Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN ANAK


PNEUMONIA

Pembimbing:
dr. Rose Grand Chen, Sp.A

Oleh:

Silvia Dwi Mustika


406162011

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
PERIODE 11 MARET 2019 – 19 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA JAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Silvia Dwi Mustika


NIM : 406162011
Fakultas : Kedokteran

Universitas : Tarumanagara
Tingkat : Program Studi Profesi Dokter (PSPD)

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak


Periode : 11 Maret 2019 – 19 Mei 2019

Pembimbing : dr. Rose Grand Chen, Sp.A


Diajukan :

Telah diperiksa dan disahkan tanggal …………………………………………………………..

Mengetahui,

Kepala SMF Ilmu Kesehatan Anak Pembimbing


RS Sumber Waras

dr. Hendy Halim, M.Sc, Sp.A dr. Rose Grand Chen, Sp.A
BAB 1

PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. DSH
Jenis Kelamin : Perempuan
TTL : 24 Nopember 2014
Usia : 4 tahun 4 bulan
Pendidikan : TK
Alamat : tomang
Tanggal dan Jam Pemeriksaan : 25 Maret 2019 jam 18.00

Tanggal dan Jam Masuk RS : 25 Maret 2019, jam 14.00 WIB No


RM 540582

II. Riwayat Penyakit Sekarang


 Dilakukan Alloanamnesis terhadap orangtua pasien pada tanggal 18 Maret 2019 jam
16.00 WIB
 Keluhan Utama: Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit
 Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 7 hari SMRS. Demam dirasakan
hilang timbul, sore – malam memberat. Demam tertinggi 38o C. sudah diberikan
Paracetamol ½ tab (250mg). Setelah diberikan obat demam menurun tetapi beberapa
jam kemudian demam naik kembali. Suhu tidak diukur. Semenjak sakit, ibu pasien
mengatakan nafsu makan pasien menjadi menurun. Ibu pasien mengatakan pasien
jarang jajan disekolah ataupun makan makanan sembarangan. Pasien selalu membawa
makanan dan minuman dari rumah. Setelah pulang sekolah biasanya pasien tidak
pernah jajan di sekitar sekolahan.
Ibu pasien mengatakan pasien batuk dan pilek sejak 1 hari SMRS. Batuk timbul dan
mengeluarkan dahak berwarna putih. Pilek yang dikeluhkan pasien memiliki sekret
encer dan bening. Sariawan juga timbul sejak 1 hari SMRS. Ibu pasien juga
mengatakan pasien mual (+) timbul bersamaan dengan demamnya dan dirasakan terus
– menerus. Muntah (-). BAK (+) dan BAB cair.
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya pada bulan januari 2019 dengan diagnosa
demam tifoid. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun makanan.

IV. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan serupa di keluarga.

V. Riwayat Perinatal

 Merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara.


 Lahir SC dengan usia kehamilan 31-32 minggu a/i KPD.
 Selama kehamilan rajin kontrol kehamilan setiap bulannya.
 Ada penyulit kehamilan maupun persalinan.
 Keadaan saat lahir: bayi kurang bulan, tidak sesuai masa kehamilan, BBLR, tidak
langsung menangis, tidak aktif bergerak, dan tidak ada kuning.

VI. Riwayat Imunisasi


 Hepatitis B : usia 0, 2, 3, 4 bulan
 BCG : usia 1 bulan (scar + di lengan kanan atas)
 DPT : usia 2, 3, 4,18 bulan
 HiB : usia 2, 3, 4,18 bulan
 Polio : usia 0, 2, 3, 4,18 bulan
 Campak : usia 9 bulan, 18 bulan, dan 6 tahun

Kesan: Imunisasi dasar lengkap dan sudah di boster


VII. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
– Riwayat pertumbuhan:
 BBL 1600 gram, PBL 48 cm
 Perkiraan BB: ((7x7)-5) : 2 = 22 kg
 Perkiraan TB: 7 x 6 + 77 = 119 cm
 BBS 28 kg, TBS 120 cm
– Riwayat perkembangan:
 Mengangkat kepala 45° usia 2 bulan
 Tengkura usia 4 bulan
 Duduk usia 6 bulan
 Berdiri usia 9 bulan
 Berjalan usia 12 bulan
 KPSP usia 60 bulan: Jawaban Ya 10
Kesan: Pertumbuhan obesitas dan perkembangan anak sesuai usia

I. Riwayat Asupan Nutrisi


 ASI eksklusif selama 8 bulan
 MP – ASI mulai sejak usia 6 bulan
 Makanan padat mulai sejak usia 12 bulan
 Food recall 1 x 24 jam pasien:
Waktu Jenis Makanan Kalori
(kkal)
Pagi Bubur ayam 372 kkal
Siang Nasi + sayur + daging 457 kkal
Malam Nasi + sayur + daging 390 kkal
Total 1219 kkal

Kesan: kebutuhan nutrisi kurang


II. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 18 Maret 2019, jam 16.00 WIB
Pemeriksaan Umum
 Kesadaran (pGCS) : E4 V5 M6 – Compos Mentis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tampak lemas
 Nadi : 116 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat\
 Suhu : 37,5ºC
 Pernapasan : 24 x/menit, reguler
 SpO2 : 97%
 TD : 110/70 mmHg (P95/P95)
 Antropometri :
o BB 28 kg
o TB 120 cm
o BBI 23 kg
 CDC antropometri:
o BB/U: 28/21=133% (tepat dibawah garis percentile 90)
o TB/U: 120/121= 99% (dibawah garis percentile 50)
o BB/TB:19,4 (diantara garis percentile 90 95)
o Waterlow: 121%
o Status gizi obese

Pemeriksaan Sistem
 Kepala: normocephali, tidak teraba massa, rambut berwarna hitam, rambut terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan
 Mata: bentuk simetris, pupil bulat isokor, 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), edema palpebral (-/-), injeksi
konjungtiva (-/-)
 Hidung: deviasi (-), sekret (+), konka hiperemis (+)
 Telinga: dalam batas normal, sekret (-)
 Mulut: sianosis (-), faring hiperemis (+), tonsil T1/T1, hiperemis (-), erosi mukosa
oral (-),stomatitis(+), coated tounge (+)
 Leher: trakea di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
 Thorax:
Paru – paru
o Inspeksi : tampak simetris dalam keadaan statis maupun dinamis
o Palpasi : tidak teraba massa, krepitasi (-), nyeri (-)
o Perkusi : sonor (+)
o Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung
o Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV MCLS
o Perkusi : tidak dilakukan
o Auskultasi : BJ I – II reg, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen:
o Inspeksi : tempak datar, simetris, striae (-), sikatriks (-), massa (-), pelebaran
vena (-), jejas (-), shifting dullness (-)
o Auskultasi : bising usus (+) 6 x/menit, bruit (-)
o Perkusi : timpani pada seluruh abdomen
o Palpasi : supel, defans muscular (-), massa (-), hepar – lien dalam batas normal,
turgor baik
 Ekstremitas dan tulang belakang: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), kofosis (-),
lordosis (-), skoliosis (-)
 Kulit: dalam batas normal, turgor kulit kembali dangan cepat, sianosis (-), petekie (-),
jaundice (-)
 Anus dan genitalia: anus normal, tidak ada kemerahan, genitalia tidak ada tanda – tanda
radang
 KGB: tidak teraba pembesaran KGB
Pemeriksaan neurologis:

 Refleks fisiologis: biceps ++/++, triceps ++/++, patella ++/++, Achilles ++/++
 Refleks patologis: Babinski -/-, chaddock -/-, schaeffe -/-, Gordon -/-
 Meningeal sign: kaku kuduk (-), brudzinsky I – IV (-)
 Normotoni, normotrofi
 Kekuatan 5555/5555
 N. cranialis dalam batas normal

III. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah lengkap tanggal 18 Maret 2019
Hasil Nilai normal
Eritrosit 4.35 juta/µL 3.70 – 5.20
Haemoglobin 11,6 g/dL 10.7 – 14.7
Hematokrit 33,8 % 35.0 – 43.0
Trombosit 198 ribu/µL 150 – 440
Leukosit 2,5 ribu/µL 5.5 – 15.5
Hitung jenis
Basophil 0% 0–1
Eosinophil 1% 0–3
Batang 2% 0–6
Segmen 34 % 50 – 70
Limfosit 52 % 20 – 40
Monosit 11 % 0–8
LED 32 mm/jam 0 – 20

Pemeriksaan anti – salmonella typhi IgM (+)


IV. Resume
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 7 tahun dengan keluhan demam sejak
7 hari SMRS, terjadi terus – menerus setiap hari dengan suhu naik turun dan dirasakan
demam paling tinggi saat sore hingga malam hari dan turun saat pagi hari atau setelah
diberikan obat penurun panas, tetapi beberapa jam kemudian suhu kembali meningkat.
Suhu tertinggi yang diukur saat demam di rumah adalah 38°C. Pasien langsung dibawa
ke IGD RS Sumber waras untuk berobat dan diberikan obat penurun panas. Semenjak
sakit, ibu pasien mengatakan nafsu makan pasien menjadi menurun. Pasien batuk dan
pilek sejak 1 hari SMRS yang lalu. Batuk mengeluarkan dahak bening . Pilek dengan
sekret encer dan bening. Ibu pasien juga mengatakan pasien mual (+) sejak 1 hari yang
lalu dan dirasakan terus – menerus tetapi tidak sampai muntah. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan sekret hidung (+), konka hiperemis (+), faring hiperemis (+), stomatitis(+),
dan coated tounge (+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukopenia dan anti –
salmonella typhi IgM (+)

V. Daftar Masalah/Diagnosa
Daftar Masalah:
 Demam H-7
 Batuk
 Pilek
 Sariawan
 Mual

Diagnosis Kerja:
 Demam tifoid
 Rhinofaringitis
 Stomatitis
VI. Pengkajian
A. Clinical Reasoning
Pasien perempuan 7 tahun datang ke IGD diantar orang tuanya dengan keluhan demam
sejak 7 hari SMRS, pasien dicurigai demam tifoid karena pada anamnesis didapatkan
demam dirasakan makin berat pada sore menjelang malam hari. Keluhan batuk dan pilek
juga dirasakan sejak 1 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hidung secret (+) dan konka hiperemis, coated
tongue, faring hiperemis, stomatitis. Sehingga dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
anti salmonella IgM. Hasil lab anti salmonella IgM positif dan leukopenia sehingga
pasien diberikan antibiotik meropenem 3x1 gram IV.
Melihat hasil pemeriksaan dapat ditegakkan diagnosis: Demam tifoid, Rhinofaringitis,
Stomatitis

B. Diagnosis Banding
 Susp. infeksi virus dengue
 ISPA

C. Rencana Diagnostik
 Darah rutin
 Tes Widal
 Kultur darah
 Feses lengkap dan Kultur feses
 Urine lengkap
 Elektrolit

D. Rencana Terapi Farmakologis


 Meropenem 3x1 mg iv
Dosis Meropenem berdasarkan penyakit:

 Dosis biasa untuk anak-anak dengan infeksi kulit: (10 mg / kg IV setiap 8


jam Dosis maksimum: 500 mg / dosis)
 Infeksi rumit karena P aeruginosa: (20 mg / kg IV setiap 8 jam Dosis
maksimum: 1 g / dosis)
 Dosis biasa anak-anak untuk Infeksi Intra Abdomen: (20 mg / kg IV setiap 8
jam Dosis maksimum: 1 g / dosis)
 Dosis biasa anak-anak untuk Meningitis: 40 mg / kg IV setiap 8 jam Dosis
maksimum: 2 g / dosis

 Geebio 1x1
 Paracetamol syr 120mg/5ml, 2 Cth, jika demam ≥38°C, dapat diulang setiap 4 jam
(10 – 15mg/kgBB/kali)
 Microlax supp 1 (5ml)
 Ambroxol ½ tab (1,5mg/KgBB/hari)
 CTM 1tab (0,4mg/KgBB/hari) 3x1
 Pseudoefedrin ¼ tab (0,25-1mg/KgBB/hari)
Kenalog 3x1
E. Rencana Terapi Non-Farmakologis
 Kebutuhan cairan 1660 cc/24 jam
o Oral on demand
o IVFD KAEN3B 1640 cc/24 jam = 17 tpm makro (15 tetes/cc)
 Kebutuhan kalori 1840 kkal/hari
 Kebutuhan protein 23 gram/hari
o Diet nasi + lauk 3 x 1 porsi
o Selingan buah 2 x 1 porsi

F. Rencana Evaluasi
 Cek Demam
 Cek BAB FL
 Cek SSP
 Cek bising usus, dan apakah ada Defans muskular di perut

G. Edukasi
 Menjelaskan mengenai penyakit demam tifoid
 Menjelaskan kepada orang tua dan pasien untuk membiasakan mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, BAK dan BAB
 Menjelaskan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan makanan dan minuman

VII. Prognosis
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

1. Demam Tifoid
1.1. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, penularan biasanya terjadi melalui konsumsi makanan atau minuman
yang terkontaminasi. Penyakit yang serupa, demam paratifoid secara klinis sama dengan
demam tifoid tetapi biasanya lebih ringan. Demam paratifoid disebabkan oleh Salmonella
enteriditis, terdapat 3 bioserotipe yaitu paratyphi A, paratyphi B (S. Schotsmuelleri) dan
paratyphi C (S. Hirschfeldii).1,2

1.2. Epidemiologi
Angka kejadian demam tifoid di Asia adalah 900/100.000/tahun dan umur penderita yang
terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3 – 19 tahun mencapai 91%.
Penularan terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal
dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama – sama dengan tinja. Dapat
juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia
kepada bayinya.1 Perbandingan antara Salmonella typhi dengan Salmonella paratyphi
adalah 10 : 1.3 Masa inkubasi antara 8 – 14 hari, tapi dapat berlangsung antara 3 hari
sampai 2 bulan.

1.3. Etiologi
Penyebab Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negatif,
mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagel antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang teridiri dari polisakarida.1

1.4. Patogenesis
Pathogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme,
yaitu:
1. Penempelan dan invasi sel – sel M Payer’s patch
2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Payer’s patch, nodus
limfatikus mesenterikus dan organ – organ ekstra intestinal sistem
retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal

a. Jalur Masuknya Bakteri ke Dalam Tubuh


Bakteri Salmonella typhi bersama dengan makanan/minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <2) banyak
bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakeri melekat pada sel – sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel – sel M, sel epitel khusus
yang melapisi Payer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di
organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit
mononuklear di dalam folikel limfe, kelejar limfe mesenterika, hati dan limfe.

Setelah periode inkubasi, Salmonella typhi akan ke luar dari habitatnya dan
melalui duktis torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme
dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi
adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Payer’s patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograde dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi
ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.

b. Peran Endotoksin
Peran endotoksin pada demam tifoid dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas,
terubuksi dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi
makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat – zat lain. Produk makrofag ini yang
dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vascular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulas sistem imunologik.

1.5. Manifestasi Klinis


Periode inkubasi demam tifoid antara 5 – 40 hari dengan rata – rata antara 10 – 14 hari.
Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak
memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Demam pada
demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature yang ditandai
dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap setiap hari dan mencapai
titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertambah tinggi dan
pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi
seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Demam dilaporkan
tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam
sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti
kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati
sampai koma.1
Gejala lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang
berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat.
Bahkan dapat dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik
sebagai akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal dapat berupa
diare, obstipasi atau obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah
tampak kotor dengan putih ditengah sedangkan tepid an ujungnya kemerahan. Banyak
dijumpai gejala meteorismus, hepatomegali.1
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5
mm, sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang
kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam biasa muncul
pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 – 3 hari.1
1.6. Diagnosis
1.6.1. Anamnesis1,2
 Demam naik secara bertahap setiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi.
 Anak sering megigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.
 Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan
ikterus.

1.6.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai lidah tifoid, yaitu bagian tengah kotor
dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali, dan kadang terdengar
rhonki pada pemeriksaan paru.2

1.6.3. Pemeriksaan Penunjang


 Darah tepi perifer:2
o Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang,
defisiensi Fe, atau perdarahan usus.
o Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul.
o Limfosistosis relatif.
o Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat.
 Pemeriksaan serologi:2,3,5
o Serologi widal: kenaikan titer S. typhi titer O 1:2000 atau kenaikan 4
kali titer fase akut ke fase konvalesens.
o Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot).
 IgM anti S-typhi hari ke 2 – 3  hanya untuk pemeriksaan
demam tifoid, bila (-) tidak menyingkirkan kemungkinan
demam paratifoid.
 Pemeriksaan biakan Salmonella:2
o Biakan darah terutama pada minggu 1 – 2 dari perjalanan penyakit.
o Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.
 Pemeriksaan radiologic:2
o Foto thorax, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia.
o Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti
perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
o Pada perforasi usus tampak:
 Distribusi udara tak merata
 Airfluid level
 Bayangan radiolusen di daerah hepar
 Udara bebas pada abdomen

1.7. Diagnosis Banding


Pada stadium dini demam tifoid, bebrapa penyakit kadang – kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular
seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria.
Pada demam tifoid yang berat, diagnosis bandingnya yaitu sepsis, leukemia, limfoma dan
penyakit Hodgkin.1

1.8. Tatalaksana
Sebagian besar pasien dapat diobati dengan tirah baring, isolasi yang memadai,
pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan pada kasus
berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi
disamping observasi. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada
dasarnya petogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.1
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam
tifoid dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10
– 14 hari atau sampai 5 – 7 hari setelah demam turun, sedangkan pada kasus dengan
malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4 – 6 minggu
untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan
kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier.1
Ampisilin memberikan respons yang kurang apabila dibandingkan dengan
kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian
secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun
penurunan demam lebih lama. Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5 – 7 hari
atau sefotaksim 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 – 4 dosis efektif pada isolat yang
rentan. Cefixime oral 10 – 15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai
alternatif, terutama apabila jumlah leukosit <2000/µl atau dijumpai resistensi terhadap S.
typhi.1
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma atau shock,
pemberian deksametason intravena (3 mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk dosis
awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kgBB tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang
memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari 35 – 55% menjadi 10%. Demam tifoid
dengan penyulit perdarahan usus kadang memerlukan transfusi darah.1
Kriteria keberhasilan terapi demam tifoid :
1. Penurunan suhu
2. Perbaikan kesadaran
3. Perbaikan nafsu makan
4. 2-3 hari bebas demam7

1.9. Komplikasi
Terjadi pada akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga5 berupa:
 Intraintestinal: perforasi usus (0,5 – 3%) atau perdarahan saluran cerna (1 – 10%) :
suhu menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun
sampai menghilang, defance musculaire positif, dan pekak hati menghilang.1,2,5
 Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok
septik, pielonefritis, endokarditis, osteomyelitis.1,2,5
1.10. Prognosis
Prognosis tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya dan ada atau
tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka
mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, baisnaya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti
perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis dan pneumonia,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps dapat timbul beberapa kali.1
1.11. Pencegahan
Untuk memperkecil kemungkinan tercemar S. typhi, maka harus diperhatikan kualitas
makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati
apabila dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses
iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan
secara merata juga dapat mematikan kuman.1 Mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan. Vaksin direkomendarikan untuk mencegah demam tifoid tetapi tidak 100%
efektif.4
Demam tifoid dapat dicegah dengan vaksin. Saat ini dikenal 3 macam vaksin, yaitu
yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang dimatikan
(TAB vaccine) telah digunakan puluhan tahun dengan cara pemberian suntikan subkutan;
namun vaksin ini hanya dapat memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek
samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman
Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan
interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun dan diberikan pada
anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi
diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60 – 70% selama 3
tahun.1,3.l

2. Rhinofaringitis
2.1. Definisi
Rhinofaringitis adalah penyakit sistem respiratori atas akibat infeksi virus dengan gejala
dominan berupa rinorea dan obstruksi nasal, dengan atau tanpa demam, dan dapat disertai
gejala sistemik berupa fatigue dan mialgia. Rhinofaringitis juga sering disebut sebagai
common cold, rhinitis ataupun rinosinusitis.8

2.2. Etiologi
Virus tersering yang menyebabkan rhinofaringitis adalah rhinovirus dan yang jarang
adalah coronavirus. Virus lain yang dapat menyebabkan rhinofaringitis adalah virus RSV
(respiratory syncytial virus) dan yang lebih jarang adalah virus influenza, parainfluenza
dan adenovirus.8

2.3. Epidemiologi
Timbul sepanjang tahun dengan puncak insiden pada awal musim gugur sampai akhir
musim semi. Anak kecil rata – rata mengalami rhinofaringitis 6 – 7 kali dalam setahun
dan 10 -15% anak mengalami rhinofaringitis paling tidak 12 kali sepajang tahun.8

2.4. Manifestasi Klinis


Gejala biasanya timbul dalam 1 – 3 hari setelah infeksi virus dan menimbulkan obstruksi
nasal, rinorea, rasa sakit atau gatal di tenggorokan, dan kadangkala disertai batuk non –
produktif. Biasanya terjadi selama 1 minggu, tetapi 10% nya dapat berlangsung hingga 2
minggu. Sering terjadi perubahan warna ataupun konsistensi sekret hidung.8

2.5. Diagnosis Banding


Diagnosis banding rhinofaringitis adalah rhinitis alergi, adanya benda asing, sinusitis,
pertusis dan nasofaringitis streptokokus. Rhinitis alergi memiliki karakteristik tidak
disertai demam, ditemukannya eosinophil pada sekret hidung, dan manifestasi klinis yang
menunjukkan alergi lainnya.8

2.6. Terapi
Terapi yang diberikan biasanya berupa terapi simptomatis.8

2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan berupa otitis media dan timbul pada 5 – 20% anak
dengan rhinofaringitis.8

2.8. Pencegahan
Rhinofaringitis dapar dicegah dengan mencuci tangan dan menghindari kontak dengan
orang yang terinfeksi.8
3. Stomatitis

3.1 Definisi

Stomatitis atau sering dikenal sebagai sariawan merupakan suatu kelainan selaput lendir
mulut, yang ditandai adanya bercak luka berwarna putih pada dinding mulut, bibir atas,
dan lidah. Sariawan memang bukan penyakit yang serius atau bahkan mengancam jiwa,
tetapi kondisi ini sangat mengganggu. Walaupun ukurannya kecil dan letaknya
tersembunyi di rongga mulut, sariawan bisa menimbulkan rasa nyeri hebat, sehingga
membuat susah untuk makan dan berbicara.9

3.2 Etiologi

Penyebab yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

• Kebersihan mulut yang kurang

• Letak susunan gigi/ kawat gigi

• Makanan /minuman yang panas dan pedas

• Rokok

• Pasta gigi yang tidak cocok

• Lipstik

• Infeksi jamur

• Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)

• Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.9

3.3 Epidemiologi

Prevalensi stomatitis bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari
penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi stomatitis
berkisar 15-25% dari populasi.9

3.4 Manifestasi klinik

 Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam :Hipersensitive dan perasaan seperti


terbakar

 Stadium Pre Ulcerasi :Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan


terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
 Stadium Ulcerasi:Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-
tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari.
Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.9

3.5 Tatalaksana

 Vitamin C

 Kortikosteroid topical

 Oral Hygiene9

3.6 Komplikasi

Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia

Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur

Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit

Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut

Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.9


DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. 2008. Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: IDAI.
2. IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.
3. WHO. Guidelines for the Management of Typhoid Fever. 2011.
4. Michael C, Judd, Mintz ED. Typhoid and Parathyphoid Fever. CDC. 2017. Available
from: https://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2018/infectious-diseases-related-to-
travel/typhoid-paratyphoid-fever
5. Garna H, Nataprawira H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
ringkasan klinik. Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung 2014.
6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi keenam. Saunders Elsevier. 2014
7. Permenkes. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta:IDAI
8. IDAI. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1. Jakarta: IDAI.
9. Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Salemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai