cells. Terkadang lesi litik pada tulang temporal dan abses
jaringan lunak juga dapat terlihat.perselubungan di daerah yang secara
normal mengalami pneumatisasi (yang juga terlihat pada OMA tanpa
komplikasi) tidak memiliki nilai diagnostik. Gambaran destruksi tulang
akan tampak secara radiograf bila demineralisasi tulang mencapai 30-50%.

Jika pada CT scan hanya nampak perselubungan, maka bone scan dengan
technetium 99 akan sangat bermanfaat karena metode ini sensitif terhadap
perubahan osteolitik. Dengan CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam
prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara)
dan melebar. Jika terjadi komplikasi intrakranial pada daerah fossa kranii
posterior atau media maka pemeriksaan CT Scan merupakan pemeriksaan terpilih
untuk mendeteksi hal tersebut yakni dapat ditemuinnya defek tulang dengan lesi
intrakranial.
CT Scan pada tulang temporal merupakan standar pada pemeriksaan
mastoiditis. Sensitivitas CT scan pada mastoiditis adalah 87-100%. CT scan
menggambarkan dimanapun di intrakranial Komplikasi atau perluasan. Bukti dari
mastoiditis adalah gambaran destruksi mastoid dan kehilangan ketajaman sel
udara mastoid.
Plain radiografi kurang dapat dipercaya dan penemuan gejala klini sering
terlambat. Pada daerah yang tidak memiliki CT Scan, plain radiografi
menggambarkan destruksi sel udara tulang yang berkabut pada acute mastoiditis.
Pada kebanyakan kasus, radiografi cukup kuat menegakkan diagnosis namnu

19
kurang sensitif dalam membedakan staging dari penyakit dan tidak bisa
membedakan detail-detailnya.
Temuan lainnya yang digunakan untuk membedakan acute otitis media dan acute
mastoiditis tanpa osteoitis dan chronic mastoiditis :
 Tampak gambaran berawan atau berkabut dari sel udara mastoid dan
telinga tengah. Ini disebabkan oleh inflamasi pembengkakan mukosa dan
terkumpulnya cairan.
 Kehilangan ketajaman atau visibility dari sel mastoid karena
demineralisasi, atrofi, atau nekrosis dari tulang septa.
 Kekaburan atau distorsi dari mastoid, kemungkinan dengan defek yang
tampak dari segmen atau korteks mastoid
 Peningkatan dari pembentukan area abses
 Peningkatan periosteum karena proses mastoid atau fossa kranial posterior
 Aktivitas osteoblastik pada mastoiditis kronik

Gambar 12. CT scan mastoiditis akut


Pada otitis media kronik maupun kolesteatom sering ditemukan
pneumatisasi yang buruk pada mastoid. Hal penting yang dapat digunakan untuk
membedakannya adalah kondisi erosi tulang. Erosi tulang pada dinding lateral
epitimpanium dan ossicular sering ditemukan pada kolesteatoma (75%). Erosi
juga dapat ditemukan pada passien otitis media kronik, namun hanya 10%nya.

20
Displacement dari ossicular chain dapat ditemukan pada cholestetoma, namun
tidak pada otitis media kronik. Pada otitis media kronik ditemukan penebalan
lapisan mukosa.

Gambar 13. axial CT menggambarkan kuantitas tulang pada telinga kanan yang terbatas

Gambar 15. Mastoiditis akut

21
Gambar 16. Mastoiditis dengan sigmoid sinus trombosis

Gambar 17. Kiri : Gambaran CT scan mastoid laki laki dengan pneumatisasi normal pada mastoid
dengan aerasi sel. Kanan : gambaran sklerotik total mastoid. Tidak tampak air cells.

Gambar 18. Gambaran CT scan laki-laki usia 50 tahun dengan keluhan retraksi membran dan
otorea telinga kiri. Gambaran CT scan memperlihatkan gambaran erosi dari proces incus dan
stapedius. Semua temuan ini mengarahkan ke colesteatoma, namun pada saat opertatif temuannya
adalah mastoiditis kronik, tidak didapatkan kolesteatom. Pasien dengan mastoidtis kronik sejumlah
kecil memperlihatkan erosi tulang.

22
Gambar 19. Potongan CT scan koronal dari pasien mastoiditis kronik pada gambar 9, tampak blunt
scutum (ditunjukkan dengan panah)

Gambar 20. Axial (a) dan coronal (b) CT scan mastoid. Pada mastoid kanan nampak air cells
dengan aerasi baik dan septa penulangan dapat terlihat dengan jelas dibandingkan dengan mastoid
kiri yang tamapak opasitas. Pada mastoid kiri terlihat hilangnya septa dari tulang mastoid dan juga
erosi pada dinding kortikal ke dalam fossa krania media. Didapati pula soft tissue swelling
sepanjang prosesus mastoideus.

23
Gambar 21. Axial (a) soft tissue window dan axial (b) bone window dari kepala. Sejumlah cairan
dengan peningkatan densitas terlihat di kanan mastoid, menandakan abses subperiosteal. Pada
bone window didapatkan opasitas dari air cells bilateral sering dijumpai pada anak-anak. Tampak
resopsi septa tulang pada kanan dkorteks luar mastoid. Tulang mengalami erosi dan membentuk
abses superficial.

Gambar 22. CT scan kepala dan leher dengan penambahan kontras memberikan gambaran sebuah
abses Bezold’s luas diantara jaringan lunak di bagian leher dekat sternocleidomastoid. Abses ini
terbentuk dari mastoiditis akut yang mengalam erosi pada mastoid tip.

Gambar 23 CT scan dengan penambahan kontras pada pasien anak laki-laki yang diduga
mastoiditis. Hasil temuan mastoiditis dan trombosis sinus venosus dural.

24
Gambar 24. CT scan kontras dengan potongan anak laki-laki dengan mastoiditis kanan. Tampak
tulang temporal kanan sebuah fokus dari abnormal enhancement dengan sedikit low attenuation
consistent dan edema.

25
Gambar 25. CT scan laki-laki dengan mastoiditis kanandan delirium. Sebuah low attenution area
terlihat pada kanan lobus temporal mengandung a fleck gas(a). Potongan MRI setinggi axial T2
dilakukan 3 hari kemudian menemukan bahwa abses gas-containing pada lobus temporal kanan
yang berhubungan dengan air cells mastoid, tampak lebih besar dan meluas ke temporal horn dari
ventrikel lateral kanan.gas telah digantikan dengan cairan CSF dari ventrikel, CSF mengalir dari
ventrikel ke mastoid melalui abses (b). MRI potongan coronal setinggi T1 memberikan gambaran
abses yang mengandung gas. CSF pada ventrikel lateral hampir digantikan oleha gas. Pasien ini
immunocompromised dan sedikit respon terhadap infeksi. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa
kurangnya subependymal enhancement (c).

4. Gambaran MRI Mastoiditis


Magnetic Resonance Imaging (MRI) sering digunakan pada pasien dengan gejala
klinis atau penemuan CT mengarah ke komplikasi intrakranial. MRI tidak rutin
digunakan untuk evaluasi mastoid.
MRI adalah standar untuk mengevaluasi jaringan lunak yang
berdampingan, lebih spesifik, intracranial struktur dan untuk medeteksi cairan
yang terkumpul ekstra axial dan yang berhubungan dengan masalah vaskular.
MRI membantu dalam merencanakan pengobatan operasi yang efektif.
MRI lebih sensitif dari radiografi konvensional, tetapi kurang sensitif
dinadingkan dengan CT scan resolusi tinggi karena keterbatasan MRI dalam
mengambbarkan tulang.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dianjurkan dengan kecurigaan
trombosis vaskular sebagai salah satu komplikasi dari mastoiditis. Lateral venous
sinus trombosis sering dikaitkan dengan mastoiditis. Namun pda beberapa kasus
lateral sinus trombosis ipsilateral, tidak didapatkan mastoiditis. Sebuah penelitian
pada Auckland Hospital melaporkan dari 23 kasus lateral sinus trombosis,
kelainan ini tidak ditemukan adanya hubungan klinis antara lateral sinus
trombosis dengan mastoiditis (p<0.001)5.

26
gambar 26. nampak sebuah abses perisinus epidural pada MRI anak dengan mastoiditis akut yang tidak terlihat

pada CT scan.

2.10. Tatalaksana

Biasanya gejala umum berhasil, diatasi dengan pemberian antibiotik, kadang


diperlukan miringotomi. Jika terdapat kekambuhan akibat nyeri tekan persisten,
demam, sakit kepala, dan telinga mungkin perlu dilakukan mastoidektomi.
Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan
lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Tetapi pemilihan
anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi.
Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid. Bedah yang
dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak
dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal. 2

Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi. Meliputi dua


hal penting:1
1. Pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)
2. Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman
empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya
berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman (mujarab),
resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga. Pengetahuan dasar tentang
pola mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan antibiotikanya
sangat penting.
27
2.11 Komplikasi
Mastoiditis, ketika berlanjut di luar 2 tahap pertama dianggap sebagai komplikasi
otitis media. Komplikasi dari mastoiditis adalah perluasan lebih lanjut di dalam
atau di luar mastoideus itu sendiri. Komplikasi yang umum terjadi termasuk
kehilangan pendengaran dan perluasan dari proses infeksi di luar sistem
mastoideus, mengakibatkan komplikasi intrakranial atau ekstrakranial.

Komplikasi lainnya termasuk berikut ini :

 Perluasan posterior ke sinus sigmoid, menyebabkan trombosis


 Perluasan ke tulang oksipital, yang mengakibatkan osteomyelitis calvaria
atau abses Citelli
 Perluasan superior ke fosa kranial posterior, ruang subdural, dan meninges
 Perluasan anterior ke akar zygomatic
 Perluasan lateral membentuk abses subperiosteal
 Perluasan inferior membentuk abses Bezold
 Perluasan medial ke apex petrous

Keterlibatan intratemporal saraf wajah dan / atau labirin.

2.12 Prognosis

Prognosis pada mastoiditis baik selama belum menimbulkan komplikasi lanjut


seperti, paresis N. Facialis, vestibulum dan struktur intrakranial. Tindakan operatif
pada kasus komplikasi hanya menghentikan infeksi primernya untuk mencegah
penyebaran lanjut. Deformitas secara kosmetik dari telinga yang di operasi dapat
di cegah dengan penempatan insisi yang tepat saat operasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Probst, R, Grevers, G., and Iro, H. 2006. Basic Otorhinolaryngology A Step-


by-Step Learning Guide. Thieme : New York
2. Haiat, S.W. 2011. Acquired Temporal Bone Cholesteatoma Imaging. Medical
University : Texas
3. Valvassori, G.E, Mafee, M.F, and Carter, BL. 1995. Imaging of the Head and
Neck. Thieme : New York
4. Minks, DP., Porte M., Jenkins N. 2013. Acute Mastoiditis A role of
Radiology. In Elsevier Clinical Radiology : volume 68, issue 4, pages 397-
405.
5. John NF, and David LM. 2000. Lateral Sinus Thrombosis associated with
MRI abnormalities with the Mastoid Air Sinus. J-AHA Stroke ; 32;347a.

29

Anda mungkin juga menyukai